Anda di halaman 1dari 9

TUGAS RESENSI JURNAL

Oleh
Cut Atika Shabira
Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
No. Induk Mahasiswa 210102006

Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Maqashid Syariah

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2023
A. Identitas Jurnal

Maqashid Al-Syariah Menurut Jasser Auda (Pendekatan Sistem dalam Hukum


Islam)
Nama Jurnal : Al-Himayah, Volume 2 Nomor 1 Maret 2018
Penulis : Retna Gumanti
Tahun Terbit : 2018
Nama Penerbit : Al-Himayah
Halaman : 97-118 (22 Halaman)

B. Sinopsis Jurnal
Abstrak
Pemikiran Jasser Auda diawali dengan adanya kritik terhadap Usul Fiqh yaitu
pertama, Usul al-Fiqh terkesan tekstual dan mengabaikan tujuan teks, kedua,
Klasifikasi sebagian teori usul al-Fiqh mengiring pada logika biner dan dikotomis,
ketiga. Analisa usul al-fiqh bersifat reduksionis dan atomistik, selain itu Jasser Auda
pun mengkritik Maqasid klasik yang terjebak pada kemaslahatan individu sehingga
tidak mampu menjawab permasalahan dunia yang terjadi, maka oleh Jasser Auda
cakupan dan dimensi teori maqasid klasik diperluas agar dapat menjawab tantangan-
tantangan zaman kekinian. Jasser Auda menjadikan teori sistem sebagai pendekatan
dalam hukum Islam, dan membangun seperangkat kategori dengan menggunakan 6
fitur sistem yaitu sifat kognitif (cognitive nature), saling keterkaitan (interrelated),
keutuhan (wholeness), keterbukaan (openess), multi-dimensionalitas (multi-
dimentionality) dan kebermaknaan (purposefulness).

Kata Kunci : Maqasid Al-Syariah, Maqasid klasik Hukum Islam

1. Pendahuluan
Pemikiran Maqasid al Syari’ah berawal dari kegelisahan Jasser Auda terhadap
Usul al-Fiqh tradisional, yang mana terkesan tekstual sehingga dapat mengabaikan
tujuan teks atau maksud inti dan tujuan syariah itu sendiri. Selain itu, Klasifikasi
sebagian teori usul al-Fiqh tradisional mengiring pada logika biner dan dikotomis, yang
mana dalam pandangan Jasser Auda, memahami dalil berdasarkan kategori seperti itu
akan mengabaikan tujuan teks yang dianggap kontradiksi tersebut memiliki tujuan
berbeda dan berada pada konteks yang berbeda pula, sehingga keduanya dapat
diamalkan selama tujuan dan konteknya masih sama. Dan yang terakhir adalah analisa
dalam usul al-fiqh tradisional bersifat reduksionis dan atomistik, ini berasal dari
kuatnya pengaruh logika kausalitas dalam usul al-fiqh. Sebagaimana diketahui, logika
kausalitas pernah menjadi trend pemikiran dan sering digunakan filosof muslim dalam
beragumentasi, terutama dalam ilmu kalam. Pengaruh logika kausalitas ini membuat
ahli usul hanya mengandalkan satu dalil untuk menyelesaikan kasus yang dihadapinya,
tanpa memandang dalil lain yang masih terkait dengan persoalan tersebut. Parahnya,
pendekatan reduksionistik dan atomistik ini sangat dominan digunakan dalamsebagian
teori usul fiqh.
Selain kritik terhadap usul al-fiqh tradisional, Jasser Auda juga memberikan
catatan kritis atas teori maqasid yang dikembangkan pada abad klasik. Menurutnya,
terdapat empat kelemahan. Pertama, teori maqasid klasik tidak memerinci cakupannya
dalam bab-bab khusus sehingga tidak mampu menjawab secara detail pertanyaan-
pertanyaan mengenai persoalan tertentu. Kedua, teori maqasid klasik lebih mengarah
pada kemaslahatan individu, bukan manusia atau masyarakat secara umum. Ketiga,
klasifikasi maqasid klasik tidak mencakup prinsip-prinsip utama yang lebih luas.
Keempat, penetapan maqasid dalam teori maqasid klasik bersumber pada warisan
intelektual fiqh yang diciptakan oleh para ahli fiqh, dan bukan diambil dari teks-teks
utama, yakni nash.

2. Pembahasan
a. Biografi
Jasser Auda lahir tahun 1966 di Kairo. Beliau belajar agama di Masjid
Al Azhar Kairo, dari tahun 1983 sampai 1992. Ia berkuliah di Cairo University
jurusan Ilmu Komunikasi dan mendapat gelar S1 di tahun 1988, gelar master
diperoleh tahun 1993. Setelah itu, melanjutkan pendidikan Doktoral bidang
System analysis di Universitas Waterloo, Kanada. Tahun 1996, dan memperoleh
gelar Ph.D dari Waterloo. Kemudian Ia kembali mengenyam pendidikan di
Islamic American University konsentrasi Hukum Islam, tiga tahun berikutnya
(1999), gelar Bachelor of Arts (BA) untuk kedua kalinya diperoleh dari Islamic
American University dalam bidang islamic studies. Pada kampus yang sama Ia
melanjutkan jenjang Master dengan konsentrasi hukum Islam dan selesai tahun
2004. Kemudian di Inggris, Ia melanjutkan jenjang Doktoral di Universitas
Wales. Pada tahun 2008, Ia berhasil meraih gelar Ph.D bidang Hukum Islam.
Beliau seorang anggota Associate Professor di Qatar Fakultas Studi
Islam (QFIS) dengan fokus kajian kebijakan publik dalam program studi Islam,
anggota Pendiri persatuan Ulama Muslim Internasional yang berbasis di Dublin,
anggota dewan akademik di Institute International Advenced System Reseach
(IIAS), Kanada, Anggota Dewan Pengawas Global Pusat Studi Peradaban
(GCSC), Inggris, Anggota Dewan Eksekutif Asosiasi Ilmuwan Muslim Sosial
(AMSS) Inggris, Anggota Forum Perlawanan Islamofobia dan Recism (FAIR),
Inggris dan konsultan untuk Islamonline.net. Jasser Auda Direktur sekaligus
pendiri Maqashid Reseach Center dan Filsafat Hukum Islam di London, Inggris,
dan menjadi Dosen tamu di berbagai negara. Selain itu Ia juga memperoleh
sebanyak 9 penghargaan bergengsi.

b. Maqashid Klasik dan Maqashid Kontemporer

Maqasid Al-Syari’ah dapat difahami sebagai tujuan dari seperangkat


hukum Islam pada terbentuknya keadilan dan kemaslahatan masyarakat, bukan
sederet aturan yang mengantarkan pada kerusakan tatanan sosial. Maqasid al-
shari’ah yang dilontarkan Jasser Auda sebenamya bukanlah hal yang baru,
Sejarah mencatat bahwa konsep Maqasid alshari’ah sudah ada seiak akhir abad
ke-3 yang dikemukakan oleh ulama-ulama maqashid klasik.

Dan pada abad ke-20, muncullah seorang pakar Maqasid al-shari’ah dari
Tunisia yang bernama Muhammad Tahir Ibnu 'Asyur (1879-1973M) yang di
anggap sebagai bapak Maqasid al-shari’ah Kontemporer. Asyur' berhasil
menggolkan Maqasid al-shari’ah sebagai konsep baru yang terlepas dari kajian
Usul Fiqh, yang sebelumnya merupakan bagian dari Usul Fiqh.

Kajian hukum Islam klasik menyebutkan bahwa Maqasid


dikelompokkan menjadi tiga, yaitu ad-daruriyat, al-hajiyat dan attahsiniyat.
Yang daruriyat dibagi lagi kedalam hifz ad-din (perlindungan agama), hifz an-
nafs (perlindungan jiwa), hifz al-mal (perlindungan harta), hifz al-aql
(perlindungan akal), hifz an-nasl (perlindungan keturunan) dan hifz al-‘ird
(perlindungan kehormatan). Selanjutnya kajian Maqasid al-shari’ah
dikembangkan Jasser Auda melalui karyanya yang berjudul Maqasid al-
shari’ah as philosophy of Islamic law: a System Approach yang ingin
mendobrak paradigma lama tetutupnya pintu ijtihad. Karya fenomenal ini
merupakan sebuah pendekatan kekinian yang lahir dari alam modern dan
mencoba menjawab tantangan umat Islam yang berkenaan dengan isu-isu
kontemporer.

c. Analisis Sistem

Sistem adalah serangkaian interaksi unit-unit atau elemen-elemen yang


membentuk sebuah keseluruhan terintegrasi yang dirancang untuk
melaksanakan beberapa fungsi.

Teori dan filsafat sistem muncul pada paruh kedua abad ke 20 M sebagai
anti-tesis bagi filsafat modernis maupun postmodernis. Terdapat pula Filsafat
sistem Islam yang merupakan sebuah pemikiran yang mengambil manfaat dari
kritik filsafat sistem terhadap modernisme maupun postmodernisme, untuk
mengkritik versi-versi modernisme yang berbasis Islam. Teori filsafat sistem
menolak konsep ketuhanan secara keseluruhan, hanya karena para teolog abad
pertengahan maupun teolog modernis mengajukan beberapa argumen sebab-
akibat untuk membuktikan wujud Tuhan. Namun, Filsafat sistem Islam dapat
membangun konklusi-konklusi filsafat sistem untuk „memperbaharui‟
argumenargumen teologis Islam.

Dalam pandangan Jasser Auda sebuah bukti terbaru tentang


kesempurnaan Tuhan pada Ciptaan-Nya sekarang lebih tepat dilandaskan pada
pendekatan sistem, dibandingkan berdasarkan argumen kausalitas terdahulu.
Jasser Auda meneguhkan bahwa filsafat sistem dapat digunakan untuk
melakukan pembaharuan terhadap bukti-bukti keimanan dan argumentasi
rasionalnya sesuai dengan konteks kekinian. Di sini, Auda menggagas apa yang
ia sebut dengan “filsafat sistem Islami”. Oleh karena itu, menurutnya filsafat
sistem dianggap sebagai pendekatan holistik untuk membaca suatu objek
sebagai sistem.

d. Teori Fitur Sistem


Bertalanffy, merupakan Bapak teori sistem yang mengidentifikasi
sejumlah fitur atau eristik Sistem, yakni: (1) karakter Holisme (holism), (2)
memiliki tujuan, (3) Saling mempengaruhi (interrelationship) dan saling
bergantung (interdependence) antar-elermennya, (4) masukan dan Keluaran
(inputs and outputs), (5) transformasi, (6) regulasi, (7) hierarki, (8) diferensiasi,
(9) ekuifinalitas dan multifinalitas (equifinality and multifinality), (10) entropi
(entropy).

e. Fitur Sistem dalam Penerapan Ushul Fiqh dalam Pemikiran Jasser Auda
Untuk mengaplikasikan teori sistem sebagai pendekatan dalam hukum
Islam, Ada enam fitur sistem yang dioptimalkan Jasser Auda dalam
menganalisis, yaitu cognitive nature (watak kognisi), wholeness (keseluruhan),
openness (keterbukaan), interrelated hierarchy, multi dimentionality dan
purposefulness.
Jasser Auda menempatkan Maqasid Syariah sebagai prinsip mendasar
dan metodologi fundamental dalam reformasi hukum Islam kontemporer yang
dia gaungkan. Mengingat efektivitas suatu sistem diukur berdasarkan tingkat
pencapaian tujuannya, maka efektivitas sistem hukum Islam dinilai berdasarkan
tingkat pencapaian Maqasid Syariah-nya.
Menurut Auda, bahwa realisasi maqasid merupakan dasar penting dan
fundamental bagi sistem hukum Islam. Menggali maqasid harus dikembalikan
kepada teks utama (al-Qur‟an dan hadits), bukan pendapat atau pikiran faqih.
Oleh karena itu, perwujudan tujuan (maqasid) menjadi tolok ukur dari validitas
setiap ijtihad, tanpa menghubungkannya dengan kecenderungan ataupun
madzhab tertentu. Tujuan penetapan hukum Islam harus dikembalikan kepada
kemaslahatan masyarakat yang terdapat di sekitarnya.

C. Kelebihan dan Kekurangan Jurnal


1. Kelebihan Jurnal
Kelebihan jurnal ini adalah memberikan informasi dan penjabaran yang
lengkap. Membahas masalah terkait Maqasid Syariah, baik klasik maupun
kontemporer. Semuanya dijelaskan secara rinci baik dari segi penyampaian pendapat
dari beberapa tokoh ataupun penjabaran pendapat dari Jasser Auda sehingga pembaca
lebih mudah untuk menemukan pokok pembahasan dari isi jurnal.
2. Kekurangan Jurnal
Kekurangan dalam jurnal ini adalah tidak disebutkan makna-makna dari istilah
yang disebutkan, sehingga jurnal ini sulit dipahami jika hanya membaca tanpa mencari
makna kata atau mencari referensi lain yang sehubungan dengan pokok pembahasan.

D. Analisis
Paparan diatas secara keseluruhan membahas mengenai pemikiran kontemporer
Jasser Auda mengenai maqashid syariah. Maqashid Syariah sendiri bila diartikan secara
bahasa adalah beberapa tujuan syariah. Tujuan utama dari maqashid syariah adalah
merealisasikan kemanfaatan untuk umat manusia (mashâlih al-ibâd) baik urusan dunia
maupun urusan akhirat mereka.
Konsep Maqasid alsyariah sudah ada seiak akhir abad ke-3 yang dikemukakan
oleh ulama-ulama maqashid klasik yang dalam kajiannya menyebutkan bahwa Maqasid
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu ad-daruriyat, al-hajiyat dan attahsiniyat. Yang
daruriyat dibagi lagi kedalam hifz ad-din (perlindungan agama), hifz an-nafs
(perlindungan jiwa), hifz al-mal (perlindungan harta), hifz al-aql (perlindungan akal),
hifz an-nasl (perlindungan keturunan) dan hifz al-‘ird (perlindungan kehormatan).
Dengan demikian, pada dasarnya kehadiran syariah ke tengah umat manusia tidaklah
dalam kesia-sian. Syariah memiliki tujuan yang dikehendaki oleh Sang Pembuat
syariah. Seluruh tujuan syariah yang dikehendaki oleh Asy-Syari’ diarahkan untuk
kepentingan umat manusia; keadilan, rahmat dan kemaslahatan mereka.
Namun dalam penerapannya di zaman modern, Jasser Auda mengemukakan
bahwa terdapat empat kelemahan pada maqashid klasik. Pertama, teori maqasid klasik
tidak memerinci cakupannya dalam bab-bab khusus sehingga tidak mampu menjawab
secara detail pertanyaan-pertanyaan mengenai persoalan tertentu. Kedua, teori maqasid
klasik lebih mengarah pada kemaslahatan individu, bukan manusia atau masyarakat
secara umum. Ketiga, klasifikasi maqasid klasik tidak mencakup prinsip-prinsip utama
yang lebih luas. Keempat, penetapan maqasid dalam teori maqasid klasik bersumber
pada warisan intelektual fiqh yang diciptakan oleh para ahli fiqh, dan bukan diambil
dari teks-teks utama, yakni nash.
Bagi Jasser Auda, teori maqashid klasik yang lebih bersifat hirarkis dan lebih
terjebak pada kemaslahatan individu tersebut tidak akan mampu menajawab tantangan
dan persoalan zaman kekinian. Bagaimanapun juga kemajuan demi kemajuan
peradaban umat manusia terus dicapai dan berkembang. Seiring dengan itu, tantangan
dan problematika pun selalu muncul ke tengah kehidupan umat manusia. Teks tidak
akan pernah berubah, tetapi konteks situasi yang berada di luar dunia teks selalu
mengiri umat manusia dari waktu ke waktu. Maka, konteks menjadi faktor yang
menentukan dalam mengiringi tujuan syariah. Kemaslahatan syariah bergantung pada
kemajuan realitas yang terus berubah dan peristiwa yang senantiasa baru. Tetapi hal ini
tidak berarti menjatuhkan diri dalam pendekatan historisisme.
Maqashid asy-syari’ah dapat dijadikan sebagai prinsip universal (al-usul al-
kulli) untuk menghindari pertentangan dalil (ta’arud} al-adillah) antara makna lafal
dengan makna konteks. Ia menjadi metode jalan tengah antara pertentangan dalil itu
agar tidak terjebak pada teks atau terbuai dengan kepentingan konteks. Menurut Jasser
Auda, agar syariah Islam mampu memainkan peran positif dalam mewujudkan
kemasahatan umat manusia, dan mampu menjawab tantangan-tantangan zaman
kekinian, maka cakupan dan dimenasi teori maqashid seperti yang telah dikembangkan
pada hukum Islam klasik harus diperluas.
Sehubungan dengan itu, pendekatan yang digunakan oleh Yasser Auda adalah
filsafat sistem yang menurutnya merupakan jalan tengah antara kecenderunggan realis
dengan nominal dalam memberikan jawaban mengenai hubungan antara sistem dengan
dunia nyata; aliran realis melihat realitas objek sebagai wujud nyata yang berada di luar
dan terpisah dari kesadaran individu, sementara aliran nominal memandang bahwa
realitas objek bersifat subjektif dan terlahir dari kesadaran mental seseorang.
Filsafat sistem menjelaskan bahwa tabiat hubungan antara sistem dengan
realitas nyata bersifat korelatif. Yakni, pikiran dan perasaan kita mampu memahami
dunia dalam wujud hubungan (korelasi) antara realitas yang maujud dengan tanpa
terpisah darinya dan tanpa ada kesesuaian. Sistemlah yang menjadi sarana untuk
menata pikiran kita mengenai realitas nyata. Melihat realitas melalui sistem merupakan
“proses untuk mengetahui”. Maka, atas dasar inilah Jasser Auda menjadikan teori
sistem sebagai pendekatan terhadap hukum Islam Menurut Jasser Auda, agar syariah
Islam mampu memainkan peran positif dalam mewujudkan kemasahatan umat
manusia, dan mampu menjawab tantangan-tantangan zaman kekinian, maka cakupan
dan dimenasi teori maqas id seperti yang telah dikembangkan pada hukum Islam klasik
harus diperluas.
E. Kesimpulan
Jurnal ini, merupakan jurnal yang sangat informatif terlebih lagi bagi kita yang
tidak mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai maqashid klasik, maqashid
kontemporer, serta pendekatan yang dilakukan oleh ahli maqashid agar dalam
menetapkan sebuah hukum terdapat sumber yang jelas, tidak hanya secara tekstual
tetapi juga pemahaman atau maksud dari sebuah teks. Melalui jurnal ini kita bisa
mengetahui sejarah perkembangan maqashid dari masa klasik sampai kontemporer dan
juga asal pemikiran dari adanya maqashid kontemporer.

Anda mungkin juga menyukai