Anda di halaman 1dari 31

1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan
lingkungan hidupnya. Hubungan yang terjadi antar individu saling mempengaruhi
dan timbal balik satu sama lain. Hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati
membentuk sistem ekologi yang disebut ekosistem. Di dalam ekosistem terjadi
rantai makanan, aliran energi dan siklus biogeokimia.
Rantai makanan adalah pengalihan energi dalam sumbernya pada
tumbuhan melalui sederetan organism yang memakan dan yang dimakan. Di
dalam ekologi, organisme yang memakan organisme lain dinamakan predator atau
pemangsa, sedangkan yang dimakan dinamakan prey atau mangsa.
Model interaksi predator-prey sederhana yang telah banyak dikenal adalah
mode Lotka-Voltera. Model predator-prey yang digunakan pada makalah ini
adalah model interaksi fitoplankton-zooplankton. Model ini menjelaskan
terjadinya kepunahan populasi fitoplankton yang terjadi di laut. Terjadinya
kepunahan ini, salah satunya adalah karena adanya infeksi virus. Secara
penelitian, diketahui bahwa virus ini dapat menginfeksi bakteri dan populasi
fitoplankton di laut (Fuhrman, 1999;Suttle et al., 1990). Terdapat beberapa bukti
bahwa infeksi virus memberikan kemungkinan besar terjadinya blooming
(pertumbuhan) populasi fitoplankton berakhir (Jacquet et al, 2002;Gastrich et al
2004).
Model matematika dari populasi fitoplankton yang terinfeksi virus sangat
jarang. Salah satunya dipublikasikan oleh Beltrami & Carroll (1994) dan
selanjutnya oleh Malchow et al (2004,2005). Mereka mengamati pergerakan
periodik dan gelombang dalam sistem fitoplankton-zooplankton dengan respon
fungsional Holling II dengan mengambil contoh infeksi virus lisogenik dan
frekuensi yang bergantung pada percampuran proporsional (Nold, 1980; Hethcote,
2000;McCallum et al, 2001).

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan dalam makalah ini adalah bagaimana model dinamik
populasi fitoplankton-zooplankton menggunakan respon fungsional Holling II dan
menganalisis kestabilan titik ekuilibrium pada model tersebut.
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah
sistem dinamik I, serta mempelajari model dinamik populasi fitoplankton-
zooplankton menggunakan respon fungsional Holling II dan kestabilannya.

2. METODE
Metode yang digunakan dalam penyelesaian makalah ini adalah kajian
literatur. Penulis mencari, mengumpulkan, dan mengkaji teori-teori yang
mendukung tujuan makalah ini. Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan ini adalah :
1. Menurunkan model predator-prey fitoplankton-zooplankton dengan
fitoplankton yang terinfeksi virus.
2. Mencari titik kesetimbangan.
3. Melinierisasi setiap titik kesetimbangan yang diperoleh.
4. Menentukan kestabilan dari setiap titik kesetimbangan.
5. Menganalisis hasil dari setiap titik kesetimbangan.
6. Menginterpretasikan hasil ke dalam kehidupan nyata.

3. HASIL & PEMBAHASAN
3.1 Asumsi
Adapun asumsi pada pemodelan ini adalah:
1. Laju pertumbuhan dari populasi fitoplankton yang terinfeksi virus dan
yang rentan terhadap virus tanpa kehadiran pemangsa tumbuh secara
logistik.
2. Semua parameter dan variabel yang digunakan non-negatif.
3. Rata-rata laju pertumbuhan populasi fitoplankton yang terinfeksi (r
2
)
dibuat nol, karena terjadinya proses krisis pada sel-sel populasi
fitoplankton yang terinfeksi yang dilakukan secara proses litik.
4. Efisiensi pemangsaan tidak tergantung umur fitoplankton dan
zooplankton.
5. Setiap individu fitoplankton yang terinfeksi oleh virus maupun yang
rentan oleh virus memiliki peluang yang sama untuk dimakan oleh
zooplankton.
6. Daya dukung lingkungan untuk populasi fitoplankton adalah satu.

Variabel-variabel dan parameter-parameter yang digunakan untuk pada
pemodelan ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.a Daftar variabel dan parameter yang digunakan :
Simbo
l
Definisi Jenis Syarat Satuan
P(t) Jumlah fitoplankton pada saat t Variabel P(t) 0 ekor
S(t) Jumlah fitoplankton yang rentan terhadap virus pada saat
t
Variabel S(t) 0 ekor
I(t) Jumlah fitoplankton yang terinfeksi oleh virus pada saat t Variabel I(t) 0 ekor
Z(t) Jumlah zooplankton pada saat t Variabel Z(t) 0 ekor
r
1
Laju pertumbuhan populasi fitoplankton yang rentan Parameter 0 r
1
1 per waktu
r
2
Laju pertumbuhan populasi fitoplankton yang terinfeksi Parameter 0 r
2
1 per waktu
A Laju interaksi zooplanton dan fitoplankton Parameter 0 a 1 per waktu
B Laju penangkapan fitoplankton (handling time) Parameter 0 b 1 per waktu
m
2
Angka kematian dari populasi fitoplankton yang
terinfeksi
Parameter 0 m
2
1 per waktu
m
3
Angka kematian alami zooplankton Parameter 0 m
3
1 per waktu
k Laju penyebaran virus Parameter 0 k 1 per waktu



Skema model predator-prey fitoplankton-zooplankton
P Z
a
1+b
r
m
3

Gambar 3.a Skema model predator-prey fitoplankton-zooplankton
Berdasarkan gambar 3.a, perubahan laju populasi fitoplankton dipengaruhi
oleh laju pertumbuhan intrinsik r dengan daya lingkungan . Kemudian terjadi
proses pemangsaan fitoplankton oleh zooplankton yang dipengaruhi oleh laju
interaksi keduanya dan laju penangkapan fitoplankton. Perubahan laju
zooplankton dipengaruhi laju interaksi antara kedua populasi dan laju
penangkapan fitoplankton. Kemudian populasi dari zooplankton akan mati secara
alami.
Model seperti ini menggunakan asumsi sebagai berikut:
a) Semua parameter dan variabel yang digunakan non-negatif
b) Laju pertumbuhan populasi fitoplankton (tanpa kehadiran pemangsa)
tumbuh secara logistik
c) Setiap individu fitoplankton memiliki peluang yang sama untuk dimakan
oleh zooplankton.
Dengan demikian model predator-prey fitoplankton-zooplankton dapat
dinyatakan dalam sistem persamaan 3.a sebagai berikut :
(1 )
1
dP aP
rP P Z
dt bP
=
+

3
1
dZ aP
Z m Z
dt bP
=
+


dimana :
P(t) : Banyaknya populasi fitoplankton
Z(t) : Banyaknya populasi zooplankton
r : Laju pertumbuhan intrinsik fitoplankton
a : Laju interaksi kedua populasi (fitoplankton dan zooplankton)
b : Laju penangkapan fitoplankton (handling time)
Kemudian pada gambar 3.b menunjukkan bahwa populasi fitoplankton
terinfeksi virus yang dapat digambarkan sebagai berikut :









Gambar 3.b Skema model predator-prey dengan prey terinfeksi virus.
Dari gambar 3.b, populasi fitoplankton dibagi menjadi dua bagian yaitu
populasi fitoplankton yang rentan terhadap virus (S) dan populasi fitoplankton
yang terinfeksi virus (I). Perubahan laju populasi yang rentan terhadap virus
dipengaruhi oleh rata-rata pertumbuhan populasi yang rentan terhadap virus
dengan daya dukung lingkungan (1-S-I). Kemudian terjadi pemangsaan
P Z
I
S
r
1
r
2

m
2
m
3
a
1+b
a
1+b
fitoplankton yang rentan oleh zooplankton yang dipenggaruhi oleh laju interaksi
antara keduanya serta laju penangkapan fitoplankton dan virus mulai menginfeksi
populasi fitoplankton yang rentan. Perubahan laju populasi fitoplankton yang
terinfeksi virus dipengaruhi oleh laju pertumbuhan fitoplankton yang terinfeksi
virus dengan daya dukung lingkungan (1-S-I), kemudian terjadi pemangsaan
fitoplankton yang terinfeksi virus oleh zooplankton yang dipengaruhi oleh laju
interaksi antara keduanya serta laju penangkapan fitoplankton. Dengan
meningkatnya populasi fitoplankton yang terinfeksi virus, menyebabkan populasi
tersebut akan mati, sedangkan laju populasi zooplankton dipengaruhi oleh laju
interaksi kedua populasi dan laju penangkapan fitoplankton baik yang rentan
maupun yang terinfeksi virus. Kemudian populasi zooplankton akan mati secara
alami.
Model seperti ini menggunakan asumsi sebagai berikut:
1. Laju pertumbuhan dari populasi fitoplankton yang terinfeksi virus dan
yang rentan terhadap virus tanpa kehadiran pemangsa tumbuh secara
logistik.
2. Semua parameter dan variabel yang digunakan non-negatif.
3. Rata-rata laju pertumbuhan populasi fitoplankton yang terinfeksi (r
2
)
dibuat nol, karena terjadinya proses krisis pada sel-sel populasi
fitoplankton yang terinfeksi yang dilakukan secara proses litik.
4. Efisiensi pemangsaan tidak tergantung umur fitoplankton dan
zooplankton.
5. Setiap individu fitoplankton yang terinfeksi oleh virus maupun yang
rentan oleh virus memiliki peluang yang sama untuk dimakan oleh
zooplankton.
6. Daya dukung lingkungan untuk populasi fitoplankton adalah satu.
Sehingga model predator-prey fitoplankton-zooplankton dengan
fitoplankton yang terinfeksi virus dan yang rentan terhadap virus dapat
dimodelkan dalam sistem persamaan 3.b sebagai berikut:
1
(1 )
1 ( )
dS aS SI
r S S I Z k
dt b S I S I
=
+ + +

1 2
(1 )
1 ( )
dI aI SI
r S S I Z k m I
dt b S I S I
= +
+ + +

3
( )
1 ( )
dZ a S I
Z m Z
dt b S I
+
=
+ +

Dengan a, b, m
2,
m
3,
k, r
1
> 0, r
2
=0
{(S, I, Z) | S 0, I 0, Z 0} c R
3

Untuk memudahkan penurunan sistem persamaan 3.1.b di atas,
didefinisikan variable-variabel sebagai berikut :
P S I = + dan
I
i
P
=
dimana i adalah besarnya proporsi dari populasi fitoplankton yang terinfeksi
virus.
Kemudian disubtitusikan variable-variabel tersebut ke dalam sistem
persamaan 3.b, maka diperoleh sistem persamaan 3.c sebagai berikut:




Menurut asumsi yang digunakan yaitu parameter r
2
dibuat nol, maka
sistem persamaan 3.c berubah menjadi sistem persamaan 3.d sebagai berikut:
1 2
[ (1 )](1 )
1
dP aP
r i P P Z m iP
dt bP
=
+

1 2 2
2 1 2
3
[ (1 ) ](1 )
1
[( )(1 ) ( )](1 )
1
dP aP
r i r i P P Z m iP
dt bP
di
r r P k m i i
dt
dZ aP
Z m Z
dt bP

= +
+
= +
=
+
1 2
[( )(1 ) ( )](1 )
di
r P k m i i
dt
= +
3
1
dZ aP
Z m Z
dt bP
=
+

Selanjutnya, akan diturunkan titik tetap untuk sistem persamaan yang
kemudian akan dianalisis kestabilannya, orbit serta dinamika populasinya. Titik
tetap yang diperoleh akan dilanjutkan dengan linierisasi (pelinieran), sehingga
dari nilai eigen yang dihasilkan dapat dilakukan analisis titik kestabilan dengan
menggunakan teorema kriteria Routh-Hurwitz.
3.2 Titik Tetap
Analisis titik tetap pada sistem persamaan differensial sering digunakan
untuk menentukan suatu solusi yang tidak berubah terhadap waktu t. Dalam hal
ini titik kesetimbangan dinyatakan dalam bentuk {( , , )} E P i Z = . Titik
kesetimbangan dari sistem persamaan akan diperoleh dengan menentukan :
0
dP
dt
= , 0
di
dt
= , 0
dZ
dt
=
Maka,
1 2
([ (1 )](1 ) ) 0
1
aZ
r i P m i P
bP
=
+

1 2
[( )(1 ) ( )](1 ) 0 r P k m i i + =
3
0
1
( )
aP
m Z
bP
=
+

Diperoleh :
0 P = atau
1 2
( (1 )(1 ) ) 0
1
aZ
r i P m i
bP
=
+

0 i = atau
1 2
[( )(1 ) ( )](1 ) 0 r P k m i + =
0 Z = atau
3
0
1
( )
aP
m
bP
=
+

3.3 Titik Kesetimbangan Model
Titik kesetimbangan model predator-prey dengan prey terinfeksi virus. Pada
sistem persamaan 3.1.d dapat diperoleh dengan metode null-clines, yaitu dengan
mencari P null-clines, I null-clines, dan Z null-clines sebagai berikut :
1. Mencari P null-clines
Dengan 0
dP
dt
= akan diperoleh P null-clines, yaitu
0
dP
dt
=

1 2
1 2
.
.(1 ).(1 ). . . . 0
1 .
( .(1 ).(1 ) . . ) 0
1 .
a P
r i P P Z m i P
b P
a
P r i P Z m i
b P
=
+
=
+


0 P = atau
1 2
.(1 ).(1 ) . . 0
1 .
a
r i P Z m i
b P
=
+

Jadi, diperoleh P null-clines, yaitu 0 P = atau
1 2
.(1 ).(1 ) . .
1 .
a
P r i P Z m i
b P
=
+

2. Mencari I null-clines
Dengan 0
dI
dt
= akan diperoleh I null-clines, yaitu
0
dI
dt
=

1 2
( .(1 ) ( )).(1 ) 0 r P k m i i + =
(1 ) 0 i i = atau
1 2
.(1 ) ( ) 0 r P k m + =
0 i = atau 1 i = atau
1 2
.(1 ) ( ) r P k m =
Jadi, diperoleh I null-clines, yaitu 0 i = atau 1 i = atau
1 2
.(1 ) ( ) r P k m =
3. Mencari Z null-clines
Dengan 0
dZ
dt
= akan diperoleh Z null-clines, yaitu
0
dZ
dt
=

3
3
.
. . 0
1 .
.
( ) 0
1 .
a P
Z m Z
b P
a P
Z m
b P
=
+
=
+

0 Z = atau
3
.
1 .
a P
m
b P
=
+

Jadi, diperoleh Z null-clines, yaitu 0 Z = atau
3
.
1 .
a P
m
b P
=
+


Setelah mendapatkan P null-clines, I null-clines, dan Z null-clines. Untuk
mencari titik kesetimbangan dari sistem persamaan 3.d adalah dengan
mensubstitusikan P null-clines, I null-clines, dan Z null-clines.
1. Diperoleh dari P null-clines yaitu 0 P = , I null-clines yaitu 0 i = , dan Z null-
clines yaitu 0 Z = .
Maka diperoleh titik kesetimbangan (0,0,0).
2. Diperoleh dari P null-clines yaitu 0 P = , I null-clines yaitu 1 i = , dan Z null-
clines yaitu 0 Z = .
Maka diperoleh titik kesetimbangan (0,1,0).
3. Diperoleh dari I null-clines yaitu 0 i = dan Z null-clines yaitu 0 Z =
substitusikan ke persamaan
1 2
.(1 ).(1 ) . . 0
1 .
a
r i P Z m i
b P
=
+

1 2
1
1 1
1 1
1
1
.(1 0).(1 ) .0 .0 0
1 .
.(1 ) 0
0
1
a
r P m
b P
r P
r r P
r P r
r
P
r
P
=
+
=
=
=
=
=

Maka diperoleh titik kesetimbangan (1,0,0).
4. Diperoleh dari Z null-clines yaitu 0 Z = substitusikan ke persamaan
1 2
.(1 ).(1 ) . . 0
1 .
a
r i P Z m i
b P
=
+

1 2
1 2
1 2
1 1 1 1 2
1 1 1 1 2
1 1 2 1 1
1 1
1 1 2
1
1 2
.(1 ).(1 ) .0 . 0
1 .
.(1 ).(1 ) . 0
(1 . ) . 0
. . . . . 0
. .( . ) 0
.( . ) .
.
.
(1 )
(1 )
a
r i P m i
b P
r i P m i
r P i i P m i
r r P r i r i P m i
r r P i r r P m
i r r P m r r P
r r P
i
r r P m
r P
i
r P m
=
+
=
+ =
+ =
+ =
+ =

=
+

=
+

Karena diketahui dari I null-clines, yaitu
1 2
.(1 ) ( ) r P k m = maka diperoleh
2
k m
i
k

=
Kemudian substitusikan 0 Z = dan
2
k m
i
k

= ke persamaan
1 2
.(1 ).(1 ) . . 0
1 .
a
r i P Z m i
b P
=
+

2 2
1 2
2 2
1 2
.(1 ( )).(1 ) .0 .( ) 0
1 .
.(1 ( )).(1 ) .( )
k m k m a
r P m
k b P k
k m k m
r P m
k k

=
+

=

2
2 2 2
1
1 2 2 2
.
.( )).(1 )
. .( )
.(1 )
k k m m k m
r P
k k
r m m k m
P
k k
+
=

=

2 2
1 2
2
1
.( )
(1 ) .
.
1 ( )
m k m k
P
k r m
k m
P
r

=

2 1
1
m r k
P
r
+
=
Maka diperoleh titik kesetimbangan
2 1 2
1
( , , 0)
m r k k m
r k
+

5. Diperoleh dari Z null-clines yaitu
3
.
1 .
a P
m
b P
=
+
kemudian
3
3 3
3 3
3 3
3
3
(1 . ) .
. . .
. . .
( . )
.
m b P a P
m m b P a P
a P m b P m
P a b m m
m
P
a b m
+ =
+ =
=
=
=


Karena diketahui dari I null-clines yaitu 1 i = , kemudian substitusikan 1 i =
dan
3
3
.
m
P
a b m
=

ke persamaan
1 2
.(1 ).(1 ) . . 0
1 .
a
r i P Z m i
b P
=
+

2
2
3
3
2
3 3
3
.
1 .
.
.
1
.
.
. .
.
a Z
m
b P
a Z
m
b m
a b m
a Z
m
a b m b m
a b m
=
+
=
+

=
+


2
3
3
2
2 3
.
.
.
. .( )
.( . )
a Z
m
a
a b m
a b m
m a Z
a
m Z a b m

=
=

2
3
.
m
Z
a b m


Maka diperoleh titik kesetimbangan
3 2
3 3
( ,1, )
. .
m m
a b m a b m



6. Diperoleh dari Z null-clines yaitu
3
.
1 .
a P
m
b P
=
+
kemudian
3
3 3
3 3
3 3
3
3
(1 . ) .
. . .
. . .
( . )
.
m b P a P
m m b P a P
a P m b P m
P a b m m
m
P
a b m
+ =
+ =
=
=
=


Karena diketahui dari I null-clines yaitu 0 i = , kemudian substitusikan 0 i =
dan
3
3
.
m
P
a b m
=

ke persamaan
1 2
.(1 ).(1 ) . . 0
1 .
a
r i P Z m i
b P
=
+

3
1 2
3
3
3
3 3
1
3
3
3
3 3
1
3 3
3
3
.
(1 0)(1 ) .0 0
.
.
1
.
. .
( )
.
.
1
.
. .
( )
. .
.
.
m a Z
r m
b m
a b m
a b m
a b m m a Z
r
b m
a b m
a b m
a m b m a Z
r
a b m b m
a b m
a b m
=


=
+


3 3
1
3
3
3 1
3
3 1
2
3
(1 ). .
( ) . .( )
.
(1 ).
.( . ) ( )
.
( (1 ). ).
( . )
a b m a b m
r a Z
a b m a
a b m
Z a b m r
a b m
a b m r
Z
a b m
+
=

+
=

+
=


Maka diperoleh titik kesetimbangan
3 3 1
2
3 3
( (1 ). ).
( , 0, ).
. ( . )
m a b m r
a b m a b m
+


Dengan demikian, diperoleh enam titik kesetimbangan dari sistem
persamaan 3.d yaitu
(0,0,0), (0,1,0), (1,0,0),
2 1 2
1
( , , 0)
m r k k m
r k
+
,
3 2
3 3
( ,1, )
. .
m m
a b m a b m


, dan
3 3 1
2
3 3
( (1 ). ).
( , 0, )
. ( . )
m a b m r
a b m a b m
+

. Oleh karena sistem
persamaan 3.d adalah sistem nonlonier maka dilakukan linierisasi di sekitar titik
kesetimbangan.
3.4 Menganalisis Perilaku Model Mangsa Pemangsa fitoplankton-zooplankton
dengan Mangsa (fitoplankton) yang Terinfeksi Virus di Setiap Titik
Kesetimbangan
Menganalisis perilaku model mangsa-pemangsa fitoplankton-zooplankton
dengan mangsa (fitoplankton) yang terinfeksi virus di setiap titik
kesetimbangannya dilakukan dengan terlebih dahulu melinierisasikan setiap titik
kesetimbangan yang diperoleh. Melinierisasikan setiap titik kesetimbangan yang
diperoleh dapat dilakukan dengan mensubstitusikan setiap titik kesetimbangan
yang diperoleh ke dalam matriks Jacobi. Matriks Jacobi pada sistem persamaan
3.d yaitu :
( ) ( ) ( )
( ) ( )
( )
( )
( )
( ) ( )
( )
1 1 1
2 2 2
3 3 3
2 1
2 1
1 2
1 2
1
1
1 1
1
1 1
1
1
1
= 1
1
f f f dP
P i Z dt
P
f f f di
i
dt P i Z
Z
dZ f f f
dt P i Z
m i P i r
aP
m P r P P
abPZ aZ
P i r bP
bP
bP
r P k m i
r i i
r P
c c c | | | |
| |
c c c
| | | |
c c c
| | |
=
| | |
c c c
|
| |
\ .
c c c
| |
| |
c c c
\ . \ .
+

+ +
+
+
+ +


( )( )
( )
2
3 2
0
1
0
1 1
1
k m i
aZ aPZb aP
m
bP bP
bP
| |
|
|
|
|
|
|
|
+
|
|

|
+ +
+
|
|
\ .








(3.e)

Persamaan 3.e dapat ditulis secara ringkas menjadi
( )
'
, , P i Z
P P = J dengan
( ) , , P i Z
J merupakan matriks Jacobi, yang diberikan oleh
( )
( ) ( ) ( )
( ) ( )
( )
( )
( )
( ) ( )
( ) ( )( )
( )
2 1
2 1
1 2
1 2
1 , ,
1 2
3 2
1 1
1
1 1
1
1
1
1 0
1 1
0
1 1
1
P i Z
m i P i r
aP
m P r P P
abPZ aZ
P i r bP
bP
bP
r P k m i
r i i
r P k m i
aZ aPZb aP
m
bP bP
bP
| | +
|

|
+ +
|
+
+
|
|
+ +
|
=
|
+
|
|

|
+ +
+
|
|
\ .
J

Selanjutnya akan dilinierisasikan setiap titik kesetimbangan yang diperoleh
dengan mensubstitusikan setiap titik kesetimbangan yang diperoleh ke dalam
matriks Jacobi.
1. Linierisasi di sekitar titik kesetimbangan (0,0,0)

( )
( ) ( ) ( )
( ) ( )
( )
( )
( )
( ) ( )
( ) ( )( )
( )
2 1
2 1
1 2
1 2
1 , ,
1 2
3 2
1 1
1
1 1
1
1
1
1 0
1 1
0
1 1
1
P i Z
m i P i r
aP
m P r P P
abPZ aZ
P i r bP
bP
bP
r P k m i
r i i
r P k m i
aZ aPZb aP
m
bP bP
bP
| | +
|

|
+ +
|
+
+
|
|
+ +
|
=
|
+
|
|

|
+ +
+
|
|
\ .
J

( ) ( ) ( )
( ) ( )
( )
( )
( )
( ) ( )
( ) ( )( )
( )
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
( )
( )
2 1
2 1
1 2
1 2
(0,0,0) 1
1 2
3 2
2 1
2
1 2
1 1
1
1 1
1
1
1
1 0
1 1
0
1 1
1
0 1 0 1 0
0 0 0
0 1
1 0
1 0

m i P i r
aP
m P r P P
abPZ aZ
P i r bP
bP
bP
r P k m i
r i i
r P k m i
aZ aPZb aP
m
bP bP
bP
m r
m ab a
i r
b
b
| | +
|

|
+ +
|
+
+
|
|
+ +
|
=
|
+
|
|

|
+ +
+
|
|
\ .
+

+
+
+
=
J
( ) ( ) ( )( )
( )
( )
( ) ( )( )
( ) ( ) ( )( )
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( )
( )
( )( )
( ) ( )
( )
( )
1
1 2
1
1 2
3 2
1
1 2
3
0
0 1 0 0
1 0
1 0 0
1 0 0 0
1 0 1 0
0 0 0 0
0
1 0 1 0
1 0
0 0
0 0
0 0
a
r
b
r k m
r
r k m
a a b a
m
b b
b
r
r k m
m
| |
|
|
+
|
|
|
+ +
|

|
+
|
|
|

|
+ +
+
|
|
\ .
| |
|
= +
|
|

\ .

Jadi, diperoleh sistem linier yang merupakan linierisasi dari sistem persamaan 3.d
pada persekitaran titik kesetimbangan (0,0,0), yaitu
1
'
1 2
3
0 0
0 0
0 0
r
Z r k m Z
m
| |
|
= +
|
|

\ .
(3.f)
Selanjutnya, untuk mengetahui kestabilan titik kesetimbangan (0,0,0) dari sistem
linier (3.f), maka digunakan persamaan karakteristik untuk menentukan nilai eigen
dari matriks
(0,0,0)
, J

yaitu

( )( )( )
(0,0,0)
1
1 2
3
1 1 2 3
0
0 0
0 0 0
0 0
0,
I
r
r k m
m
r r k m m

+ =

+ =
J

sehingga diperoleh penyelesaian dari persamaan karakteristik, yaitu
1 1
r = ,
2 1 2
r k m = +

atau
3 3
m = . Karena 0
1
> , maka titik kesetimbangan (0,0,0)
pada sistem linier (3.f) bersifat tidak stabil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
titik kesetimbangan (0,0,0) pada sistem persamaan 3.d bersifat tidak stabil.
2. Linierisasi di sekitar titik kesetimbangan
( ) 0,1, 0
( ) ( ) ( )
( ) ( )
( )
( )
( )
( ) ( )
( ) ( )( )
( )
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
( )( )
( ) ( )
( )
( )
( )
2 1
2 1
1 2
1 2
(0,1,0) 1
1 2
3 2
2 1
2 1
1 2
1 1
1
1 1
1
1
1
1 0
1 1
0
1 1
1
1 1 0 1 1
0 1
0 0 0
0 1 1
1 0
1 0
m i P i r
aP
m P r P P
abPZ aZ
P i r bP
bP
bP
r P k m i
J r i i
r P k m i
aZ aPZb aP
m
bP bP
bP
m r
m r
ab a
r
b
b
| | +
|

|
+ +
|
+
+
|
|
+ +
|
=
|
+
|
|

|
+ +
+
|
|
\ .
+

+
+
+
=
( ) ( )( )
( )
( )
( ) ( )( )
( ) ( ) ( )( )
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( )
( )
( )( )
( ) ( )
( )
( )
1 2
1
1 2
3 2
2
1 2
3
0
0 0
1 0
1 0 1
1 1 1 0
1 0 1 1
0 0 0 0
0
1 0 1 0
1 0
0 0
0 0
0 0
a
b
r k m
r
r k m
a a b a
m
b b
b
m
r k m
m
| |
|
|
+
|
|
|
+ + |
|
| +
|
|

|
+ +
+
|
|
|
\ .
| |
|
= +
|
|

\ .

Jadi, diperoleh sistem linier yang merupakan linierisasi sistem persamaan 3.d pada
persekitaran titik kesetimbangan (0,1,0), yaitu
2
'
1 2
3
0 0
0 0
0 0
m
Z r k m Z
m
| |
|
= +
|
|

\ .
(3.g)
Selanjutnya, untuk mengetahui kestabilan titik kesetimbangan
( ) 0,1, 0 dari sistem
linier (3.g), maka digunakan persamaan karakteristik untuk menentukan nilai
eigen dari matriks
( ) 0,1,0
, J

yaitu

( )
( )( )( )
0,1,0
2
1 2
3
2 1 2 3
0
0 0
0 0 0
0 0
0,
I
m
r k m
m
m r k m m


=

+ =

+ =
J

sehingga diperoleh penyelesaian dari persamaan karakteristik, yaitu
1 2
m = ,
3 3
m = , atau
2 1 2
r k m = + . Selanjutnya karena
2 3 1
, , , m m r dan k , maka
diperoleh
1 3
0, 0 < < . Jika
1 2
r m k + < , maka
2
0 < . Sehingga diperoleh
1 2 3
0, 0, 0 < < < , maka kestabilan titik kesetimbangan (0,1,0) pada sistem
linier (3.g) bersifat stabil asimtotis dengan syarat
1 2
r m k + < .
3. Linierisasi di sekitar titik kesetimbangan
( ) 1, 0, 0
( ) ( ) ( )
( ) ( )
( )
( )
( )
( ) ( )
( ) ( )( )
( )
2 1
2 1
1 2
1 2
(1,0,0) 1
1 2
3 2
1 1
1
1 1
1
1
1
1 0
1 1
0
1 1
1
m i P i r
aP
m P r P P
abPZ aZ
P i r bP
bP
bP
r P k m i
r i i
r P k m i
aZ aPZb aP
m
bP bP
bP
| | +
|

|
+ +
|
+
+
|
|
+ +
|
=
|
+
|
|

|
+ +
+
|
|
\ .
J

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
( )( )
( ) ( )
( )
( )
( ) ( ) ( )( )
( )
( )
( ) ( )( )
( ) ( ) ( )( )
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( )
( )
( )( )
( ) ( )
( )
( )
2 1
2 1
1 2
1 2
1
1 2
3 2
1 2
2
3
0 1 1 1 0
1
1 1 1 1
1 0 0
1 1 1 1 0
1 1
1 1
1 1 0
1 0 0 0
1 1 1 0
0 1 0 1
0
1 1 1 1
1 1
1
0 0
0 0
1
m r
a
m r
ab a
b r
b
b
r k m
r
r k m
a a b a
m
b b
b
a
r m
b
k m
a
m
b
| |
+
|
|
+ +
|
+
+ |
|
+ + |
= |
| +
|
|

|
+ +
+
|
|
|
\ .
| |

|
+
|
=
|
|
|
+ \ .

Jadi, diperoleh sistem linier yang merupakan linierisasi sistem persamaan 3.d pada
persekitaran titik kesetimbangan (1,0,0), yaitu :
1 2
'
2
3
1
0 0
0 0
1
a
r m
b
Z k m Z
a
m
b
| |

|
+
|
=
|
|
|
+ \ .

Selanjutnya, untuk mengetahui kestabilan titik kesetimbangan (1,0,0) dari
sistem linier (3.e), maka digunakan persamaan karakteristik untuk menentukan
nilai eigen dari matriks
(1,0,0)
, J

yaitu :
( )
( )( )
1,0,0
1 2
2
3
1 2 3
0
1
0 0 0
0 0
1
0
1
I
a
r m
b
k m
a
m
b
a
r k m m
b


=

+
=

+
| |
=
|
+
\ .
J

sehingga diperoleh penyelesaian dari persamaan karakteristik, yaitu
1 1
r = ,
2 2
k m = , atau
3 3
3
1
a m b m
b


=
+
. Selanjutnya karena
1 2 3
, , , , , r k m a m dan b ,
maka diperoleh
1
0 < . Jika
2
k m < dan
3
1
a
m
b
<
+
, maka
2
0 < dan
3
0 < .
Sehingga diperoleh
1 2 3
0, 0, 0 < < < , maka kestabilan titik kesetimbangan
(1,0,0) pada sistem linier (3.e) bersifat stabil asimtotis, dengan syarat
2
k m < dan
3
1
a
m
b
<
+
.
4. Kestabilan Sistem di Titik Kesetimbangan
2 1 2
4
1
, , 0
m r m
E
r

| | +
=
|
\ .

Jika titik kesetimbangan
4
E disubstitusikan ke sistem linier (3.e), maka
diperoleh matriks
2 1 2
1
, ,0
m r m
r
J

| | +
|
\ .
. Karena penyelesaian matriksnya terlalu panjang,
maka dapat dilihat di lampiran program.
Kestabilan titik kesetimbangan dapat diperoleh dengan mengamati nilai
eigen matriks
2 1 2
1
, ,0
m r m
r
J

| | +
|
\ .
, yaitu :
3 2
4 4 4
0 A B C + + + = dengan nilai
4
A ,
4
B
, dan
4
C ada pada lampiran program.
Berdasarkan pada kriteria Routh Hurwitz, titik
4
E stabil jika syaratnya
dipenuhi, yaitu :

4
A > 0

4
C > 0

4 4 4
A B C > 0

(lihat lampiran program)

5. Kestabilan Sistem di Titik Kesetimbangan
3 2
5
3 3
,1,
. .
m m
E
a b m a b m
| |
=
|

\ .

Jika titik kesetimbangan
5
E disubstitusikan ke sistem linier (3.e), maka
diperoleh matriks
3 2
3 3
,1,
. .
m m
a b m a b m
J
| |
|

\ .
. Karena penyelesaian matriksnya terlalu panjang,
maka dapat dilihat di lampiran program.
Kestabilan titik kesetimbangan dapat diperoleh dengan mengamati nilai
eigen matriks
3 2
3 3
,1,
. .
m m
a b m a b m
J
| |
|

\ .
, yaitu :
3 2
5 5 5
0 A B C + + + = dengan nilai
5
A ,
5
B ,
dan
5
C ada pada lampiran program.
Berdasarkan pada kriteria Routh Hurwitz, titik
5
E stabil jika syaratnya
dipenuhi, yaitu :

5
A > 0

5
C > 0

5 5 5
A B C > 0
(lihat lampiran program)
6. Kestabilan Sistem di Titik Kesetimbangan
( )
( )
1 3 3 3
6 2
3
3
, 0,
r a m b m m
E
a bm
a m b
| |

= |
|


\ .

Jika titik kesetimbangan
6
E disubstitusikan ke sistem linier (3.e), maka
diperoleh matriks
( )
( )
1 3 3 3
2
3
3
,0,
r a m b m m
a bm
a m b
| |

|
|

\ .
J . Karena penyelesaian matriksnya terlalu
panjang, maka dapat dilihat di lampiran program.
Kestabilan titik kesetimbangan dapat diperoleh dengan mengamati nilai
eigen matriks
( )
( )
1 3 3 3
2
3
3
,0,
r a m b m m
a bm
a m b
| |

|
|

\ .
J , yaitu :
3 2
6 6 6
0 A B C + + + = dengan nilai
6
A
,
6
B , dan
6
C ada pada lampiran program.
Berdasarkan pada kriteria Routh Hurwitz, titik
6
E stabil jika syaratnya
dipenuhi, yaitu :

6
A > 0

6
C > 0

6 6 6
A B C > 0


(lihat lampiran program )
3.4 Simulasi dan Interpretasi Model Menggunakan Software Maple 13
Simulasi model dilakukan dengan menggunakan Software Maple 13. Pada
bagian ini dilakukan simulasi dengan beberapa nilai parameter.
3.4.1 Simulasi Pertama
Nilai parameter yang digunakan pada simulasi pertama ini adalah
1 2 3 2
1, 0, 0.7, 1, 1, 0.625, 0.14 r r k a b m m = = = = = = = . Nilai-nilai tersebut
disubstitusikan ke sistem persamaan 3.c, maka diperoleh sistem persamaan 3.e
sebagai berikut:
(1 )(1 ) 0.14
1
( 0.44 )(1 )
0.625
1
dP P
i P P Z iP
dt P
di
P i i
dt
dZ P
Z Z
dt P
=
+
= +
=
+

Dari sistem persamaan di atas, diperoleh enam titik kesetimbangan, yaitu:
( )
( )
( )
( )
( )
( )
1
2
3
4
5
6
0, 0, 0
0,1, 0
1, 0, 0
1.666666667, 0, -1.777777778
1.666666667,1, -0.3733333333
0.44, 0.8000000000, 0
E
E
E
E
E
E
=
=
=
=
=
=

Titik kesetimbangan model predator-prey dengan prey terinfeksi virus
adalah titik kesetimbangan yang berada di kuadran positif, sehingga yang akan
dianalisis adalah titik kesetimbangan
( )
( )
( )
( )
( )
2
3
4
5
6
0,1, 0
1, 0, 0
1.666666667, 0, -1.777777778
1.666666667,1, -0.3733333333
0.44, 0.8000000000, 0
E
E
E
E
E
=
=
=
=
=

Persamaan karakteristik dari matriks Jacobi
( ) 0,1,0
J menghasilkan nilai
eigen
( ) -0.14, 0.44, -0.625 , sehingga titik kesetimbangan
( ) 0,1, 0 bersifat tidak
stabil. Persamaan karakteristik dari matriks Jacobi
( ) 1,0,0
J menghasilkan nilai
eigen
( ) -1, 0.56, -0.1250000000 sehingga titik kesetimbangan
( ) 1, 0, 0 bersifat
tidak stabil. Persamaan karakteristik dari matriks Jacobi
( ) 1.666666667,0,-1.777777778
J
menghasilkan nilai eigen
( ) 0.07247849585, -2.155811830,1.226666667 ,
sehingga titik kesetimbangan bersifat tidak stabil. Persamaan karakteristik dari
matriks Jacobi
( ) 1.666666667,1,-0.3733333333
J menghasilkan nilai eigen
( ) 0.1426006440, -0.2301006440, -1.226666667 sehingga titik kesetimbangan
( ) 1.666666667,1, -0.3733333333 bersifat tidak stabil. Selanjutnya persamaan
karakteristik dari matriks Jacobi
( ) 0.44,0.8000000000,0
J menghasilkan nilai eigen
( ) -0.3194444444, -0.04400000002 0.2175867644 , -0.04400000002 -0.2175867644 I e I +
sehingga titik kesetimbangan
( ) 0.45, 0.9062500000, 0 bersifat stabil asimtotis.
Hasil plot sistem persamaan 3.e apabila diberikan syarat awal, yaitu (0) 1.01, P =
(0) 0.1 i = dan (0) 0.001 Z = seperti Gambar 3.c berikut.
.
Gambar 3.c Perilaku populasi fitoplankton yang rentan ( ( )) P t , populasi
fitoplankton yang terinfeksi virus ( ( )) i t dan populasi zooplankton ( ( )) Z t pada
sistem persamaan 3.e

Berdasarkan grafik hasil simulasi Gambar 3.c dapat diketahui bahwa secara
biologis hanya populasi dari fitoplankton yang rentan dan terkena virus dapat
bertahan hidup, sedangkan untuk populasi zooplankton banyaknya populasi
menuju kepunahan.
Berdasarkan analisa kestabilan pada titik kesetimbangan
( ) 0.45, 0.9062500000, 0 , diperoleh hasil bahwa titik kesetimbangan
( ) 0.45, 0.9062500000, 0 bersifat stabil asimtotis. Hal ini berarti untuk jangka
waktu yang lama jumlah populasi fitoplankton yang rentan akan menuju 0.45
ekor, jumlah populasi fitoplankton yang terinveksi akan menuju 0.90625 ekor,
dan jumlah populasi zooplankton akan menuju 0 ekor.
3.2.3.2 Simulasi Kedua
( )
( )
( )
P t
i t
Z t
=
=
=

Nilai parameter yang digunakan pada simulasi pertama ini adalah
1 2 3 2
1, 0, 1.6, 5, 5, 0.625, 0.15 r r k a b m m = = = = = = = . Nilai-nilai tersebut
disubstitusikan ke sistem persamaan 3.c maka diperoleh sistem persamaan 3.f :
( )
5
(1 )(1 ) 0.15
1 5
0.45 (1 )
5
0.625
1 5
dP P
i P P Z iP
dt P
di
P i i
dt
dZ P
Z Z
dt P
=
+
= +
=
+

Dari sistem persamaan di atas diperoleh enam titik kesetimbangan, yaitu:
( )
( )
( )
( )
( )
( )
1
2
3
4
5
6
0,0,0
0,1, 0
1, 0, 0
0.3333333333, 0, 0.3555555556
0.3333333333,1, -0.08000000000
0.45, 0.9062500000, 0
E
E
E
E
E
E
=
=
=
=
=
=

Titik kesetimbangan model predator prey dengan prey terinfeksi virus
adalah titik kesetimbangan yang berada di kuadran positif, sehingga yang akan
dianalisis adalah titik kesetimbangan
( )
( )
( )
( )
( )
2
3
4
5
6
0,1, 0
1, 0, 0
0.3333333333, 0, 0.3555555556
0.3333333333,1, -0.8000000000
0.45, 0.9062500000, 0
E
E
E
E
E
=
=
=
=
=

Persamaan karakteristik dari matriks Jacobi
( ) 0,1,0
J menghasilkan nilai
eigen
( ) -0.15, -0.45, -0.625 , sehingga titik kesetimbangan
( ) 0,1, 0 bersifat stabil
asimtotis. Persamaan karakteristik dari matriks Jacobi
( ) 1,0,0
J menghasilkan nilai
eigen ( ) -1, 1.45, 0.2083333333 sehingga titik kesetimbangan
( ) 1, 0, 0 bersifat
tidak stabil. Persamaan karakteristik dari matriks Jacobi
( ) 0.3333333333,0,0.3555555556
J
menghasilkan nilai eigen
( ) 0.04166666668 0.3930825442 , 0.04166666668-0.3930825442 , 0.7833333333 I I +
, sehingga titik kesetimbangan bersifat tidak stabil. Persamaan karakteristik dari
matriks Jacobi
( ) 0.3333333333,1,-0.08000000000
J menghasilkan nilai eigen
( ) 0.1463955762, -0.2401455762, -0.7833333333 sehingga titik kesetimbangan
( ) 0.3333333333,1, -0.08000000000 bersifat tidak stabil. Selanjutnya persamaan
karakteristik dari matriks Jacobi
( ) 0.45,0.9062500000,0
J menghasilkan nilai eigen
( ) 1.175000000, 0.2693211080, -0.2271336080 sehingga titik kesetimbangan
( ) 0.45, 0.9062500000, 0 bersifat tidak stabil.
Hasil plot sistem persamaan 3.f apabila diberikan syarat awal, yaitu
(0) 1.5, P = (0) 0.1 i = dan (0) 0.5 Z = seperti Gambar 3.d berikut.
.
Gambar 3.d Perilaku populasi fitoplankton yang rentan ( ( )) P t , populasi
fitoplankton yang terinfeksi virus ( ( )) i t dan populasi zooplankton ( ( )) Z t pada
sistem persamaan 3.e
Berdasarkan grafik hasil simulasi Gambar 3.1 dapat diketahui bahwa pada
populasi fitoplankton yang rentan mengalami penurunan menuju kepunahan dan
populasi fitoplankton yang terinfeksi virus bertambah naik, sedangkan pada
populasi zooplankton akan terjadi kepunahan. Pada simulasi satu banyaknya
( )
( )
( )
P t
i t
Z t
=
=
=

populasi fitoplankton yang terinfeksi menglami kenaikan secara drastis yang
mengakibatkan penurunan banyaknya populasi fitoplankton yang rentan dalam
jumlah besar pula. Kondisi ini kemungkinan besar disebabkan oleh kemampuan
laju penyebaran virus yang tinggi. Penurunan ini pada akhirnya menjadi penyebab
utama punahnya populasi zooplankton yang kehilangan mangsa sebagai sumber
makanan dan juga sifat alamiah pemangsa zooplankton dengan menggunakan
respon fungsional holling II yaitu saat kepadatan populasi fitoplankton rendah,
model tersebut menggambarkan laju interaksi zooplankton dan fitoplankton
dengan laju penangkapan fitoplankton dan zooplankton sebagai fungsi naik dari
populasi fitoplankton.
Meskipun dalam asumsi kemampuan laju penyebaran virus tidak sebanding
dengan banyaknya populasi fitoplankton terinfeksi yang mati, tetapi hal ini bisa
dijelaskan melalui kemampuan alamiah populasi fitoplankton dalam bertahan
hidup. Hal ini sangat berhubungan dengan sistem imunitas populasi fitoplankton.
Berdasarkan analisa kestabilan pada titik kesetimbangan
( ) 0,1, 0 , diperoleh
hasil bahwa titik kesetimbangan
( ) 0,1, 0 bersifat stabil asimtotis. Hal ini berarti
untuk jangka waktu yang lama jumlah populasi fitoplankton yang rentan akan
menuju 0 ekor, jumlah populasi fitoplankton yang terinveksi akan menuju 1 ekor,
dan jumlah populasi zooplankton akan menuju 0 ekor.
3.2.3.2 Simulasi Ketiga
Nilai parameter yang digunakan pada simulasi kedua ini adalah
1 2 3 2
1, 0, 0.7, 5, 5, 1, 1 r r k a b m m = = = = = = = . Nilai-nilai tersebut disubstitusikan
ke sistem persamaan 3.c maka diperoleh sistem persamaan 3.g
5
(1 )(1 )
1 5
(1.3 )(1 )
5
1 5
dP P
i P P Z iP
dt P
di
P i i
dt
dZ P
Z Z
dt P
=
+
= +
=
+

Dari sistem persamaan diatas diperoleh enam titik kesetimbangan, yaitu:
( )
( )
( )
( )
1
2
3
4
5
6
0, 0, 0
0,1, 0
1, 0, 0
1.3, -0.4285714286, 0
E
E
E
E
E
E
=
=
=
=
=
=

Titik kesetimbangan model predator prey dengan prey terinfeksi virus adalah titik
kesetimbangan yang berada di kuadran positif, sehingga yang akan dianalisis
adalah titik kesetimbangan
( )
( )
( )
2
3
6
0,1, 0
1, 0, 0
1.3, -0.4285714286, 0
E
E
E
=
=
=

Persamaan karakteristik dari matriks Jacobi
( ) 0,1,0
J menghasilkan nilai eigen
( ) -1,1.3,-1 , sehingga titik kesetimbangan
( ) 0,1, 0 bersifat tidak stabil. Persamaan
karakteristik dari matriks Jacobi
( ) 1,0,0
J menghasilkan nilai eigen
( ) -1,-0.3,-0.1666666667 sehingga titik kesetimbangan
( ) 1, 0, 0 bersifat stabil
asimtotis. Selanjutnya persamaan karakteristik dari matriks Jacobi
( ) 1.3,-0.4285714286,0
J
menghasilkan nilai eigen
( ) -0.1333333333,0.2628091801,-2.119952037 sehingga
titik kesetimbangan
( ) 1.3, -0.4285714286, 0 bersifat tidak stabil.
Hasil plot sistem persamaan 3.g apabila diberikan syarat awal, yaitu
(0) 1.01, P = (0) 0.1 i = dan (0) 0.001 Z = seperti Gambar 3.e berikut.
.
Gambar 3.e Perilaku populasi fitoplankton yang rentan ( ( )) P t , populasi
fitoplankton yang terinfeksi virus ( ( )) i t dan populasi zooplankton ( ( )) Z t pada
sistem persamaan 3.g
Berdasarkan grafik hasil simulasi Gambar 3.e dapat diketahui bahwa
populasi fitoplankton yang terinfeksi dan populasi zooplankton menuju
kepunahan. Berdasarkan perilaku parameter yang diamati yaitu
2
, , k m dan
3
m
bahwa pada simulasi ini dengan laju penyebaran virus lebih kecil dibandingkan
kematian populasi fitoplankton yang terinfeksi dan juga proses pemangsaan
zooplankton dengan menggunakan respon fungsional holing II yang lebih kecil
dibandingkan kematian zooplankton yang menyebabkan populasi dari mangsa
fitoplankton yang rentan dapat mempertahankan hidupnya.
Berdasarkan analisa kestabilan pada titik kesetimbangan
( ) 1, 0, 0 , diperoleh
hasil bahwa titik kesetimbangan
( ) 1, 0, 0 bersifat stabil asimtotis. Hal ini berarti
untuk jangka waktu yang lama jumlah populasi fitoplankton yang rentan akan
menuju 1 ekor, jumlah populasi fitoplankton yang terinveksi akan menuju 0 ekor,
dan jumlah populasi zooplankton akan menuju 0 ekor.


( )
( )
( )
P t
i t
Z t
=
=
=



4. KESIMPULAN
Analisis kestabilan pada model predator-prey fitoplankton-zooplankton
dengan prey fitoplankton yang terinfeksi virus menghasilkan enam titik
kesetimbangan dan dari hasil linierisasi (berdasarkan nilai eigen) tiga titik
kesetimbangan yang pertama yaitu E
1,
E
2,
E
3,
diperoleh empat kasus kestabilan
yang berbeda. Pada simulasi pertama, titik kesetimbangan ketiganya mempunyai
jenis potret fase yang sama yaitu sadel. Kasus kedua, titik kesetimbangan E
1
dan
E
3
menghasilkan jenis potret fase sadel, sedangkan E
2
menghasilkan jenis
kestabilan yang stabil. Kasus ketiga, titik kesetimbangan E
1
dan E
2
menghasilkan
jenis potret fase sadel, sedangkan E
3
menghasilkan jenis kestabilan yang stabil.
Kemudian untuk kasus yang keempat titik kesetimbangan E
1
, E
2
, dan E
3
menghasilkan jenis potret fase yang sadel. Titik kesetimbangan E
4
, E
5
, dan E
6

analisis kestabilannya menggunakan kriteria Routh-Hurwitz.
Dinamika model digambarkan dengan bantuan software Maple 13. Secara
keseluruhan dari setiap kasus yang diamati, kestabilan populasi yang terinfeksi
virus bergantung pada laju penyebaran virus dan angka kematian fitoplankton
terinfeksi. Jika laju penyebaran virus lebih besar dari angka kematian fitoplankton
yang terinfeksi virus, maka populasi fitoplankton yang terinfeksi virus dapat
bertahan hidup, sedangkan Jika laju penyebaran virus lebih kecil dari angka
kematian fitoplankton yang terinfeksi virus, maka populasi fitoplankton yang
terinfeksi virus akan punah.
Laju penyebaran virus ini juga berpengaruh terhadap kestabilan populasi
fitoplankton yang rentan dan populasi zooplankton. Pada kasus pertama dan kedua
dipilih laju penyebaran virus lebih besar dari angka kematian fitoplankton yang
terinfeksi virus. Pada kasus pertama, populasi fitoplankton yang rentan dapat
bertahan hidup, sedangkan populasi zooplankton akan punah. Pada kasus kedua
(dengan memperbesar nilai laju penyebaran virus), maka populasi fitoplankton
yang rentan dan populasi zooplankton akan punah. Jika laju penyebaran virus
lebih kecil dari angka kematian fitoplankton yang terinfeksi virus yaitu pada kasus
ketiga, populasi yang rentan dapat bertahan hidup dan populasi zooplankton akan
punah. Pada kasus yang keempat, populasi fitoplankton yang rentan dan populasi
zooplankton stabil secara periodik.

Anda mungkin juga menyukai