Anda di halaman 1dari 10

Sejarah Tabligh Malaysia Gerakan Jamaah Tabligh diasaskan oleh Maulana Muhammad Ilyas (1885-1944).

Beliau dilahirkan dan dibesarkan di Kandhela serta menerima pendidikan awalnya di Kuttab sekitar tahun 1896 bersama-sama abangnya Muhammad Yahya. Sejarah kemunculan gerakan ini bermula di Mewat apabila beliau menubuhkan madrasah-madrasah untuk mendidik orang-orang di situ. Tetapi oleh kerana kurang sambutan maka dibentuknya sebuah jemaah yang bertugas untuk bertabligh dan melawat tempat-tempat tertentu selama beberapa hari. Selepas kematian abangnya iaitu Muhammad Yahya, pusat kegiatannya lalu berpindah ke Masjid Bangle Wali, Nizamuddin, New Delhi. Semenjak inilah gerakan Jamaah Tabligh terkenal ke seluruh India. Di Malaysia pada mulanya gerakan Jamaah Tabligh berkembang di kalangan orangorang India Muslim sahaja. Tokoh yang memperkenalkan gerakan ini ialah Maulana Abdul Malik Madani, yang datang ke Singapura dan Selangor sekitar tahun 1952 sebagai utusan dari markasnya di Nizamudin sendiri. Dari Singapura, beliau lalu datang ke Kuala Lumpur selama beberapa hari dan berangkat ke Ipoh dan Pulau Pinang lalu kembali ke Kuala Lumpur dan terus pulang ke India melalui Singapura. Semasa di Kuala Lumpur beliau disambut oleh beberapa orang tokoh India Muslim seperti Dato' Daud Ahmad Merican, T. K. S Abdul Majeed dan S. O. K Ubaidullah. Melalui bantuan Imam Masjid India di Kuala Lumpur ketika itu, iaitu Mohamed Syed, Maulana Abdul Malik dapat menerangkan program tablighnya kepada orang-orang India-Muslim di sini. Demikianlah sepanjang tahun 1950-1960 kegiatan Jamaah Tabligh ini tertumpu kepada kaum India Muslim sahaja. Namun begitu mulai tahun 1970-an bermulalah tahap yang kedua dalam sejarah Jamaah Tabligh di Malaysia iaitu apabila kegiatannya turut melibatkan orang-orang Melayu di dalamnya. (sumber: http://karkun-penanti.blogspot.com/2009/06/sejarah-tabligh-malaysia.html)

Jemaah Tabligh ("Kelompok Penyampai") (Bahasa Arab: , juga disebut Tabligh) adalah gerakan mubaligh Islam yang bertujuan untuk mengajak manusia kembali ke ajaran Islam yang kaffah. Aktiviti mereka tidak terbatas pada satu golongan Islam saja. Kepada yang bukan Islam diajak kepada mengenal Allah dengan menerangkan bahawa Tuhan adalah Satu, Tiada Tuhan Selain Allah dan Nabi Muhammad itu Pesuruh Allah, Tujuan utama gerakan ini adalah untuk menerapkan kalimah iman Lailahailallah (Tiada Tuhan melainkan Allah) dalam diri dan kehidupan setiap muslim. Jemaah Tabligh merupakan gerakan non-politik terbesar di seluruh dunia.

Asas 6 Sifat 1. Yakin terhadap kalimat Thoyyibah Laa ilaaha ilallah Muhammadur rasulullah.

Ertinya: Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah. Laa ilaaha ilallah o Maksudnya: Mengeluarkan keyakinan pada makhluk dari dalam hati dan memasukkan keyakinan hanya kepada Allah di dalam hati. Muhammadar Rasulullah o Maksudnya: Mengakui bahawa satu-satunya jalan hidup untuk mendapatkan kejayaan dunia dan akhirat hanya dengan mengikuti cara hidup Rasulullah SAW.

2. Solat khusyu' dan khudu'.


Ertinya: Solat dengan konsentrasi batin dan rendah diri dengan mengikuti cara yang dicontohkan Rasulullah. Maksudnya: Membawa sifat-sifat ketaatan kepada Allah dalam solat kedalam kehidupan sehari-hari.

3. Ilmu ma'adz zikir

Ilmu
o

Ertinya: Semua petunjuk yang datang dari Allah melalui baginda Rasulullah. Ertinya: Mengingati Allah sebagaimana Agungnya Allah. Maksudnya Ilmu ma'adz Zikir:

Zikir
o o

Melaksanakan perintah Allah dalam setiap saat dan keadaan dengan menghadirkan ke-Agungan Allah mengikuti cara Rasulullah. 4. Ikramul Muslimin

Ertinya: Memuliakan sesama Muslim. Maksudnya: Menunaikan kewajiban pada sesama Muslim tanpa menuntut hak daripadanya.

5. Tashihun Niyah

Ertinya:

Membersihkan niat.

Maksudnya:

Membersihkan niat dalam beramal, semata-mata kerana Allah. 6. Dakwah dan tabligh khuruj fii sabiilillah

Dakwah o Ertinya: Mengajak Tabligh o Ertinya: Menyampaikan Maksudnya: Memperbaiki diri, iaitu menggunakan diri, harta, dan waktu seperti yang diperintahkan Allah. Menghidupkan agama pada diri sendiri dan manusia di seluruh alam dengan menggunakan harta dan diri mereka

PENENTANGAN TERHADAP JEMAAH TABLIGH

Latar Belakang Berdirinya Jamaah Tabligh Asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad Ad-Dihlawi mengatakan, Ketika Muhammad Ilyas melihat mayoritas orang Meiwat (suku-suku yang tinggal di dekat Delhi, India) jauh dari ajaran Islam, berbaur dengan orang-orang Majusi para penyembah berhala Hindu, bahkan memakai nama dengan nama-nama mereka, serta tidak ada lagi keislaman yang tersisa kecuali hanya nama dan keturunan, kemudian kebodohan yang kian merata, tergeraklah hati Muhammad Ilyas. Pergilah ia ke syaikhnya dan syaikh tarekatnya, seperti Rasyid Ahmad Al-Kanhuhi dan Asyraf Ali At-Tahanawi untuk membicarakan permasalahan ini. Dan ia pun akhirnya mendirikan gerakan tabligh di India atas perintah dan arahan dari para syaikhnya tersebut. (Nazhrah Abirah Itibariyyah Haulal Jamaah At-Tablighiyyah, hal. 7-8, dinukil dari kitab Jamaatut Tabligh Aqaiduha Wa Tarifuha, karya Sayyid Thaliburrahman, hal. 19) Merupakan hal yang maruf di kalangan tablighiyyin (para pengikut jamaah tabligh, red) bahwa Muhammad Ilyas mendapatkan tugas dakwah tabligh ini setelah kepergiannya ke makam Rasulullah r (Jamaatut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 3). Markas Jamaah Tabligh Markas besar mereka berada di Delhi, tepatnya di daerah Nizhamuddin. Markas kedua berada di Raywind, sebuah desa di kota Lahore (Pakistan). Markas ketiga berada di kota Dhaka (Banglades). Yang menarik, pada markas-markas mereka yang berada di daratan India itu, terdapat hizib (rajah) yang berisikan Surat Al-Falaq dan An-Naas, nama Allah I yang agung, dan nomor 2-4-6-8 berulang 16 kali dalam bentuk segi empat, yang dikelilingi beberapa kode yang tidak dimengerti.2

(Jamaatut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 14) Yang lebih mengenaskan, mereka mempunyai sebuah masjid di kota Delhi yang dijadikan markas oleh mereka, di mana di belakangnya terdapat empat buah kuburan. Ini menyerupai orang-orang Yahudi dan Nashrani yang mana mereka menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih dari kalangan mereka sebagai masjid. Padahal Rasulullah r melaknat orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid. Bahkan mengabarkan bahwa mereka adalah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah I. (Lihat Al-Qaulul Baligh Fit Tahdziri Min Jamaatit Tabligh, karya AsySyaikh Hamud At-Tuwaijiri, hal. 12) Asas dan Landasan Jamaah Tabligh Jamaah Tabligh mempunyai suatu asas dan landasan yang sangat teguh mereka pegang, bahkan cenderung berlebihan. Asas dan landasan ini mereka sebut dengan al-ushulus sittah (enam landasan pokok) atau ash-shifatus sittah (sifat yang enam), dengan rincian sebagai berikut: Sifat Pertama: Merealisasikan Kalimat Thayyibah Laa Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah Kritik: Mereka menafsirkan makna Laa Ilaha Illallah dengan: mengeluarkan keyakinan yang rusak tentang sesuatu dari hati kita dan memasukkan keyakinan yang benar tentang dzat Allah, bahwa Dialah Sang Pencipta, Maha Pemberi Rizki, Maha Mendatangkan Mudharat dan Manfaat, Maha Memuliakan dan Menghinakan, Maha Menghidupkan dan Mematikan. Kebanyakan pembicaraan mereka tentang tauhid hanya berkisar pada tauhid rububiyyah ini semata (Jamaatut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 4). Padahal makna Laa Ilaha Illallah sebagaimana diterangkan para ulama adalah: Tiada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah. (Lihat Fathul Majid, karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy-Syaikh, hal. 52-55). Adapun makna merealisasikannya adalah merealisasikan tiga jenis tauhid; al-uluhiyyah, arrububiyyah, dan al-asma wash shifat (lihat Al-Quthbiyyah Hiyal Fitnah Farifuha, karya Abu Ibrahim Ibnu Sulthan Al-Adnani, hal. 10). Dan juga sebagaimana dikatakan Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan: Merealisasikan tauhid artinya membersihkan dan memurnikan tauhid (dengan tiga jenisnya, pen) dari kesyirikan, bidah, dan kemaksiatan. (Fathul Majid, hal. 75) Oleh karena itu, Asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad Ad-Dihlawi mengatakan bahwa di antara ciri khas Jamaah Tabligh dan para pemukanya adalah apa yang sering dikenal dari mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang berikrar dengan

tauhid. Namun tauhid mereka tidak lebih dari tauhidnya kaum musyrikin Quraisy Makkah, di mana perkataan mereka dalam hal tauhid hanya berkisar pada tauhid rububiyyah saja, serta kental dengan warna-warna tasawuf dan filsafat. Adapun tauhid uluhiyyah dan ibadah, mereka sangat kosong dari itu. Bahkan dalam hal ini, mereka termasuk golongan orang-orang musyrik. Untuk tauhid asma wash shifat, mereka berada dalam lingkaran Asyairah serta Maturidiyyah, dan kepada Maturidiyyah mereka lebih dekat. (Nazhrah Abirah Itibariyyah Haulal Jamaah At Tablighiyyah, hal. 46). Sifat Kedua: Shalat dengan Penuh Kekhusyukan dan Rendah Diri Kritik: Asy-Syaikh Hasan Janahi berkata: Demikianlah perhatian mereka pada shalat dan kekhusyukannya. Akan tetapi, di sisi lain mereka sangat buta tentang rukunrukun shalat, kewajiban-kewajibannya, sunnah-sunnahnya, hukum sujud sahwi, dan perkara fiqih lainnya yang berhubungan dengan shalat dan thaharah. Seorang tablighi (pengikut Jamaah Tabligh, red) tidak mengetahui hal-hal tersebut kecuali hanya segelintir dari mereka. (Jamaatut Tabligh Mafahim Yajibu An-Tushahhah, hal. 5- 6). Sifat ketiga: Keilmuan yang Ditopang dengan Dzikir3 Kritik: Mereka membagi ilmu menjadi dua bagian. Yakni ilmu masail dan ilmu fadhail. Ilmu masail, menurut mereka, adalah ilmu yang dipelajari di negeri masing-masing. Sedangkan ilmu fadhail adalah ilmu yang dipelajari pada ritual khuruj (lihat penjelasan sifat keenam, red) dan pada majlis-majlis tabligh. Jadi, yang mereka maksudkan dengan ilmu adalah sebagian dari fadhail amal (amalan-amalan utama, pen) serta dasar-dasar pedoman Jamaah (secara umum), seperti sifat yang enam dan yang sejenisnya, dan hampir-hampir tidak ada lagi selain itu. Orang-orang yang bergaul dengan mereka tidak bisa memungkiri tentang keengganan mereka untuk menimba ilmu agama dari para ulama, serta minimnya mereka dari buku-buku pengetahuan agama Islam. Bahkan mereka berusaha untuk menghalangi orang-orang yang cinta akan ilmu, dan berusaha menjauhkan mereka dari buku-buku agama dan para ulamanya. (Jamaatut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 6 dengan ringkas). Sifat Keempat: Menghormati Setiap Muslim

Kritik: Sesungguhnya Jamaah Tabligh tidak mempunyai batasan-batasan tertentu dalam merealisasikan sifat keempat ini, khususnya dalam masalah al-wala (kecintaan) dan al-bara (kebencian). Demikian pula perilaku mereka yang bertentangan dengan kandungan sifat keempat ini di mana mereka memusuhi orang-orang yang menasehati mereka atau yang berpisah dari mereka dikarenakan beda pemahaman, walaupun orang tersebut alim rabbani (ulama yang lurus di atas kebenaran). Memang, hal ini tidak terjadi pada semua tablighiyyin, tapi inilah yang disorot oleh kebanyakan orang tentang mereka. (Jamaatut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 8) Sifat Kelima: Memperbaiki Niat Kritik: Tidak diragukan lagi bahwa memperbaiki niat termasuk pokok agama dan keikhlasan adalah porosnya. Akan tetapi semua itu membutuhkan ilmu. Dikarenakan Jamaah Tabligh adalah orang-orang yang minim ilmu agamanya, maka banyak pula kesalahan mereka dalam merealisasikan sifat kelima ini. Oleh karenanya engkau dapati mereka biasa shalat di masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan. (Jamaatut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 9) Sifat Keenam: Dakwah dan Khuruj di Jalan Allah I Kritik: Cara merealisasikannya adalah dengan menempuh khuruj (keluar untuk berdakwah, pen) bersama Jamaah Tabligh, empat bulan untuk seumur hidup, 40 hari pada tiap tahun, tiga hari setiap bulan, atau dua kali berkeliling pada tiap minggu. Yang pertama dengan menetap pada suatu daerah dan yang kedua dengan cara berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain. Hadir pada dua majelis talim setiap hari, majelis talim pertama diadakan di masjid sedangkan yang kedua diadakan di rumah. Meluangkan waktu 2,5 jam setiap hari untuk menjenguk orang sakit, mengunjungi para sesepuh dan bersilaturahmi, membaca satu juz Al Quran setiap hari, memelihara dzikir-dzikir pagi dan sore, membantu para jamaah yang khuruj, serta itikaf pada setiap malam Jumat di markas. Dan sebelum melakukan khuruj, mereka selalu diberi hadiah-hadiah berupa konsep berdakwah (ala mereka, pen) yang disampaikan oleh salah seorang anggota jamaah yang berpengalaman dalam hal khuruj. (Jamaatut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 9) Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan berkata: Khuruj di jalan Allah I adalah khuruj untuk berperang. Adapun apa yang sekarang ini mereka (Jamaah Tabligh, pen) sebut dengan khuruj maka ini bidah. Belum pernah ada (contoh) dari salaf

tentang keluarnya seseorang untuk berdakwah di jalan Allah I yang harus dibatasi dengan hari-hari tertentu. Bahkan hendaknya berdakwah sesuai dengan kemampuan tanpa dibatasi dengan jamaah tertentu, atau dibatasi 40 hari, atau lebih sedikit atau lebih banyak. (Aqwal Ulama As-Sunnah fi Jamaatit Tabligh, hal. 7) Asy-Syaikh Abdurrazzaq Afifi berkata: Khuruj mereka ini bukan di jalan Allah I, tetapi di jalan Muhammad Ilyas. Mereka tidak berdakwah kepada Al Quran dan As Sunnah, akan tetapi berdakwah kepada (pemahaman) Muhammad Ilyas, syaikh mereka yang ada di Banglades. (Aqwal Ulama As Sunnah fi Jamaatit Tabligh, hal. 6) Aqidah Jamaah Tabligh dan Para Tokohnya Jamaah Tabligh dan para tokohnya merupakan orang-orang yang sangat rancu dalam hal aqidah4. Demikian pula kitab referensi utama mereka Tablighi Nishab atau Fadhail Amal karya Muhammad Zakariya Al-Kandahlawi, merupakan kitab yang penuh dengan kesyirikan, bidah, dan khurafat. Di antara sekian banyak kesesatan mereka dalam masalah aqidah adalah: 1. Keyakinan tentang wihdatul wujud (bahwa Allah menyatu dengan alam ini). (Lihat kitab Tablighi Nishab, 2/407, bab Fadhail Shadaqat, cet. Idarah Nasyriyat Islam Urdu Bazar, Lahore). 2. Sikap berlebihan terhadap orang-orang shalih dan keyakinan bahwa mereka mengetahui ilmu ghaib. (Lihat Fadhail Amal, bab Fadhail Dzikir, hal. 468-469, dan hal. 540-541, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore). 3. Tawassul dengan Nabi (setelah beliau wafat) dan juga kepada selainnya, serta berlebihannya mereka dalam hal ini. (Lihat Fadhail Amal, bab Shalat, hal. 345, dan juga bab Fadhail Dzikir, hal. 481-482, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore). 4. Keyakinan bahwa para syaikh sufi dapat menganugerahkan berkah dan ilmu laduni (lihat Fadhail Amal, bab Fadhail Quran, hal. 202- 203, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore). 5. Keyakinan bahwa seseorang bisa mempunyai ilmu kasyaf, yakni bisa menyingkap segala sesuatu dari perkara ghaib atau batin. (Lihat Fadhail Amal, bab Dzikir, hal. 540- 541, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore). 6. Hidayah dan keselamatan hanya bisa diraih dengan mengikuti tarekat Rasyid Ahmad Al-Kanhuhi (lihat Shaqalatil Qulub, hal. 190). Oleh karena itu, Muhammad Ilyas sang pendiri Jamaah Tabligh telah berbaiat kepada tarekat Jisytiyyah pada

tahun 1314 H, bahkan terkadang ia bangun malam semata-mata untuk melihat wajah syaikhnya tersebut. (Kitab Sawanih Muhammad Yusuf, hal. 143, dinukil dari Jamaatut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 2). 7. Saling berbaiat terhadap pimpinan mereka di atas empat tarekat sufi: Jisytiyyah, Naqsyabandiyyah, Qadiriyyah, dan Sahruwardiyyah. (Ad-Dawah fi Jaziratil Arab, karya Asy-Syaikh Saad Al-Hushain, hal. 9-10, dinukil dari Jamaatut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 12). 8. Keyakinan tentang keluarnya tangan Rasulullah r dari kubur beliau untuk berjabat tangan dengan Asy-Syaikh Ahmad Ar-Rifai. (Fadhail Amal, bab Fadhail Ash-Shalati alan Nabi, hal. 19, cet. Idarah Isyaat Diyanat Anarkli, Lahore). 9. Kebenaran suatu kaidah, bahwa segala sesuatu yang menyebabkan permusuhan, perpecahan, atau perselisihan -walaupun hal itu benar- maka harus dibuang sejauhjauhnya dari manhaj Jamaah. (Al-Quthbiyyah Hiyal Fitnah Farifuha, hal. 10). 10. Keharusan untuk taqlid (lihat Dzikir Wa Itikaf Key Ahmiyat, karya Muhammad Zakariya Al-Kandahlawi, hal. 94, dinukil dari Jamaatut Tabligh Aqaiduha wa Tarifuha, hal. 70). 11. Banyaknya cerita khurafat dan hadits-hadits lemah/ palsu di dalam kitab Fadhail Amal mereka, di antaranya apa yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Hasan Janahi dalam kitabnya Jamaatut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 46 -47 dan hal. 50-52. Bahkan cerita-cerita khurafat dan hadits-hadits palsu inilah yang mereka jadikan sebagai bahan utama untuk berdakwah. Wallahul Mustaan. Fatwa Para Ulama tentang Jamaah Tabligh 6 1. Asy-Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin Baz t berkata: Siapa saja yang b erdakwah di jalan Allah Ibisa disebut muballigh , (artinya: Sampaikan apa yang datang dariku (Rasulullah), walaupun hanya satu ayat), akan tetapi Jamaah Tabligh India yang maruf dewasa ini mempunyai sekian banyak khurafat, bidah dan kesyirikan. Maka dari itu, tidak boleh khuruj bersama mereka kecuali bagi seorang yang berilmu, yang keluar (khuruj) bersama mereka dalam rangka mengingkari (kebatilan mereka) dan mengajarkan ilmu kepada mereka. Adapun khuruj semata ikut dengan mereka, maka tidak boleh. 2. Asy Syaikh Dr. Rabi bin Hadi Al-Madkhali berkata7: Semoga Allah I merahmati Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz (atas pengecualian beliau tentang bolehnya khuruj bersama Jamaah Tabligh untuk mengingkari kebatilan mereka dan mengajarkan ilmu kepada mereka, pen), karena jika mereka mau menerima nasehat dan bimbingan dari ahlul ilmi, maka tidak akan ada rasa keberatan untuk khuruj bersama

mereka. Namun kenyataannya, mereka tidak mau menerima nasehat dan tidak mau rujuk dari kebatilan, dikarenakan kuatnya fanatisme dan kuatnya mereka dalam mengikuti hawa nafsu. Jika mereka benar-benar menerima nasehat dari ulama, niscaya mereka telah tinggalkan manhaj yang batil itu dan akan menempuh jalan ahli tauhid dan Ahlus Sunnah. Nah, jika demikian permasalahannya, maka tidak boleh keluar (khuruj) bersama mereka sebagaimana manhaj as-salafush shalih yang berdiri di atas Al Quran dan As Sunnah dalam hal tahdzir (peringatan) terhadap ahlul bidah dan peringatan untuk tidak bergaul serta duduk bersama mereka. Yang demikian itu (tidak bolehnya khuruj bersama mereka secara mutlak, pen), dikarenakan (perbuatan tersebut) termasuk memperbanyak jumlah mereka dan membantu dalam menyebarkan kesesatan. Ini adalah penipuan terhadap Islam dan kaum muslimin, serta sebagai bentuk partisipasi bersama mereka dalam hal dosa dan kekejian. Terlebih lagi mereka saling berbaiat di atas empat tarekat sufi yang padanya terdapat keyakinan hulul, wihdatul wujud, kesyirikan, dan kebidahan. 3. Asy-Syaikh Al-Allamah Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh8 t berkata: Bahwa organisasi ini (Jamaah Tabligh, pen) tidak ada kebaikan padanya. Sungguh ia sebagai organisasi bidah dan sesat. Dengan membaca buku-buku mereka, maka benar-benar kami dapati kesesatan, bidah, ajakan kepada peribadatan terhadap kubur-kubur dan kesyirikan, sesuatu yang tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itu -insya Allah- kami akan membantah dan membongkar kesesatan dan kebatilannya. 4. Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani t berkata: Jamaah Tabligh tidaklah berdiri di atas manhaj Al Quran dan Sunnah Rasulullah r serta pemahaman as-salafus shalih. Beliau juga berkata: Dakwah Jamaah Tabligh adalah dakwah sufi modern yang semata-mata berorientasi kepada akhlak. Adapun pembenahan terhadap aqidah masyarakat, maka sedikit pun tidak mereka lakukan, karena -menurut mereka- bisa menyebabkan perpecahan. Beliau juga berkata: Maka Jamaah Tabligh tidak mempunyai prinsip keilmuan, yang mana mereka adalah orang-orang yang selalu berubah-ubah dengan perubahan yang luar biasa, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. 5. Asy-Syaikh Al-Allamah Abdurrazzaq Afifi9 t berkata: Kenyataannya mereka adalah ahlul bidah yang menyimpang dan orang-orang tarekat Qadiriyyah dan yang lainnya. Khuruj mereka bukanlah di jalan Allah I, akan tetapi di jalan Muhammad Ilyas. Mereka tidak berdakwah kepada Al Quran dan As Sunnah, akan tetapi kepada Muhammad Ilyas, syaikh mereka di Banglades. Demikianlah selayang pandang tentang hakikat Jamaah Tabligh, semoga menjadi

nasehat dan peringatan bagi pencari kebenaran. Wallahul muwaffiq wal hadi ila aqwamith thariq.

1 Para pengikut Abu Manshur Al-Maturidi yang menafikan (menolak) sebagian nama dan sifat Allah. Mereka membatasi sifat Allah hanya 13. (ed) 2 Yang semacam ini sangat dilarang dalam agama menurut kesepakatan ulama. Memang terdapat perbedaan pendapat jika tamimah/ rajah tersebut dibuat hanya dari ayat Al Quran. Namun yang rajih, hal ini tetap tidak diperbolehkan menurut banyak shahabat dan ulama yang setelah mereka. (ed) 3 Di antara dzikir mereka, mereka mengucapkan kalimat syahadat secara terpisah. Yaitu Laa ilaaha dibaca sekian kali secara tersendiri, setelah itu baru membaca illallah dengan jumlah yang sama. Dan ini jelas bertentangan dengan petunjuk Nabi r serta tidak merealisasikan kandungan tauhid dalam kalimat tersebut. (ed) 4 Untuk lebih rincinya, lihat kitab Jamaatut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 17-24 5 Untuk lebih rincinya, lihat kitab Jamaatut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 31-58. 6 Dinukil dari Aqwal Ulama As-Sunnah fi Jamaatit Tabligh, Asy-Syaikh Dr. Rabi bin Hadi Al-Madkhali, hal. 2, 5, 6. 7 Beliau pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan As-Sunnah, Fakultas Hadits, Universitas Islam Madinah. 8 Beliau adalah Mufti Kerajaan Saudi Arabia sebelum Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz t. 9 Beliau pernah menjadi anggota Haiah (Lembaga) Kibarul Ulama Saudi Arabia.

Anda mungkin juga menyukai