Anda di halaman 1dari 8

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat

dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human Development Index (HDI). Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait. Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang masih didominasi oleh masalah kurang energi protein (KEP), masalah anemia besi, masalah gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY),dan masalah kurang vitamin A (KVA).

Anak yang mengalami gizi buruk disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut penyebab langsung yaitu tidak mendapat makanan bergizi seimbang pada usia balita dan penyakit infeksi dan penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan lingkungan (Dinkes Propsu, 2006).

Berdasarkan data Depkes RI (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 5 juta anak (27,5%) kurang gizi. 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok adalah: rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi (30%). Gizi buruk merupakan kondisi kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI WHO mengartikan ilmu gizi sebagai ilmu yang mempelajari proses yang terjadi pada organisme hidup. Proses tersebut mencakup pengambilan dan pengolahan zat padat dan cair dari makanan yang diperlukan untuk memelihara kehidupan, pertumbuhan, berfungsinya organ tubuh dan menghasilkan energy. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi.15 Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam proses pemulihan. Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat kalori dan lain-lain. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun

KLASIFIKASI KURANG ENERGI PROTEIN(KEP) Pengertian Kekurangan energy protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energy dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi Etiologi Primer kekurangan asupan nutrisi yang pada umumnya didasari oleh masalah social ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi. Sekunder adanya penyakit utama seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolic yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan meningkatnya kehilangan nutrisi

Klasifikasi Terdapat 3 tipe KEP yaitu marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda. Marasmus Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus: a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit b. Wajah seperti orang tua

c. Iga gambang dan perut cekung d. Otot paha mengendor (baggy pant) e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

Kwashiorkor Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam. c. Wajah membulat dan sembab d. Pandangan mata anak sayu e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas Marasmik-Kwashiorkor Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula .

GANGGUAN AKIBAT KURANG YODIUM(GAKY)

ANEMIA GIZI BESI

KURANG VITAMIN A

PROGRAM PENANGGULANGAN MASALAH GIZI Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) Untuk penanggulangan masalah tersebut dilakukan melalui program jangka panjang yaitu distribusi garam beryodium dengan kadar 30-80 ppm yang bertujuan untuk mencegah timbulnya kasus kritin pada balita, menurunkan prevalensi gondok endemik total (TGR), dan iodisasi garam secara nasional melalui iodisasi semua garam. Kegiatan yang dilaksanakan yaitu pemetaan penggunaan garam beryodium untuk memperoleh gambaran berkala tentang cakupan konsumsi garam yodium yang memenuhi syarat masyarakat. Penggumpulan data dilaksanakan pada tiap desa/kelurahan dengan memilih SD secara acak. Masing-masing sampel diambil 21 orang anak murid kelas 4 dan kelas 5 dengan LQAS (Lot Quality Assurance 21 Sampling), anak diminta membawa garam dapur yang biasa dipakai sehari-hari dan juga membawa bungkus garam yang dipakai tersebut. Pemantauan dilakukan sebanyak 2 kali dalam setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus.

Anemia Gizi Besi Penanggulangan anemia gizi besi adalah kegiatan menurunkan prevalensi anemia gizi besi melalui upaya peningkatan konsumsi zat besi melalui suplemen tablet/sirup besi dan konsumsi sumber zat besi. Tujuan kegiatan yaitu : mencegah terjadinya anemia gizi besi pada semua kelompok sasaran serta untuk menurunkan anemia gizi besi pada ibu hamil, balita dan pekerja wanita. Sasaran kegiatan adalah : ibu hamil sampai nifas, bayi (0-6 bulan), dan anak balita. Kegiatannya adalah pemberian tablet besi pada kelompok sasaran, penyuluhan pada masyarakat dengan pendekatan pemasaran sosial untuk mengkomsunsi makanan alami sumber zat besi, dan pemanfaatan pekarangan dengan tanaman sumber besi. Tenaga pelaksananya ialah petugas Puskesmas, bidan desa, kader posyandu, dan tenaga lainnya yang bisa bekerja sama antara bidan praktek swasta, rumah bersalin dan dokter praktek swasta.

a.

Penanggulangan anemia pada Balita dengan memberikan sirup besi kepada bayi berumur 6-11 bulan dengan :

Pemberian setengah sendok takar obat (2,5 ml) berturut-turut selama 60 hari.

Pada bayi yang lahir dengan BBLR pemberian sirup besi dimulai saat umur 5 bulan

Diberikan sirup besi pada balita 1-5 tahun sehari 1 sendok takar obat (5ml) berturut-turut selama 60 hari.

b.

Penanggulangan anemia pada anak usia sekolah yaitu dengan pemberian 1 tablet besi setiap minggu selama 3 bulan.

c.

Penanggulangan anemia pada WUS, ibu hamil, nifas, remaja putri dan pekerja wanita dianjurkan minum tablet tambahan darah dengan dosis 1 tablet (yang 24 mengandung 60 mg elemental dan 0,25 mg asam polat sesuai rekomendasi WHO), setiap hari selama masa kehamilan dan 42 hari setelah melahirkan (minimal 90 tablet).

Kekurangan Vitamin A Penanggulangan KVA yaitu kegiatan menurunkan prevalensi KVA melalui upaya peningkatan konsumsi vitamin A dengan makan makanan sumber vitamin A dan suplemen kapsul vitamin A dosis tinggi. Tujuan adalah untuk mencegah KVA, menurunkan prevalensi KVA pada anak balita, dan meningkatkan status balita vitamin A ibu nifas. Sasaran pemberian vitamin A :

a. Bayi dari umur 6-11 bulan, baik sehat maupun sakit dengan dosis 1 tablet vitamin A 100.000 IU warna biru, serentak pada bulan Februari dan Agustus.

b. Anak balita umur 1-5 tahun baik sehat maupun sakit dengan dosis 1 tablet warna merah (vitamin A 200.000 IU) diberikan serentak pada bulan Februari dan Agustus.

c. Ibu nifas, ibu melahirkan (masa nifas) sehingga bayinya akan mendapatkan vitamin A melalui ASI dengan dosis 1 tablet 200.000 IU warna merah paling lambat 30 hari setelah melahirkan.

d. Kejadian tertentu : bagi balita dengan kasus campak, diare, pneumonia, gizi buruk segera diberikan kembali 1 kapsul vitamin A yang telah ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai