Anda di halaman 1dari 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA & PEMBAHASAN 2.1 2.1.

1 Contoh / aplikasi Bioteknologi Tanah Teknologi Kompos Bioaktif Proses pengkomposan alami memakan waktu yang sangat lama, berkisar antara enam bulan hingga setahun sampai bahan organik tersebut benar-benar tersedia bagi tanaman. Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan mikroba penghancur (dekomposer) yang berkemampuan tinggi. Penggunaan mikroba dapat mempersingkat proses dekomposisi dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu saja. Di pasaran saat ini banyak tersedia produk-produk biodekomposer untuk mempercepat proses pengomposan, misalnya: SuperDec, OrgaDec, EM4, EM Lestari, Starbio, Degra Simba, Stardec, dan lain-lain. Kompos bioaktif adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba lignoselulolitik unggul yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati pengendali penyakit tanaman. SuperDec dan OrgaDec, biodekomposer yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), dikembangkan berdasarkan filosofi tersebut. Mikroba biodekomposer unggul yang digunakan adalah Trichoderma pseudokoningii , Cytopaga sp, dan fungi pelapuk putih. Mikroba tersebut mampu mempercepat proses pengomposan menjadi sekitar 2-3 minggu. Mikroba akan tetap hidup dan aktif di dalam kompos. Ketika kompos tersebut diberikan ke tanah, mikroba akan berperan untuk mengendalikan organisme patogen penyebab penyakit tanaman.

2.1.2

Biofertilizer Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam

penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba. Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan tanaman. N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain : Rhizobium sp yang hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan ( leguminose ). Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman. Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian kita umumnya memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp dan Bacillus megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K. Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P adalah Mikoriza yang bersimbiosis pada akar tanaman. Setidaknya ada dua jenis mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer, yaitu: ektomikoriza dan endomikoriza. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza yang sering dimanfaatkan adalah Glomus sp dan Gigaspora sp. Beberapa mikroba tanah mampu menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba

akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikroba yang mampu menghasilkan hormon tanaman, antara lain: Pseudomonas sp dan Azotobacter sp. Mikroba-mikroba bermanfaat tersebut diformulasikan dalam bahan pembawa khusus dan digunakan sebagai biofertilizer. Hasil penelitian yang dilakukan oleh BPBPI mendapatkan bahwa biofertilizer setidaknya dapat mensuplai lebih dari setengah kebutuhan hara tanaman. Biofertilizer yang tersedia di pasaran antara lain: Emas, Rhiphosant, Kamizae, OST dan Simbionriza 2.2 Contoh / aplikasi Bioteknologi Lingkungan 2.2.1 BIOGAS Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen biogas antara lain sebagai berikut : 60 % CH4 (metana), 38 % CO2 (karbon dioksida) dan 2 % N2, O2, H2, & H2S.

Pembuatan Biogas: Biogas dibuat dengan memanfaatkan kotoran ternak, karena itu dapat mengurangi pencemaran oleh kotoran ternak, dan sisa-sisa biogas dapat dimanfaatkan untuk pupuk Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut biogas. Bakteri yang a) Bakteri fermentative b) Bakteri asetogenik c) Bakteri metana membantu

pembentukan biogas :

2.2.2

Mikroorganisme Pengolah Limbah Mikroorganisme dapat dimanfaatkan oleh kalangan industri untuk mengolah limbah sebelum limbahnya dibuang ke lingkungan. Misalnya, industri yang limbahnya mengandung lemak dapat memanfaatkan mikroorganisme pencerna lemak sebelum membuang limbah ke sungai. Proses pengolahan limbah dengan metode Biologi adalah metode yang memanfaatkan mikroorganisme sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah. Mikroorganisme yang digunakan umumnya bakteri aerob. Proses pengolahan air limbah a) Pengumpulan b) Pemilahan c) Pengaliran limbah d) Pengendapan e) Proses aerob f) Kucuran air g) Proses anaerob h) Sumber energy i) Pembuangan sampah

2.2.3

Cacing Tanah Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Di Indonesia, cacing tanah telah banyak diternakkan. Sentra peternakan cacing terbesar terdapat di Jawa Barat khususnya Bandung-Sumedang dan sekitarnya. Manfaat Cacing Tanah Mengurangi pencemaran sampah organic Menyuburkan Tanah Memperbaiki aerasi dan struktur tanah Meningkatkan ketersediaan air tanah 9

2.2.4

Makanan manusia

Agen Biokontrol Di alam terdapat mikroba yang dapat mengendalikan organisme pathogen dan hama. Organisme patogen akan merugikan tanaman ketika terjadi ketidakseimbangan populasi antara organisme patogen dengan mikroba pengendalinya, di mana jumlah organisme patogen lebih banyak daripada jumlah mikroba pengendalinya. Apabila kita dapat menyeimbangakan populasi kedua jenis organisme ini, maka hama dan penyakit tanaman dapat dihindari. Mikroba yang dapat mengendalikan hama tanaman antara lain: Bacillus thurigiensis (BT), Bauveria bassiana , Paecilomyces fumosoroseus, dan Metharizium anisopliae . Mikroba ini mampu menyerang dan membunuh berbagai serangga hama. Mikroba yang dapat mengendalikan penyakit tanaman misalnya: Trichoderma sp yang mampu mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh Gonoderma sp, JAP (jamur akar putih), dan Phytoptora sp. Beberapa biokontrol yang tersedia di pasaran antara lain: Greemi-G, Bio-Meteor, NirAma, Marfu-P dan Hamago.

2.2.5

Penggunaan bakteri untuk mengatasi limbah logam berat Limbah pabrik yang banyak mengandung logam berat dapat dibersihkan oleh mikroorganisme yang dapat menggunkan logam berat sebagai nutrien atau hanya menjerab (imobilisasi) logam berat. Mikrooganisme yang dapat digunakan dianatranya adalah Thiobacillus ferroxidans dan Bacillus subtilis. Thiobacillus ferrooxidans mendapatkan energi dari senyawa anorganik seperti besi sulfida dan menggunkan energi untuk membentuk bahan bahan yang berguba seperti asam fumarat dan besi sulfat (Budiyanto,MAK.2003).

10

Thiobacillus ferrooxidans

Klasifikasi ilmiah Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eubacteria : Proteobacteria : Gammaproteobacteria : Acidithiobacillales : Acidithiobacillaceae : Acidithiobacillus : Acidithiobacillus ferroxidans

11

Morfologi Bakteri Thiobacillus ferrooxidans adalah Bakteri gram negatif aerobik khemolitotrofik Bakteri berbentuk batang. Merupakan bakteri saprofit, yaitu bakteri yang hidupnya dari sisa-sisa organisme mati atau sampah, Thiobacillus adalah warna, dengan kutub flagella bakteri. Mereka memiliki sebuah besi oxida, yang memungkinkan mereka untuk memetabolisme ion besi. Fisiologi Thiobacillus ferrooxidans adalah bakteri di udara. Termasuk bakteri thermophilic, yaitu hidup pada suhu 45-50o C. Selain itu juga termasuk ke dalam bakteri acidophilic, yang hidup pada pH dari 1,5 menjadi 2.5. Beberapa spesies, hanya tumbuh pada pH netral. Ekologi Thiobacillus ferrooxidans yang paling umum adalah jenis bakteri tambang di tumpukan sampah. Organisme ini adalah acidophilic (asam loving), dan meningkatkan tingkat oksidasi pyrite Tailing tumpukan di tambang batu bara dan deposito. Menurut Breemen (1993), kecepatan penurunan pH akibat oksidasi pirit ditentukan oleh jumlah pirit, kecepatan oksidasi, kecepatan perubahan hasil oksidasi, dan kapasitas netralisasi. Proses oksidasi yang dapat membahayakan, karena memproduksi sulfuric acid, yang merupakan alat utama. Namun, juga dapat bermanfaat dalam pemulihan bahan seperti tembaga dan uranium. Ferrooxidans untuk membentuk sebuah hubungan simbiotik dengan anggota bakteri jenis Acidiphilium, bakteri yang mampu pengurangan besi. Jenis lainnya Thiobacillus tumbuh dalam air dan endapan; terdapat kedua jenis air tawar dan air laut. Peranannya dalam lingkungan Salah satu jenis bahan bakar yang melimpah di dunia adalah batu bara. Pembakaran batu bara merupakan metode pemanfaatan batu bara yang telah sekian lama dilakukan. Masalah yang muncul sebagai akibat pembakaran langsung batu bara adalah emisi gas sulfur dioksida. Sulfur yang terdapat dalam batu bara perlu disingkirkan karena sulfur dapat menyebabkan sejumlah dampak negatif bagi lingkungan.

12

Salah satu alternatif yang paling aman dan ramah terhadap lingkungan untuk desulfurisasi batubara adalah secara mikrobiologi menggunakan bakteri Thiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus thiooxidans. Penggunaan kombinasi kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan desulfurisasi. Thiobacillus ferooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah besi teroksidasi. Desulfurisasi batubara secara mikrobiologi dengan menggunakan kedua bakteri tersebut memiliki beberapa kelebihan, dibandingkan desulfurisasi secara kimiawi, yaitu lebih efisien, ekonomis dan ramah lingkungan. Selama ini, memang telah dilakukan beberapa penelitian mengenai desulfurisasi batubara, tetapi hasilnya masih kurang optimal. Diharapkan dengan adanya desulfurisasi batubara, dapat mengurangi kadar sulfur batubara, dengan tujuan setidaknya dapat mengurangi polutan sulfat di lingkungan, mengingat batubara sebagai energi alternatif pengganti minyak bumi dimasa mendatang. Bioleaching Bioleaching merupakan suatu proses untuk melepaskan (remove) atau mengekstraksi logam dari mineral atau sedimen dengan bantuan organisme hidup atau untuk mengubah mineral sulfida sukar larut menjadi bentuk yang larut dalam air dengan memanfaatkan mikroorganisme (Brandl, 2001). Sementara Bosecker (1987) mengungkapkan bahwa bioleaching merupakan suatu proses ekstraksi logam yang dilakukan dengan bantuan bakteri yang mampu mengubah senyawa logam yang tidak dapat larut menjadi senyawa logam sulfat yang dapat larut dalarn air melalui reaksi biokirnia. Bioleaching logam berat dapat rnelalui oksidasi dan reduksi logam oleh mikroba, pengendapan ion-ion logam pada permukaan sel rnikroba dengan menggunakan enzim, serta menggunakan biomassa mikroba untuk menyerap ion logam (Chen dan Wilson, 1997). Bakteri yang digunakan dalam proses tersebut antara lain adalah bakteri Pseudomonas fluorescens, Escherichia coil, Thiobacillus ferrooxidans dan Bacillus sp sebagai

13

bakteri leaching yang mampu melarutkan senyawa timbal sulfida sukar larut menjadi senyawa timbal sulfat yang dapat larut melalui proses biokimia.

Tahapan dalam Bioleaching: Pembakaran pirit (FeS2) Pada langkah pertama, disulfide secara spontan dioksidasi menjadi tiosufat oleh besi ferri (Fe3+), yang kemudian akan dikurangi untuk memeberikan besi ferrous (Fe2+) FeS2 + 6 Fe3+ + 3 H2- 7 Fe 2- + S2O3 2- + 6 H(1) spontan

Besi ferrous ini kemudian dioksidasi oleh bakteri aerob : 4Fe2+ + O2 + 4H+ 4Fe3- + 2H2O (2) Oksidasi besi

Tiosulfat juga dioksidasi oleh bakteri untuk memberikan sulfat ; S2o32- + 2O2 + H2O 2SO4 2- + 2H(3) oksidasi belerang.

Besi-besi dihasilkan dalam reaksi 2 sulfida teroksidasai lebih seperti pada reaksi 1, menutup siklus dan diberi reaksi bersih 2 FeS2 + 7O2 + 2H2O 2Fe2+ + 4SO4 2- + 4H14 (4)

Produk bersih reaksi yang larut yaitu ferro sulfat dan asam sulfat. Proses oksidasi mikroba terjadi pada membrane sel bakteri. Bebrapa electron masuk ke dalam sel yang digunakan dalam proses biokimia unutk menghasilkan energy bagi bakteri sementara mengurangi oksigen ke air. Reaksi kritis adalah oksidasi sulfide dengan besi besi. Peran utma dari bakteri adalah langkah regenerasi reakttran ini. Proses untuk tembaga sangat mirip, namun efisiensi dan kinetika tergantung pada mineral temabah. Mineral temabaga utama kalkopirit (CuFeS2) jumlah melimpah dan sanagt efisien. Pencucian CuFeS 2 terdiri dari 2 tahap yaitu menajdi teralrut dan kemudian lebih lanjur oksidasi, dengan Cu 2+ ion yang tertinggal dalam larutan (Novi hidayatullah, dkk.2011). Pencucian kalkopirit ; CuFeS2 + 4 Fe3+ Cu2- + 5Fe2- + 2 S 4Fe2+ + O2 + 4 H+ 4 Fe 3- + 2 H2O 2 S + 3O2 + 2H2O 2 SO4 2- + 4 HCuFeS2 + 4 O2 Cu2- + Fe 2- + 2 SO4 2(1) spontan (2) oksidaisi besi (3) oksidasi belerang (4) Reaksi berakhir

Secara umum, sulfide yang pertama dioksidsi menajdi sulfur elemental, sedangkan sulfide yang teroksidasi untuk membentuk tiosulfat, dan proses ini dapat diterapkan pada biji sulfide lain. Dalam hal ii tujuan tunggal langkah bakteri adalah regenerasi Fe 3+ sulfidik bijih besi dapat ditambhakan untuk mempercepat proses dan menyediakan sumber besi. (Novi hidayatullah, dkk.2011).

15

Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Bakteri Thiobacillus ferrooxidans Keuntungan Kehadiran bakteri secara signifikan dapat meningkatkan kecepatan proses pencucian secara keseluruhan Thiobacillus ferrooxidans akan mengoksidasi senyawa besi belerang (besi sulfida) di sekelilingya. proses ini membebaskan sejumlah energi yang akan digunakan untuk membentuk senyawa yang diperlukan dan menghasilkan senyawa asam sulfat dan besi sulfat. kedua senyawa ini akan menyerang bebatuan di sekitar tembaga sehingga dapat lepas dari bijinya. Thiobacillus ferrooxidans akan mengubah tembaga sulfida yang tidak larut dalam air menjadi tembaga sulfat yang larut dalam air. Ketika air mengalir melalui batuan, senyawa tembaga sulfat akan ikut terbawa dan lambat laut terkumpul dalam kolam berwarna biru cemerlang

16

Dalam lingkungan tanah, T.ferrooxidans berguna sebagai sumber slow release fosfat dan sulfat untuk pemupukan tanah. (Kuenen, J. Gijs, et al.1992)

Thiobacillus ferroxidans merupakan bakteri kemolitotrof, dimana bakteri kemo dapat mengambil dan mngumpulkan io-ion logam beracun sehingga bermanfaat untuk memindahkan polutan dari air limbah. usaha memperbaiki kualitas lahan termasuk tanah dan air serta pencemaran dengan menggunakan mikroorganisme disebut bioremediasi (wujaya,jati.2008).

Thiobacillus dapat membantu produsen logam menghemat energi, mngurangi polusi dan demikian menekan biaya produksi(Majalah Tempo,2010).

Dalam hal tujuan tunggal langkah bakteri adalah regenerasi Fe 3+ sulfidik bijih besi dapat ditambhakan untuk mempercepat proses dan menyediakan sumber besi

Kerugian Bakteri Thiobacillus ferrooxidans pengoksidasi Fe (mengubah Fe3+

yang bersifat sebagai ion terlarut menjadi Fe (OH)3) yang bersifat tidak larut) dapat menimbulkan korosi. Prose korosi secara mikrobiologis tidak berarti logam tersebut dimakan oleh mikroorganisme tetapi akibat pertumbuhan mikrobe tersebut yang mengahsilakn senyawa, Yang bersifat korosif misalnya asam (Waluyo,Lud.2009). Produk sampingan lain dari metabolisme (asam sulfat) bakteri T. ferrooxidans kadang-kadang berhubungan dengan korosi oksidatif dari beton dan pipa. (Kuenen, J. Gijs, et al.1992). Hal ini disebabkan karena mikroba tersebut mampu mendegradasi logam melalui reaksi redoks untuk memperoleh energi bagi keberlangsungan hidupnya. 2.2.6 Dekomposisi Minyak Bumi

17

Degradasi

minyak

bumi

dapat

dilakukan

dengan

memanfaatkan

mikroorganisme seperti bakteri, beberapa khamir, jamur, sianobakteria, dan alga biru. Mikroorganisme ini mampu menguraikan komponen minyak bumi karena kemampuannya mengoksidasi hidrokarbon dan menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya. Mikroorganisme ini berpartisipasi dalam pembersihan tumpahan minyak dengan mengoksidasi minyak bumi menjadi gas karbon dioksida (CO2). Sebagai contoh, bakteri pendegradasi minyak bumi akan menghasilkan bioproduk seperti asam lemak, gas, surfaktan, dan biopolimer yang dapat meningkatkan porositas dan permeabilitas batuan reservoir formasi klastik dan karbonat apabila bakteri ini menguraikan minyak bumi. Di dalam minyak bumi terdapat dua macam komponen yang dibagi berdasarkan kemampuan mikroorganisme menguraikannya, yaitu komponen minyak bumi yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme dan komponen yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Komponen minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri merupakan komponen terbesar dalam minyak bumi atau mendominasi, yaitu alkana yang bersifat lebih mudah larut dalam air dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri. Jumlah bakteri yang mendegradasi komponen ini relatif banyak karena substratnya yang melimpah di dalam minyak bumi. Isolat bakteri pendegradasi komponen minyak bumi ini biasanya merupakan pengoksidasi alkana normal. Komponen minyak bumi yang sulit didegradasi merupakan komponen yang jumlahnya lebih kecil dibanding komponen yang mudah didegradasi. Hal ini menyebabkan bekteri pendegradasi komponen ini berjumlah lebih sedikit dan tumbuh lebih lambat karena kalah bersaing dengan pendegradasi alkana yang memiliki substrat lebih banyak. Isolasi bakteri ini biasanya memanfaatkan komponen minyak bumi yang masih ada setelah pertumbuhan lengkap bakteri pendegradasi komponen minyak bumi yang mudah didegradasi. Jenis Hidrokarbon yang Didegradasi Mikroba

18

a) Hidrokarbon Alifatik Mikroorganisme pedegradasi hidrokarbon rantai lurus dalam minyak bumi ini jumlahnya relatif kecil dibanding mikroba pendegradasi hidrokarbon aromatik. Di antaranya adalah Nocardia, Pseudomonas, Mycobacterium, khamir tertentu, dan jamur. Mikroorganisme ini menggunakan hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya. Penggunaan hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan oksigen). Tanpa adanya O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi oleh mikroba (sebagai pengecualian adalah bakteri pereduksi sulfat).

Gambar 1. Reaksi degradasi hidrokarbon alifatik b) Hidrokarbon Aromatik Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh mikroorganisme seperti bakteri dari genus Pseudomonas. Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya didegradasi

19

menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat.

Gambar 2. Reaksi degradasi hidrokarbon aromatik Faktor Pembatas Biodegradasi

Kemampuan sel mikroorganisme untuk melanjutkan pertumbuhannya sampai minyak bumi didegradasi secara sempurna bergantung pada suplai oksigen yang mencukupi dan nitrogen sebagai sumber nutrien. Seorang ilmuwan bernama Dr. D. R. Boone menemukan bahwa nitrogen tetap merupakan nutrien yang paling penting untuk degradasi bahan bakar. Selain itu keaktifan mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti temperatur dan pH. Kondisi lingkungan yang tidak sesuai menyebabkan mikroba ini tidak aktif bekerja mendegradasi minyak bumi. Sebagai contoh, penambahan nutrien anorganik seperti fosfor dan nitrogen untuk area tumpahan minyak meningkatkan kecepatan bioremediasi secara signifikan.

20

Anda mungkin juga menyukai