Anda di halaman 1dari 4

PEMBAHASAN Pada praktikum ini dipelajari dan dikenalkan rute-rute pemberian obat sebagai dasar dari praktikum farmakologi.

Rute pemberian obat merupakan salah satu penentu dalam memaksimalkan proses absorbsi obat oleh tubuh karena sangat menentukan efek biologis suatu obat, seperti absorpsi, kecepatan absorpsi dan bioavailabilitas (total obat yang dapat diserap), cepat atau lambatnya obat mulai bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja (duration of action), intensitas kerja obat, respons farmakologik yang dicapai, serta dosis yang tepat untuk memberikan respons tertentu. Hewan uji yang digunakan adalah tikus dan mencit karena selain mudah ditangani proses metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat dan memiliki efek farmakologis yang sama sehingga cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan. Hal yang perlu diperhatikan sebelumnya adalah kita harus melakukan pendekatan terlebih dahulu terhadap hewan uji agar nantinya mencit ataupun tikus tersebut lebih mudah untuk dipegang. Jangan sampai membuat hewan uji stress dan memberontak karena bisa melukai praktikan. Dilihat dari perbedaan karakteristik kedua hewan, tikus lebih mudah ditangani meskipun ukuran badannya lebih besar dibanding mencit. Untuk sediaan oral digunakan Na CMC sebagai bahan obatnya. Sedangkan untuk sediaan parenteral obat yang diinjeksikan pada hewan uji merupakan larutan NaCl fisiologi 0,9 %. Untuk keperluan percobaan, digunakan larutan ini karena kandungan dan sifat larutan tersebut merupakan bahan yang juga terkandung dalam tubuh hewan uji juga bersifat isotonis dan isohidris, dengan begitu tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tikus dan mencit yang diuji coba. Rute pemberian obat yang diberikan pada hewan uji kali ini adalah secara oral, subkutan, intraperitoneal, intramuskular dan intravena. Tambahan khusus untuk tikus diberikan rute obat secara intaplantar.

Pertama, rute pemberian obat secara oral. Rute ini dilakukan dengan bantuan jarum suntik yang ujungnya tumpul atau berbentuk bola (jarum sonde). Rute pemberian obat dengan sonde oral harus diberikan sampai mencapai rahang mencit, karena jika tidak, obat yang diinjeksikan akan dimuntahkan kembali oleh mencit tersebut. Oleh karena itu, batang sonde oral dimasukkan kurang lebih bagian hingga terbenam ke dalam mulut atau rahang mencit tersebut. Jarum sonde dimasukkan kedalam mulut secara pelan-pelan melalui langit-langit kearah belakang esophagus, kemudian cairan Na CMC dimasukkan. Jika terasa ada hambatan mungkin melukai saluran nafas. Maka dari itu jarum sonde di tarik dan dimasukkan kembali hingga tak ada hambatan. Rute oral ini adalah cara pemberian yang paling umum karena mudah, aman dan murah. Tetapi responnya lambat, beberapa jenis obat dapat rusak oleh adanya enzim saluran cerna atau juga obat dapat mengiritasi saluran cerna, tidak dapat dilakukan bila pasien koma, dan banyak faktor yang dapat mempengaruhi bioavailibilitasnya. Bioavailibilitas adalah jumlah obat dalam persen terhadap dosis, yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh maupun aktif. Pada rute ini, sebelum obat masuk ke peredaran darah dan didistribusikan ke seluruh tubuh, obat terlebih dahulu harus mengalami absorbsi pada saluran cerna. Absorpsi obat melalui saluran cerna pada umumnya berlangsung secara difusi pasif sehingga absorpsi obat mudah terjadi bila obat dalam bentuk non-ion dan mudah larut dalam lemak (lipid soluble). Absorpsi obat pada usus halus selalu lebih cepat daripada lambung karena luas penampang permukaan epitel usus halus lebih besar daripada lambung. Selain itu, lambung dilapisi oleh lapisan mukus yang tebal dan tahanan listrik yang tinggi. Oleh karena itu, peningkatan kecepatan pengosongan lambung biasanya akan meningkatkan kecepatan absorpsi obat dan sebaliknya. Absorpsi obat dalam usus halus secara transpor aktif berlaku bagi obat-obatan yang memiliki struktur kimia mirip dengan zat-zat makanan. Kedua, untuk rute pemberian obat secara subkutan atau di bawah kulit yaitu diinjeksikan kedalam tubuh melalui bagian yang sedikit lemaknya dan masuk ke dalam jaringan di bawah kulit tengkuk hewan uji. Pada umumnya

absorpsi terjadi secara lambat dan konstant sehingga efeknya bertahan lama. Disini digunakan bahan obat larutan NaCl fisiologi 0,9%. Larutan yang sangat menyimpang isotonisnya dapat menimbulkan rasa nyeri atau nekrosis dan absorpsi zat aktif tidak optimal. Obat yang diinjeksikan dalam bentuk suspensi diserap lebih lambat daripada larutan. Obat dapat diberikan dalam kondisi sadar atau tidak sadar, tetapi dalam pemberian obat perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi lokal ditempat injeksi. Ketiga, untuk rute pemberian obat secara intra vena atau melalui pembuluh darah, hanya diujikan pada tikus yaitu diinjeksikan larutan NaCl fisiologis 0,9% ke dalam daerah ekor tikus. Sebelum diinjeksikan, pada daerah pembuluh darah vena yang akan diinjeksikan diolesi alkohol dahulu untuk melebarkan pembuluh darah atau didilatasi. Setelah diinjeksikan jaringan ikat disekitar daerah penginjeksian memutih dan setelah piston alat suntik ditarik tidak ada darah yang masuk ke dalam, maka kemungkinannya jarum suntik tidak masuk ke dalam pembuluh darah vena. Jadi dilakukan penyuntikan berulang. Pemberian secara intra vena tidak mengalami tahap absorpsi sehingga obat langsung masuk ke sistem sirkulasi yang menyebabkab obat dapat bereaksi lebih cepat dibanding dengan cara perenteral lainnya. Larutan tertentu yang iritatif hanya dapat diberikan dengan cara ini karena dinding pembuluh darah relatif tidak sensitif dan bila obat disuntikkan perlahan akan diencerkan oleh darah. Dalam pemberiannya perlu prosedur yang steril, juga sakit dan dapat terjadi iritasi di tempat injeksi. Namun pemberian intra-vena ini tidak dapat ditarik kembali setelah diinjeksikan dan efek toksik mudah terjadi karena kadar obat sudah langsung mencapai darah dan jaringan. Keempat, untuk rute pemberian obat secara intra peritoneal obat diinjeksikan pada rongga perut hewan uji tanpa terkena usus atau terkena hati. Disini digunakan larutan NaCl fisiologi 0,9 % sebagai bahan obat. Di dalam rongga peritoneal tau perut ini obat akan langsung diabsorpsi pada sirkulasi portal dan akan dimetabolisme di dalam hati sebelum mencapai sirkulasi sistemik.

Namun karena pada mesentrium banyak mengandung pembuluh darah, maka absorpsi berlangsung lebih cepat dibandingkan per-oral sehingga mula kerja obat pun menjadi lebih cepat. Cara ini cukup efektif karena memberikan hasil paling cepat kedua setelah pemberian secara intra vena. Kelima, untuk pemberian obat secara intra muskular obat diinjeksikan ke daerah sekitar flexus maximus dari kaki belakang hewan uji. Disini digunakan larutan NaCl fisiologi 0,9 %. Rute ini memberikan reaksi lebih cepat dibanding rute subkutan. Cara ini dilakukan dengan tujuan yaitu untuk mamasukkan obat dalam jumlah yang lebih besar dibanding dibanding obat yang diberikan melalui subkutan. Absorbsi juga lebih cepat dibanding dengan pemberian secara subkutan karena lebih banyaknya suplai suplai darah ke otot tubuh. Seperti sediaan parenteral lainnya rute ini perlu prosedur yang steril, juga sakit dan dapat terjadi iritasi di tempat injeksi. Keenam, rute pemberian obat secara intra plantar yang diinjeksikan di daerah telapak kaki tikus. Seperti sediaan parenteral lainnya,digunakan larutan NaCl fisiologi 0,9 % sebagai bahan obat.

Anda mungkin juga menyukai