Anda di halaman 1dari 16

Pak Cecep: SGS bukan wahyu Tuhan yang tidak bisa dirubah!

Edisi 350 22 Februari 2013

Mau Dibawa ke Mana SGS Kita?


Masisir saat ini terputus dari sejarah organisasinya, SGS yang awalnya bertujuan untuk mempermudah organisasi justru dianggap mempersulit. Ada apa dengan SGS kita?
Simak Laporan Utama hal 4-5

Sekapur Sirih, Jarak, Halaman 2 Sikap, PPMI, dimana letak pentingnya? Halaman 3 Laporan Utama, Trias Politika Masisir, mau dibawa ke mana? Halaman 4-5 Komentar Peristiwa, MPA dan BPA menumpuk agenda sidang, Halaman 6-7 Seputar Kita, Informatika gelar pelatihan penulisan, Halaman 7 Seputar Kita, Wihdah adakan Sparkling Days, Halaman 8 Seputar Kita, Gara-gara Kibdah, Tiga orang Mahasiswa berurusan dengan polisi, Halaman 8 Laporan Khusus, Satu Semester PPMI, apa kata mereka?, Halaman 9 Wawancara, Pak Cecep: SGS bukan wahyu tuhan!, Halaman 10 Layar, Jurnal Masisir siap go Internasional Halaman 11 Dinamika, Komunitas kamar Halaman 12 Sastra, Mbah Gono, Halaman 13 Opini, Konsep arah kiblat dalam Islam, Halaman 14 Kolom, Ketika Media Kehilangan Pe[me]rannya, Halaman 15 Selamat Membaca! Santai dan penting dibaca Tajam tanpa melukai

Berhadiah
TROBOSAN ADVERSITING

Kritis tanpa menelanjangi Media ini dikelola oleh Pelajar dan Mahasiswa Indonesia sebagai media informasi, opini dan komunikasi mahasiswa Indonesia di Mesir. Redaksi menerima tulisan dari pelbagai pihak dan berhak mengeditnya tanpa menghilangkan makna dan tujuan.

Stiker menarik dari TROBOSAN

Sekapur Sirih
membayangkan bagaimana nanti dana untuk mendekatkan sesama kita ketika sudah sesibuk beliau. Tapi inilah kenyataan yang memaksa kemustahilan ini menyelonong masuk ke dalam otak. Maka logislah kalau sudah demikian, bukankah begitu sahabat? Terlalu banyak hal yang berjarak dalam tubuh Masisir. Sebelum kita ingin dekat dengan beliau para pejabat yang sibuk, maka sudah seharusnya kita dalam satu tubuh yang utuh, tidak berjarak demikian. Maka baru setelah itu kita bisa berjalan mendekati beliau. Kali ini, TROBOSAN bermaksud merekatkan kembali jarak Masisir melalui ruang kesadarannya. Lewat laporan mengenai SGS (Student Government System) kami berusaha mengi-ngatkan Masisir untuk kembali me-nyadari betapa menakutkannya wabah jarak ini. Semoga dengan kembali mempelajari bagaiamana para senior terdahulu berusaha menyatukan diri Masisir, khususnya melalui sistem trias politika ini kita bisa kembali mengi-ngat cita-cita perjuangan organisasi ini, yaitu bersatu padu. Tidak demikian adanya yang lesu, sebagaimana kita lihat kenyataan sidang BPA dan MPA beberapa hari yang lalu. Demikian kami menyambut anda dan selamat membaca! []

Jarak
Sebuah ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat dinamakan jarak. Demikian definisi kata jarak menurut KBBI. Dengan demikian setiap sesuatu yang tidak menyatu adalah berjarak sebagaimana pandangan di atas. Sesempit apapun ruang sela itu, kalaulah masih ada pemisah bisa didaulat berjarak, tidaklah satu, terpisah atau berpisah. Sejarah menceritakan, kita sebagai bangsa yang terjajah pernah kesulitan menembus garis kemerdekaan karena perjuangan yang terpisahpisah satu sama lain. Sampai pada akhirnya kehendak dan pe-ngalaman dalam berjuang mengajarkan: untuk menembus hasil perjuangan adalah dengan kebersamaan, bersatu. Kalau tidak demikian, lalu dengan apa? Kita yang kala itu minim senjata, bodoh tentu akan hanya gigit jari melihat kenyataan nihil karena perjuangan yang tanpa adanya persatuan. Maka jelas, satu sama lain hendaknya tidak berjarak, merasa satu nasib, satu per-juangan, satu impian, satu kemerdekaan, satu bangsa. Sayang setelah mengusir para penjajah wabah penyakit jarak kini menggerogoti kembali. Padahal tak perlu mengumumkannya kita semua tahu itulah yang dahulu menjadi penghambat kemerdekaan kita. Entahlah. Apakah ini adalah hukum alam atau memang kebodohan manusia yang ditakdirkan bercacat diri? Yang jelas kita yakin ini bukanlah kutukan dari Tuhan karena

agama dengan jelas mengajari kita bagaimana seharusnya kita menyikapi. Bukankah begitu sahabat-sahabati? Begitulah penyakit manusia. Jikalau belum merasakan sendiri kenyataan pahitnya maka jera tidak akan pernah menjadi titik akhirnya. Maka pada padanan lain, kesadaran bukanlah hal yang akan bisa tertancap dalam hati, perasaan dan pikiran. Oh betapa memilukan pastinya! Apa yang salah dari Masisir ya?, keluh seorang awak TROBOSAN dalam sebuah obrolan sore itu. Mungkin jarak inilah yang menjadi sumber besarnya Masisir sekarang ini. PPMI kalang kabut menyatukan anggotanya, di sana-sini semua membentuk benteng sendiri. Sampai-sampai untuk memangkas jarak yang demikian parah PPMI harus mengadakan penutupan kegiatan semester kemarin dengan sebuah acara bertajuk Hari Kebersamaan Masisir. Dengan harapan mereka bisa menyatukan Masisir, setidaknya hanya dalam sehari dalam acara tersebut saja. Tidak, sungguh tidak masuk akal nampaknya! Hanya karena ingin me-nyatukan saja sampai harus mengadakan acara dengan menghabiskan dana ribuan junaih. Hebat nian, ternyata demikian mahalnya nilai kebersamaan! Padahal itu masih sesama Masisir yang belum sesibuk pejabat lo! Pak Dubes misalnya. Wah belum bisa

Al-Taqwa Copy
Menerima segala jenis fotokopi Swessry B, Building 58. Depan Pondok Ayu Hp: 01001561133

Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin. Pimpinan Umum: Tsabit Qodami. Pimpinan Redaksi: Fahmi Hasan Nugroho. Pimpinan Perusahaan: Erika Nadarul Khoir. Dewan Redaksi: Abdul Majid, M. Hadi Bakri. Reportase: M. Ainul Yaqien, M. Zainuddin, Dirga Zabrian, Sulhansyah Jibran, Luthfiatul Fuadah Al-Hasan, Ainun Mardiah, Heni Septini. Editor: Zulfahani Hasyim. Pembantu Umum: Keluarga TROBOSAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228 E-mail: terobosanmasisir@yahoo.com. Facebook : Terobosan Masisir. Untuk pemasangan Iklan dan Layanan Pelanggan silakan menghubungi nomor telpon : 01159319878 (Tsabit) atau 01122217176 (Fahmi)

02

TROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

Sikap

PPMI, Di mana letak pentingnya?


Dalam ilmu sosial, komunitas Masisir ini adalah sebuah komunitas yang unik dan berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Ia memiliki struktur sosial yang berbeda dari masyarakat lain. Di dalamnya terdapat KBRI sebagai pejabat tertinggi perwakilan dari Pemerintah RI, lalu di bawahnya ada WNI yang di dalamnya terdapat para pelajar dan mahasiswa sebagai anggota masyarakat. Lalu ada juga berbagai macam organisasi dan komunitas yang beragam. Ditambah lagi dengan adanya iklim bisnis yang mencakup hampir semua kebutuhan hidup dan terus berputar di kalangan komunitasnya menjadikan komunitas ini memiliki iklim ekonomi sendiri. Anggota komunitas Masisir pun selalu berubah-ubah dalam jangka waktu yang relatif pendek. Rata-rata anggota komunitas ini akan berganti setiap lima tahun, hal itu menyebabkan terputusnya sejarah di setiap tahunnya. Para pendatang baru tidak akan mengetahui hal-hal yang terjadi lepas lima tahun sebelumnya, akhirnya komunitas ini akan selalu menjadikan masa kini sebagai pijakan tanpa melihat masa lalu. Baiknya, isu -isu atau kejadian yang tabu tidak akan lagi dibicarakan lebih dari dua atau tiga tahun. Buruknya, kita terputus dari sejarah masa lalu saat kita membutuhkan sejarah sebagai pijakan. Contohnya dalam sistem Trias Politica dalam tubuh PPMI. Sistem ini sekarang telah terputus dari akar sejarahnya. para pejabat SGS dan para mahasiswa pada umumnya tidak tahu kenapa ada sistem yang rumit ini dalam percaturan politik mahasiswa. Pola pikir masa kini yang dirasakan oleh mahasiswa sekarang tidak lagi terhubung dengan pola pikir yang ada saat organisasi ini mulai menggunakan Trias Politica sebagai sistem organisasi. Tujuan utama dan alasan dipilihnya sistem ini pun tidak lagi dipahami oleh mahasiswa pada saat ini. Mereka telah kehilangan pemahaman terhadap falsafah keorganisasian, dan hanya menjalankan organisasi ini sesuai dengan apa yang mereka pahami dan mereka pikirkan. Mahasiswa kini tidak lagi tahu apa pentingnya PPMI untuk mahasiswa. Jika KBRI dan Al-Azhar menjadi penentu keberadaan kita di negeri ini, maka PPMI tidak sepenting itu. Tidak adanya PPMI tidak akan mengancam keberadaan kita sebagai mahasiswa di negeri ini. Lain halnya jika KBRI tidak ada misalkan, maka negara kita tidak memiliki perwakilan diplomasi di negeri ini, dan kita pun akan kesulitan untuk tinggal di negeri ini. PPMI pun tidak berhasil menyatukan hubungan emosional antara mahasiswa layaknya organisasi kekeluargaan. PPMI pun tidak sepenting organisasi kekeluargaan yang bisa menyatukan persaudaraan hingga berpuluh tahun setelah kelulusan. Ya, PPMI bukan organisasi kekeluargaan yang menjadikan hubungan emosional kekeluargaan sebagai modal utama pergerakan organisasi, maka tidak ada reuni alumni yang diadakan oleh PPMI. Presiden atau wakil presiden memang bisa membuat PPMI menjadi organisasi bercorak kedaerahan dengan mengangkat banyak teman sedaerahnya untuk menjadi pengurus di PPMI sebagaimana periode lalu (Baca: TROBOSAN edisi 348). PPMI pun tidak memiliki kepentingan dengan naik-turunnya nilai akademis mahasiswa. Selain karena PPMI tidak akan dimintai pertanggungjawaban tentang tingkat akademis mahasiswa, PPMI pun akan dibilang merebut pekerjaan senat mahasiswa dan kelompok kajian jika PPMI mengadakan kajian atau bimbingan belajar untuk mahasiswa. Dan pada kenyataannya, PPMI pun kesulitan untuk memaksimalkan bimbingan belajar jika memang mereka mengadakannya. Hal ini dikarenakan kebijakan dan orientasi PPMI selalu berubah setiap tahunnya. Bisa saja PPMI satu periode memberikan perhatian lebih terhadap akademis, namun belum tentu PPMI periode berikutnya memberikan porsi yang sama terhadap akademis seperti periode sebelumnya. Berbeda dengan kelompok kajian dan senat mahasiswa yang memang telah menjadikan akademis sebagai landasan utama perjalanan komunitas mereka. PPMI pun bukan juga komunitas budaya atau hobi tertentu yang menjadikan human interest sebagai modal persatuan. Memang bisa saja PPMI mengadakan lomba olahraga, lomba parade musik dan budaya untuk mengikat Masisir, namun itu hanya sebatas lomba dan tidak akan menjadi sebuah perkumpulan yang dapat mengikat sebuah komunitas yang memiliki ketertarikan yang sama. PPMI pun bukanlah organisasi almamater yang bisa menjadikan kenangan akan masa sekolah sebagai modal untuk kemajuan organisasi. Masisir tidak berasal dari satu sekolah atau pesantren yang sama, maka modal kedekatan masa sekolah tidak bisa dijadikan modal bagi PPMI untuk berjalan merangkul seluruh mahasiswa. Presiden PPMI atau wakilnya bisa saja memilih jajaran PPMI dari teman-teman yang berasal dari sekolah yang sama, namun lambat laun kelak kecemburuan sosial akan terasa di antara mahasiswa yang menyebabkan PPMI akan terasa ekslusif dan tertutup. PPMI juga bukanlah sebuah partai dakwah atau organisasi masyarakat yang mempersatukan mahasiswa dengan ideologi politik atau aliran tertentu, karena ideologi sebuah kelompok belum tentu bisa diterima oleh kelompok lain. PPMI tidak bisa menjadikan ideologi kelompok tertentu sebagai alat perekat Masisir. Karena Masisir sendiri adalah masyarakat yang heterogen, terdiri dari berbagai macam kelompok dan aliran yang berbeda. Memang bisa saja PPMI menjadikan ideologi tertentu sebagai modal usaha jika PPMI dikuasai oleh satu kelompok saja, namun itu justru akan memperlebar jurang antara pejabat PPMI yang berkuasa dengan para mahasiswa yang tidak sejalan dengan ideologi yang sedang mewarnai PPMI. Pertengkaran tidak sehat akan selalu terjadi saat ego kelompok dibawa ke ranah PPMI yang seharusnya bisa merangkul mahasiswa secara keseluruhan. Dan itulah yang selama ini terjadi di lingkungan PPMI sejak lama. Percaturan politik antara PKS dan non-PKS selalu menjadi buah bibir mahasiswa, terutama ketika menjelang pemilihan pemilu Presiden PPMI. Tak jarang para mahasiswa bertanya-tanya, Siapa calon dari PKS? Dan siapa calon dari non-PKS?. Meski hal ini selalu dibantah oleh pihak PKS karena mereka pun tidak pernah mengajukan calon presiden PPMI secara resmi atas nama partai, namun itulah yang sering dibicarakan oleh Masisir. Setelah memperhatikan berbagai penjelasan di atas, terdapat beberapa pertanyaan yang kami ajukan kepada Masisir untuk masalah PPMI ini. Pertama, Sebenarnya di mana letak pentingnya PPMI bagi Masisir saat ini? Apakah hanya dibutuhkan untuk mengurusi beasiswa JS yang sudah lama terhenti? Apakah hanya dibutuhkan jika ada kepentingan dibalik pembagian jatah Temus? Ataukah lebih dari itu? Lalu pertanyaan berikutnya, apa yang bisa dijadikan modal utama PPMI untuk merangkul Masisir keseluruhan? Bagaimana caranya agar Masisir sudi untuk dirangkul oleh PPMI? Bagaimana caranya agar anda tidak hanya mengkritik PPMI tetapi juga sudi untuk ikut berkontribusi membantu PPMI? Coba jawab oleh hati nurani anda! []

TROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

03

Laporan Utama

Trias Politika Masisir, Mau Dibawa ke Mana?


Sejarah dan tujuan awal Di sebuah ruangan besar Auditorium Shalah Kamil, beberapa orang mahasiswa memimpin sidang yang akan sangat menentukan arah jalannya keorganisasian untuk masa selanjutnya. Di antara beberapa mahasiswa itu terdapat seorang mahasiswa yang bernama Cecep Taufikurrahman, yang saat itu terpilih menjadi presidium sidang yang membahas tentang AD/ART baru PPMI yang di dalamnya juga terdapat pembahasan tentang Student Government System (SGS). Konsep SGS yang digunakan adalah konsep trias politika ala Montesquieu yang memisahkan kewenangan pemerintah menjadi tiga lembaga yang berbeda: Lembaga legislatif yang membuat undang-undang, lembaga eksekutif yang menjalankan undang -undang, dan lembaga yudikatif sebagai pengawas jalannya undang-undang. Sidang yang berlangsung alot dan lama itu membuat sebuah keputusan yang mana sejak saat itu sistem trias politika ini diadopsi ke dalam tubuh PPMI dengan bentuk yang sedikit berbeda. Dalam PPMI, lembaga legislatif dipegang oleh BPA dan MPA yang bertugas untuk membuat undang-undang, lalu lembaga eksekutif dipegang oleh DPP PPMI yang terdiri dari Presiden PPMI beserta jajarannya, dan lembaga yudikatif dipegang oleh BPA. Bapak Cecep Taufikurrahman, salah seorang saksi sejarah yang masih ada saat ini menjelaskan, Banyak sekali sistem yang tumpang tindih terutama antara PPMI dengan organisasi-organisasi yang di bawahnya. Hal ini kemudian menjadi salah satu faktor dibutuhkannya sebuah sistem yang bisa mengatur lalu lintas organisasi di kalangan Masisir. (Baca: Wawancara hal. 10) Hal senada juga dikatakan oleh M. Tabrani Basya yang pernah menjabat sebagai ketua MPA tahun 2007-2008. Ia menjelaskan, Awalnya, lalu lintas organisasi di Masisir itu tidak rapi, banyak organisasi yang bertebaran tapi tidak ada satu organisasi induk yang membawahi setiap kepala itu. Maka dibuatlah sistem ini untuk merapikan arus lalu lintas organisasi itu. Lebih lanjut, Pak Cecep menjelaskan bahwa saat itu, setelah berbagai macam diskusi diadakan, para aktifis Masisir saat itu tidak memiliki solusi yang dirasa tepat untuk merubah sistem yang telah ada. Maka saat itu tercetuslah ide untuk menerapkan sistem keorganisasian yang saat itu sedang marak digunakan oleh organisasi-organisasi mahasiswa di Indonesia. Kita menawarkan, waktu itu Mas Romli juga menawarkan bagaimana merubah sistem yang ada bukan hanya sebagai organisasi biasa, tetapi PPMI menjadi sebuah lembaga pembelajaran politik bagi mahasiswa, pembelajaran pengelolaan lembaga oleh mahasiswa yang kita namakan dengan sistem pemerintahan mahasiswa lanjut Pak Cecep di sela wawancara di kantor Konsuler. Tabrani Basya menambahkan, Sistem ini disahkan oleh Pak Cecep dan Pak Romli. Mereka bukan cuma mencetuskan tapi juga berhasil memimpin dan menjalankannya. sidang dan undang-undang. Hal ini terbukti ketika sidang RAPBO BPA kemarin yang dihadiri oleh kurang dari 15 orang peserta dari seluruh perwakilan. Pada akhirnya setiap kegiatan yang diadakan oleh MPA dan BPA seolah menjadi sebuah formalitas karena hampir di setiap sidang tidak pernah mencapai kuorum yang semestinya. Ahmad Satriawan Hariadi, Pimred Jurnal Himmah PPMI berkomentar, Terlalu banyak faudha di tubuh PPMI dan sistem keorganisasian PPMI. Salah seorang mahasiswa lain, Ahmad Hujaj berkomentar, Untuk kalangan arus bawah, sistem itu terlalu ribet. Kita lihat sendiri bahwa Masisir tidak sekompleks Indonesia. Jadi, kalau terlalu panjang ijroatnya malah terkesan bertele-tele. Wahidul Kholis, salah seorang pimpinan MPA PPMI berkomentar, Sebenarnya sistem ini masih ideal, tapi orang-orang (pendiri) nya sudah tidak ada, peminatnya pun sudah berkurang, dan lagi Masisir pun sibuk ke arah lain yang menyebabkan PPMI kurang diminati. Beberapa mahasiswa lain yang kami wawancarai mengisyaratkan hal yang sama, bahwa sistem Student Government System (SGS) dengan trias politika ini sulit dimengerti dan terlalu rumit untuk sebuah organisasi yang ruang lingkupnya hanya sekitar komunitas mahasiswa. Kritik dan keluhan ini memang bukan hanya muncul akhir-akhir ini. Sejak beberapa tahun lalu kritikan serupa sudah pernah muncul. Pak Cecep menjelaskan, Saya tahu, yang mengkritik SGS itu banyak sekali, dari yang kritiknya agak ilmiah sampai yang asalasalan. Tapi mereka tidak memberikan solusi. Jadi seharusnya kita sama-sama menemukan titik kelemahannya lalu memperbaikinya agar SGS ini betul-betul menjadi sistem yang ideal. Banyak terjadi pelanggaran undangundang dalam setiap sidang yang diadakan oleh BPA dan MPA yang diakibatkan oleh kurang pahamnya Masisir terhadap sistem yang ada di PPMI. Di antara pelanggaran itu adalah tidak adanya kejelasan tentang delegasi yang diutus oleh tiap-tiap organisasi di setiap sidang. Hal ini ditandai dengan tidak tetapnya anggota sidang di setiap sidang yang diadakan oleh MPA atau BPA, bisa jadi suatu saat sebuah organisasi mengutus si A untuk menghadiri sebuah sidang dan mengutus si B untuk sidang berikutnya. Mengenai hal ini Wahidul Kholis menanggapi, Seharusnya sih (anggota sidang) di setiap sidang itu tetap, tapi untuk sekarang kita terima dulu lah yang ada. Karena bisa

Kritikan terhadap trias politika SGS Animo Masisir saat mulai dijalankannya sistem ini sangatlah tinggi, hal itu terbukti dengan tingginya permintaan berbagai macam organisasi untuk diadakan pelatihan tentang SGS yang baru saja dijalankan. Kita dulu sering dipanggil oleh berbagai organisasi untuk mengadakan pelatihan tentang SGS. Karena banyaknya permintaan waktu itu, akhirnya MPA membuat tim khusus untuk menangani masalah pelatihan tentang SGS. Jelas Pak Cecep yang menjabat sebagai Ketua MPA tahun 2004-2005 menggantikan Pak Romli Syarqowi sebagai Ketua MPA pertama setelah disahkannya sistem baru ini. Namun dalam perjalanannya, banyak kritikan yang muncul terhadap sistem ini. Di antaranya adalah tulisan Muhammad Syadid di buletin Informatika edisi Interaktif Pemilu Raya, 27 Agustus 2012, atau tulisan Desi Hanara di Modul Orientasi Mahasiswa Baru PPMI angkatan tahun 2010 dan buletin TROBOSAN 1 April 2008, Rashid Satari di buletin TROBOSAN 16 November 2009, dan Agus Khudlari di buletin TROBOSAN 11 Agustus 2008. Di antara kritikan yang muncul adalah PPMI dinilai terlalu gemuk, terlalu menyibukkan mahasiswa dengan birokrasi sistem dan rapat dan pengaruh buruknya terhadap tingkat akademis mahasiswa. Minat Masisir terhadap PPMI pun berkurang terutama jika berkaitan dengan

03

TROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

Laporan Utama
jadi orang yang dilantik dulu sekarang sudah tidak ada lagi atau kepengurusannya sudah berubah. Hal senada juga diucapkan oleh Hilmy Mubarak sebagai salah satu pimpinan BPA, ia menjelaskan bahwa menurut undang -undang, anggota MPA dan BPA di setiap sidang haruslah orang yang sama. Namun di sisi lain, hanya sedikit organisasi yang berkenan mengirimkan utusannya untuk hadir dalam sidang MPA atau BPA. Hal ini terbukti ketika sidang pleno BPA yang membahas tentang UU Temus dan Maba awal Desember lalu hanya dihadiri oleh 22 orang peserta, bahkan peserta sidang RAPBO yang baru berlangsung sabtu (16/2) kemarin pun tidak lebih dari 15 orang. Hilmy berkomentar, Bisa saja kita adakan peraturan, bagi organisasi yang tidak ikut sidang selama tiga kali misalkan, kita kurangi jatah temusnya satu biar mau pada dateng. Pihaknya menilai bahwa Masisir baru akan merespon jika permasalahan yang dibahas adalah masalah jatah Tenaga Musiman (Temus), selain itu Masisir seolah tidak peduli. Ia pun mengiyakan bahwa permasalahan Temus adalah hal yang riskan, dan peraturan ini pun baru sebatas ide sepintas karena melihat persentase kehadiran utusan organisasi di setiap sidang minim, dan belum tentu Masisir akan menerima. Minimnya kehadiran utusan organisasi dalam setiap sidang pun salah satunya disebabkan oleh kurang pahamnya Masisir akan urgensitas sidang yang diadakan oleh MPA dan BPA. Jangankan untuk memahami tentang berbagai macam sidang yang diadakan, tentang kulit dari sistem keorganisasian PPMI ini pun banyak mahasiswa yang tidak memahaminya. Kami mencoba bertanya tentang trias politika dalam PPMI serta peran dan tugas BPA dan MPA, dan kami mendapatkan jawaban yang hampir seragam. Salah seorang mahasiswi yang juga merupakan pengurus di Wihdah PPMI, Nurul Azizah berkomentar, Waduh, pertanyaannya susah. Ane ga paham masa!. Mahasiswa lain, Hasan Hanung menjawab, Kurang tahu, mungkin karena tugas MPA BPA intern dalam tubuh DP PPMI, jadi yang tahu ya orang-orang yang jadi DP. Beberapa keterangan di atas menunjukkan bahwa sistem yang ada dalam tubuh PPMI sulit untuk dipahami oleh Masisir saat ini, lebih lagi Masisir pun kurang mengetahui urgensitas dan fungsi dari berbagai macam sidang yang diadakan oleh MPA dan BPA. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dari PPMI tentang hal-hal yang berkaitan dengan sistem keorganisasian. Sosialisasi yang ada selama ini masih berkisar pengumuman kegiatan-kegiatan yang telah diprogramkan. PPMI jarang mempublikasikan hal-hal seperti penjelasan tentang sistem trias politika, fungsi dan tugas masing -masing MPA, BPA dan DPP, fungsi dari sidang-sidang yang diadakan, tujuan dari RAPBO, LKS dan hal-hal lain. Hujaj berkomentar, Bukankah masing-masing lembaga punya akun FB? Tapi kenapa FB itu belum memasukkan sebagian besar Masisir? Seharusnya lembaga-lembaga itu nge-add anakanak baru dan nge-share- status-status tentang program mereka Hal senada dikatakan oleh Abdul Baits. Seorang mahasiswa, ketua panitia sidang LKS kemarin. Ia berpendapat bahwa sistem keorganisasian beserta lembaga dan tugasnya yang bermacam-macam ini jarang disosialisasikan oleh PPMI, paling hanya sebagian orang yang bisa memahami ini, itu pun hanya orang yang memiliki kepentingan dengan PPMI. Tabrani Basya pun menambahkan, Dulu saya (ketika jadi MPA) sering nulis di TROBOSAN atau Informatika tentang PPMI, tapi sekarang tidak pernah saya lihat. Kenapa PPMI tidak tanggapi masukan yang ada? Kenapa PPMI tidak menulis di media? Nilai Positif? Awalnya, sebagaimana dikatakan oleh Pak Cecep. Sistem SGS ini salah satunya bertujuan untuk mengatur lalu lintas organisasi di kalangan Masisir sekaligus sebagai ladang pembelajaran politik bagi mahasiswa, ditambah lagi sistem yang digunakan PPMI adalah sistem yang hampir sama dengan yang diterapkan oleh pemerintah di tanah air. Hujaj berkomentar, Sistemnya bagus, minimal untuk belajar hidup bernegara dengan baik dan benar. Ada pelaku pemerintahan, ada yang ngritisi ada juga yang merancang dan mengesahkan undang-undang Tabrani menambahkan, Tidak sedikit alumni Masisir yang ketika pulang ke Indonesia menjadi anggota dewan di daerah maupun nasional, jadi ini bisa dijadikan tempat belajar Beberapa mahasiswa lain menyebutkan hal yang sama, yaitu sistem yang ada PPMI bisa dijadikan lahan untuk belajar berpolitik dan berorganisasi, meski tidak menutup kemungkinan bahwa sistem ini harus terus dikaji dan dimaksimalkan fungsinya. Perlukah dirubah? Lalu kami mencoba untuk menanyakan apakah sistem keorganisasian dalam tubuh PPMI harus dirubah? Berbagai macam jawaban yang beragam kami terima. Mengenai hal ini, Pak Cecep berkomentar, Sistem SGS itu bukan wahyu tuhan yang tidak bisa dirubah. Setiap sistem yang dibuat oleh manusia pasti banyak kekurangannya. Oleh sebab itu silahkan dicari mana titik kelemahannya lalu perbaiki! Ia pun mengisyaratkan bahwa sistem bisa saja berubah sesuai dengan tuntutan zaman, bisa saja diganti jika memang sistem itu dinilai sudah tidak relevan dengan pola pikir dan gaya hidup mahasiswa saat ini. Ini adalah tugas aktifis (di masa)-nya kan? Abdul Majid, salah seorang anggota MPA KSW menjelaskan bahwa sistem itu disesuaikan dengan semangat mahasiswa pada masanya. Maka sistem bisa saja berubah tergantung semangat dan pola pikir mahasiswa di suatu masa. Ulum, salah seorang keluarga TROBOSAN berpendapat bahwa sistem ini rumit dan perlu dirubah, Perlu dirubah yang pas buat Masisir, dan nggak terlalu rumit Hilmy Mubarak, pimpinan BPA PPMI mengatakan hal lain. Ia berpandangan bahwa sistem SGS ini belum bisa dihapus, karena nanti akan membuat masisir kaget dengan perubahan sistem yang tiba-tiba. Ia mengusulkan agar sistem yang ada ini terus dikaji ulang agar dapat dimaksimalkan fungsinya. Hujaj memiliki pandangan yang sama, ia menuturkan Kalau ingin tetap belajar sistem bernegara, lebih baik jangan dirubah, tapi dimaksimalkan kinerjanya Tabrani berkomentar tentang perlukah ada sistem baru untuk PPMI, Ia mengatakan, Perlu ada pengkajian lagi yang lebih mendalam tentang ini dan perlu ada konsep yang lebih matang kalau ingin membuat sistem baru Lalu? Terlepas perlu dirubah atau tidak, sistem trias politika dalam tubuh PPMI memang bermasalah. Para pejabat PPMI saat ini pun hanya menerima sistem ini sebagai warisan turun menurun dan belum ada usaha untuk mengkaji ulang ataupun merubahnya. Dan Masisir pada umumnya pun tidak tahu apa yang menjadi alasan digunakannya konsep trias politika dalam sistem keorganisasian di PPMI. Maka perlu ada penghubung antara pihak yang menjalankan sistem saat ini dengan pihak yang menjadi pelaku sejarah berjalannya PPMI sejak perubahan sistem itu. Tabrani Basya mengatakan, Saya harap semoga MPA (dan PPMI seluruhnya) mengumpulkan orang-orang lama untuk meminta masukan dan mengadakan perbaikan sistem sekaligus untuk memperdalam pemahaman jajaran PPMI akan PPMI sendiri Semoga PPMI semakin maju ke arah yang baik. [] Fahmi.

TROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

04

Komentar Peristiwa

MPA dan BPA Menumpuk Agenda Sidang


Sabtu, 16 Februari 2013 suasana Wisma Nusantara sedikit berbeda dari biasanya. Pagi itu tiga mahasiswa tampak sedang berbincang di depan pintu gerbang. Di auditorium Wisma Nusantara beberapa mahasiswa dan mahasiswi berlalu lalang. Sementara itu di dalam kantor DPP PPMI sekelompok mahasiswa dan mahasiswi terlihat sedang serius larut dalam perbincangan. Ketika tim TROBOSAN tiba di aula, Abdul Baits, ketua panitia acara sidang menyapa kami dan mempersilahkan masuk. Seperti yang tertulis di dalam 157 undangan yang disebar ke berbagai organisasi Masisir, hari itu akan diadakan rapat oleh DPP PPMI, MPA dan BPA. Menurut ketua MPA, Wahid Hasyim yang sempat kami temui beberapa saat sebelum agenda dimulai, agenda hari itu merupakan sidang yang direncanakan oleh MPA guna merapatkan dan mengevaluasi kinerja DPP PPMI selama satu semester terakhir. Sebuah sidang yang secara luas dikenal dengan sebutan sidang LKS. Masih menurut dia, selain MPA yang mengadakan sidang LKS DPP PPMI hari tersebut, BPA juga akan membahas RAPBO PPMI untuk semester ke depan. Dengan kata lain ada dua organisasiBPA dan MPA-yang mengagendakan menjadi satu agenda yang berurutan. Begitu menurut Wahid yang naik jabatan memegang tampuk kepemimpinan MPA menggantikan Amrizal Batubara yang sedang berada di Indonesia. Sidang LKS Minim Peserta Saat tim TROBOSAN sampai di Wisma Nusantara keadaan masih sepi. Ejih sepi!, jawab M. Yusuf, ketua KSW yang menghadiri undangan. Sampai kemudian jarum jam menunjukkan pada angka 12.05 seorang petugas acara maju ke podium, tanda dimulainya acara. Meskipun demikian peserta masih sepi walaupun di dalam surat di undangan jelas tertera acara akan dimulai pukul 09.30 CLT. Hingga saat itu tercantum dalam absensi hanya ada 25 peserta, 5 diantara adalah perwakilan kekeluargaan dan 8 dari Wihdah. Setelah sambutan dari ketua panitia Abdul Baitsdan ketua MPAWahid Hasyimacara dilanjutkan dengan shalat zuhur sambil menunggu kedatangan undangan lainnya. Setelah selesai menunaikan shalat, pada pukul 13.00 acara dimulai kembali. MPA menduduki kursi podium dan segera memulai seremonial sidang. Meskipun diberikan waktu setengah jam jeda untuk shalat, peserta juga belum mencapai kuorum atau dua pertiga jumlah total anggota. Maka hal ini sempat menjadi sedikit perdebatan ketika membahas tata tertib. Terjadi sedikit tarik ulur antara peserta dan pimpinan sidang untuk menentukan jeda skorsing. Pada akhirnya disepakati jeda satu menit guna skorsing, sebagai syarat menggugurkan poin kuorum seperti tercantum di tata tertib. kegiatan, sosialisasi kartu PPMI, Web PPMI yang dinilai sempat vakum. Poin selanjutnya ialah tentang publikasi acara yang seharusnya jangan hanya di grup jejaring sosial, bukan berupa catatan semata tetapi kalau bisa dibuatkan pamlfetnya. Selain itu Fraksi Kasih Sayang juga memberi masukan untuk masalah penggalangan dana yang sebaiknya dilakukan dengan menggandeng organisasi lain. Terakhir mereka menginginkan dalam LKS tersebut terdapat prosentase pelaksanaan program -programnya. Mohon saran dan kritikan ini direalisasikan supaya tidak menjadi sampah yang menumpuk, begitu Jubir Kasih Sayang menutup tanggapannya. Selanjutnya tanggapan datang dari Fraksi Twinkies yang diketuai oleh M. Yusuf. Fraksi ini mengawali tanggapan dengan menanyakan hubungan DPP PPMI dengan Al-Azhar. Kemudian mereka melanjutkan dengan mengajukan permintaan kepada PPMI agar mengadakan evaluasi kinerja Temus. Satu permintaan lain disampaikan atas nama perwakilan DPD yang menginginkan PPMI menyampaikan keinginan DPD (Dewan Perwakilan Daerah) supaya bapak Duta Besar berkenan berkunjung ke DPD. Mereka juga mengkritik pengawasan PPMI terhadap perilaku salah satu paitia ORMABA tahun 2012 lalu. Mereka mengaku mendapat sebuah aduan dari anak baru karena mendapati panitia ORMABA berucap hal yang kurang syari. Begitulah Fraksi Twinkies menanggapi LKS PPMI. Setekah dua fraksi menanggapi LKS, tibalah waktunya Fraksi Wihdah Kompak angkat suara. Nurul Chasanah yang bertindak sebagai ketua fraksi ditemani juru bicaranya, Nur Jannah Hiola maju menyampaikan beberapa catatan mereka. Mereka berharap PPMI mampu menyatukan organisasi Masisir. Mengenai keamanan, Wihdak Kompak memandang keamanan lebih terkendali pada hari-hari ini. Sedangkan kritikan mereka lancarkan untuk perihal kesekretariatan yang dirasa kurang rapih. Beberapa diantaranya adalah kerancuan surat menyurat yang tidak teratur, bentuk laporan kegiatannya dan beberapa hal terkait formalitas dalam penulisan di LKS. Kemudian mereka menyoroti akan alasan beberapa program yang gagal terlaksana. Menurut mereka banyak yang terkesan copypaste. Selain itu mereka mengkritik pengeluaran uang dan berharap supaya PPMI bisa lebih hemat. Konsumsi KFC segala. Lebay banget!, tutur mereka diakhir pembicaraan. Fraksi terakhir ialah fraksi Garuda. Fraksi ini diketuai oleh M. Syukron, sedangkan juru bicaranya ialah Rendian Saputra. Tanggapan dari fraksi ini diawali dengan mengajak peserta sidang untuk memberikan aplaus

Setelah dimulai beberapa menit kemudian 5 undangan lainnya berdatangan, menambah jumlah suara peserta. Dengan jumlah total tiga puluh peserta sidang, dibentuklah empat fraksi. Hal ini disesuaikan -dengan kesepakatan sebelumnya untuk membentuk fraksi pada sidang kali ini. Delapan mahasiswi yang hadir sebagai perwakilan dari Wihdah berkumpul membentuk fraksi tersendiri. Mereka menamakan fraksinya Wihdah Kompak. Sementara itu tiga lainnya adalah Fraksi Kasih Sayang, Fraksi Twinkies dan nama Fraksi terakhir adalah Garuda. Setelah pembentukan fraksi dibagilah Lembar LKS untuk dibincangkan interen sesama anggota fraksi sebelum akhirnya nanti disampaikan sebagai tanggapan fraksi. Untuk rapat fraksi tersebut, MPA memberikan waktu lima belas menit. Lima belas menit berlalu, pembacaan LKS pun dimulai. Pembacaan LKS diawali oleh presiden PPMI, Jamil Abdul Latif yang didampingi oleh Wapres, Delfa dan 3 Menko lainnya. Setelah presiden selesai membacakan LKS, kemudian Wapres diberikan waktu untuk angkat bicara. Dia menyampaikan mengenai pengakuannya akan keterbatasan tenaga dan sumber daya manusia di tubuh DKKM yang juga merupakan salah satu garapan PPMI. Dia meneruskan suaranya untuk melaporkan Visa Kolektif (Viko) yang kali ini terus diusahakan PPMI untuk membantu Masisir. Menurutnya saat ditemui Tim TROBOSAN di jeda istirahat shalat ashar, Sampai saat ini sudah 400 paspor yang sudah diselesaikan urusan visanya. Pengurusan ini akan terus dilanjutkan sampai dua bulan mendatang sebagaimana dijadwalkan. Dengan demikian sudah hampir seperempat nama Masisir menggantungkan nasib visanya pada pengurusan Viko yang ditangani PPMI tahun ini. Kemudian setelah pembacaan LKS selesai tibalah waktunya para fraksi menyampaikan pandangan serta tanggapannya mengenai LKS PPMI. Fraksi pertama yang maju ke depan adalah Fraksi Kasih Sayang. Fraksi ini menyampaikan beberapa poin, diantaranya ialah menyoal lembar kerja semester (LKS) yang dihadirkan tanpa cantuman foto

06

TROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

Komentar Peristiwa
kepada DPP PPMI. Kemudian mereka melanjutkan dengan saran agar PPMI merancang kembali programnya dan disesuaikan de-ngan sumber daya manusianya. Sebagaimana Wihdah yang menyorot dana konsumsi, fraksi ini juga menyampaikan hal serupa. Mereka menganggap terlalu banyak dana yang dikeluarkan untuk konsumsi panitia. Selanjutnya mereka memprotes pembengkaknya pengeluaran dana satu semester kemarin yang mencapai 2.500 USD. Mereka mempertanyakan pencarian dana semester ke depan. Dana setengah tahun lebihnya akan cari dimana?, ucap Jubir Garuda. Selain itu mereka menyorot kegaiatan kaderisasi yang dirasa sangat miris. Kritikan juga mereka sampaikan mengenai penampilan dalam acara puncak peringatan Sumpah Pemuda. Mereka menganggap dalam acara tersebut banyak adegan kurang sopan dan juga ikhtilat di atas panggung. Mereka juga mengharapkan agar PPMI dan KBRI dapat menertibkan TKW yang dikira cukup meresahkan keberadaannya, terutama mengenai perilaku mereka. Satu harapan lainnya supaya PPMI bisa lebih mensinergikan satu sama lain. Setelah semua fraksi selesai angkat bicara barulah PPMI diberikan waktu MPA untuk menanggapi. Menjawab pertanyaan mengenai kartu PPMI, pihak PPMI mengaku sedang menggarapnya berkerjasama dengan AlHikmah. Adapun mengenai Web mereka mengatakan kini sudah ada dan tersedia. Mungkin saat itu belum dibayar, ucap Jamil membeberkan alasan. Selain itu juga banyak permintaan maaf terkait kurang maskimalnya kinerja mereka dalam mengemban tugasnya sebagai DPP PPMI. Tanggapan dari PPMI diakhiri dengan harapan dari Wapres. Semoga kedepan bisa lebih baik!, ucapnya Delfa. Dengan berakhirnya acara laporan kerja semester maka sidang berakhir. Hal ini ditandai dengan pembacaan surat keputusan dari MPA, kemudian dilanjutkan dengan pidato ketua MPA. Pada pidato tersebut, Wahid Hasyim menuturkan adanya sidang ini adalah sebagai tolak ukur dan bahan evaluasi PPMI ke depannya. Akhirnya sidang ditutup oleh pembawa acara pada pukul 17.20 CLT. BPA Keluhkan Minimnya Peminat Sidang RAPBO Setelah sidang LKS ditutup para peserta beranjak dari tempat duduknya. Suasana sedikit riuh karena sebagian hadirin pamit meninggalkan acara. Dari 39 undangan yang menghadiri sidang LKS kini tinggal tersisa tidak lebih dari setengahnya. Yang tersisa hanya enam undangan laki-laki dan perwakilan Wihdah. Praktis jika tidak ada panitia, BPA, PPMI maka hanya ada 13 undangan peserta sidang yang mengikuti sidang. Beberapa kali BPA mengeluh karena minimnya undangan yang menghadiri sidang. Udah bubar!, gerutu salah seorang BPA sambil bercanda dengan kegetiran. Memang ini patut menjadi keluhan tersendiri bagi BPA karena sidang BPA terakhir, Desember 2012 lalu juga minim peserta. Saat itu nama yang tercantum dalam absensi undangan tak lebih dari 25. Kini lagi-lagi sidang harus berjalan tanpa memenuhi kuorum, bahkan mendekati pun tidak sama sekali. Pada pukul 17.46 CLT, acara dimulai dipandu oleh seorang pembawa acara. Kemudian acara dilanjutkan dengan sambutan yang disampaikan oleh salah seorang perwakilan panitia. Sambutan selanjutnya disampaikan Ketua BPA, Hilmy yang menyampaikan pandangannya akan perlunya meninjau kembali keberadaan organisasi di Masisir, khususnya mengenai status keberadaannya yang dibawah naungan BPA. Saat MPA menuju podium kehormatan jarum jam menunjukkan pada pukul 18.25 CLT. Saat itu peserta yang menghadiri sidang tidak juga bertambah. Mereka adalah 5 nama dari organsasi kekeluargaan, 1 dari DPD dan sisanya dari Wihdah. Setelah selesai membacakan tata tertib selesai sidang dilanjutkan dengan pembagian fraksi. Karena jumlah fraksi yang sedikit maka peserta dibagi menjadi tiga fraksi dengan tanpa membuat nama fraksi. Ketiga fraksi ini dibagi menurut kepentingan untuk memeriksa ajuan anggaran PPMI. Masing-masing dibagi rata sehingga satu fraksi bisa menggarap bagiannya dengan didampingi perwakilan PPMI untuk memberikan keterangan dan berdiskusi. Sidang diwarnai dengan insiden mati listrik ketika fraksi sedang membincangkan anggaran secara interen. Sekitar 27 menit semua harus menunggu kepastian listrik kembali menyala. Setelah listrik kembali menyala sidang dilanjutkan dengan tanggapan fraksi. Menurut pantauan kami, tidak ada perubahan dan perdebatan serius yang terjadi ketika fraksi maju melaporkan hasil diskusinya. Hanya ada beberapa poin yang diajukan untuk diubah. Misalnya, pengurangan pulsa bulanan Presiden PPMI. Sedangkan fraksi lain menanggapi akan anggaran olahraga dan juga waktu kegiatan. Fraksi ketiga mendukung penuh akan niatan PPMI untuk menjadi tuan rumah Simposium Internasional PPI Afrika dan Timteng. Setelah semua anggaran disetujui melalui laporan fraksi tadi, akhirnya sidang ditutup pada pukul 20.21 dengan ditutup seremonial sidang. Semua itu berjalan cepat dan lesu karena selain minim peserta juga minim tenaga dan pikiran yang sudah lelah sejak siangnya. Setelah resmi ditutup makan malam dihidangkan, sebagian berburu pamit selepas makan. Sementara itu setelah panitia, BPA dan sebagian MPA membersihkan aula, tanda acara selesai. [] Tsabit

Seputar Kita

Informatika Gelar Pelatihan Penulisan


Pelatihan menulis yang bertajuk Semua bisa menjadi penulis ini, pemateri tidak hanya mengulas tentang penulisan dalam dunia sastra, namun juga membincangkan tentang ruang lingkup jurnalistik. Dana Ahmad Dahlani, ketua Ikatan Jurnalis Masisir memaparkan bahwa, Di era globalisasi ini, peran media sangatlah mewarnai berbagai kalangan, baik sebagai pembawa opini maupun pesan. Dan penting juga untuk para mahasiswa dan mahasiswi mengetahui seluk beluk dunia jurnalistik. Tsaqofina Hanifah, selaku Pimpinan Umum Informatika menuturkan, Training yang diadakan kali ini berupa kepedulian kami terhadap Masisir tentang dunia kepenulisan khususnya, karena dengan menulis kita bisa melestatrikan budaya yang ada. Membaca dan menulis adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Seperti kata pepatah ilmu adalah kail dan tulisan adalah pengikatnya dan semoga pelatihan penulisan kali ini bisa membawa manfaat bagi semua Masisir dalam bidang kepenulisan yang menjadi ciri sebagai mahasiswa sejati. Salah seorang peserta training lain mengomentari acara ini. Ia menuturkan, Training yang diselenggarakan kali ini sangat menarik dikarenakan materi tidak hanya membahas tentang dunia kepenulisan dalam bidang sastra melainkan juga dalam bidang jurnalistik yang mengajarkan kita untuk menjadi wartawan yang jujur dan dapat dipercaya. [] Heni

Pada Sabtu (9/1) lalu, Informatika yang bekerja sama dengan KPMJB dan IJMA (Ikatan jurnalis Masisir) mengadakan acara pelatihan dengan tema Quick Training, semua bisa menjadi penulis yang digelar di Pasanggrahan KPMJB dengan pembicara Ust. Indra Gunawan, Lc. Dipl. untuk penulisan sastra dan Ust. Surya Fachrizal untuk penulisan dalam Jurnalistik. Acara ini merupakan agenda rutinan yang diadakan oleh Informatika setiap tahunnya. Acara yang diselenggarakan oleh Informatika kali ini cukup menarik, terlihat dengan tingginya antusias para peserta yang hadir. Walaupun dengan panitia yang jumlahnya hanya dua belas orang, acara ini tetap berjalan dengan lancar.

TROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

07

Seputar Kita

Wihdah adakan Sparkling Days


Tepat hari kamis (14/02) Wihdah-PPMI resmi membuka kegiatan Sparkling Days di Aula Griya Jawa Tengah dalam rangka me-nyambut hari ulang tahun Wihdah yang ke-24. Acara dimulai dengan pemotongan pita oleh ketua Wihdah-PPMI, Nurul Chasanah dan dilanjutkan dengan kegiatan bakti sosial dan Pekan Sehat Masisir. Baksos dan Pekan Sehat Masisir merupakan grand opening atau awal dari rentetan acara Sparkling Days yang akan berakhir pada hari kamis mendatang(28/02). Dalam Pekan Sehat Masisir, panitia menyajikan jasa akupuntur, bekam, pijat, potong rambut, facial, dan konsultasi kesehatan. Selain itu, panitia juga menyediakan bubur bayi dan bubur kacang hijau bagi setiap peserta yang hadir. Untuk menarik antusias peserta, panitia memberi hadiah bagi 3 peserta yang pertama datang, juga me -nyediakan konsumsi khusus bagi 70 peserta awal yang hadir. Selain itu, untuk menarik simpati peserta, panitia juga memberikan satu stiker itu diberi nama sparkling agar di hari-hari terakhirnya Wihdah memberikan kilauan kegiatan-kegiatan positif bagi para mahasiswi Indonesia di Mesir. Adapun rentetan kegiatannya adalah Grand Opening di KSW, konferensi Intelektual Muslimah di KKS yang telah diselenggarakan beberapa hari yang lalu, dilanjutkan dengan kegiatan Wihdah Ceria di Suq Sayarot, Wihdah Sporty di Nadi Salab, Lomba baca kitab turats dan lomba nasyid di KPMJB, dan akan diakhiri dengan persembahan seni budaya di Sholah Kamil atau di auditorium American Future. Riska mengaku persiapan panitia untuk acara ini masih 90%, namun dirinya tetap optimis kegiatan Sparkling Days akan berjalan dengan lancar. Acara yang berlangsung selama 2 minggu ini membutuhkan dana sekitar 2000 LE dan untuk acara Grand Opening sendiri panitia harus mengeluarkan dana kurang lebih 400 LE. Dana yang didapat berasal dari proposal ke KBRI dan beberapa badan usaha di Masisir. [] Erika

untuk setiap lima orang peserta yang hadir mewakili kekeluargaan dan almamater mereka. Kekeluargaan dan almamater yang memiliki stiker terbanyak akan dinobatkan sebagai kekeluargaan atau almamater terfavorit. Meski demikian, para peserta yang hadir benar-benar antusias untuk mengikuti acara tersebut, terbukti yang hadir lebih dari 150 orang, diantaranya para mahasiswi dan ibu-ibu. Saat diwawancarai oleh kru TROBOSAN, Riska Handayani selaku ketua panitia menuturkan bahwa acara ini merupakan kegiatan terakhir Wihdah oleh karena

Gara-gara Kibdah, tiga orang mahasiswa berurusan dengan polisi


Pada Rabu malam (13/2) lalu, tiga orang mahasiswa beserta satu orang pedagang dibawa ke kantor polisi di daerah Ramsis. Kejadian itu disebabkan oleh penipuan yang dilakukan oleh pedagang itu terhadap tiga orang mahasiswa tadi. Kejadian itu bermula saat Dzikara bersama dua orang temannya membeli tiga piring Kibdah di depan masjid Al-Fath Ramsis, tanpa bertanya harga ketiganya langsung memesan kemudian makan. Tak lama setelah itu enam orang teman mereka datang dan makan bersama mereka. Ketika hendak membayar, Dzikara yang saat itu tidak memiliki uang kecil dan berniat untuk memecahkan uangnya, memberikan uang sebesar 100 LE. kepada penjual kibdah tersebut. Namun tak disangka ternyata biaya yang diminta oleh penjual kibdah adalah sebesar 90 LE. Karena merasa ditipu dan diremehkan, mereka akhirnya meminta kejelasan tentang harga kibdah yang mereka makan, namun penjual itu bersikeras bahwa harga kibdah yang mereka makan adalah 90 LE. Keributan terus terjadi, awalnya si penjual memberi kembalian sebesar 10 LE. namun setelah dipaksa ia kemudian memberikan lagi kembalian sebesar 30 LE, lalu 5 LE. Namun kembalian 40 LE. untuk tiga piring kibdah masih terlalu mahal, akhirnya mereka terus meminta kembalian agar sesuai dengan harga standar. Seorang polisi berpakaian preman datang untuk melerai, namun polisi itu justru diremehkan oleh pedagang tadi. Akhirnya polisi itu bersama dua orang mahasiswa tadi pergi ke kantor polisi yang berada di dekat kawasan Ramsis, lalu kemudian kembali diantar dengan mobil polisi beserta enam orang polisi lain. Setelah sedikit ribut dengan pedagang itu, para polisi akhirnya menggiring pedagang itu bersama tiga orang mahasiswa tadi ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Pedagang itu bilang kita makan 36 Isy, padahal kita cuma makan 9 Isy untuk 9 orang. Gak mungkin kita makan Isy sebanyak itu! Ujar Fahmi salah satu dari tiga mahasiswa itu.

Masalahnya bukan uang kembaliannya, tapi dia ga jelasin harganya dari awal. Masa awalnya ngasih kembalian 10 Pound, terus setelah dipaksa baru ngasih lagi 30 Pound, terus 5 Pound? ujar Dzikara saat ia menjelaskan ke polisi. Kasus ini selesai ketika si penjual diinterogasi dan kemudian memberikan kembalian lagi sebesar 20 LE. [] Tim Seputar Kita

08

TROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

Laporan Khusus

Satu Semester PPMI, Apa Kata Mereka?


Kinerja PPMI selama satu semester telah dilaporkan kepada Masisir. Sabtu kemarin (18/2), telah digelar sidang Laporan Kerja Semester (LKS) PPMI yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja DPP PPMI selama satu semester. Bermacam-macam penilaian dilontarkan oleh Masisir. Salah satu program yang tercatat dari kampanye pasangan JADDA ini adalah mengembangkan iklim intelektualitas yang berkualitas, berbagi dan bersinergi di lingkungan Masisir. (Baca: Informatika edisi interaktif Pemilu Raya , 27 Agustus 2012) Mengomentari hal ini, sebut saja Helmi, seorang mahasiswa yang aktif menggeluti kajian ini berpandangan, Saya rasa PPMI selama satu semester ini kurang memberikan sumbangsih terhadap keilmuan Masisir. Tidak ada perubahan iklim ilmiah di kalangan Masisir yang digagas oleh PPMI. Kalau gak salah tempo lalu ada perkumpulan PPI se-dunia di India dan ada hal baru yang ditelurkan yaitu gerakan semut merah. Gerakan yang mewadahi bakat -bakat menulis mahasiswa Indonesia yang kuliah di luar negeri. Nah, gerakan-gerakan semacam ini yang harus dipelopori oleh PPMI kita sebab mahasiswa tak bisa lepas dengan dunia keilmuan. Lanjutnya. Di lain pihak Andi Arifin, salah satu staf PMIK menuturkan, PPMI pernah berkerjasama dengan PMIK dalam mengadakan seminar tentang zakat dengan menghadirkan pakar zakat Mesir. Dan saat itu sambutan Masisir cukup luar biasa. Banyak yang hadir. Hampir senada dengan Helmi, Dana beranggapan, Program-program PPMI selama ini masih dalam taraf pelayanan, seperti VIKO misalnya. Itu bagus, tapi PPMI masih harus mengadakan program-program yang bersifat produktif, menghasilkan SDM unggul dan karya-karya bermutu yang bisa dinikmati masyarakat luas. Penerbitan jurnal HIMMAH harus tetap mendapatkan perhatian PPMI. Ketika ditanya tentang program baru PPMI periode saat ini, Dana menjawab, Ya VIKO itu yang bagus, paling baru dan solutif. Selain itu biasa-biasa saja. Ia menambahkan, Apapun kata orang, PPMI harus tetap konsisten bergerak dan berkarya. Buat program-program yang sekiranya tidak bisa dilaksanakan oleh organisasi-organisasi lain, jangan hanya mengulang program-program yang sama tapi membosankan. Anwar, warga Gamajatim mengeluhkan perihal ketepatan waktu acara yang telah mendarah-daging di kalangan Masisir, Ketepatan waktu menjadi catatan bagi PPMI. Oke, mungkin semua berasumsi molornya waktu sudah mengakar dalam diri Masisir, namun sebagai induk organisasi Masisir mbokyoo bisa merubah adat molornya waktu acara. Saran saya untuk PPMI terkait hal ini, ajaklah atau bila perlu perintahkan dan wajibkan semua organisasi di bawah payung hukumnya untuk konsisten memulai acara sesuai jadwal yang dipublikasikan. Mungkin di hari-hari awal pelaksanaannya akan banyak orang yang berpidato tanpa pendengar, namun saya yakin lambat laun sikap Masisir akan berubah. Jika PPMI mau dan bisa merealisasikan ini, saya jamin reputasi dan integritas PPMI akan mendapatkan sambutan luar biasa dari penghuni dunia dan alam gaib, dan tentunya akan dikenang sepanjang sejarah PPMI Mesir. Salah satu hal yang perlu dicatat adalah kurang maksimalnya buletin Suara PPMI (SP) untuk satu semester ini. Afif Muhajir yang pernah menjadi kru SP pada periode lalu mengaku kurang puas dengan buletin yang menjadi tangan kanan PPMI ini. Ia beralasan bahwa publikasi dan penyebaran buletin SP tidak menyeluruh, terlebih lagi terbitnya hanya beberapa jam sebelum Sidang LKS digelar. Dari segi isi, lumayanlah. Meski tampilan luar buletin biasa saja akunya. Lebih lanjut ia menyarankan agar SP menjalin komunikasi yang solid antar kru, karena SP memiliki kewajiban berkontribusi untuk menyemarakkan media Masisir. Mengomentari hal ini, dalam sidang LKS Jamil selaku Presiden PPMI meminta maaf atas kurang maksimalnya penerbitan buletin Suara PPMI selama satu semester ini. Ia pun beralasan bahwa Umar Harras selaku Pimpinan Redaksi buletin Suara PPMI sempat dilanda sakit, sehingga menghambat kinerja tim redaksi Suara PPMI tersebut. Survei Satu Semester PPMI Kami tim terobosan telah menyebarkan 100 angket dengan tiga pertanyaan tentang kinerja dan kredibilitas PPMI selama satu semester ini. Pertanyaan pertama; Bagaimana penilaian anda terhadap kinerja PPMI setengah tahun ini? Dari hasil koresponden yang ada menjawab: 46% Biasa saja, 27% Bagus, 20% Tidak Tahu, dan 7% Mengecewakan. Pertanyaan kedua; Apakah sosialisasi program PPMI sudah menyeluruh selama ini? Hasilnya: 46% Kurang Menyeluruh, 25% Tidak Tahu, 20% Menyeluruh, dan 9% Tidak menyeluruh. Pertanyaan ketiga; Bagaimana tingkat kepercayaan anda terhadap PPMI untuk setengah tahun kedepan? 69% Percaya Penuh, 25% Kurang Percaya, 6% Tidak Percaya. [] Yaqien, Ainun.

TROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

09

Wawancara Pak Cecep: SGS itu Bukan Wahyu Tuhan!


PPMI telah terputus dari sejarahnya. SGS yang mereka jalani hanya menjadi formalitas agar program kerja bisa terlaksana. Falsafah organisasi dan tujuan awal sistem SGS ini tidak lagi dipahami oleh Masisir saat ini. Untuk itu, kami mencoba untuk menghubungkan PPMI dengan sejarahnya, Pak Cecep Taufikurrahman sebagai salah seorang saksi sejarah perubahan sistem SGS di tubuh PPMI yang masih ada saat ini. Berikut cuplikan wawancara kru TROBOSAN, Fahmi Hasan dan Luthfiatul Fuadah al-Hasan bersama beliau. Bagaimana sejarah awal mula digunakannya Trias Politika menjadi sistem organisasi di PPMI? Awalnya saya kira Masisir ini memiliki sistem berorganisasi yang baik, dan lebih baik dari sistem yang diterapkan oleh para mahasiswa di Indonesia. Kami berharap bahwa sistem yang digunakan oleh Masisir dalam berorganisasi adalah sistem yang Islami, sistem yang diajarkan oleh Islam. Karena mahasiswa Indonesia di Mesir itu belajar agama, belajar Islam. Maka kita berharap banyak agar Masisir menata organisasinya dengan sistem yang Islami. Namun setelah datang ke sini, kita kaget bahwa ternyata sistem organisasi di sini saat itu sangat jauh dari kata ideal, bahkan cenderung tidak teratur. Banyak sekali sistem yang tumpang tindih terutama antara PPMI dengan organisasi-organisasi yang di bawahnya. Dan saat itu kita berharap barang kali para aktifis di sini, tokoh-tokoh Masisir di sini bisa menyelesaikan itu dengan sistem yang memang dilahirkan oleh masisir sendiri, oleh ide masisir sendiri. Namun ternyata ide dari mereka tidak ada. Bahkan seolah Masisir itu tidak memiliki pijakan seharusnya bagaimana organisasi mahasiswa itu dijalankan, terutama di Masisir ini banyak sekali varian organisasi. Akhirnya setelah berdiskusi panjang lebar dengan para aktifis saat itu maka ketika itu kita menawarkan sistem pengelolaan organisasi yang kebetulan waktu itu sedang baru saja beberapa tahun diterapkan di tanah air. Jika saja para aktifis di sini memiliki ide lain untuk pengembangan sistem yang ada, ya silahkan. Namun karena saat itu banyak tumpang tindih dan tidak ada ide lain, akhirnya kita tawarkan. Waktu itu Mas Romli Syarqowi juga menawarkan bagaimana merubah sistem yang ada bukan hanya sebagai organisasi biasa, tetapi PPMI menjadi sebuah lembaga pembelajaran politik bagi mahasiswa, pembelajaran pengelolaan lembaga oleh mahasiswa yang kita namakan dengan sistem pemerintahan mahasiswa. Saat itu MPA tidak keberatan dan para aktifis pun tidak keberatan, maka kemudian dibuatlah semacam tim perumus konstitusi yang saat itu diketuai oleh Pak Romli. Dan akhirnya kita mengusulkan agar hasil kerja Pansus itu dijadikan landasan sistem pemerintahan di PPMI. Saya menangkap bahwa jika sistem ini tidak disosialisasikan dengan benar, maka akan terjadi mis komunikasi antara PPMI dengan organisasi yang ada di bawahnya. Maka kali ini kita menawarkan agar sistem ini dikenal terlebih dahulu oleh Masisir, dikenal dengan baik, setelah itu didiskusikan, setelah itu baru diterapkan. Yang kita inginkan dari sistem ini adalah bagaimana mengakomodir kepentingan masyarakat mahasiswa sesuai dengan fakta sosial di masyarakat. Masisir ini banyak, fariatif, maka kepentingannya pun berbedabeda. Bagaimana animo Masisir saat itu? Animo masisir saat itu tinggi terhadap sistem yang baru ini. Mereka ingin perubahan. Ingin sesuatu yang lebih baik. Terutama dalam menata organisasi yang ada di lingkungan Masisir yang heterogen. Saat itu, pada sidang SPA atau Mubes sekitar tahun 2003 di Shalah Kamil, kebetulan saya terpilih menjadi salah satu presidium sidang yang secara khusus saya diminta untuk memimpin sidang pembahasan AD/ART baru PPMI yang di dalamnya memuat SGS. Sidang berlangsung alot dan lama, sejak jam 10 pagi sampai jam 8 malam diselingi dengan istirahat, shalat dan makan. Bahkan forum itu bukan hanya menjadi forum pembahasan dan pengesahan AD/ART PPMI yang memuat SGS, tapi lebih tepatnya menjadi forum tanya jawab bagi peserta sidang yang belum memahami tentang sistem SGS ini. Siapa tokoh utama selain anda? Kalo saya bukan tokoh utama. Yang banyak berjasa untuk SGS adalah Pak Romli Syarqowi. Dia yang sangat memahami dan banyak berkorban untuk memperbaiki sistem organisasi masisir saat itu. Setelah sistem ini digulirkan, Pak Romli dipercaya oleh forum untuk menjadi ketua MPA waktu itu. Nah, saya baru menjadi ketua MPA setelahnya. Jadi Pak Romli dari awal sampai akhir, sebagai pencetus sekaligus sebagai orang yang menyiapkan sistem itu dan mengawasi bagaimana pelaksanaan SGS di lapangan. Apa faktor diterimanya konsep trias politika di SGS ini? Ya itu saja. Saya kira Masisir saat itu sudah jenuh dengan sistem berorganisasi yang agak kurang teratur. Banyak orang yang lama ikut berorganisasi tapi tidak mendapatkan pembelajaran bagaimana menjadi aktifis dan bagaimana berorganisasi yang baik. Nah, karena ini hal baru, apalagi saat itu sistem ini sangat mirip dengan yang ada di tanah air, maka kemudian saat itu respon Masisir sangat cepat dan menarik. Yang ada adalah mereka ingin menyaksikan bagaimana pelaksanaan SGS ini di lapangan. Masalahnya sekarang? Yang saya tangkap saat ini adalah bagaimana transformasi pengetahuan dan keterampilan seputar SGS terhadap generasi selanjutnya agak lamban, sangat lamban malah. Sehingga aktifis selanjutnya baik di eksekutif ataupun legislatif banyak yang masih belum paham tentang SGS. Apa masalah yang anda hadapi ketika menjadi ketua MPA di tahun ke dua SGS berjalan? Kalo dari sisi kita ya kekurangan itu sangat minim, karena kalo ada kekurangan pasti diperbaiki. Apa yang kita terapkan di awal-awal digulirkannya SGS itulah yang kita tahu bahwa itu adalah benar. Jadi apa yang kita tuangkan di SGS saat itu ya itulah yang kita anggap benar dan sesuai dengan apa yang ada di Indonesia. Namun kita juga selalu membuka peluang kepada aktifis mahasiswa di sini. Silahkan! SGS ini bukan wahyu tuhan yang tidak bisa dirubah. Oleh sebab itu silahkan cari mana titik kelemahannya, lalu perbaiki. Apa saran anda untuk para pemimpin PPMI saat ini? Para pemimpin sekarang jangan hanya sibuk dengan hal yang bersifat praktis. Harus ada konseptor dan orang yang mau bekerja. Jangan semuanya menjadi konseptor dan jangan semuanya ingin kerja tanpa ada konseptor. Perlu ada think-tank untuk menghasilkan inovasi-inovasi baru dalam sistem yang lebih baik. Karena yang tahu persoalan zaman itu ya orang yang hidup pada zaman itu. Persoalan sekarang berbeda dengan persoalan zaman dulu. Generasi sekarang sudah berbeda. Sekarang ini masalah paling besar adalah menengahi konflik mahasiswa di sini antara kelompok A dengan kelompok B. Sebab ini jaman dulu tidak ada, tapi sekarang menguat. Konflik antar kelompok ini diciptakan oleh orang dari luar PPMI. Maka, bagaimana sistem yang ada ini bisa menengahi konflik yang ada. PPMI harus dibuat betul-betul independen, dan tidak boleh ada kepentingan lain masuk ke dalam sistem. Agar kemudian PPMI bisa betul-betul murni sebagai gerakan mahasiswa yang memperjuangkan kepentingan mahasiswa. Itu yang mungkin harus segera dicarikan solusinya. [] Fahmi, Luthfi.

10

TROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

Layar

Jurnal Masisir Siap Go International


Oleh: Luthfiatul Fuadah Al-Hasan* Seperti telah diketahui ,banyak media cetak masisir yang telah menelusuri jejak kehidupan warga Indonesia di Mesir. Baik itu berbentuk buku, jurnal, majalah maupun bulletin. Semua tak terlepas dari generasi pemimpin bangsa yang haus akan ilmu-ilmu. Beberapa bulan lalu, dunia Masisir membawa ranah segar dalam bidang kepenulisan dengan diterbitkannya sebuah buku yang berjudul Merah Putih Di Negri Kinanah . Dengan terbitnya buku ini, telah membawa dampak positif bagi para mahasiswa dalam bidang tulis menulis. Dalam beberapa pekan ini, pihak PPMIMesir dibawah Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kairo telah menerbitkan jurnal HIMMAH yang ke-8. Sebuah jurnal ilmiah yang diterbitkan dalam setahun dua kali ini memiliki misi representasi intelektualitas mahasiswa Indonesia di Republik Arab Mesir. Terdiri dari sebelas penulis mahasiswa, jurnal ilmiah ini berisi tentang artikel-artikel ilmiah dengan bahasa Indonesia maupun bahasa asing. Pada edisi kali ini, Jurnal Himmah membuat gebrakan baru Go Internasional untuk dapat menjadi jurnal terakreditasi, dengan mencakupkan tiga artikel berbahasa Arab dan enam berbahasa Indonesia. Seluruh artikel tersebut merupakan representasi yang diambil dari hasil keilmuan mahasiswa Indonesia di Mesir. Artikel keilmuan yang berisi tiga artikel berbahasa arab dan enam artikel berbahasa indonesia ini memaparkan tentang Politik Islam, Qodhoya Fiqhiyal Muashiroh, Ilmu Tata Bahasa, Ilmu Sains, Ilmu adab dan lain sebagainya. Ketika satu persatu kata dibaca menjadi kalimat dalam jurnal ini, rasanya sepert menyelami lautan ilmu. Dalam artikel berbahasa arab, penulis memaparkan sebuah permasalahan yang mengundang para ulama dan pemikir Islam tentang orientalisme. Konsep orientalisme menjadi salah satu konsep pendalaman bagi kaum muslimin dalam pembenahan hakikat Islam yang telah dikikiskan oleh para orientalis. Dalam hal ini, penulis mencoba memaparkan dampak positif dan negatif dalam konsep orientalisme, lembaran sejarah, motivasi, tujuan para orientalis, kegitan serta hasil kerja mereka, hingga tanggapan para ulama dan pemikir muslim terhadap orientalisme. Artikel lain penulis mencoba menjelaskan tentang Qodhoyal marah tentang Hijab dan Gerakan Emansipasi Wanita. Salah satu gerakan yang muncul akibat Kolonialisme Barat pada akhir abad 19, yang mengakibatkan permasalahan d a l a m mensalahartikan penggunaan hijab. Hijab disebut sebagai salah satu pengahalang bagi wanita dalam menjalani hak-hak dan gerak geriknya. Ilmu Tata Bahasa pun telah disuguhan oleh penulis bagi para pembaca. T e n t a n g pentingnya penerapan pemahaman penggunaan isim tafdhil pada Ayat Ahkam dan Fiqih, agar tidak terjadi kesalahan dalam peng-istinbatan hukum-hukum syariaah Islamiyah. Selanjutnya, dalam enam artikel berbahasa Indonesia, penulis membawa para pembaca kedalam ilmu sains tentang astronomi yang memiliki peran besar dalam kehidupan umat muslim. Terdapatnya hubungan erat antara Syariat Islam dan Astronomi menjadikan ilmu observasi sebagai penentu keterkaitan kedua ilmu tersebut. Dimana syariat Islam merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah sebagai petunjuk bagi umat manusia. Dalam penerapaannya, ilmu astronomi menjadi tolak ukur perputaran waktu dalam penetapan waktu ibadah dan mengukur arah kiblat. Pentingnya moral dan etika dalam kehidupan sosial sangat berpengaruh dalam komunikasi antar sesama. Semakin minimnya nilai moral dan etika diantara ma syara ka t, da pa t me nja di ka n kerenggangan sosialitas kehidupan. Salah satu penulis mencoba menjabarkan nilai moral dan etika dalam konsep ekonomi Islam, dimana Islam telah mengukuhkan akhlakul karimah dalam diri Rasulullah Saw. Dengan terealisasinya hal tersebut, berharap dapat menciptakan kesejahteraan menyeluruh serta tidak adanya perbedaan antara satu sama lain. Sebuah artikel lain menyebutkan tentang banyak munculnya kesangsian atas autentisitas dalam kitab suci Al-Quran. Dalam hal ini, secara tidak langsung telah timbul fenomena kodifikasi dalam Al-Quran yang kadang terjadinya penambahan disana sini. Kejadian ini sengaja dihembuskan oleh para orientalis dalam skeptis dengan kemurnian Al-Quran. Padahal pada

kenyataan, salah satu contoh terjadinya perubahan dalam mushaf Utsmani tidak berpengaruh pada orisinalitasnya. Hadist merupakan salah satu pedoman umat muslim kedua setelah Al-Quran. Dalam pandangan sisi empat madzhab para ulama, masing-masing madzhab memiliki pandangan berbeda dalam menilai ke absahan suatu hadist. Salah satu penulis mencoba mengangkat klarifikasi hadist dalam Madzhab Hanafiyah. Madzhab Hanafiyah memandang secara global bahwa suatu hadis diangggap benar tanpa adanya pembuktian, sedangkan para muhaddisin melakukan peninjauan secara cermat dalam menilai suatu hadist. Siapa yang tak mengenal sosok yang biasa dipanggil dengan Al-Razi. Seorang filosof Islam yang memiliki pemikiran luas dalam berbagai bidang ilmu. Kedudukannya mungkin tidak dapat disamakan dengan Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd, namun sudah banyak hal yang telah dibuktikan dalam pemikirannya, salah satu contoh yang diberikan Al-Razi tentang pemikirannya tentang sinkronasi tafsir Al-Quran dengan ilmu-ilmu modern. Tulisan lain menyebutkan, tentang persoalan-persoalan teologis yang banyak disoroti dalam isu feminisme Islam dan penyimpangan yang terjadi dalam penafsiran Al-Quran. Geliat keilmuan yang telah menjadi urat nadi mahasiswa sangat patut untuk dikembangbiakkan. Tulisan-tulisan naratif yang disajikan Jurnal Himmah dapat menjadi referensi bagi kebutuhan kita. Dan semoga harapan Jurnal Himmah untuk go international dapat terealisasi. [] *Penulis adalah kru TROBOSAN

TROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

11

Dinamika

Komunitas Kamar
Oleh: Zulfahani Hasyim Sejujurnya penulis sangatlah kesusahan untuk mencari terma yang tepat untuk mendeskripsikan komunitas Masisir yang begitu kompleks, ada sisi akademiknya, ada sisi ekonominya, ada sisi politiknya, ada sisi kemasyarakatannya, dan masih ada banyak lagi sisi-sisi Masisir itu disebutkan. Dan dilematisnya, jika penulis mencoba menuliskan satu sisi saja dari banyak sisi Masisir, penulis merasa mencurangi sisi-sisi Masisir yang lain. Karena setiap sisi dari Masisir mempunyai keterkaitan satu sama lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Setiap sisi ini memberi pengaruh kepada sisi yang lain. Dan setiap kali datang kawan-kawan penulis untuk curhat seputar dinamika Masisir yang lesu, penulis pun kembali kesusahan untuk mendefenisikan masalah sebenarnya yang terjadi di Masisir. Masisir itu seperti adonan roti yang sudah di-mix, hampir-hampir kita tidak lagi bisa mendefinisikan mana tepung mana telur, namun juga belum jelas mau jadi roti apa nantinya? Sampai pada akhirnya penulis teringat sebuah frasa yang pernah dilontarkan seorang kawan dalam sebuah obrolan santai, frasa itu adalah komunitas kamar.Penulis tak begitu yakin menempatkan frasa komunitas kamar untuk mendefinisikan masalah yang terjadi di Masisir adalah keputusan tepat.Dan apakah menggunakan frasa tersebut untuk merepresentasikan Masisir sebagai sebuah komunitas adalah benar.Namun terlepas dari benar dan salahnya penggunaan terma ini, penulis mencoba membuat kerangka logika pada setiap kondisi Masisir untuk selanjutnya dikaitkan pada terma ini.Setidaknya sementara kita simpan dulu frasa komunitas kamar untuk nantinya kita aplikasikan di dalam kerangka logika ini. Di mulai dari dalam Bila kita tengok, permasalahan Masisir itu tidak akan lari jauh dari permasalahanpermasalahan dalam diri Masisir sendiri (internal problem), mulai dari masalah ekonomi hingga masalah studi. Masalah organisasi pun paling banter berkutat pada masalah pendanaan, keaktifan anggota, dan kreatifitas pembuatan acara.Semua mentok pada permasalahan internal.Masalah internal bukanlah sesuatu yang perlu dihindari, justru permasalahan internal memberi ruang pada sebuah komunitas untuk mengeksplorasi dirinya sendiri. Namun kesan yang terjadi, permasalahan internal ini hanya jadi tontonan saja, atau paling jauh jadi bahan obrolan (baca: ngerumpi) saja. Masalahmasalah internal ini akhirnya menyita banyak waktu Masisir, mereka sibuk dengan permasalahan gesekan politik, sibuk dengan masalah persaingan ekonomi, dan sibuk dengan problem studi. Di banyak komunitas akademisi lain, permasalahan ini adalah masalah personal, bukan permasalahan yang menyedot orang banyak laiknya black hole, sehingga tidak mengorbankan progesifitas komunitas. Pada giliran berikutnya komunitas besar bernama Masisir ini ternyata belum bersiaga untuk membangun nalar sosial dalam tanggungjawab moralnya sebagai mahasiswa Timur-Tengah.Meski mereka pandai menyelenggarakan organisasi, namun bukan jaminan mereka bisa bernalar sosial yang tepat pada saat mereka kembali ke masyarakat mereka di Indonesia.Bahkan pada urusan nalar fikih, kita perlu banyak-banyak berbenah diri. Setiap ada kasus seputar masalah fikih (baca: agama) kita hanya ikut menyemarakan permasalahan itu dalam bentuk perdebatan dan diskusi-diskusi kosong yang tak berujung-pangkal. Ternyata sejauh kita belajar di Mesir masih saja belum bisa memberi solusi konkrit dari setiap permasalahan fikih sosial kemasyarakatan di Indonesia.Ini sangat miris. Menatap ke luar dari jendela kamar Saya masih menduga bahwa sebenarnya selama ini kita berada di Mesir masih belum benar-benar berada di Mesir.Karena kita sibuk dengan permasalahan internal komunitas maka kita jadi tak benar-benar berada di Mesir.Kita tidak menyentuh kehidupan Mesir yang sebenarnya.Kalau pun kita menatap ke luar komunitas kita kita hanya seperti menatap pemandangan di luar jendela kamar kita, tanpa pernah mau keluar dari kamar kita.Interaksi kita dengan Mesir sangat minim, jadi wajar, jika untuk berbicara bahasa Arab saja kita masih kesusahan.Kita tak banyak mengenal lingkungan sekeliling kita, bahkan tempat-tempat bersejarah di Kairo sendiri kita masih tak banyak mengenalnya.Barangkali kita lebih paham lokasi malmal di Kairo daripada museum-museum bersejarah di Kairo. Belum lagi masalah keterlibatan kita dengan lingkungan Mesir.Ambil saja sampel kecil, lingkungan Mesir yang paling dekat dengan kita adalah Al-Azhar, tapi seberapa dekat kita dengan Al-Azhar?Toh kita hanya mengunjungi Al-Azhar saat ijroat dan ujian saja?Belum lagi interaksi kita dengan lembaga-lembaga penunjang pendidikan kita, misal toko buku, perpustakaan, dan pusatpusat kebudayaan, intensitasnya masih sangat perlu dipertanyakan.Seberapa sering kita mengunjungi Darul Kutub (National Library) misalnya?Seberapa paham kita lokasi-lokasi toko-toko buku di Kairo misalnya? Ini sangat disayangkan karena kita (baca: identitas utama kita) adalah mahasiswa. Komunitas kita ini seperti membeku.Terlepas dari kondisi Mesir yang memang dirasa oleh sebagian orang kurang nyaman, namun apakah sebegitu saja kita menyerah?Kita sebenarnya diuntungkan dengan tersedianya layanan informasi yang mudah dan murah di Mesir, internet misalnya, dan dimanjakan dengan ketersediaan literatur-literatur yang murah dan mudah dijangkau.Namun seberapa pandai kita memanfaatkan semua fasilitas ini? Dalam langkah yang masih gontai di Mesir ini penulis mencoba merenungi perjalanan panjang penulis selama di Mesir. Tak jarang terbesit pertanyaan nakal, apakah kita mahasiswa?.Kita dengan jumlah ribuan, bukanlah jumlah yang sedikit untuk diintegrasikan dengan kepentingan ilmu pengetahuan Indonesia.Kita komunitas besar yang seharusnya bisa jadi penyedia solusi bagi masyarakat Indonesia, khususnya dalam permasalahan agama dan syariat.Namun alih -alih kita jadi penyedia solusi malah kita lebih mirip macan ompong.Kita tak tidak berkutik bahkan untuk realitas-realitas sosial yang sederhana di masyarakat. Di sini ada banyak pihak yang bertanggungjawab atas keompongan komunitas kita.Yang paling bertanggungjawab dalam hal ini adalah anggota komunitas Masisir sendiri.Setiap kita bersalah, tak perlu kita menyalahkan orang lain dahulu.Kita membawa budaya yang seharusnya sudah ditinggalkan saat kita terbang ke Kairo.Budaya itu adalah budaya melakukan sesuatu karena keterpaksaan.Itu budaya para santri yang seharusnya dibuang jauh-jauh dari benak seorang akademisi tingkat lanjut.Sekarang kita bergerak bukan karena perintah kyai atau orang tua.Kita bergerak atas panggilan sosial, panggilan kemanusiaan. Penanggungjawab kedua atas keompongan Masisir adalah organisasi pengayom Masisir dari yang tertinggi hingga yang terendah.PPMI hingga almamater.Mereka pemegang wewenang organisasi seharusnya mulai merumuskan untuk membuat iklim sosial Masisir yang ilmiah, produktif, dan berdayasaing tinggi ketika mereka pulang ke Indonesia.Perumusan ini barangkali perlu melibatkan banyak pihak, namun jika memang serius ingin membenahi kondisi Masisir, maka seberapapun besar konsekuensi dari perumusan ini, pemegang kekuasaan di Masisir harus berani mengambil langkah.PPMI harus kembali membanBersambung ke halaman 13

12

TROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

Sastra

MBAH GONO
Oleh: M. Zainuddin* Sebut saja namanya Mbah Gono. Orangorang di kampung atau tetangganya sering menyebut wong gendheng. Bagaimana tidak disebut wong gendheng lha wong sehari-hari kerjaannya cuma jalan kaki sambil mulutnya komat-kamit entah membaca apa, menuju warung ke warung. Dari kesehariannya yang cuma dari warung ke warung, Mbah Gono punya banyak sekali kawan baik dari golongan abangan maupun santri. Memang, di kampung Mbah Gono ada sebuah pondok pesantren yang dulunya masyhur dan harus kehilangan peminat karena kurang mampunya anak sang kyai meneruskan perjuangan ayahnya. Mbah Gono memang suka bicara ceplasceplos. Dan dari ceplas-ceplosnya itu, tak jarang dari omongannya membuat geger warga kampung. Pernah Yanto yang super ndableg itu dibilangi sama Mbah Gono waktu bertemu di Warung kopi. Yanto, sini kamu..! Ya, ada apa mbah? Kamu mau aku bilangin? Iya mbah, ada apa? Ujarnya sambil makan rondo royal. Kamu mau saya suruh? Menjawab tak sabar Iya mbah, memang ada apa? Mulai sekarang kamu saya suruh, shalat ya Le? Tanya Mbah Gono sambil menepuknepuk punggung Yanto. Haa, shalat mbah? Yanto terkejut seakan tak percaya dengan apa yang dikatakan Mbah Gono. Iya, shalat Le? Bagaimana? Mau kan? Waduh mbah, kayaknya sulit mbah Lha ya, makanya. Justru gara -gara sulit itu, kamu saya suruh shalat. Tapi cukup satu kali wae sehari. Ya, waktu shalat dzuhur wae
Lanjutan dari halaman 12

lah..? ujar Mbah gono sambil menyeruput kopinya. Sambil tersenyum kemudian menyalakan rokok kreteknya Wah, kalo itu gampang mbah? Pokoke bereslah mbah, gampang. *** Awalnya masyarakat sekitar biasa saja, ketika Yanto melakukan shalat dzuhur saja, tanpa melakukan shalat yang lainnya. Toh, Yanto mengerjakan shalat ketika didalam rumah, bukan di masjid ataupun mushola. Tapi, masyarakat terheran-heran ketika pada hari Jumat. Yanto berpakaian rapi dan pergi jamaah ke masjid untuk melaksanakan shalat Jumat. Dulkenti yang terheran-heran sejak tadi, akhirnya segera menghampiri Yanto setelah selesai shalat Jumat. Sekarang udah tobat tho? Kok shalat Jumat segala. Tanya Dulkenti sembari menuntun sepedanya. Siapa yang tobat? Aku Cuma diperintah Mbah Gono aja, dan perintahnya gak susah-susah amat. Memang diperintah apa sama Mbah Gono? Ya, cuma diperintah suruh shalat sehari satu kali aja dan itu waktu dzuhur. Lagian menurutku juga gak terlalu sulit kok. Kan waktu itu, aku pas bangun tidur, jadi waktunya pas. Oooh, gitu tho?? jawab Dulkenti sekenanya. *** Berawal dari pengakuannya pada Dulkenti. Informasi tentang Mbah Gono yang menyuruh Yanto shalat sehari hanya satu kali saja cepat sekali menyebar. Tiap hari Mbah Gono menjadi bahan omongan warga . Bagaimana Mbah Gono itu? Masak nyuruh gan sosial kemasyarakatan dan dunia ilmu pengetahuan Indonesia yang sangat minim.Semerta meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap lulusan Eropa, Australia, Asia Timur, dan Amerika. Selama ini lulusan Timur-Tengah (Mesir khususnya) masih belum berani keluar dari jalur konvensional misal terlibat dalam bidang penelitian ilmiah bersama lulusan luar negeri dari Barat.Ketidakberanian ini rasanya sudah melekat dari sejak masa studi.Kita lihat dari sekian mahasiswa Indonesia di Mesir berapa banyak mahasiswa yang mampu menguraikan sebuah permasalahan ilmiah dalam bentuk karya ilmiah? Berapa banyak yang menelurkan kritik secara tertulis terhadap sebuah fenomena atau

orang sembahyang cuma sehari satu kali, bukannya itu malah dosa. Sehari kan harusnya shalat lima waktu, masak cuma sekali saja? terang Mbah Mad, penjaga warung yang sering jadi langganan Mbah Gono. Bahkan kyai dikampungnya pun ikut mendengar perihal tersebut. Tolong besok suruh Mbah Gono kesini ya!? Perintah Pak Kyai. Inggih Pak Yai kira-kira jam berapa Yai? Jawab salah satu santri. Ya, sehabis shalat Maghrib lah. *** Ada apa Yai, kok memanggil saya? Tanya takzim Mbah Gono mengawali pembicaran malam itu dengan Pak Kyai Aku cuma ingin meluruskan masalah saja Mbah. Aku cuma mau tanya, apa benar sampeyan menyuruh Yanto shalat sehari cuma satu kali saja? Iya benar Yai, memangnya ada apa? Kenapa kok cuma satu kali saja mbah? Kan shalat Fardhu itu sehari wajib dilakukan lima kali? Begini lho Yai, saya kan sudah baik tho. Menyuruh Yanto shalat sehari satu kali, harusnya yang empat itu kan kewajiban orangorang itu dan tentunya juga panjenengan. Jawab Mbah Gono sembari pamitan untuk pulang. *Penulis adalah kru TROBOSAN. Glosarium Wae (Jawa): Saja Inggih (Jawa): Iya

gunkan Masisir dari tidur panjang dan mendorong mereka untuk keluar dari kamarnya. Masih di dalam ruang tertutup Penulis masih mencoba mencari jalan untuk menghubungkan kondisi paling realistis dari Masisir yang begitu sulit didefinisikan ini dengan terma komunitas kamar. Penulis tidak akanmemberi justifikasi atau menghakimi Masisir. Namun penulis berharap banyak bahwa Masisir segera menyadari akan adanya bom waktu yang siap meledak kapan saja bila tak segera dijinakkan. Masisir menghadapi realitas ketidakpercayaan masyarakat Indonesia pada kemampuan individu lulusan Timur-Tengah lantaran andil mereka dalam bidang perkemban-

manuskrip kuno?Kita berhenti pada pembacaan diktat, menghafal diktat, dan ujian.Kita belum juga berani menyelam lebih dalam ke dalam khazanah keilmuan Timur-Tengah. Akibatnya saat pulang kita pun akan mentok pada pengajaran santri (mengulang apa yang pernah diajarkan pada kita). Bukan mengeluarkan sebuah produk baru ilmu pengetahuan.Semerta itu muncul juga stigma bahwa ilmu agama itu sudah tidak lagi berkembang.Hal ini semakin membunuh karakter keilmuan Masisir. *Penulis adalah editor TROBOSAN.

TROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

13

Opini

Konsep Arah Kiblat dalam Islam


Oleh: Nuril Dwi* Kata kiblat acap kali kita dengar dan kita ungkapkan, karena memang satu kata yang sangat sederhana dan memiliki peranan penting dalam kehidupan beragama seorang Muslim. Umat Islam mendirikan salat lima waktu dalam sehari, sehingga umat Islam haruslah benar-benar mengetahui serta memahami di mana arah kiblat yang harus ia tuju sebelum mendirikan salat, karena menghadap kiblat merupakan salah satu syarat sahnya salat. Kiblat berasal dari bahasa Arab yang bermakna suatu arah yang merujuk ke tempat di mana bangunan Kabah terletak dan disanalah pusat tumpuan umat Islam dalam menyempurnakan beberapa ibadah tertentu. Fikih tidaklah akan sempurna tanpa peranan ilmu falak, sehingga tidak dapat kita pungkiri bahwa ilmu falak memiliki peran penting dalam interkoneksi sains dengan teks syariah. Ilmu falaklah yang menerjemahkan teks-teks syariah, sehingga umat Islam dapat dengan mudah menyempurnakan berbagai kewajiban dalam prosesi ibadahnya. Seperti dalam pelaksanaan salat yang membutuhkan penerjemaham teks syariah mengenai waktu salat, begitu pula arah kiblat. Bila pada masa Rasulullah Saw. kewajiban menghadap kiblat tidak banyak menimbulkan masalah karena sebagian umat Islam tinggal di sekitar Makkah, sehingga mereka bisa melihat wujud Kabah secara langsung. Berbeda halnya dengan keadaan saat ini yang mana umat Islam sudah banyak jumlahnya dan tinggal tersebar di berbagai belahan bumi yang letakya jauh dari Makkah. Sehingga berijtihad dalam penentuan arah kiblat sangatlah dibutuhkan demi terlaksananya ibadah yang sempurna. Dalam permasalahan arah kiblat hendaklah setiap Muslim dapat memahaminya secara komperhensif. Artinya tidak hanya terpaku pada pemahaman orang -orang terdahulu. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi hendaknya disikapi secara positif, bahkan dijadikan salah satu penunjang dalam penentuan arah kiblat, Sehingga menghasilkan hasil yang akurat dalam penentuannya. Seiring dengan perkembangan sains dan teknologi, pengukuran arah kiblat bukan lagi hal yang sulit. Berawal dari berbagai alat sederhana yang di gunakan ulama Islam kala itu, hingga kompas kiblat dengan berbagai merek dan tingkat akurasinya, kalkulator dan komputer yang semakin mempermudah dalam penghitungan arah kiblat, dan masih banyak sekali alat modern lainnya yang menunjang peritungan arah kiblat. Pada era modern sekarang ratusan satelit bertengger di langit, sehingga memudahkan kita untuk mengakses berbagai informasi yang berkaitan dengan perhitungan arah kiblat suatu tempat, dan dapat mengkalkulasikan keakuratannya. Berawal dari kecanggihan inilah pada era modern ini dapat dengan mudah mengetahui titik koordinat suatu tempat, sehingga pergeseran arah kiblat dari Kabah dapat dengan mudah terdeteksi dan dihindari. Berdasarkan penghitungan, arah kiblat kota Kairo adalah 136 derajat dikur dari utara searah jarum jam. Pergeseran arah kiblat dari Kabah terdeteksi di beberapa masjid tua di kota Kairo, yang mana masjidmasjid tersebut memiliki beberapa keistimewaan dibanding dengan masjid lainnya. Misalnya adalah masjid tersebut dibangun pada masa khalifah bahkan sahabat, dan kala itu merupakan masa kejayaan astronomi Islam, dan tidak sedikit para astronom Islam yang memang berkiprah dan menelurkan beberapa karyanya pada kala itu, seperti Ibnu Yunus dan Ibnu Haitsam. Masjid Amru ibn Ash yang tercatat sebagai masjid pertama kali dibangun di Mesir, dan merupakan masjid tertua di Afrika. Masjid ini dibangun oleh Amru ibn Ash, sahabat Rasulullah Saw. yang telah menaklukan Mesir. Pada masjid ini terdapat pergeseran kiblat kurang lebih sebelas derajat dari posisi Kabah. Kemudian Masjid al-Azhar, terdapat pergeseran sekitar dua belas derajat. Masjid yang dibangun oleh Jauhar Al-Kaib As Shoqly satu tahun setelah dinasti Fatimiyah menaklukan Mesir, yang mana masjid ini menjadi pusat penyebaran ilmu pada masanya, hingga berkembang menjadi sebuah lembaga pendidikan dan saat ini tercatat sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di dunia. Begitu pula pada masjid Al-Hakim bi Amrillah , terdapat pergeseran kiblat kurang lebih empat derajat, menurut sejarah masjid ini di bangun pada masa Al-Hakim ibn Amrillah, yang mana pada saat itu astronom Islam Ibnu Yunus lah yang banyak mengabdikan dirinya, khususnya dalam ilmu astronomi, bahkan beliaulah yang menentukan arah kiblat pada masjid ini. Haruslah diketahui bahwasanya bergesernya arah kiblat terhadap Kabah dengan pertimbangan jarak serta ukuran bangunan Kabah, akan mengakibatkan pergeseran sebesar 126 km di utara atau selatan Kabah pada setiap satu derajatnya. Berkenaan dengan konsep menghadap kiblat dalam salat, perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang hal ini bukanlah hal baru lagi, antara menghadap jihah (arah) Kabah atau ain (bangunan fisik) Kabah. Perbedaan tersebut mestinya bukanlah sumber dari perpecahan di kalangan umat Islam. Sebaliknya, pendapat-pendapat ulama tersebut sesuai dengan ijtihad mereka masing-masing, yang mana pada hakikatnya sebagai solusi yang arif bagi kita dalam menyikapi perbedaan dalam masyarakat. Ulama jumhur selain Syafiiyah berpendapat bahwa kewajiban menghadap kiblat cukup dengan menghadap ke arah (jihah) Kabah. Sedangkan ulama Syafiiyah berpendapat bahwa kewajiban menghadap kiblat dengan mengarah ke bangunan fisik (ain) Kabah. Apabila ditelisik lebih dalam, kemiringan arah kiblat pada masjid bersejarah di kota Kairo ini memiliki hikmah yang cukup medalam. Masih banyak kajian dan pokok permasalahan yang harus dikaji lebih rinci. Tentulah tidak bisa begitu saja dikatakan bahwa kiblat masjid-masjid tersebut salah dengan adanya kemiringan atau pergeseran beberapa derajat dari Kabah. Akan tetapi haruslah dipertimbangkan beberapa aspek, karena masjid tersebut dibangun oleh sahabat pada masanya. Begitu pula faktor campur tangan astronom muslim yang berkompeten di bidangnya dan keikutsertaan dalam pembangunannya haruslah menjadi pertimbangan yang cukup besar. Tentulah pendahulu-pendahulu tersebut membangun dan menetapkan arah kiblat setiap masjid dengan penuh pertimbangan dan ketelitian. Pertimbangan fikih juga bisa dijadikan alasan. Umat Islam memiliki alternatif menghadap al-jihah (arah) apabila menghadab ain (bangunan fisik) Kabah tidak memungkinkan. Begitu pula dengan adanya beberapa literatur madzhab fikih yang memaparkan bahwasanya diperbolehkan berpatokan pada masjid-masjid yang dibangun oleh para sahabat apabila tidak mengetahui arah kiblat. Demikian Islam dengan rahmat-Nya tidak membebani umat untuk sesuatu yang melebihi batas kemampuannya selama niat telah tertambat untuk berijtihad menentukan arah kiblat sebaik-baiknya demi kesempurnaan sebuah ibadah. * Penulis adalah mahasiswi tk.III fakultas Dirosah Islamiyah jurusan tafsir, pegiat kajian ilmu falak AFDA PCI Muhammadiyah Mesir.

14

TROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

Kolom

Ketika Media Kehilangan Pe[me]rannya


Oleh: Dana A. Dahlani*
Akhir tahun 2012, majalah Newsweek harus menelan pil pahit. Karena tidak mampu bersaing dengan perkembangan digitalisasi multimedia yang semakin menggurita, majalah yang berkantor pusat di Amerika itu terpaksa gulung tikar. Penyebab utamanya tak lain adalah pendapatan iklan yang menurun drastis. Popularitas majalah yang didirikan 80 tahun lalu oleh mantan wartawan Time, Thomas Martyn itu kalah jauh dibandingkan The Daily Beast. Sebaliknya, media online itu justru mengalami kenaikan pelanggan hingga 70 persen, yang secara otomatis mendongkrak pendapatannya. Jika tidak ingin tergilas, media massa harus pandai-pandai menciptakan variasi, kreatif bermetamorfosis, terlebih lagi media cetak. Selain memodifikasi konten agar lebih dinamis dan interaktif, tata letak dan tampilan luar juga patut mendapat perhatian khusus. Desain yang sedap dipandang mata bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi pembaca. Manajemen yang rapi akan menambah nilai plus tersendiri. Tidak usah jauh-jauh membahas media nasional ataupun internasional, Masisir sendiri punya cerita tentang keterpurukan media. Media kita pernah merasakan masa keemasannya pada dekade 1990-an. Dunia jurnalistik menjadi primadona mahasiswa. Terbitan terbaru selalu ditunggu pembaca di setiap edisinya. Kabar mutakhir tentang Masisir selalu menjadi santapan utama. Maklum saja, saat itu masih jarang yang punya telepon seluler, apalagi komputer yang tersambung dengan dunia maya. Tak salah jika Kang Abik mengabadikan nama TROBOSANyang notabene salah satu ujung tombak mediadalam novelnya, Ayat-Ayat Cinta. Memasuki abad ke -21, internet sudah mulai marak. Meski begitu, media cetak masih punya tempat tersendiri di hati pembacanya. Ada beberapa topik yang tak jarang memancing diskusi panjang di dunia maya, terutama di milis PMIK. Walaupun kadang juga memicu debat kusir berkepanjangan. Setidaknya tulisan di media masih mendapatkan perhatian berarti. Hingga pertengahan tahun 2010, penulis masih merasakan pengaruh signifikan media di tengah-tengah kehidupan Masisir, terutama para aktivisnya. Kasus pemalsuan stempel dalam sidang paripurna MPA-BPA PPMI yang diangkat Informatika sempat menjadi perdebatan sengit di beberapa forum. Penulis juga masih mendapatkan edisi terakhir buletin Al-Qalam yang akhirnya terpaksa gulung tikar karena keterbatasan dana. Kala itu, Al-Qalam memang menyorot habishabisan eksistensi pers Masisir yang semakin memudar. Setelah itu, media kita praktis mengalami kemunduran yang luar biasa hingga mencapai titik nadirnya, tergolek tak berdaya menghadapi revolusi yang berujung evakuasi. Kini, secara perlahan, media kita mulai bangun dari tidur panjangnya. Sayangnya, mereka saat ini seakan kehilangan perannya. Pers seharusnya mampu memainkan peran sebagai pusat informasi, kontrol sosial, sumber pengetahuan yang mendidik dan corong masyarakat dalam menyuarakan pendapat. Tapi nyatanya, media yang sudah ada belum mampu memberi pengaruh positif yang signifikan dalam kehidupan Masisir. Jangankan mengubah peradaban, menarik perhatian Masisir untuk mau membaca saja sulitnya bukan main. Kecepatan informasinya sudah kalah jauh dengan Facebook dan Twitter. Kepekaannya terhadap kondisi sosial semakin tumpul. Kalau fenomena seperti ini dibiarkan berlarut, bukan tidak mungkin media kita akan ditinggalkan pemerannya (baca: redaktur pelaksana). Dan gejalanya sudah mulai nampak akhir-akhir ini. Daya tariknya mulai pudar. Media Masisir harus segera bermetamorfosis. Pers yang selama ini mengandalkan versi cetak hendaknya tampil lebih atraktif. Media online pun juga harus konsisten mengupdate informasi terbaru tiap harinya. Salah satu yang paling bergeliat adalah darussalamcentercairo.com. Deadline adalah hal terpenting yang menjadi prioritas utama suatu penerbitan. Batas waktu harus sesuai ketentuan. Jika penerbitan terkesan angin-anginan, pembaca akan lari meninggalkan. Para penulis/kontributor juga enggan mengirimkan tulisan. Kru yang notabene masuk dalam jajaran tim redaksional pun akan malas-malasan. Dalam hal yang satu ini, penerbitan Jurnal Himmah PPMI patut dijadikan panutan. Ia sudah memainkan perannya dengan cukup baik. Meski hanya terbit dua kali dalam setahun, tim redaksi tetap konsisten menepati jadwalnya. Bahkan edisi terbaru sudah rampung cetak jauh-jauh hari sebelum jadwal yang ditentukan. Memang perlu diakui, penerbitan jurnal jauh berbeda dengan penerbitan buletin bulanan atau mingguan. Tapi setidaknya tiap media punya jadwal terbit yang jelas dan tetap, sehingga penerbitannya tidak terkesan sebagai formalitas belaka, hanya untuk memenuhi program dalam laporan pertanggungjawaban organisasi. Desain dan tampilan luar agaknya patut menjadi perhatian. Sudah saatnya media kita merekrut para desainer dan ilustrator yang fokus menangani perwajahan media. Tak bisa dipungkiri, hal pertama yang dinilai dari sebuah majalah/buletin adalah cover dan tata letak rubrikasinya. Penampilan yang eye catching akan menarik perhatian pembaca. Untuk mengurusi masalah layout, selama ini, mayoritas media Masisir masih bergantung pada kru yang notabene hanya ingin belajar menulis. Apalagi jika mau beralih ke versi digital. Selain lebih menghemat dana percetakan, layouter bisa lebih leluasa dalam berkreasi tanpa terbatasi oleh jumlah halaman. Format PDF juga memberi kebebasan kepada layouter untuk menentukan kombinasi warna yang full color. Kalau mau lebih canggih, pengelola bisa menambahkan konten-konten audio visual yang lebih interaktif, semisal foto peristiwa, rekaman wawancara atau bahkan video. Majalah Detik bisa dijadikan contoh dalam hal ini. Di samping itu, dengan memanfaatkan teknologi baru ini, kita bisa menjaring dan menampilkan lebih banyak iklan. Menurut hasil survey, iklan digital di Amerika naik 15,4 persen dari tahun sebelumnya. Di saat yang sama, iklan majalah justru menurun, meski hanya setengah persen. Masa kepengurusan yang hanya satu tahun bisa dibilang terlalu singkat untuk membangun tim redaksi yang solid. Karena itu, sistem kaderisasi menjadi modal penting. Sekolah menulis dan pembekalan skill jurnalistik harus diterapkan secara intensif, sebagaimana yang telah dilakukan buletin Prestasi KSW dengan Sekolah Menulis Walisongo-nya. Ini diperlukan untuk menghasilkan pemberitaan yang berbobot dan berimbang. Kekuatan sejati media terletak pada kualitas isinya. Isu dan opini yang diangkat seharusnya bisa membangun peradaban Masisir ke arah yang lebih baik. Mengikis kebiasaan-kebiasaan negatif yang terlanjur mengakar dan mulai mengampanyekan budaya positif yang produktif. Memang perlu diakui, setiap individu diberi kebebasan untuk memilih. Dan tidak semua mahasiswa tertarik dengan jurnalistik. Paling tidak, pers harus mampu menunjukkan kepada Masisir pemerhati jurnalistik bahwa media masih bernafas, dan perlu untuk diperjuangkan. Kita perlu sebuah forum untuk mengapresiasi karya awak media. Sesama insan jurnalis harus saling bersinergi, mengembalikan peran media yang sudah lama mati suri. Kalau bukan kita, siapa lagi? Untuk melakukan itu semua, sebuah media sebenarnya tidak butuh kru yang banyak, tapi butuh kru yang militan dan peka terhadap lingkungan. Utamakan kualitas, bukan kuantitas! Jangan sampai riwayat jurnalistik Masisir berakhir tragis layaknya Newsweek. *Penulis adalah Ketua Umum Ikatan Jurnalis Masisir, Editor buletin Informatika.

TROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

15

Email/YM: transferindo.mesir@yahoo.com FB: Tranferindo Mesir

16

TROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

Anda mungkin juga menyukai