Sekapur Sirih, Jarak, Halaman 2 Sikap, PPMI, dimana letak pentingnya? Halaman 3 Laporan Utama, Trias Politika Masisir, mau dibawa ke mana? Halaman 4-5 Komentar Peristiwa, MPA dan BPA menumpuk agenda sidang, Halaman 6-7 Seputar Kita, Informatika gelar pelatihan penulisan, Halaman 7 Seputar Kita, Wihdah adakan Sparkling Days, Halaman 8 Seputar Kita, Gara-gara Kibdah, Tiga orang Mahasiswa berurusan dengan polisi, Halaman 8 Laporan Khusus, Satu Semester PPMI, apa kata mereka?, Halaman 9 Wawancara, Pak Cecep: SGS bukan wahyu tuhan!, Halaman 10 Layar, Jurnal Masisir siap go Internasional Halaman 11 Dinamika, Komunitas kamar Halaman 12 Sastra, Mbah Gono, Halaman 13 Opini, Konsep arah kiblat dalam Islam, Halaman 14 Kolom, Ketika Media Kehilangan Pe[me]rannya, Halaman 15 Selamat Membaca! Santai dan penting dibaca Tajam tanpa melukai
Berhadiah
TROBOSAN ADVERSITING
Kritis tanpa menelanjangi Media ini dikelola oleh Pelajar dan Mahasiswa Indonesia sebagai media informasi, opini dan komunikasi mahasiswa Indonesia di Mesir. Redaksi menerima tulisan dari pelbagai pihak dan berhak mengeditnya tanpa menghilangkan makna dan tujuan.
Sekapur Sirih
membayangkan bagaimana nanti dana untuk mendekatkan sesama kita ketika sudah sesibuk beliau. Tapi inilah kenyataan yang memaksa kemustahilan ini menyelonong masuk ke dalam otak. Maka logislah kalau sudah demikian, bukankah begitu sahabat? Terlalu banyak hal yang berjarak dalam tubuh Masisir. Sebelum kita ingin dekat dengan beliau para pejabat yang sibuk, maka sudah seharusnya kita dalam satu tubuh yang utuh, tidak berjarak demikian. Maka baru setelah itu kita bisa berjalan mendekati beliau. Kali ini, TROBOSAN bermaksud merekatkan kembali jarak Masisir melalui ruang kesadarannya. Lewat laporan mengenai SGS (Student Government System) kami berusaha mengi-ngatkan Masisir untuk kembali me-nyadari betapa menakutkannya wabah jarak ini. Semoga dengan kembali mempelajari bagaiamana para senior terdahulu berusaha menyatukan diri Masisir, khususnya melalui sistem trias politika ini kita bisa kembali mengi-ngat cita-cita perjuangan organisasi ini, yaitu bersatu padu. Tidak demikian adanya yang lesu, sebagaimana kita lihat kenyataan sidang BPA dan MPA beberapa hari yang lalu. Demikian kami menyambut anda dan selamat membaca! []
Jarak
Sebuah ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat dinamakan jarak. Demikian definisi kata jarak menurut KBBI. Dengan demikian setiap sesuatu yang tidak menyatu adalah berjarak sebagaimana pandangan di atas. Sesempit apapun ruang sela itu, kalaulah masih ada pemisah bisa didaulat berjarak, tidaklah satu, terpisah atau berpisah. Sejarah menceritakan, kita sebagai bangsa yang terjajah pernah kesulitan menembus garis kemerdekaan karena perjuangan yang terpisahpisah satu sama lain. Sampai pada akhirnya kehendak dan pe-ngalaman dalam berjuang mengajarkan: untuk menembus hasil perjuangan adalah dengan kebersamaan, bersatu. Kalau tidak demikian, lalu dengan apa? Kita yang kala itu minim senjata, bodoh tentu akan hanya gigit jari melihat kenyataan nihil karena perjuangan yang tanpa adanya persatuan. Maka jelas, satu sama lain hendaknya tidak berjarak, merasa satu nasib, satu per-juangan, satu impian, satu kemerdekaan, satu bangsa. Sayang setelah mengusir para penjajah wabah penyakit jarak kini menggerogoti kembali. Padahal tak perlu mengumumkannya kita semua tahu itulah yang dahulu menjadi penghambat kemerdekaan kita. Entahlah. Apakah ini adalah hukum alam atau memang kebodohan manusia yang ditakdirkan bercacat diri? Yang jelas kita yakin ini bukanlah kutukan dari Tuhan karena
agama dengan jelas mengajari kita bagaimana seharusnya kita menyikapi. Bukankah begitu sahabat-sahabati? Begitulah penyakit manusia. Jikalau belum merasakan sendiri kenyataan pahitnya maka jera tidak akan pernah menjadi titik akhirnya. Maka pada padanan lain, kesadaran bukanlah hal yang akan bisa tertancap dalam hati, perasaan dan pikiran. Oh betapa memilukan pastinya! Apa yang salah dari Masisir ya?, keluh seorang awak TROBOSAN dalam sebuah obrolan sore itu. Mungkin jarak inilah yang menjadi sumber besarnya Masisir sekarang ini. PPMI kalang kabut menyatukan anggotanya, di sana-sini semua membentuk benteng sendiri. Sampai-sampai untuk memangkas jarak yang demikian parah PPMI harus mengadakan penutupan kegiatan semester kemarin dengan sebuah acara bertajuk Hari Kebersamaan Masisir. Dengan harapan mereka bisa menyatukan Masisir, setidaknya hanya dalam sehari dalam acara tersebut saja. Tidak, sungguh tidak masuk akal nampaknya! Hanya karena ingin me-nyatukan saja sampai harus mengadakan acara dengan menghabiskan dana ribuan junaih. Hebat nian, ternyata demikian mahalnya nilai kebersamaan! Padahal itu masih sesama Masisir yang belum sesibuk pejabat lo! Pak Dubes misalnya. Wah belum bisa
Al-Taqwa Copy
Menerima segala jenis fotokopi Swessry B, Building 58. Depan Pondok Ayu Hp: 01001561133
Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin. Pimpinan Umum: Tsabit Qodami. Pimpinan Redaksi: Fahmi Hasan Nugroho. Pimpinan Perusahaan: Erika Nadarul Khoir. Dewan Redaksi: Abdul Majid, M. Hadi Bakri. Reportase: M. Ainul Yaqien, M. Zainuddin, Dirga Zabrian, Sulhansyah Jibran, Luthfiatul Fuadah Al-Hasan, Ainun Mardiah, Heni Septini. Editor: Zulfahani Hasyim. Pembantu Umum: Keluarga TROBOSAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228 E-mail: terobosanmasisir@yahoo.com. Facebook : Terobosan Masisir. Untuk pemasangan Iklan dan Layanan Pelanggan silakan menghubungi nomor telpon : 01159319878 (Tsabit) atau 01122217176 (Fahmi)
02
Sikap
03
Laporan Utama
Kritikan terhadap trias politika SGS Animo Masisir saat mulai dijalankannya sistem ini sangatlah tinggi, hal itu terbukti dengan tingginya permintaan berbagai macam organisasi untuk diadakan pelatihan tentang SGS yang baru saja dijalankan. Kita dulu sering dipanggil oleh berbagai organisasi untuk mengadakan pelatihan tentang SGS. Karena banyaknya permintaan waktu itu, akhirnya MPA membuat tim khusus untuk menangani masalah pelatihan tentang SGS. Jelas Pak Cecep yang menjabat sebagai Ketua MPA tahun 2004-2005 menggantikan Pak Romli Syarqowi sebagai Ketua MPA pertama setelah disahkannya sistem baru ini. Namun dalam perjalanannya, banyak kritikan yang muncul terhadap sistem ini. Di antaranya adalah tulisan Muhammad Syadid di buletin Informatika edisi Interaktif Pemilu Raya, 27 Agustus 2012, atau tulisan Desi Hanara di Modul Orientasi Mahasiswa Baru PPMI angkatan tahun 2010 dan buletin TROBOSAN 1 April 2008, Rashid Satari di buletin TROBOSAN 16 November 2009, dan Agus Khudlari di buletin TROBOSAN 11 Agustus 2008. Di antara kritikan yang muncul adalah PPMI dinilai terlalu gemuk, terlalu menyibukkan mahasiswa dengan birokrasi sistem dan rapat dan pengaruh buruknya terhadap tingkat akademis mahasiswa. Minat Masisir terhadap PPMI pun berkurang terutama jika berkaitan dengan
03
Laporan Utama
jadi orang yang dilantik dulu sekarang sudah tidak ada lagi atau kepengurusannya sudah berubah. Hal senada juga diucapkan oleh Hilmy Mubarak sebagai salah satu pimpinan BPA, ia menjelaskan bahwa menurut undang -undang, anggota MPA dan BPA di setiap sidang haruslah orang yang sama. Namun di sisi lain, hanya sedikit organisasi yang berkenan mengirimkan utusannya untuk hadir dalam sidang MPA atau BPA. Hal ini terbukti ketika sidang pleno BPA yang membahas tentang UU Temus dan Maba awal Desember lalu hanya dihadiri oleh 22 orang peserta, bahkan peserta sidang RAPBO yang baru berlangsung sabtu (16/2) kemarin pun tidak lebih dari 15 orang. Hilmy berkomentar, Bisa saja kita adakan peraturan, bagi organisasi yang tidak ikut sidang selama tiga kali misalkan, kita kurangi jatah temusnya satu biar mau pada dateng. Pihaknya menilai bahwa Masisir baru akan merespon jika permasalahan yang dibahas adalah masalah jatah Tenaga Musiman (Temus), selain itu Masisir seolah tidak peduli. Ia pun mengiyakan bahwa permasalahan Temus adalah hal yang riskan, dan peraturan ini pun baru sebatas ide sepintas karena melihat persentase kehadiran utusan organisasi di setiap sidang minim, dan belum tentu Masisir akan menerima. Minimnya kehadiran utusan organisasi dalam setiap sidang pun salah satunya disebabkan oleh kurang pahamnya Masisir akan urgensitas sidang yang diadakan oleh MPA dan BPA. Jangankan untuk memahami tentang berbagai macam sidang yang diadakan, tentang kulit dari sistem keorganisasian PPMI ini pun banyak mahasiswa yang tidak memahaminya. Kami mencoba bertanya tentang trias politika dalam PPMI serta peran dan tugas BPA dan MPA, dan kami mendapatkan jawaban yang hampir seragam. Salah seorang mahasiswi yang juga merupakan pengurus di Wihdah PPMI, Nurul Azizah berkomentar, Waduh, pertanyaannya susah. Ane ga paham masa!. Mahasiswa lain, Hasan Hanung menjawab, Kurang tahu, mungkin karena tugas MPA BPA intern dalam tubuh DP PPMI, jadi yang tahu ya orang-orang yang jadi DP. Beberapa keterangan di atas menunjukkan bahwa sistem yang ada dalam tubuh PPMI sulit untuk dipahami oleh Masisir saat ini, lebih lagi Masisir pun kurang mengetahui urgensitas dan fungsi dari berbagai macam sidang yang diadakan oleh MPA dan BPA. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dari PPMI tentang hal-hal yang berkaitan dengan sistem keorganisasian. Sosialisasi yang ada selama ini masih berkisar pengumuman kegiatan-kegiatan yang telah diprogramkan. PPMI jarang mempublikasikan hal-hal seperti penjelasan tentang sistem trias politika, fungsi dan tugas masing -masing MPA, BPA dan DPP, fungsi dari sidang-sidang yang diadakan, tujuan dari RAPBO, LKS dan hal-hal lain. Hujaj berkomentar, Bukankah masing-masing lembaga punya akun FB? Tapi kenapa FB itu belum memasukkan sebagian besar Masisir? Seharusnya lembaga-lembaga itu nge-add anakanak baru dan nge-share- status-status tentang program mereka Hal senada dikatakan oleh Abdul Baits. Seorang mahasiswa, ketua panitia sidang LKS kemarin. Ia berpendapat bahwa sistem keorganisasian beserta lembaga dan tugasnya yang bermacam-macam ini jarang disosialisasikan oleh PPMI, paling hanya sebagian orang yang bisa memahami ini, itu pun hanya orang yang memiliki kepentingan dengan PPMI. Tabrani Basya pun menambahkan, Dulu saya (ketika jadi MPA) sering nulis di TROBOSAN atau Informatika tentang PPMI, tapi sekarang tidak pernah saya lihat. Kenapa PPMI tidak tanggapi masukan yang ada? Kenapa PPMI tidak menulis di media? Nilai Positif? Awalnya, sebagaimana dikatakan oleh Pak Cecep. Sistem SGS ini salah satunya bertujuan untuk mengatur lalu lintas organisasi di kalangan Masisir sekaligus sebagai ladang pembelajaran politik bagi mahasiswa, ditambah lagi sistem yang digunakan PPMI adalah sistem yang hampir sama dengan yang diterapkan oleh pemerintah di tanah air. Hujaj berkomentar, Sistemnya bagus, minimal untuk belajar hidup bernegara dengan baik dan benar. Ada pelaku pemerintahan, ada yang ngritisi ada juga yang merancang dan mengesahkan undang-undang Tabrani menambahkan, Tidak sedikit alumni Masisir yang ketika pulang ke Indonesia menjadi anggota dewan di daerah maupun nasional, jadi ini bisa dijadikan tempat belajar Beberapa mahasiswa lain menyebutkan hal yang sama, yaitu sistem yang ada PPMI bisa dijadikan lahan untuk belajar berpolitik dan berorganisasi, meski tidak menutup kemungkinan bahwa sistem ini harus terus dikaji dan dimaksimalkan fungsinya. Perlukah dirubah? Lalu kami mencoba untuk menanyakan apakah sistem keorganisasian dalam tubuh PPMI harus dirubah? Berbagai macam jawaban yang beragam kami terima. Mengenai hal ini, Pak Cecep berkomentar, Sistem SGS itu bukan wahyu tuhan yang tidak bisa dirubah. Setiap sistem yang dibuat oleh manusia pasti banyak kekurangannya. Oleh sebab itu silahkan dicari mana titik kelemahannya lalu perbaiki! Ia pun mengisyaratkan bahwa sistem bisa saja berubah sesuai dengan tuntutan zaman, bisa saja diganti jika memang sistem itu dinilai sudah tidak relevan dengan pola pikir dan gaya hidup mahasiswa saat ini. Ini adalah tugas aktifis (di masa)-nya kan? Abdul Majid, salah seorang anggota MPA KSW menjelaskan bahwa sistem itu disesuaikan dengan semangat mahasiswa pada masanya. Maka sistem bisa saja berubah tergantung semangat dan pola pikir mahasiswa di suatu masa. Ulum, salah seorang keluarga TROBOSAN berpendapat bahwa sistem ini rumit dan perlu dirubah, Perlu dirubah yang pas buat Masisir, dan nggak terlalu rumit Hilmy Mubarak, pimpinan BPA PPMI mengatakan hal lain. Ia berpandangan bahwa sistem SGS ini belum bisa dihapus, karena nanti akan membuat masisir kaget dengan perubahan sistem yang tiba-tiba. Ia mengusulkan agar sistem yang ada ini terus dikaji ulang agar dapat dimaksimalkan fungsinya. Hujaj memiliki pandangan yang sama, ia menuturkan Kalau ingin tetap belajar sistem bernegara, lebih baik jangan dirubah, tapi dimaksimalkan kinerjanya Tabrani berkomentar tentang perlukah ada sistem baru untuk PPMI, Ia mengatakan, Perlu ada pengkajian lagi yang lebih mendalam tentang ini dan perlu ada konsep yang lebih matang kalau ingin membuat sistem baru Lalu? Terlepas perlu dirubah atau tidak, sistem trias politika dalam tubuh PPMI memang bermasalah. Para pejabat PPMI saat ini pun hanya menerima sistem ini sebagai warisan turun menurun dan belum ada usaha untuk mengkaji ulang ataupun merubahnya. Dan Masisir pada umumnya pun tidak tahu apa yang menjadi alasan digunakannya konsep trias politika dalam sistem keorganisasian di PPMI. Maka perlu ada penghubung antara pihak yang menjalankan sistem saat ini dengan pihak yang menjadi pelaku sejarah berjalannya PPMI sejak perubahan sistem itu. Tabrani Basya mengatakan, Saya harap semoga MPA (dan PPMI seluruhnya) mengumpulkan orang-orang lama untuk meminta masukan dan mengadakan perbaikan sistem sekaligus untuk memperdalam pemahaman jajaran PPMI akan PPMI sendiri Semoga PPMI semakin maju ke arah yang baik. [] Fahmi.
04
Komentar Peristiwa
Setelah dimulai beberapa menit kemudian 5 undangan lainnya berdatangan, menambah jumlah suara peserta. Dengan jumlah total tiga puluh peserta sidang, dibentuklah empat fraksi. Hal ini disesuaikan -dengan kesepakatan sebelumnya untuk membentuk fraksi pada sidang kali ini. Delapan mahasiswi yang hadir sebagai perwakilan dari Wihdah berkumpul membentuk fraksi tersendiri. Mereka menamakan fraksinya Wihdah Kompak. Sementara itu tiga lainnya adalah Fraksi Kasih Sayang, Fraksi Twinkies dan nama Fraksi terakhir adalah Garuda. Setelah pembentukan fraksi dibagilah Lembar LKS untuk dibincangkan interen sesama anggota fraksi sebelum akhirnya nanti disampaikan sebagai tanggapan fraksi. Untuk rapat fraksi tersebut, MPA memberikan waktu lima belas menit. Lima belas menit berlalu, pembacaan LKS pun dimulai. Pembacaan LKS diawali oleh presiden PPMI, Jamil Abdul Latif yang didampingi oleh Wapres, Delfa dan 3 Menko lainnya. Setelah presiden selesai membacakan LKS, kemudian Wapres diberikan waktu untuk angkat bicara. Dia menyampaikan mengenai pengakuannya akan keterbatasan tenaga dan sumber daya manusia di tubuh DKKM yang juga merupakan salah satu garapan PPMI. Dia meneruskan suaranya untuk melaporkan Visa Kolektif (Viko) yang kali ini terus diusahakan PPMI untuk membantu Masisir. Menurutnya saat ditemui Tim TROBOSAN di jeda istirahat shalat ashar, Sampai saat ini sudah 400 paspor yang sudah diselesaikan urusan visanya. Pengurusan ini akan terus dilanjutkan sampai dua bulan mendatang sebagaimana dijadwalkan. Dengan demikian sudah hampir seperempat nama Masisir menggantungkan nasib visanya pada pengurusan Viko yang ditangani PPMI tahun ini. Kemudian setelah pembacaan LKS selesai tibalah waktunya para fraksi menyampaikan pandangan serta tanggapannya mengenai LKS PPMI. Fraksi pertama yang maju ke depan adalah Fraksi Kasih Sayang. Fraksi ini menyampaikan beberapa poin, diantaranya ialah menyoal lembar kerja semester (LKS) yang dihadirkan tanpa cantuman foto
06
Komentar Peristiwa
kepada DPP PPMI. Kemudian mereka melanjutkan dengan saran agar PPMI merancang kembali programnya dan disesuaikan de-ngan sumber daya manusianya. Sebagaimana Wihdah yang menyorot dana konsumsi, fraksi ini juga menyampaikan hal serupa. Mereka menganggap terlalu banyak dana yang dikeluarkan untuk konsumsi panitia. Selanjutnya mereka memprotes pembengkaknya pengeluaran dana satu semester kemarin yang mencapai 2.500 USD. Mereka mempertanyakan pencarian dana semester ke depan. Dana setengah tahun lebihnya akan cari dimana?, ucap Jubir Garuda. Selain itu mereka menyorot kegaiatan kaderisasi yang dirasa sangat miris. Kritikan juga mereka sampaikan mengenai penampilan dalam acara puncak peringatan Sumpah Pemuda. Mereka menganggap dalam acara tersebut banyak adegan kurang sopan dan juga ikhtilat di atas panggung. Mereka juga mengharapkan agar PPMI dan KBRI dapat menertibkan TKW yang dikira cukup meresahkan keberadaannya, terutama mengenai perilaku mereka. Satu harapan lainnya supaya PPMI bisa lebih mensinergikan satu sama lain. Setelah semua fraksi selesai angkat bicara barulah PPMI diberikan waktu MPA untuk menanggapi. Menjawab pertanyaan mengenai kartu PPMI, pihak PPMI mengaku sedang menggarapnya berkerjasama dengan AlHikmah. Adapun mengenai Web mereka mengatakan kini sudah ada dan tersedia. Mungkin saat itu belum dibayar, ucap Jamil membeberkan alasan. Selain itu juga banyak permintaan maaf terkait kurang maskimalnya kinerja mereka dalam mengemban tugasnya sebagai DPP PPMI. Tanggapan dari PPMI diakhiri dengan harapan dari Wapres. Semoga kedepan bisa lebih baik!, ucapnya Delfa. Dengan berakhirnya acara laporan kerja semester maka sidang berakhir. Hal ini ditandai dengan pembacaan surat keputusan dari MPA, kemudian dilanjutkan dengan pidato ketua MPA. Pada pidato tersebut, Wahid Hasyim menuturkan adanya sidang ini adalah sebagai tolak ukur dan bahan evaluasi PPMI ke depannya. Akhirnya sidang ditutup oleh pembawa acara pada pukul 17.20 CLT. BPA Keluhkan Minimnya Peminat Sidang RAPBO Setelah sidang LKS ditutup para peserta beranjak dari tempat duduknya. Suasana sedikit riuh karena sebagian hadirin pamit meninggalkan acara. Dari 39 undangan yang menghadiri sidang LKS kini tinggal tersisa tidak lebih dari setengahnya. Yang tersisa hanya enam undangan laki-laki dan perwakilan Wihdah. Praktis jika tidak ada panitia, BPA, PPMI maka hanya ada 13 undangan peserta sidang yang mengikuti sidang. Beberapa kali BPA mengeluh karena minimnya undangan yang menghadiri sidang. Udah bubar!, gerutu salah seorang BPA sambil bercanda dengan kegetiran. Memang ini patut menjadi keluhan tersendiri bagi BPA karena sidang BPA terakhir, Desember 2012 lalu juga minim peserta. Saat itu nama yang tercantum dalam absensi undangan tak lebih dari 25. Kini lagi-lagi sidang harus berjalan tanpa memenuhi kuorum, bahkan mendekati pun tidak sama sekali. Pada pukul 17.46 CLT, acara dimulai dipandu oleh seorang pembawa acara. Kemudian acara dilanjutkan dengan sambutan yang disampaikan oleh salah seorang perwakilan panitia. Sambutan selanjutnya disampaikan Ketua BPA, Hilmy yang menyampaikan pandangannya akan perlunya meninjau kembali keberadaan organisasi di Masisir, khususnya mengenai status keberadaannya yang dibawah naungan BPA. Saat MPA menuju podium kehormatan jarum jam menunjukkan pada pukul 18.25 CLT. Saat itu peserta yang menghadiri sidang tidak juga bertambah. Mereka adalah 5 nama dari organsasi kekeluargaan, 1 dari DPD dan sisanya dari Wihdah. Setelah selesai membacakan tata tertib selesai sidang dilanjutkan dengan pembagian fraksi. Karena jumlah fraksi yang sedikit maka peserta dibagi menjadi tiga fraksi dengan tanpa membuat nama fraksi. Ketiga fraksi ini dibagi menurut kepentingan untuk memeriksa ajuan anggaran PPMI. Masing-masing dibagi rata sehingga satu fraksi bisa menggarap bagiannya dengan didampingi perwakilan PPMI untuk memberikan keterangan dan berdiskusi. Sidang diwarnai dengan insiden mati listrik ketika fraksi sedang membincangkan anggaran secara interen. Sekitar 27 menit semua harus menunggu kepastian listrik kembali menyala. Setelah listrik kembali menyala sidang dilanjutkan dengan tanggapan fraksi. Menurut pantauan kami, tidak ada perubahan dan perdebatan serius yang terjadi ketika fraksi maju melaporkan hasil diskusinya. Hanya ada beberapa poin yang diajukan untuk diubah. Misalnya, pengurangan pulsa bulanan Presiden PPMI. Sedangkan fraksi lain menanggapi akan anggaran olahraga dan juga waktu kegiatan. Fraksi ketiga mendukung penuh akan niatan PPMI untuk menjadi tuan rumah Simposium Internasional PPI Afrika dan Timteng. Setelah semua anggaran disetujui melalui laporan fraksi tadi, akhirnya sidang ditutup pada pukul 20.21 dengan ditutup seremonial sidang. Semua itu berjalan cepat dan lesu karena selain minim peserta juga minim tenaga dan pikiran yang sudah lelah sejak siangnya. Setelah resmi ditutup makan malam dihidangkan, sebagian berburu pamit selepas makan. Sementara itu setelah panitia, BPA dan sebagian MPA membersihkan aula, tanda acara selesai. [] Tsabit
Seputar Kita
Pada Sabtu (9/1) lalu, Informatika yang bekerja sama dengan KPMJB dan IJMA (Ikatan jurnalis Masisir) mengadakan acara pelatihan dengan tema Quick Training, semua bisa menjadi penulis yang digelar di Pasanggrahan KPMJB dengan pembicara Ust. Indra Gunawan, Lc. Dipl. untuk penulisan sastra dan Ust. Surya Fachrizal untuk penulisan dalam Jurnalistik. Acara ini merupakan agenda rutinan yang diadakan oleh Informatika setiap tahunnya. Acara yang diselenggarakan oleh Informatika kali ini cukup menarik, terlihat dengan tingginya antusias para peserta yang hadir. Walaupun dengan panitia yang jumlahnya hanya dua belas orang, acara ini tetap berjalan dengan lancar.
07
Seputar Kita
untuk setiap lima orang peserta yang hadir mewakili kekeluargaan dan almamater mereka. Kekeluargaan dan almamater yang memiliki stiker terbanyak akan dinobatkan sebagai kekeluargaan atau almamater terfavorit. Meski demikian, para peserta yang hadir benar-benar antusias untuk mengikuti acara tersebut, terbukti yang hadir lebih dari 150 orang, diantaranya para mahasiswi dan ibu-ibu. Saat diwawancarai oleh kru TROBOSAN, Riska Handayani selaku ketua panitia menuturkan bahwa acara ini merupakan kegiatan terakhir Wihdah oleh karena
Masalahnya bukan uang kembaliannya, tapi dia ga jelasin harganya dari awal. Masa awalnya ngasih kembalian 10 Pound, terus setelah dipaksa baru ngasih lagi 30 Pound, terus 5 Pound? ujar Dzikara saat ia menjelaskan ke polisi. Kasus ini selesai ketika si penjual diinterogasi dan kemudian memberikan kembalian lagi sebesar 20 LE. [] Tim Seputar Kita
08
Laporan Khusus
09
10
Layar
kenyataan, salah satu contoh terjadinya perubahan dalam mushaf Utsmani tidak berpengaruh pada orisinalitasnya. Hadist merupakan salah satu pedoman umat muslim kedua setelah Al-Quran. Dalam pandangan sisi empat madzhab para ulama, masing-masing madzhab memiliki pandangan berbeda dalam menilai ke absahan suatu hadist. Salah satu penulis mencoba mengangkat klarifikasi hadist dalam Madzhab Hanafiyah. Madzhab Hanafiyah memandang secara global bahwa suatu hadis diangggap benar tanpa adanya pembuktian, sedangkan para muhaddisin melakukan peninjauan secara cermat dalam menilai suatu hadist. Siapa yang tak mengenal sosok yang biasa dipanggil dengan Al-Razi. Seorang filosof Islam yang memiliki pemikiran luas dalam berbagai bidang ilmu. Kedudukannya mungkin tidak dapat disamakan dengan Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd, namun sudah banyak hal yang telah dibuktikan dalam pemikirannya, salah satu contoh yang diberikan Al-Razi tentang pemikirannya tentang sinkronasi tafsir Al-Quran dengan ilmu-ilmu modern. Tulisan lain menyebutkan, tentang persoalan-persoalan teologis yang banyak disoroti dalam isu feminisme Islam dan penyimpangan yang terjadi dalam penafsiran Al-Quran. Geliat keilmuan yang telah menjadi urat nadi mahasiswa sangat patut untuk dikembangbiakkan. Tulisan-tulisan naratif yang disajikan Jurnal Himmah dapat menjadi referensi bagi kebutuhan kita. Dan semoga harapan Jurnal Himmah untuk go international dapat terealisasi. [] *Penulis adalah kru TROBOSAN
11
Dinamika
Komunitas Kamar
Oleh: Zulfahani Hasyim Sejujurnya penulis sangatlah kesusahan untuk mencari terma yang tepat untuk mendeskripsikan komunitas Masisir yang begitu kompleks, ada sisi akademiknya, ada sisi ekonominya, ada sisi politiknya, ada sisi kemasyarakatannya, dan masih ada banyak lagi sisi-sisi Masisir itu disebutkan. Dan dilematisnya, jika penulis mencoba menuliskan satu sisi saja dari banyak sisi Masisir, penulis merasa mencurangi sisi-sisi Masisir yang lain. Karena setiap sisi dari Masisir mempunyai keterkaitan satu sama lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Setiap sisi ini memberi pengaruh kepada sisi yang lain. Dan setiap kali datang kawan-kawan penulis untuk curhat seputar dinamika Masisir yang lesu, penulis pun kembali kesusahan untuk mendefenisikan masalah sebenarnya yang terjadi di Masisir. Masisir itu seperti adonan roti yang sudah di-mix, hampir-hampir kita tidak lagi bisa mendefinisikan mana tepung mana telur, namun juga belum jelas mau jadi roti apa nantinya? Sampai pada akhirnya penulis teringat sebuah frasa yang pernah dilontarkan seorang kawan dalam sebuah obrolan santai, frasa itu adalah komunitas kamar.Penulis tak begitu yakin menempatkan frasa komunitas kamar untuk mendefinisikan masalah yang terjadi di Masisir adalah keputusan tepat.Dan apakah menggunakan frasa tersebut untuk merepresentasikan Masisir sebagai sebuah komunitas adalah benar.Namun terlepas dari benar dan salahnya penggunaan terma ini, penulis mencoba membuat kerangka logika pada setiap kondisi Masisir untuk selanjutnya dikaitkan pada terma ini.Setidaknya sementara kita simpan dulu frasa komunitas kamar untuk nantinya kita aplikasikan di dalam kerangka logika ini. Di mulai dari dalam Bila kita tengok, permasalahan Masisir itu tidak akan lari jauh dari permasalahanpermasalahan dalam diri Masisir sendiri (internal problem), mulai dari masalah ekonomi hingga masalah studi. Masalah organisasi pun paling banter berkutat pada masalah pendanaan, keaktifan anggota, dan kreatifitas pembuatan acara.Semua mentok pada permasalahan internal.Masalah internal bukanlah sesuatu yang perlu dihindari, justru permasalahan internal memberi ruang pada sebuah komunitas untuk mengeksplorasi dirinya sendiri. Namun kesan yang terjadi, permasalahan internal ini hanya jadi tontonan saja, atau paling jauh jadi bahan obrolan (baca: ngerumpi) saja. Masalahmasalah internal ini akhirnya menyita banyak waktu Masisir, mereka sibuk dengan permasalahan gesekan politik, sibuk dengan masalah persaingan ekonomi, dan sibuk dengan problem studi. Di banyak komunitas akademisi lain, permasalahan ini adalah masalah personal, bukan permasalahan yang menyedot orang banyak laiknya black hole, sehingga tidak mengorbankan progesifitas komunitas. Pada giliran berikutnya komunitas besar bernama Masisir ini ternyata belum bersiaga untuk membangun nalar sosial dalam tanggungjawab moralnya sebagai mahasiswa Timur-Tengah.Meski mereka pandai menyelenggarakan organisasi, namun bukan jaminan mereka bisa bernalar sosial yang tepat pada saat mereka kembali ke masyarakat mereka di Indonesia.Bahkan pada urusan nalar fikih, kita perlu banyak-banyak berbenah diri. Setiap ada kasus seputar masalah fikih (baca: agama) kita hanya ikut menyemarakan permasalahan itu dalam bentuk perdebatan dan diskusi-diskusi kosong yang tak berujung-pangkal. Ternyata sejauh kita belajar di Mesir masih saja belum bisa memberi solusi konkrit dari setiap permasalahan fikih sosial kemasyarakatan di Indonesia.Ini sangat miris. Menatap ke luar dari jendela kamar Saya masih menduga bahwa sebenarnya selama ini kita berada di Mesir masih belum benar-benar berada di Mesir.Karena kita sibuk dengan permasalahan internal komunitas maka kita jadi tak benar-benar berada di Mesir.Kita tidak menyentuh kehidupan Mesir yang sebenarnya.Kalau pun kita menatap ke luar komunitas kita kita hanya seperti menatap pemandangan di luar jendela kamar kita, tanpa pernah mau keluar dari kamar kita.Interaksi kita dengan Mesir sangat minim, jadi wajar, jika untuk berbicara bahasa Arab saja kita masih kesusahan.Kita tak banyak mengenal lingkungan sekeliling kita, bahkan tempat-tempat bersejarah di Kairo sendiri kita masih tak banyak mengenalnya.Barangkali kita lebih paham lokasi malmal di Kairo daripada museum-museum bersejarah di Kairo. Belum lagi masalah keterlibatan kita dengan lingkungan Mesir.Ambil saja sampel kecil, lingkungan Mesir yang paling dekat dengan kita adalah Al-Azhar, tapi seberapa dekat kita dengan Al-Azhar?Toh kita hanya mengunjungi Al-Azhar saat ijroat dan ujian saja?Belum lagi interaksi kita dengan lembaga-lembaga penunjang pendidikan kita, misal toko buku, perpustakaan, dan pusatpusat kebudayaan, intensitasnya masih sangat perlu dipertanyakan.Seberapa sering kita mengunjungi Darul Kutub (National Library) misalnya?Seberapa paham kita lokasi-lokasi toko-toko buku di Kairo misalnya? Ini sangat disayangkan karena kita (baca: identitas utama kita) adalah mahasiswa. Komunitas kita ini seperti membeku.Terlepas dari kondisi Mesir yang memang dirasa oleh sebagian orang kurang nyaman, namun apakah sebegitu saja kita menyerah?Kita sebenarnya diuntungkan dengan tersedianya layanan informasi yang mudah dan murah di Mesir, internet misalnya, dan dimanjakan dengan ketersediaan literatur-literatur yang murah dan mudah dijangkau.Namun seberapa pandai kita memanfaatkan semua fasilitas ini? Dalam langkah yang masih gontai di Mesir ini penulis mencoba merenungi perjalanan panjang penulis selama di Mesir. Tak jarang terbesit pertanyaan nakal, apakah kita mahasiswa?.Kita dengan jumlah ribuan, bukanlah jumlah yang sedikit untuk diintegrasikan dengan kepentingan ilmu pengetahuan Indonesia.Kita komunitas besar yang seharusnya bisa jadi penyedia solusi bagi masyarakat Indonesia, khususnya dalam permasalahan agama dan syariat.Namun alih -alih kita jadi penyedia solusi malah kita lebih mirip macan ompong.Kita tak tidak berkutik bahkan untuk realitas-realitas sosial yang sederhana di masyarakat. Di sini ada banyak pihak yang bertanggungjawab atas keompongan komunitas kita.Yang paling bertanggungjawab dalam hal ini adalah anggota komunitas Masisir sendiri.Setiap kita bersalah, tak perlu kita menyalahkan orang lain dahulu.Kita membawa budaya yang seharusnya sudah ditinggalkan saat kita terbang ke Kairo.Budaya itu adalah budaya melakukan sesuatu karena keterpaksaan.Itu budaya para santri yang seharusnya dibuang jauh-jauh dari benak seorang akademisi tingkat lanjut.Sekarang kita bergerak bukan karena perintah kyai atau orang tua.Kita bergerak atas panggilan sosial, panggilan kemanusiaan. Penanggungjawab kedua atas keompongan Masisir adalah organisasi pengayom Masisir dari yang tertinggi hingga yang terendah.PPMI hingga almamater.Mereka pemegang wewenang organisasi seharusnya mulai merumuskan untuk membuat iklim sosial Masisir yang ilmiah, produktif, dan berdayasaing tinggi ketika mereka pulang ke Indonesia.Perumusan ini barangkali perlu melibatkan banyak pihak, namun jika memang serius ingin membenahi kondisi Masisir, maka seberapapun besar konsekuensi dari perumusan ini, pemegang kekuasaan di Masisir harus berani mengambil langkah.PPMI harus kembali membanBersambung ke halaman 13
12
Sastra
MBAH GONO
Oleh: M. Zainuddin* Sebut saja namanya Mbah Gono. Orangorang di kampung atau tetangganya sering menyebut wong gendheng. Bagaimana tidak disebut wong gendheng lha wong sehari-hari kerjaannya cuma jalan kaki sambil mulutnya komat-kamit entah membaca apa, menuju warung ke warung. Dari kesehariannya yang cuma dari warung ke warung, Mbah Gono punya banyak sekali kawan baik dari golongan abangan maupun santri. Memang, di kampung Mbah Gono ada sebuah pondok pesantren yang dulunya masyhur dan harus kehilangan peminat karena kurang mampunya anak sang kyai meneruskan perjuangan ayahnya. Mbah Gono memang suka bicara ceplasceplos. Dan dari ceplas-ceplosnya itu, tak jarang dari omongannya membuat geger warga kampung. Pernah Yanto yang super ndableg itu dibilangi sama Mbah Gono waktu bertemu di Warung kopi. Yanto, sini kamu..! Ya, ada apa mbah? Kamu mau aku bilangin? Iya mbah, ada apa? Ujarnya sambil makan rondo royal. Kamu mau saya suruh? Menjawab tak sabar Iya mbah, memang ada apa? Mulai sekarang kamu saya suruh, shalat ya Le? Tanya Mbah Gono sambil menepuknepuk punggung Yanto. Haa, shalat mbah? Yanto terkejut seakan tak percaya dengan apa yang dikatakan Mbah Gono. Iya, shalat Le? Bagaimana? Mau kan? Waduh mbah, kayaknya sulit mbah Lha ya, makanya. Justru gara -gara sulit itu, kamu saya suruh shalat. Tapi cukup satu kali wae sehari. Ya, waktu shalat dzuhur wae
Lanjutan dari halaman 12
lah..? ujar Mbah gono sambil menyeruput kopinya. Sambil tersenyum kemudian menyalakan rokok kreteknya Wah, kalo itu gampang mbah? Pokoke bereslah mbah, gampang. *** Awalnya masyarakat sekitar biasa saja, ketika Yanto melakukan shalat dzuhur saja, tanpa melakukan shalat yang lainnya. Toh, Yanto mengerjakan shalat ketika didalam rumah, bukan di masjid ataupun mushola. Tapi, masyarakat terheran-heran ketika pada hari Jumat. Yanto berpakaian rapi dan pergi jamaah ke masjid untuk melaksanakan shalat Jumat. Dulkenti yang terheran-heran sejak tadi, akhirnya segera menghampiri Yanto setelah selesai shalat Jumat. Sekarang udah tobat tho? Kok shalat Jumat segala. Tanya Dulkenti sembari menuntun sepedanya. Siapa yang tobat? Aku Cuma diperintah Mbah Gono aja, dan perintahnya gak susah-susah amat. Memang diperintah apa sama Mbah Gono? Ya, cuma diperintah suruh shalat sehari satu kali aja dan itu waktu dzuhur. Lagian menurutku juga gak terlalu sulit kok. Kan waktu itu, aku pas bangun tidur, jadi waktunya pas. Oooh, gitu tho?? jawab Dulkenti sekenanya. *** Berawal dari pengakuannya pada Dulkenti. Informasi tentang Mbah Gono yang menyuruh Yanto shalat sehari hanya satu kali saja cepat sekali menyebar. Tiap hari Mbah Gono menjadi bahan omongan warga . Bagaimana Mbah Gono itu? Masak nyuruh gan sosial kemasyarakatan dan dunia ilmu pengetahuan Indonesia yang sangat minim.Semerta meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap lulusan Eropa, Australia, Asia Timur, dan Amerika. Selama ini lulusan Timur-Tengah (Mesir khususnya) masih belum berani keluar dari jalur konvensional misal terlibat dalam bidang penelitian ilmiah bersama lulusan luar negeri dari Barat.Ketidakberanian ini rasanya sudah melekat dari sejak masa studi.Kita lihat dari sekian mahasiswa Indonesia di Mesir berapa banyak mahasiswa yang mampu menguraikan sebuah permasalahan ilmiah dalam bentuk karya ilmiah? Berapa banyak yang menelurkan kritik secara tertulis terhadap sebuah fenomena atau
orang sembahyang cuma sehari satu kali, bukannya itu malah dosa. Sehari kan harusnya shalat lima waktu, masak cuma sekali saja? terang Mbah Mad, penjaga warung yang sering jadi langganan Mbah Gono. Bahkan kyai dikampungnya pun ikut mendengar perihal tersebut. Tolong besok suruh Mbah Gono kesini ya!? Perintah Pak Kyai. Inggih Pak Yai kira-kira jam berapa Yai? Jawab salah satu santri. Ya, sehabis shalat Maghrib lah. *** Ada apa Yai, kok memanggil saya? Tanya takzim Mbah Gono mengawali pembicaran malam itu dengan Pak Kyai Aku cuma ingin meluruskan masalah saja Mbah. Aku cuma mau tanya, apa benar sampeyan menyuruh Yanto shalat sehari cuma satu kali saja? Iya benar Yai, memangnya ada apa? Kenapa kok cuma satu kali saja mbah? Kan shalat Fardhu itu sehari wajib dilakukan lima kali? Begini lho Yai, saya kan sudah baik tho. Menyuruh Yanto shalat sehari satu kali, harusnya yang empat itu kan kewajiban orangorang itu dan tentunya juga panjenengan. Jawab Mbah Gono sembari pamitan untuk pulang. *Penulis adalah kru TROBOSAN. Glosarium Wae (Jawa): Saja Inggih (Jawa): Iya
gunkan Masisir dari tidur panjang dan mendorong mereka untuk keluar dari kamarnya. Masih di dalam ruang tertutup Penulis masih mencoba mencari jalan untuk menghubungkan kondisi paling realistis dari Masisir yang begitu sulit didefinisikan ini dengan terma komunitas kamar. Penulis tidak akanmemberi justifikasi atau menghakimi Masisir. Namun penulis berharap banyak bahwa Masisir segera menyadari akan adanya bom waktu yang siap meledak kapan saja bila tak segera dijinakkan. Masisir menghadapi realitas ketidakpercayaan masyarakat Indonesia pada kemampuan individu lulusan Timur-Tengah lantaran andil mereka dalam bidang perkemban-
manuskrip kuno?Kita berhenti pada pembacaan diktat, menghafal diktat, dan ujian.Kita belum juga berani menyelam lebih dalam ke dalam khazanah keilmuan Timur-Tengah. Akibatnya saat pulang kita pun akan mentok pada pengajaran santri (mengulang apa yang pernah diajarkan pada kita). Bukan mengeluarkan sebuah produk baru ilmu pengetahuan.Semerta itu muncul juga stigma bahwa ilmu agama itu sudah tidak lagi berkembang.Hal ini semakin membunuh karakter keilmuan Masisir. *Penulis adalah editor TROBOSAN.
13
Opini
14
Kolom
15
16