Anda di halaman 1dari 11

Paradigma Baru Pemanfaatan Sumberdaya Genetika untuk Pembangunan Pertanian

Sugiono Moeljopawiro
Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Jalan Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111

Abstak
Mempertahankan swasembada pangan dan memperbaiki gizi masyarakat melalui sistem pertanian moderen merupakan tantangan yang tidak ringan dan harus mendapatkan perhatian yang serius. Pembangunan pertanian yang berkelanjutan diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan penyediaan pangan bermutu tinggi serta bahan baku industri pangan, guna menghadapi berbagai masalah seperti pertambahan penduduk yang tinggi, ledakan hama dan penyakit serta bencana alam seperti banjir dan kekeringan. Peningkatan hasil dapat dilakukan melalui peningkatan daya hasil dengan perbaikan genetik varietas dan sistem budidaya yang sesuai. Sedangkan peningkatan stabilitas hasil dapat dilakukan melalui usaha peningkatan toleransi terhadap cekaman lingkungan, atau melalui peningkatan ketahanan terhadap hama dan penyakit. Salah satu faktor yang merupakan penghambat utama dari usaha peningkatan dan stabilitas hasil tanaman pangan adalah terbatasnya sumber gen dari sumberdaya genetik yang sudah terkoleksi. Keanekaragaman hayati sejak dulu sudah diakses untuk berbagai keperluan, baik oleh peneliti asing, perusahaan dan masyarakat daerah, dengan sedikit atau tanpa imbalan untuk kegiatan konservasi. Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, yang kalau tidak dikelola secara bijak, semuanya itu hanya akan menjadi kenangan sejarah. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, batas negara satu dengan lainnya di bidang ekonomi sudah tidak ada lagi. Disatu sisi merupakan suatu peluang untuk memasarkan produk tidak hanya di negara sendiri, tetapi juga dinegara lain. Di sisi lain kita dituntut untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi, murah dan dalam jumlah cukup apabila dibutuhkan. Dengan kata lain kita dituntut untuk bekerja secara efektif dan efisien. Untuk itu kita harus dapat melakukan pencarian secara sistematis dan pengembangan sumber baru senyawa kimia, gen, organisme mikro dan makro, serta produk-produk alam yang bernilai ekonomi tinggi (bioprospecting). Agar keanekaragaman hayati dapat dijadikan tulang punggung pembangunan ekonomi, maka bioprospecting harus bertujuan: (1) memanfaatkan sumber daya biologi secara berkesinambungan termasuk konservasinya, dan (2) pembangunan sosial ekonomi. 1. PENDAHULUAN Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu sama lain dipisahkan oleh lautan membuahkan empat puluh tujuh ekosistem yang sangat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini menjadikan Indonesia negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Dalam memasuki abad XXI yang tinggal beberapa tahun lagi, Indonesia telah meratifikasi beberapa kesepakatan internasional seperti GATT (General Agreement on Tariffs and Trade), TRIP (Trade Related Intellectual Property Rights), dan NAFTA (North American Free Trade Agreement). Dengan demikian berarti Indonesia sudah membuka kesempatan seluas-luasnya bagi pemasaran produk asing di dalam negeri. Sebaliknya juga merupakan peluang bagi pemasaran produk dalam negeri di pasar dunia. Pasar global selain menghendaki produksi yang berkesinambungan juga menghendaki kualitas produk yang tinggi. Ini merupakan tantangan yang tidak ringan bagi kita untuk meningkatkan produksi sekaligus meningkatkan kualitas. Kita tahu bahwa berbagai produk pertanian kita banyak yang ditolak di pasar dunia karena di bawah standar mutu pasar dunia yang sudah ditetapkan. Sedangkan produk dari negara-negara industri sudah dirancang dari awal sedemikian rupa sehingga hasilnya tidak menyimpang dari standar yang sudah ditetapkan. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah "Apakah kita hanya akan menjadi negara konsumen produk dari negara industri untuk selamanya?".

Untuk dapat bersaing di pasar dunia, selain kualitas produk juga ada faktor yang sangat menentukan, yaitu sumber daya genetik dari produk yang diminati pasar dunia dan memiliki akses terhadap pangkalan data standar mutu berbagai komoditas yang menjadi permintaan pasar. Sudah siapkah kita untuk bersaing di pasar dunia? Dalam makalah ini akan dibahas peluang, tantangan dan potensi yang kita miliki dalam rangka pemanfaatan sumber daya genetik secara berkelanjutan, mulai dari proses pencarian dan pengembangan sumber-sumber baru dari senyawa kimia, gen dan organisme yang dapat menghasilkan produk berkualitas tinggi (bioprospecting). 2. KEBUTUHAN DAN PELUANG Bioprospecting dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang meliputi koleksi, penelitian dan pemanfaatan sumber daya genetik dan biologi secara sistematis guna mendapatkan sumber-sumber baru senyawa kimia, gen, organisme, dan produk alamiah lainnya untuk tujuan ilmiah dan/atau komersial. Bioprospecting merupakan serangkaian proses kegiatan yang harus memperhitungkan hal-hal berikut ini: Keuntungan dalam bentuk pengembangan kemampuan dan transfer teknologi, Keuntungan finansial yang langsung dapat digunakan untuk konservasi, di samping royalti, Keterlibatan lembaga dan perorangan di tingkat nasional dan daerah, Pembentukan insentif industri, dan Merangsang daya tarik kegiatan industri.

Selain itu diperlukan pula adanya dukungan kebijakan makro, penelitian biologi yang terpadu, pilihan transfer teknologi dan pengembangan bisnis guna merancang program bioprospecting yang akan memberikan keuntungan jangka panjang untuk konservasi dan pembangunan nasional (Sittenfeld dan Lovejoy, 1996). Jadi bioprospecting memiliki dua tujuan dasar: (1) pemanfaatan sumber daya genetik secara berkelanjutan dan konservasinya, dan (2) pembangunan sosio-ekonomi bagi negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Konsep moderen dari bioprospecting ini memberikan kepada negara berkembang cara memperbaiki kemampuan nasional untuk memberikan nilai tambah terhadap sumber daya alam, membangun keterampilan, infrastruktur dan teknologi guna mengembangkan produk baru bagi pasar global, dan sekaligus menjamin perlindungan dan pemakaian sumber daya alam yang berkelanjutan. Konservasi keanekaragaman hayati sangat penting untuk bioprospecting dan merupakan tujuan utama dari bioprospecting disamping pemanfaatannya yang berkelanjutan. Apabila peningkatan kemampuan serta berbagai keuntungan yang diperoleh digunakan untuk konservasi dan pembangunan yang berkesinambungan, berarti membuka sumber pendapatan baru untuk meningkatkan nilai keanekaragaman hayati yang akan memberikan keuntungan bagi seluruh rakyat. 2.1. Alternatif Kebijaksanaan Nasional dan Peraturan tentang Akses Terhadap Sumber Daya Genetik. Konvensi keanekaragaman hayati tentang akses terhadap sumber daya genetik telah meratakan jalan untuk peraturan nasional yang mengatur akses terhadap sumber daya genetik. Walaupun masing-masing negara memiliki peraturan yang berbeda, tetapi peraturan tentang akses terhadap sumber daya genetik di masa depan harus juga mempertimbangkan masuknya peraturan baru dan kebijakan yang memperjelas lembagalembaga mana dari suatu negara yang berwenang dan bertanggung jawab untuk memberikan akses terhadap sumber daya genetik yang dimilikinya dan atas dasar apa. Hal ini dapat dijadikan sebagai suatu ketentuan bagi kegiatan bioprospecting serta perangkat untuk pemantauannya. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan antara lain: perkiraan tentang besarnya permintaan akses di masa depan, pengalaman yang telah dimiliki sebagai sumber dari sumber daya genetik, nilai sumber daya genetik yang diketahui, hak milik dan kepemilikan lahan, lembaga pengatur, pemisahan lahan konservasi,

kemampuan untuk memberi nilai tambah terhadap sumber daya genetik, serta kemampuan teknik, administrasi dan finansial untuk menciptakan dan mengantisipasi program pengaturan (Glowka, 1996). Sebagai tambahan alternatif kebijakan dan peraturan baru yang mencakup sumber daya genetik, harus dipertimbangkan mana yang dapat dicakup oleh suatu peraturan. Hal ini berkaitan dengan asal dari sumber daya genetik yang dapat diperoleh dari sumber in situ dan ex situ, baik yang dimiliki oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat, termasuk juga yang berasal dari kawasan lindung maupun bukan. Pemanfaatan dan pertukaran sumber daya genetik untuk keperluan ekonomi, keagamaan dan kebudayaan dari masyarakat daerah dan penduduk asli juga harus dipertimbangkan. Pertimbangan lain termasuk dukungan dana untuk menjamin dan memastikan pelaksanaan peraturan, serta pengelolaan keuntungan yang diperoleh dari bioprospecting. 2.1.1. Menetapkan pusat kontak Dalam menetapkan lembaga yang akan memproses aplikasi untuk akses terhadap sumber daya genetik, diperlukan pertimbangan pada tingkat pemerintah. Pendekatan yang paling sederhana bagi suatu negara ialah dengan menciptakan suatu organisasi pemerintah yang bersifat antar departemen yang anggotanya merupakan wakil-wakil dari departemen sektoral lembaga yang terkait dengan keanekaragaman hayati dan pembagian keuntungan, yang dilengkapi dengan peraturan tentang komisi penasehat yang beranggotakan kelompok pakar dan perseorangan. Akan lebih baik kalau badan pemberi ijin dan badan pelaksana kegiatan bioprospecting adalah independen. Proses penentuan akses melalui ijin koleksi mensyaratkan pengguna untuk mendapatkan ijin sebelum melakukan akses. Hal ini merupakan ,manifestasi hak dari suatu negara terhadap sumber daya genetik yang ada di wilayahnya (Glowka, 1996). Ijin dapat berisi persyaratan akses, khususnya mengenai konservasi dan pemanfaatan yang terlanjutkan, dan perjanjian pertukaran bahan, dengan menyebutkan hak dan kewajiban dari semua pihak, dan pembagian keuntungan berdasarkan perjanjian yang disepakati bersama. 2.1.2. Sistem perijinan akses Banyak negara berkembang yang sekarang ini menghadapi berbagai masalah seperti: siapakah sebenarnya yang menjadi pendukung suatu proyek penelitian, atau siapakah kolektor atau pengamat yang akan mempergunakan temuan-temuannya untuk tujuan komersial. Apabila ada jaminan penyediaan bahan, bagaimana mengatur jumlahnya agar tidak merusak ekosistem. Menurut Ten Kate (1995) ada beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam perijinan akses, termasuk pentingnya sumber daya terhadap program nasional yang strategis, pembatasan koleksi dan ekspor khususnya yang berkaitan dengan status konservasi dan spesies langka, partisipasi penelitian dan publikasi, duplikat dari contoh yang disimpan di musium dan herbarium nasional, transfer teknologi, royalti dan biaya akses, kepemilikan sampel dan keturunannya dan hak atas kepemilikan intelektual, pembatasan transfer ketiga, persyaratan pelaporan dan pelacakan, dan perjanjian. Apakah semua peraturan tersebut cukup untuk menghadapi tantangan? Dalam banyak hal hampir tidak mungkin kita mengatasi pertukaran bahan genetik secara ilegal. Mikroba dapat diperoleh dari tanah yang banyaknya jauh lebih sedikit dari segenggam. Gen dapat di klon dari DNA atau RNA dalam jumlah sangat sedikit yang diisolasi dari bahan biologi, yang dengan mudah dimasukkan ke dalam amplop surat. Gen tidak memiliki label yang menunjukkan negara asalnya, begitu di klon tidak dapat dilacak negara asalnya. Sebagai imbalan dari akses kepada sumber daya genetik, mitra industri harus setuju dengan pembagian keuntungan adil dan berimbang, dalam bentuk intelektual dan moneter; inplementasi metode koleksi dan produksi yang berpengaruh minimum terhadap keanekaragaman hayati; serta penerapan praktek bioprospecting yang berimbang guna penelitian lebih lanjut tentang penyakit daerah tropis dan masalahmasalah yang khususnya berkaitan dengan negara berkembang.

2.2. Alternatif Peraturan, Kebijakan dan Insentif untuk Memberikan Nilai Tambah pada Sumber Daya Genetik serta Meningkatkan Kemampuan dalam Bioprospecting Agar bioprospecting dapat terlaksana sesuai dengan tujuan, yaitu konservasi keanekaragaman hayati serta memberikan keuntungan sosial ekonomi dari pemanfaatan produk keanekaragaman hayati harus ada kerangka kerja bioprospecting yang memadai, serta dimengerti dan ditumbuhkembangkannya hubungan antara sumber daya genetik dengan empat faktor berikut ini: (1) kebijakan makro, (2) inventarisasi keanekaragaman hayati dan pengelolaan informasi, (3) akses teknologi, dan (4) pengembangan bisnis dan perencanaan strategis. Sebagai landasan dari bioprospecting untuk dapat menghasilkan keuntungan ialah kebjakan makro. Kebijakan makro ini berupa satu set peraturan pemerintah dan internasional, hukum dan insentif ekonomi yang menentukan pola penggunaan lahan, akses dan pengaturan suber daya genetik, hak atas kekayaan intelektual, promosi teknologi, keamanan hayati dan penembangan industri. Pada tingkat internasional Indonesia telah meratifikasi berbagai konvensi seperti Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD), GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) dan TRIP ( Trade Related Intellectual Property Rights). Dalam konvensi tersebut dibangun antara lain hubungan dan perosedur tentang pertukaran sumber daya genetik antar negara. Pada tingkat nasional Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Pertanian antara lain mengatur tentang pemanfaatan dan pelestarian plasma nutfah. Selain itu, apabila belum ada perlu dibuat peraturan mengenai hak milik dan kepemilikan atas tanah, pemanfaatan suber daya, hak atas kekayaan intelektual, dan kemampuan industri. 3. POTENSI Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang dikenal sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman hayati (Mega biodiversity) dan juga tingkat endemisme yang tinggi. Berdasarkan penyebaran tipe ekosistem dan ciri spesies, wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi tujuh daerah biogeografi (MNLH and KONPHALINDO, 1995): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Sumatera dan pulau-pulau lepas pantainya, Jawa dan Bali, Kalimantan, termasuk pulau Natuna dan Anambas, Sulawesi dan pulau-pulau lepas pantainya, termasuk pulau Sula, Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian Jaya.

Dari segi ekosistem, Indonesia memiliki sekurang-kurangnya 42 ekosistem daratan alami dan lima ekosistem lautan. Ekosistem tersebut terletak mulai dari padang es dan padang rumput pegunungan di Irian Jaya sampai di berbagai hutan hujan dataran rendah di Kalimantan; dari terumbu karang sampai padang lamun di laut dan rawa bakau atau mangrove (BAPPENAS, 1993). Keanekaragaman ekosistem inilah yang melahirkan keanekaragaman spesies. Perkiraan jumlah tipe biotik utama yang ada di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkiraan jumlah tipe biotik utama.

Kelompok Bakteri, ganggang hijau-biru

Indonesia (spesies) 300

Dunia (spesies) 4.700

Jamur Rumput laut Lumut Paku-pakuan Tanaman berbunga Serangga Moluska Ikan Amfibia Reptilia Burung Mamalia Sumber: KLH, 1989

12.000 1.800 1.500 1.250 25.000 250.000 20.000 8.500 1.000 2.000 1.500 500

47.000 21.000 16.000 13.000 250.000 750.000 50.000 19.000 4.200 6.300 9.200 4.170

Pemanfaatan keanekaragaman hayati telah dilakukan oleh masyarakat selama berabad-abad berdasarkan berbagai sistem pengetahuan yang telah berkembang berabad-abad. Misalnya masyarakat Indonesia telah menggunakan lebih dari 6.000 spesies tanaman berbunga (liar maupun yang dibudidayakan) untuk memenuhi kebutuhan akan sandang, pangan, papan dan obat-obatan. Mereka mengetahui pola tanam tumpangsari untuk mengendalikan hama. Pengetahuan tradisional tentang keanekaragaman hayati tercermin dari pola pemanfaatan sumber daya hayati, pola pertanian tradisional serta pelestarian alam yang masih hidup pada banyak kelompok masyarakat di Indonesia. Pada Tabel 2 dapat dilihat banyaknya spesies tanaman yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Selain tumbuhan, pengetahuan masyarakat juga mencakup sumber daya hayati laut dan hewan daratan. Masyarakat nelayan memanfaatkan hampir semua produk laut untuk keperluan pangan, peralatan dan obatobat tradisional. Selanjutnya masyarakat juga telah memanfaatkan jasad renik untuk penghasil antibiotika, untuk fermentasi pembuatan tempe, oncom, peuyeum, minuman, kecap dan terasi. Tabel 2. Jumlah spesies tanaman dan pemanfaatannya.

Jumlah spesies

Kegunaannya

100 spesies tanaman biji-bijian, ubi-ubian, sagu, penghasil tepung dan Sumber karbohidrat gula.

100 spesies tanaman kacang-kacangan 450 spesies tanaman buah-buahan

Sumber protein & lemak Sumber vitamin&mineral Sumber vitamin&mineral Bumbu& rempahrempah Bahan minuman Bahan bangunan Perabot rumah tangga Tanaman hias Bahan obat tradisional

250 spesies tanaman sayru-sayuran

70 spesies tanaman

40 spesies tanaman 56 spesies bambu dan 100 spesies tanaman berkayu 150 spesies rotan 1.000 spesies tanaman 940 spesies tanaman Sumber: Rifai, 1994

Tabel 3. Jumlah aksesi yang ada di Badan Litbang Pertanian.

Komoditas Tanaman pangan Buah-buahan Sayur-sayuran Tanaman industri Tanaman perkebunan Ayam Ikan Mikroba JUMLAHTOTAL Sumber: Komisi Nasional Plasma Nutfah.

Terkoleksi 5.529 592 4.438 2.168 10.404 309 1.660 -2.670 27.770

Diteliti 3.337 95 1.846 338 1.273 --

-6.889

Pemanfaatan sumber daya hayati, selain melalui pengetahuan tradisional, Badan Penelitian dan Pengembangan (Badan Litbang) Pertanian, juga telah memanfaatkannya untuk pembangunan pertanian melalui perakitan varietas unggul. Berbagai komoditas pertanian yang telah dikoleksi Badan Litbang Pertanian dapat dilihat pada Tabel 3. 4. TANTANGAN Dalam melaksanakan bioprospecting, maka untuk memperoleh hasil akhir dapat dicapai melalui berbagai tahapan seperti pada Gambar 1. Parameter utama yang harus dipertimbangkan adalah kebutuhan investasi tenaga dan modal terbanyak dalam proses pengembangan teknologi dan produk. Misalnya, dalam pencarian obat, bagian yang paling rumit adalah penelitian dasar penyakit dan pengujian klinis dari obat-obat yang berpotensi. Skrining utama senyawa biasanya murah dan secara teknis mudah dilakukan. Suatu negara yang ingin mendorong peningkatan kemampuan nasional dalam pengembangan obat, dapat mengikuti model peningkatan kemampuan yang diawali dengan skrining utama untuk mendapatkan senyawa dan akses teknologi dalam skrining, sedangkan pengujian dan uji klinis pada tahap akhir.

Gambar 1. Tahapan dalam bioprospecting Tahapan bioprospecting tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga elemen dasar, yang dapat dijadikan pemandu pemanfaatan sumber daya genetik secara rasional dalam bioprospecting. Ketiga elemen tersebut adalah: pengelolaan informasi dan inventarisasi keanekaragaman hayati, pengembangan bisnis, dan akses teknologi. Ketiga-tiganya memberikan sumbangan bagi penciptaan daya tarik yang lebih besar bagi mitra bisnis serta meningkatkan batas tawar. Pengelolaan informasi dan inventarisasi keanekaragaman hayati merupakan langkah penentu dalam penciptaan dasar pengetahuan dari kegiatan bioprospecting melalui pengembangan dan pengelolaan informasi sistematis yang berkaitan dengan biologi, ekologi dan taksonomi dari spesies dan sistem kehidupan. Inventarisasi keanekaragaman hayati menghasilkan katalog dari sumber daya yang tersedia beserta lokasinya. Kerusakan ekosistem, lahan konservasi, spesies dan populasi dapat dicegah dengan menunjukkan sumber daya apa yang tersedia, dan dimana dapat diperoleh dengan tanpa merusak lingkungan (Raven dan Wilson, 1992). Dengan demikian kolaborator negara sumber menjadi lebih menarik, berpengetahuan luas, dan mitra bisnis yang terpercaya, karena informasi yang dihasilkan dari inventarisasi mengurangi resiko pengumpulan materi yang lebih banyak. Pengembangan bisnis harus mendorong pasar domestik untuk memanfaatkan keanekaragaman secara berkelanjutan dan mendorong keberlanjutan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi. Hal ini membutuhkan pengetahuan tentang pasar dalam negeri, keterampilan serta tujuan ekonomi yang dapat

diselaraskan dengan pembangunan berkelanjutan. Untuk itu pembangunan bisnis harus menetapkan pasar, permintaan pasar, pelaku utama, kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi nasional guna memberi nilai tambah serta tujuan dan strategi lembaga. Akses teknologi, dapat dilakukan melalui pengembangan, alih teknologi, pemrosesan bahan mentah sumber daya genetik menjadi bahan dan produk industri yang lebih berharga, serta mendorong peningkatan kemampuan. Kemampuan apakah yang diperlukan dalam bioprospecting ? Yaitu kemampuan di bidang sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan (rekayasa), peraturan perundangan, pasar/modal, dan distribusi/komunikasi. Mengingat luasnya aspek kemampuan ini, agar bioprospecting dapat dilaksanakan dengan berhasil, harus dilakukan dengan sistem pendekatan terpadu, melalui penetapan target yang terpusat, alokasi sumber daya dan perencanaan. Sesungguhnya bioprospecting sudah dilaksanakan sejak dimulainya sejarah pertanian. Manusia mulai melakukan pemilihan tumbuhan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (sandang, pangan, papan dan obat-obatan), yang selanjutnya melalui proses seleksi dibudidayakan. Tetapi dalam era globalisasi, kita dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi, sehingga mampu bersaing di pasar bebas, murah, dalam jumlah besar dan terus-menerus, dan sesuai dengan pemintaan pasar yang cepat berubah. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi. Sedangkan peningkatan efisiensi hanya dapat dilakukan apabila memiliki kemampuan yang tinggi. Dalam bioprospecting diperlukan kemampuan di bidang biologi molekuler, biokimia, bisnis dan peraturan perundangan seperti hak atas kekayaan intelektual (HaKI = IPR), rekayasa proses dan sebagainya. Apabila bioprospecting dimaksudkan untuk pembangunan ekonomi, agar memiliki tingkat keberhasila yang tinggi, diperlukan akses pendanaan yang berkesinambungan untuk program jangka panjang termasuk pelatihan dan peraturan perundangan. Khusus mengenai HaKI yang terkait dengan paten, ada strategi yang dapat dipilih berdasarkan target pasar (Gambar 2).

Gambar 2. Strategi dalam pematenan produk. Produk yang harus dipatenkan biasanya merupakan produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan dapat dipasarkan dalam kurun waktu yang lama. Hal ini erat kaitannya dengan proses permohonan paten yang biasanya tidak murah. Oleh karena itu produk bioprospecting yang sekarang ini banyak diminati oleh industri besar adalah: molekul baru (enzim dll.), agrokimia baru (biopestisida), dan obat baru. Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang mendapat karunia Tuhan yang melimpah ruah dalam bentuk kekayaan keanekaragaman hayati. Mampukah kita memanfaatkannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat? Apalagi kalau kita lihat peluang pasarnya seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4. berikut ini. Selanjutnya kalau dilihat nilai uangnya, maka pemasaran sumber daya genetik dunia yang terbesar digunakan untuk keperluan kesehatan (US$259,5 milyar), diikuti oleh pertanian (pestisida dan

benih) dan produk khusus (kosmetik, parfum, enzim dan mikroba) masing-masing sebesar US$54 milyar dan US$22,3 milyar (Sittenfeld, 1996). Selanjutnya tergantung dari bagaimana komitmen pemerintah bersama dengan swasta, dalam menyusun strategi nasional dalam bioprospecting serta melaksanakannya. Dalam menyusun rencana strategis nasional, harus dibedakan antara faktor yang harus dikaji di dalam negeri dan yang di luar negeri. Faktorfaktor tersebut, dari dalam negeri: kebutuhan dan kemampuan pengkajian, dari luar negeri: analisa pasar dan syarat pengembangan produk atau standar mutu produk. Dari rencana strategis tersebut lebih lanjut dapat ditentukan teknologi apa yang diperlukan untuk melaksanakan bioprospecting secara efisien, dan yang menjadi tantangan adalah bagaimana mendapatkannya. Dalam bioprospecting untuk mendapatkan senyawa-senyawa kimia baru diperlukan teknologi di bidang biologi, kimia dan automatisasi. Dalam bidang biologi ada tiga teknologi baru yang dapat dimanfaatkan, yaitu teknologi genom, bioinformatika dan biologi molekuler. Teknologi genom merupakan automatisasi dari sekuensing DNA untuk mempelajari dan menginterpretasi gen. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengetahui molekul protein apa yang mempengaruhi kesehatan sel dan sekaligus juga protein yang dapat menimbulkan penyakit. Genom mikroba dapat digunakan untuk mengindentifikasi gen-gen virulen maupun target baru dalam penemuan anti mikroba. Dengan demikian akan dapat meningkatkan jumlah target senyawa yang akan diskrining secara eksponensial. Bioinformatika merupakan program komputer yang handal dan inovatif untuk menangani sejumlah besar kode informasi tentang gen dan protein dari program genom. Sekuen dari gen selanjutnya dilihat apakah merupakan gen baru ataukah memiliki hubungan dengan gen lain yang sudah diketahui fungsinya. Urutan linier protein yang telah diidentifikasi kemudian dikonversikan ke dalam bentuk tiga dimensi sebagaimana bentuk aslinya dalam menjalankan fungsinya. Hal ini penting untuk merancang suatu senyawa baru. Biologi molekuler merupakan kunci untuk menghubungkan antara protein yang diperoleh dari teknologi genom dengan fungsi fisiologisnya, yang memungkinkan pengembangan pengujian berkapasitas tinggi untuk mendapatkan senyawa baru. Teknologi kimia yang baru yaitu ombinatorial chemistrymerupakan automatisasi sintesa secara paralel dari ratusan sampai ribuan senyawa secara serentak. Dengan demikian dalam waktu singkat dapat diperoleh informasi tentang senyawa yang aktif maupun yang tidak. Tabel 4. Pemanfaatan bioprospecting di berbagai sektor.

Sektor Pertanian

Sub-sektor Tanaman Hewan Pangan Bioremediasi

Target Bioinsektisida, ketahanan terhadap OPT Gen penghasil obat, agensia hayati Aroma, rasa, enzim baru Bakteri pemakan minyak, tumbuhan penyerap logam berat. AIDS, kanker, dll. Mekanisme kelahiran. Pelapis permukaan.

Lingkungan

Kesehatan

Farmasi Terapi genom Bedah

Kesehatan/nutrisi Rapuh tulang Kegemukan Kanker Alergi/susah makan Produk khusus

Tanaman berkalsium Bahan diet, pemanis berkalori rendah Tanaman berserat tinggi Makanan tambahan

Parfum, sabun, sampo Aroma, pewangi, essen, minyak, pengusir serangga.

Teknologi baru automatisasi disebut dengan ultra high troughput sreening merupakan suatu sistem pengujian senyawa secara besar-besaran dan sepenuhnya otomatis. Dilengkapi dengan kemampuan menghitung yang mutakhir, teknologi ini mampu menganalisa sejumlah besar data. Sumber daya genetik sudah kita miliki, teknologi tersedia, komitmen pemerintah dan swasta cukup besar, meskipun demikian tidak otomatis bioprospecting jalan dengan sendirinya. Sebagai contoh meskipun teknologi tersedia, tetapi bagaimana mendapatkannya ada aturannya. Dalam hal ini ada peraturan HAKI yang terkait, yang harus dirundingkan dari awal bagaimana pemanfaatan teknologi tersebut, kalau teknologi tersebut dipakai untuk menghasilkan suatu produk yang sangat laku dipasaran bagaimana pembagian keuntungannya. Beberapa contoh kerjasama bioprospecting antara lain kerjasama Merck dengan INBio di Costa Rica, perusahaan farmasi Shaman dan perusahaan farmasi Andes. Sebagai gambaran kerjasama antara Merck dengan INBio di Costa Rica (Sittenfeld dan Gamez, 1993). Kerjasama ini memungkinkan perusahaan obat internasional Merck melakukan akses bahan yang akan diekstrak senyawanya untuk diketahui apakah bahan tersebut memiliki senyawa yang bermanfaat. Senyawa yang berpotensi untuk menjadi produk yang menguntungkan, akan melalui proses pengujian yang panjang sebelum sampai di pasaran. INBio melakukan koordinasi koleksi bahan dan ekstraksi senyawa tahap awal. Merck membantu mempercepat INBio mendapatkan kemampuan untuk melaksanakan kegiatan bioprospecting dan memberikan sebagian keuntungan dari produk yang diperolehnya dalam bentuk royalti, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk membiayai konservasi. Sudah sebanyak US$300.000,diberikan kepada Costa Rica, yang sebagian besar digunakan untuk membiayai Taman Nasional Pulau Cocos. 5. SARAN DAN KESIMPULAN Bioprospecting harus didasarkan pada pemanfaatan keanekaragaman hayati yang berkelanjutan. Akses terhadap sumber daya genetik harus dilakukan dengan mempertimbangkan pembagian keuntungan yang adil, dari keuntungan yang diperoleh dari produk yang dihasilkan. Untuk dapat menjadikan sumber daya genetik sebagai penopang pembangunan sosial ekonomi, harus dilakukan pengembangan sumber daya manusia, kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi, analisa pasar, permodalan yang berkelanjutan, dan penyusunan rencana strategis.

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. BAPPENAS. 1993. Biodiversity Action Plan for Indonesia. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta. Glowka, L. 1996. Determining Access to Genetic Resources and Ensuring Benefit-sharing: legall and institutional considerations, IUCN Environmental Policy and Law Paper. KLH. 1989. Keanekaragaman Hayati untuk Kelangsungan Hidup Bangsa. Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta. MNLH and KONPHALINDO. 1995. An Atlas of Biodiversity in Indonesia. Raven, P. and E. O. Wilson. 1992. A Fifty-Year Plan for Biodiversity Surveys. Science 258: 10991100. Rifai, M. 1994. A Discourse on Biodiversity Utilization in Indonesia. In: Tropical Biodiversity. IFABS, Jakarta.

7.

Sittenfeld, Ana. 1997. Biodiversity Prospecting Frameworks. Paper presented at the management course supported by the Government of Japan, ISNAR and IBS. 8. Sittenfeld, Ana dan R. Gamez. 1993. Biodiversity Prospecting by INBio. In Reid et al. (eds.). Biodiversity Prospecting: Using Genetic Resources for Sustainable Development. World Resources Institute, Washington, D.C. 9. Sittenfeld, Ana and A. Lovejoy. 1996. Biodiversity Prospecting Frameworks: The INBio experience in Costa Rica. In McNeely and Guruswamy (eds.). Their Seed Preserve: Strategies for protecting global biodiversity. Duke University Press. 10. Ten Kate, Kerry. 1995. Biopiracy or green petroleum? Expectations and Best Practice in Bioprospecting. Overseas Development and Administration. (ODA). London.

Anda mungkin juga menyukai