Anda di halaman 1dari 4

Peran Kelompok dan Peran Persepsi dalam Hubungan Antar Pribadi

Sebagai makhluk sosial, interaksi dengan invidu lain menjadi suatu kebutuhan demi tercapai kesejahteraan dalam masyarakat. Dari interaksi tersebut, pembentukan kelompok pun dilakukan agar tercipta keharmonisan antar individu dan kerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Dari pembentukan kelompok tersebut terdapat dua macam kelompok, yaitu kelompok formal dan informal. Kelompok formal merupakan kelompok yang dibentuk dengan struktur organisasi dan peraturan tegas. Peraturan sengaja dibuat oleh para anggota untuk mengatur hubungan antar anggota. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar para anggota dapat mencapai tujuan yang diharapkan di dalam kelompok. Contoh dari kelompok informal, antara lain sekolah, perusahaan, universitas, dan instansi-instansi lain yang menuntut adanya kedisplinan pada tiap anggota. Kelompok Informal merupakan kelompok yang dibentuk dengan tidak adanya struktur dan organisasi. Kelompok ini terkesan lebih fleksibel dibandingkan dengan kelompok formal. Terbentuknya suatu kelompok informal dapat ditimbulkan oleh banyak faktor, diantaranya: adanya rasa kebersamaan, identifikasi diri, perhatian dari sesama anggota kelompok, petunjuk tentang tingkah laku yang dapat diterima, kesempatan untuk berinisiatif dan berkreatif, bantuan dari sesama anggota dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya, dan perlindungan terhadap semua anggota kelompok (Hamidah,2004). Kelompok Informal dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: a) Horizontal Cliques

Yaitu kelompok informal yang keanggotaannya terdiri dari orang-orang yang berada pada tingkatan manajemen sama dan bekerja dalam bidang yang sama. b) Vertical Cliques Yaitu kelompok informal yang keanggotaannya terdiri dari orang-orang yang berada pada tingkatan manajemen yang berbeda-beda, akan tetapi dalam suatu bidang yang sama. c) Random Cliques Yaitu kelompok informal yang keanggotaannya terdiri dari orang-orang yang berasal dari berbagai tingkatan manajemen dan yang berasal dari berbagai bidang. Di dalam kelompok formal biasanya akan terbentuk kelompok informal. Hal tersebut dapat terjadi antar anggota akibat dari kesamaan tujuan. Tujuan kelompok formal akan semakin mudah tercapai apabila kelompok informal yang terbentuk, contohnya persahabatan, juga memiliki tujuan yang searah dengan kelompok formal. Misal Jaka,Danu,Bejo dan Bima adalah mahasiswa-mahasiswa UI, mereka memiliki keinginan untuk mendapat nilai cumlode di tiap semester. Mereka pun berusaha untuk mendapat predikat cumlode dengan belajar secara individu hingga melakukan diskusi pembahasan dari permasalahan. Akhirnya predikat cumlode pun didapatkan. Dari contoh tersebut, dapat diketahui bahwa kelompok informal yang mempunyai keselarasan tujuan memberikan keuntungan tersendiri bagi kelompok formal. Sedangkan apabila tujuan bertentangan, maka dapat menimbulkan hambatan lain dalam kelompok formal. Hubungan yang terjalin antar individu juga dapat menimbulkan suatu persepsi yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Contohnya seorang hakim merasa bahwa dia telah melakukan keputusan yang adil pada tersangka maupun korban. Tetapi si korban masih merasakan ketidak-adilan terhadap keputusan hakim sehingga korban memilih melakukan banding kembali. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa keputusan yang ditetapkan oleh hakim tidak sesuai dengan persepsi korban.

Persepsi adalah sebuah proses mengorganisasi dan menginterpretasikan informasi sehingga menjadi berarti (King, 2011). Persepsi merupakan hasil dari pemaknaan pesan tiap individu. Persepsi bisa saja tidak sesuai dengan realitas dan perilaku individu biasanya lebih berdasarkan pada persepsinya (keyakinan) bukan kepada realitas yang ada. Ketidaksesuain antara realitas dan persepsi terjadi akibat adanya perbedaan seorang individu dalam menginterpretasikan yang ditangkap oleh inderanya. Beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya persepsi, sebagai berikut: 1. Karakteristik dari individu (ada dalam diri sendiri) seperti sikap, motif, minat, pengalaman masa lalu, dan sebagainya. Kecenderungan seseorang dalam mengartikan hal baru yang dikaitkan dengan pengalaman masa lalu. Selain itu, keadaan emosi juga berperan ketika pertama kali berjumpa hal baru yang akan memberikan kesan tersendiri kepada dirinya. 2. Karakteristik dari target (orang lain), misalnya menarik atau tidak, gerakan, suara, ukuran dan lain sebagainya. Ada semacam pengertian bahwa wanita bersifat emosional, kurang rasional, kurang mandiri, mudah menangis dan teliti dalam bekerja, sedangkan pria lebih mandiri, tidak mudah menangis, dan lebih rasional. Hal tersebut yang dapat menjadi pertimbangan dalam mempersepsi (perceiver). 3. Situasi yang merupakan konteks dari lingkungan sekitar ketika hubungan interpersonal dilakukan. Dalam situasi ini dibagi menjadi dua konteks, yaitu konteks fisik dan konteks sosial. Konteks fisik berupa segala sesuatu yang dapat terlihat dan yang menyertai pada saat hubungan interpersonal tersebut berlangsung, seperti meja, ruang, penerangan, dan sebagainya. Sedangkan konteks sosial berupa segala hal yang berhubungan dengan target atau orang lain, seperti jabatan, status sosial ekonomi, dan sebagainya. Dalam melakukan persepsi, sebagian orang memilih jalan pintas untuk mempercepat penyimpulan persepsi yang dilakukan. Padahal pengambilan jalan pintas tersebut dapat menyesatkan karena dapat mengakibatkan distorsi (kesalahan) dalam persepsi itu sendiri. Beberapa jalan pintas yang digunakan, meliputi: 1. Persepsi yang selektif, yaitu individu menginterpretasi apa yang dilihatnya secara selektif berdasarkan minat, latar belakang, pengalaman, dan sikapnya namun tidak menghiraukan bagian informasi yang dirasakan mengancam atau dianggap tidak relevan. Seperti menggunakan filter, menyaring hanya apa yang sesuai dengan harapannya atau yang diiinginkan. Contohnya Siska suka dengan

BlackBerry dan dia membeli barang tersebut tanpa memperdulikan bahaya radiasi yang dimiliki BlackBerry (BB) karena dia sudah terlanjur melihat BB sebagai barang yang sangat fungsional. 2. Proyeksi, yaitu mengatribusikan sikap, karakteristik atau keterbatasannya sendiri pada orang lain. Orang yang curang atau berbohong bisa berasumsi semua orang juga curang dan berbohong. 3. Setreotipi,yaitu menilai seseorang atau kelompok berdasarkan penilaian umum. Contohnya orang Jawa halus, anak bungsu manja, orang Madura kasar. 4. Halo Effect,yaitu perasaan positif mengenai sebuah karakteristik pada individu mempengaruhi penilaiannya mengenai karakteristik yang lain. Misalnya menilai seseorang yang kelihatannya berjas memakai sepatu pantofel sebagai intelek atau terpelajar.

Sumber Bacaan : Z., Miranda Diponegoro.2011. Kelompok: Buku Ajar 2 MPKT A. Depok. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1253/1/manaje men-hamidah2.pdf http://www.google.co.id/url? sa=t&source=web&cd=6&sqi=2&ved=0CDoQFjAF&url=http%3A %2F%2Fpsdg.bgl.esdm.go.id%2Fmakalah%2FHUBUNGAN %2520ANTAR-PRIBADI.pdf&rct=j&q=peran%20persepsi %20dalam%20hubungan%20antar%20pribadi&ei=lSaTqyuMqOUiQehICsAg&usg=AFQjCNEn7tpZ0VxiZiJK2qgLh65mtgUKzA&cad=rja

Anda mungkin juga menyukai