Anda di halaman 1dari 10

Keagenan kendaraan bermotor Iklim keagenan mobil di Indonesia, telah memasuki usia setengah abad.

Sepanjang waktu itu juga, berbagai merek mobil dunia yang mencapai puluhan, datang dan pergi. Ini berimbas pada keagenan yang berganti-ganti pula kepemilikannya. Pada dasawarsa 1950-1970, mayoritas keagenan digenggam kelompok bisnis Hasjim Ning. Kelompok ini memproduksi dan memasarkan sepuluh merek mobil yang berasal dari Amerika, Inggris, Italia, Jerman, dan Jepang. Merek-merek yang diageni adalah Ford, Leyland, Morris, Dodge, Tata, Jeep, Fiat, BMW, Hino, dan Mazda. Dengan mengusai berbagai merek itu, Hasjim Ning pantas menyandang predikat sebagai raja mobil tiga generasi, yakni pada dasawarsa 1950, 1960, 1970. Bandingkan dengan Astra yang ketika itu hanya memasarkan Toyota, Daihatsu, Renault, Peugeot, dan MAN. Atau kelompok Indomobil yang cuma mempunyai Suzuki, Berliet, Citroen, Honda, dan Volvo. Sayangnya masa keemasan kelompok Hasjim Ning memudar selepas 1970-an. BMW dan Fiat kemudian dibeli Astra, Hino dan Mazda juga berpindah kepemilikan ke Indomobil. Ford pun di pinang Star Motors yang kala itu menjadi agen MercedesBenz. Morris bangkrut pada tahun 1971.Praktis tinggal Leyland, Tata, Jeep dan Dodge, yang berangsur-angsur menyusut pula. Jeep dan Dodge, misalnya, sejak 1998 dikuasai oleh kelompok DaimlerChrysler. Sebelum itu Jeep bahkan sempat mampir ke Astra.Menyusutnya merek yang dikuasai kelompok Hasjim Ning menyebabkan Astra dan Indomobil menjadi kelompok bisnis yang gemuk. Sampai tahun 1997, Astra menguasai sembilan merek yakni BMW, Renault, Peugeot, Fiat, MAN, Jeep, Toyota, Isuzu, Daihatsu, dan Nissan UD (truk). Sedangkan Indomobil yang menguasai Suzuki, Datsun, Hino, VW, Ssangyong, Audi, Nissan, dan Mazda, menjadi kelompok terbesar kedua setelah Astra. Krisis Ekonomi Krisis ekonomi menyebabkan komposisi keagenan itu mengalami perubahan kembali. Astra akhirnya melepas Renault ke Indomobil karena Renault memilih bergabung dengan Nissan (perusahaan yang dibeli Renault sejak 1999) di Indomobil. Jeep, Dodge, dan Chrysler kini melebur bersama Merecedes-Benz di DaimlerChrysler Indonesia, sebagai akibat dari mega merger Daimler dan Chrysler di tahun 1998. Astra pun melepas keagenan BMWatas keinginan prinsipalnya yang kini di bawah kordinasi PT BMW Indonesia. Begitu pula General Motor (GM) akhirnya mengakuisisi General Motor Buana Indonesia milik Probosoetedjo dan merestrukturisasi portfolio produknya. Opel ditiadakan dan digantikan dihidupkan kembali merek Chevrolet. Mazda dan Volvo yang semula dipasarkan Indomobil dan Ford yang dipasarkan oleh Star Motors, kini disatukan oleh Ford Motor Company dengan membentuk PT Ford Motor Indonesia, yang berdiri tahun 2001. Jaguar, Bentley, dan Rolls-Royce, mereka baru yang masuk resmi pada 2001 dan dipasarkan oleh PT Grandauto Dinamika, tapi sejak 2003, Rolls-Royce berpindah tangan ke PT Eurokars Chrisdeco Utama. Perusahaan ini selain memasarkan RollsRoyce juga mengageni Porsche dan Saab.

Merek yang bertahan adalah Honda dan Mitsubishi. Honda diproduksi kelompok Prospect Motor sejak 1975 hingga saat ini dan Mitsubishi oleh kelompok Kramayudha sejak 1970. Merek-merek yang hilang dari peta bisnis otomotif nasional adalah Datsun yang diageni PT Indokaya dan Citroen yang dipasarkan PT Alun. Formulir permohonan Titip Jual / Keagenan Tanggal: ____________________ Sales: ________________ Neon Box/Banner No: ________________ Isikan data di bawah ini dengan benar dan jelas: No Data Pribadi 1 Nama pemohon sesuai KTP _______________________________[ ] Mr [ ] Mrs [ ] Ms 2 Nama panggilan ____________________________________________________ 3 Alamat sesuai KTP ____________________________________________________ ____________________________________________________ 4 Alamat tinggal sekarang ____________________________________________________ ____________________________________________________ 5 Status tempat tinggal sekarang [ ] milik sendiri [ ] sewa tahunan [ ] sewa lebih dari 1 tahun [ ] milik orang tua [ ] pinjam dari orang lain 6 Nomor KTP ____________________________________________________ 7 Nomor telepon rumah ____________________________________________________ 8 Lama menempati rumah [ ] 0 1 tahun [ ] 1 2 tahun [ ] 2 4 tahun [ ] lebih dari 5 tahun 9 Nomor handphone ____________________________________________________ 10 Nama perusahaan ____________________________________________________ 11 Jumlah tanggungan anak/istri/suami/orangtua [ ] 1 orang [ ] 4 6 orang [ ] 2 3 orang [ ] lebih dari 6 orang No Data Perusahaan 1 Bentuk badan usaha [ ] Pribadi [ ] UD, PD [ ] CV, PT [ ] Koperasi [ ] Lain, sebutkan _________________________________ 2 Alamat operasional perusahaan

____________________________________________________ ____________________________________________________ 3 Tahun berdiri perusahaan ____________________________________________________ 4 Lama menempati [ ] 0 1 tahun [ ] 1 2 tahun [ ] 2 4 tahun [ ] lebih dari 5 tahun 5 Nomor telepon ____________________________________________________ 6 Nomor fax ____________________________________________________ 7 Status tempat usaha [ ] milik sendiri [ ] sewa tahunan [ ] sewa lebih dari 1 tahun [ ] milik orang tua [ ] pinjam dari orang lain 8 Luas tempat usaha [ ] 2 10 m2 [ ] 10-20 m2 [ ] 20 40 m2 [ ] lebih dari 40 m2 paraf No Data Perusahaan 9 Bentuk tempat usaha [ ] Rumah [ ] Ruko (rumah toko) [ ] Kios diluar mall [ ] Kios di dalam mall [ ] Lain, sebutkan _________________________________ 10 Jumlah pegawai administrasi [ ] 1-2 orang [ ] 3-5 orang 11 Jumlah teknisi [ ] 1-2 orang [ ] 3-5 orang 12 Jumlah tenaga sales freelance [ ] 1-2 orang [ ] 3-5 orang [ ] lebih dari 5 orang 13 Jumlah tenaga sales tetap [ ] 1-2 orang [ ] 3-5 orang [ ] lebih dari 5 orang 14 Jumlah pegawai lain-lain [ ] 1-2 orang [ ] 3-5 orang [ ] lebih dari 5 orang 15 Jumlah total pegawai tetap [ ] 1-2 orang [ ] 3-5 orang [ ] 6-10 orang [ ] 10-15 orang [ ] lebih dari 15 orang 16 Jumlah total pegawai tidak tetap [ ] 1-2 orang [ ] 3-5 orang [ ] 6-10 orang [ ] 10-15 orang [ ] lebih dari 15 orang 17 Jumlah kendaraan operasional Motor: _________ buah Mobil: _________ buah [ ] minibus [ ] pickup [ ] sedan [ ] jeep/mpv

18 Jenis usaha utama [ ] Telekomunikasi PBX, Fax, Telepon dan asesorisnya [ ] Handphone, Voucher dan asesorisnya [ ] Home Appliances TV, Kulkas, DVD, Mesin Cuci, Kipas Angin [ ] Alat-alat listrik Lampu, kabel, saklar, stop kontak [ ] Wartel, Warnet [ ] Lain, sebutkan _________________________________ 19 Omset per bulan Rata-rata 3 bulan terakhir [ ] 1 5 Juta [ ] 10 15 Juta [ ] 5 10 Juta [ ] 15 20 Juta [ ] 20-30 Juta [ ] 30-40 Juta [ ] 40-50 Juta [ ] 50 Juta keatas 20 Pernah menjual alat wartel [ ] Tidak [ ] Ya Merek:__________________________________________ 21 Jenis alat wartel yang pernah dijual [ ] PDPT, TUT, Kiospon [ ] Card Wartel dan komputernya Penjualan terakhir terjadi pada: [ ] 0-1 bulan yang lalu [ ] 1-2 bulan yang lalu [ ] lebih dari 2 bulan yang lalu paraf No Data Perusahaan 22 Pernah menjual terminal CDMA/GSM [ ] Tidak [ ] Ya Merek:__________________________________________ 23 Jenis terminal CDMA/GSM yang pernah dijual [ ] FWT Fixed Terminal bisa ke PBX atau Telp biasa [ ] FWP built in telepon Penjualan terakhir terjadi pada: [ ] 0-1 bulan yang lalu [ ] 1-2 bulan yang lalu [ ] lebih dari 2 bulan yang lalu 24 Pernah menjual terminal CDMA yang bisa Fax analog Langsung dihub ke mesin Fax [ ] Tidak [ ] Ya Merek:___________________ Harga beli ___________ Merek:___________________ Harga beli ___________ 25 Apakah Anda bisa melakukan

aktivasi terminal CDMA inject ? [ ] Ya [ ] Tidak 26 Apakah Anda pernah menjual/memasang software Telephone Billing System 6 bulan terakhir ? [ ] Tidak [ ] Ya. Merek: __________________ Harga beli ___________ Merek: __________________ Harga beli ___________ 27 Selain tempat usaha tersebut diatas, apakah ada tempat usaha lain ? Yang mempunyai jenis usaha yang sama dengan induknya. [ ] Tidak [ ] Ya Di luar kota, sebutkan: _______________________________________________ Di dalam Mall dalam kota, sebutkan: _______________________________________________ Di dalam kota di luar Mall, sebutkan: ________________________________________________ 28 Biaya tagihan telepon bulan terakhir Bulan ______ Tahun _______ Nomor Telepon:_____________ Tagihan Rp _____________ Nomor Telepon:_____________ Tagihan Rp _____________ Nomor Telepon:_____________ Tagihan Rp _____________ 29 Keahlian teknisi yang Anda miliki sekarang [ ] PABX, Facsimile [ ] Telepon [ ] Audio, TV [ ] HandPhone [ ] Komputer [ ] VCD DVD [ ] Kipas Angin [ ] Pompa Air [ ] Alat Wartel [ ] Terminal CDMA Lain2, sebutkan Lampiran data-data, lengkapilah selengkap Anda bisa: [ ] Fotocopy KTP Pimpinan [ ] Pas Photo 4x6 Pimpinan, Foto Lokasi [ ] Akta Pendirian Perusahaan [ ] SIUP, TDP, TDUP, HO, Domisili Usaha Tanda tangan pemohon:

____________________________________

Hubungan Keagenan di Pemerintahan Daerah


Sejak otonomi daerah berlaku di Indonesia, peluang penelitian dengan menggunakan perspektif keagenan (agency theory) terbuka lebar. Perspektif ke agenan bisa kita lihat dari (bentuk) hubungan legislative-eksekutif-publik. Ke-tiga komponen tersebut masing-masing mempunyai fungsi yang besar sesuai dengan perannya. Dalam hubungan keagenan, terdapat dua pihak yang melakukan kesepakatan atau kontrak, yakni yang memberikan kewenangan atau kekuasaan (disebut prinsipal) dan yang menerima kewenangan (disebut agen). Dalam suatu organisasi hubungan ini berbentuk vertikal, yakni antara atasan (sebagai prinsipal) dan bawahan (sebagai agen). Tulisan ini menganalisis pengaplikasian teori keagenan, yang menjadi mainstream dalam ilmu ekonomi dan ilmu politik, di pemerintahan daerah dalam konteks otonomi daerah di Indonesia dengan berfokus pada proses penyusunan anggaran berbasis kinerja di daerah. Pada bagian akhir diberikan rekomendasi untuk penelitian empiris dan regulasi untuk mengurangi masalah keagenan (kecenderungan perilaku oportunistik agen), baik eksekutif maupun legislatif. Pengertian Teori Keagenan Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori prinsipal-agen menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (principal) membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agent) dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang dinginkan oleh prinsipal (dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang). Lupia & McCubbins (2000) menyatakan pendelegasian terjadi ketika seseorang atau satu kelompok orang (prinsipal) memilih orang atau kelompok lain (agent) untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Menurut Carr & Brower (2000), model keagenan yang sederhana mengasumsikan dua pilihan dalam kontrak: (1) behavior-based, yakni prinsipal harus memonitor perilaku agen dan (2) outcome-based, yakni adanya insentif untuk memotivasi agen untuk mencapai kepentingan prinsipal. Para teoretisi berpegang pada proposisi bahwa agents behave opportunistically toward principals. Oportunisme bermakna bahwa ketika terjalin kerjasama antara prinsipal dan agen, kerugian prinsipal karena agen mengutamakan kepentingannya (agent self-interest) kemungkinan besar akan terjadi. Lebih jauh, Christensen (1992) menyatakan teori prinsipal-agen dapat menjadi alat analitis untuk penyusunan dan pengimplementasian anggaran publik. Gilardi (2001) dan Strom (2000), melihat hubungan keagenan sebagai hubungan pendelegasian (chains of delegation), yakni pendelegasian dari masyarakat kepada wakilnya di parlemen, dari parlemen kepada pemerintah, dari pemerintah sebagai satu kesatuan kepada seorang menteri, dan dari pemerintah kepada birokrasi. Hubungan Keagenan Antara Eksekutif dan Legislatif Dalam hubungan keagenan di pemerintahan antara eksekutif dan legislatif, eksekutif adalah agen dan legislatif adalah prinsipal (Halim, 2002a; Fozzard, 2001; Moe, 1984). Seperti dikemukakan sebelumnya, di antara prinsipal dan agen senantiasa terjadi masalah keagenan. Oleh karena itu, persoalan yang sering timbul di antara eksekutif

dan legislatif juga merupakan persoalan keagenan. Masalah keagenan paling tidak melibatkan dua pihak, yakni prinsipal, yang memiliki otoritas untuk melakukan tindakan-tindakan, dan agen, yang menerima pendelegasian otoritas dari prinsipal. Dalam konteks pembuatan kebijakan oleh legislatif, legislatur adalah prinsipal yang mendelegasikan kewenangan kepada agen seperti pemerintah atau panitia di legislatif untuk membuat kebijakan baru. Hubungan keagenan di sini terjadi setelah agen membuat usulan kebijakan dan berakhir setelah usulan tersebut diterima atau ditolak. Johnson (1994:5) menyebut hubungan eksekutif atau birokrasi dengan legislatif atau kongres dengan nama self-interest model. Dalam hal ini, legislators ingin dipilih kembali, birokrat ingin memaksimumkan anggarannya, dan konstituen ingin memaksimumkan utilitasnya. Agar terpilih kembali, legislators mencari program dan projects yang membuatnya populer di mata konstituen. Birokrat mengusulkan program-program baru karena ingin agency-nya berkembang dan konstituen percaya bahwa mereka menerima benefits dari pemerintah tanpa harus membayar biayanya secara penuh. Pada akhirnya keunggulan informasi yang dimiliki oleh eksekutif yang pergunakan untuk menyusun rancangan anggaran akan menentukan keunggulan kekuasaan (discretionary power) yang dimiliki. Hubungan Keagenan Antara Legislatif dan Publik Dalam hubungan keagenan antara legislatif dan publik (voters), legislatif adalah agen dan publik adalah principal. Seperti dalam hal pembuatan kebijakan, Von Hagen (2003) berpendapat bahwa hubungan prinsipal-agen yang terjadi antara pemilih (voters) dan legislatif pada dasarnya menunjukkan bagaimana voters memilih politisi untuk membuat keputusan-keputusan tentang belanja publik untuk mereka dan mereka memberikan dana dengan membayar pajak. Ketika legislatif kemudian terlibat dalam pembuatan keputusan atas pengalokasian belanja dalam anggaran, maka mereka diharapkan mewakili kepentingan atau preferensi prinsipal atau pemilihnya (konstituen). Politisi yang terpilih bisa saja berlaku oportunistik dan karenanya voters berkeinginan menghilangkan peluang untuk mendapat rents dengan membuat politisi terikat pada suatu aturan yang menentukan apa yang dapat atau harus mereka lakukan pada kondisi tertentu. Akan tetapi, membuat aturan untuk sesuatu yang tidak jelas (unforeseen development) dan kompleksitas situasi yang dihadapi menyebabkan kontrak yang sempurna tidak mungkin dibuat. Politisi juga tidak akan dapat memenuhi semua janji yang dibuatnya selama kampanye pemilihan. Oleh karena itu, seperti halnya dalam bentuk hubungan keagenan yang lain, hubungan keagenan antara pemilih (voters) dengan politisi dapat dipandang sebagai incomplete contract. Masalah Keagenan di Eksekutif Eksekutif memiliki keunggulan dalam hal penguasaan informasi dibanding legislatif (asimetri informasi). Keunggulan ini bersumber dari kondisi faktual bahwa eksekutif adalah pelaksana semua fungsi pemerintah daerah dan berhubungan langsung dengan masyarakat dalam waktu sangat lama. Eksekutif memiliki pemahaman yang baik tentang birokrasi dan administrasi serta peraturan perundang-undangan yang mendasari seluruh aspek pemerintahan. Oleh karena itu, anggaran untuk pelaksanaan pelayanan publik diusulkan untuk dialokasikan dengan didasarkan pada asumsiasumsi sehingga memudahkan eksekutif memberikan pelayanan dengan baik. Eksekutif akan memiliki kecenderungan mengusulkan anggaran belanja yang lebih besar dari yang aktual terjadi saat ini (asas maksimal). Sebaliknya untuk anggaran

pendapatan, eksekutif cenderung mengusulkan target yang lebih rendah (asas minimal) agar ketika realisasi dilaksanakan, target tersebut lebih mudah dicapai. Usulan anggaran yang mengandung slack seperti ini merupakan gambaran adanya asimetri informasi antara eksekutif dan legislatif. Slack tersebut terjadi karena agen (eksekutif) menginginkan posisi yang relatif aman dan nyaman dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Proses penyusunan anggaran (APBD) diawali dari rencana pelayanan yang akan diberikan oleh pemerintah daerah. Pemilihan pelayanan (dalam bentuk kegiatan) direncanakan secara bersama-sama dengan inisiatif terbesar ada di pihak eksekutif. Eksekutif kemudian mengalokasikan anggaran untuk setiap kegiatan, program, dan prioritas anggaran. Masalah Keagenan di Legislatif Perilaku oportunistik legislatif dapat terjadi pada dua posisi, yakni sebagai prinsipal dan juga sebagai agen. Sebagai prinsipal bagi eksekutif, legislatif dapat meralisasikan kepentingannya dengan membuat kebijakan yang seolah-olah merupakan kesepakatan di antara kedua belah pihak, tetapi menguntungkan legislatif dalam jangka panjang, baik secara individual maupun institusional. Melalui discretionary power yang dimilikinya, legislatif dapat mengusulkan kebijakan yang sulit untuk ditolak oleh eksekutif, meskipun usulan tersebut tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik dan fungsi legislative, contoh kontras yang sedang mewacana adalah dana reses yang dituntut legislative dengan berbagai argumennya, sehingga eksekutif tidak berdaya menolaknya. Sebagai agen bagi publik (pemilih), perilaku oportunistik legislatif lebih kelihatan jelas. Dalam penganggaran, legislatif semestinya membela kepentingan pemilihnya dengan mengakomodasi kebutuhan publik dalam anggaran. Usulan kegiatan yang akan dibiayai dengan anggaran seharusnya didasarkan pada permasalahan dan kebutuhan masyarakat yang terindetifikasi ketika legislatif turun ke lapangan melakukan penjaringan aspirasi masyarakat (jaring asmara). Ada dua kondisi yang dimanfaatkan oleh eksekutif untuk merealisasi perilaku oportunistiknya dalam proses penyusunan anggaran. Pertama, secara eksplisit berhubungan dengan anggaran legislatif dan kedua, melalui anggaran untuk pelayanan publik dalam bentuk titipan. Pada kondisi pertama, legislatif mengusulkan anggaran yang meningkatkan penghasilannya sehingga dapat memenuhi self-interestnya dalam jangka pendek. Hal ini memunculkan political corruption atas anggaran (Garamfalvi, 1997). Sementara pada kondisi kedua, self-interest dalam jangka panjang ingin dicapai. Berdasarkan analisis di atas, kita bisa mulai menghitung, mengkalkulasi, sekaligus mempersiapkan diri, apa yang dapat kita lakukan menghadapi pemilihan kepala daerah nanti. Bila melihat analisis tersebut, haruskah kita selalu menjadi agen, bukankah kita yang akan memilih. Jadi jelas posisinya, bukankah kita (voters) seharusnya yang menjadi principal. Semoga kita sadar akan hal itu!

Analisis Kontrak Keagenan

Hal-hal yang diperlu diperhatikan dalam pembuatan perjanjian kontrak oleh pihak pertama adalah identitas diri dari pihak kedua. Dalam kontrak terdapat pasal-pasal yang harus dipenuhi oleh pihak yang melakukan perjanjian baik dari pihak ke I dan pihak ke II. Pasal atau syarat-syarat tersebut yang pertama terdiri dari : 1. Ke dua belah pihak telah setuju untuk membuat perjanjian tersebut 2. Pihak pertama memiliki tanggung jawab kepada pihak kedua atas barang yang bersangkutan 3. Adanya pengaturan tentang pembayaran atas barang yang dijual 4. Adanya juga peraturan yang mengikat pihak kedua mengenai kelengkapan surat-surat yang dibelinya. 5. Kepemilikan barang tidak akan pindah ke pihak kedua sebelum perjanjiannya terselesaikan. 6. Adanya denda atau sanksi yang dikenakan ke pihak kedua apabila terjadi pelanggaran kontrak 7. Pihak kedua belum berhak memindahtangankan / menjual barang tersebut ke pihak lain atau pihak ketiga sebelum kontrak perjanjian yang dilakukan pihak pertama selesai. 8. Pihak pertama memiiliki hak mengambil barangnya kembali dari pihak kedua apabila terjadi pelanggaran kontrak meskipun sudah hamper melunasi cicilannya. 9. Pihak kedua menanggung semua resiko terhadap barang tersebut selama masa kontrak atau masa sewa-beli. 10. Apabila point kedelapan terjadi, pihak kedua mendapatkan sanksi sesuai yang tercantum dikontrak. 11. Apabila pihak kedua tidak setuju dengan isi kontrak maka perjanjian tidak akan terjadi. 12. Sebagai tanda sahnya suatu perjanjian kontak tersebut, maka bila diperlukan tanda tangan dari kedua belah pihak dan sanksi. Dan jika diperlukan menggunakan materai Rp 6000,-

ANALISIS KONTRAK AGEN PENJUALAN KENDARAAN BERMOTOR

DI SUSUN OLEH : ABDULLAH HILMI M. FAZRI ARDIAN RIZKY PUTRA PRAYUDY ROBY ALDINO

(107401756) (107401733) (107401746) (107401747)

2007 / B

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN BISNIS TELKOM

Anda mungkin juga menyukai