Anda di halaman 1dari 8

BAB I PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium TB (dan kadang oleh M. Bovis dan M. Africanum). Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa 8,8 juta kasus baru TB pada tahun 2002. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia. (1,2) Indonesia menduduki urutan ke 3 setelah India dan China dalam jumlah penderita TB paru di dunia, jumlah penderita TB paru tahun ke ketahun di Indonesia terus meningkat, penyakit TB paru menyerang sebagian besar kelompok kerja produktif, penderita TB paru kebanyakan dari kelompok ekonomi rendah namun saat ini juga banyak di derita oleh ekonomi atas di karenakan mudah proses penularan TB paru yaitu penyebaran melalui udara atau droplet. WHO memperkirakan di Indonesia setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian akibat TB dan terdapat 550.000 kasus. (1,2) Literatur Arab: Al Razi (850-953) dan Ibnu Sina (980-1037) menyatakan adanya kavitas pada paru-paru yang pencegahannya dengan makan-makanan yang bergizi, menghirup udara bersih dan kemungkinan (prognosis) dapat sembuh dari penyakit ini. Pada tahun 1968, World Health Organization (WHO) menerbitkan WHO Monograph on Nutrition-infection Interactions. Menyatakan bahwa kaitan antara malnutrisi dan infeksi adalah sinergistis. Artinya, malnutrisi memperparah penyakit infeksi, demikian juga halnya infeksi memperburuk malnutrisi. Sehingga status gizi merupakan salah satu determinan penting respons imunitas.(3) Pada penderita dengan TB, terjadinya penurunan nafsu makan, perubahan pola makan, malabsorbsi zat gizi, dan perubahan metabolisme dapat mengakibatkan kehilangan energi serta memperparah kondisi infeksi TB. Dalam berbagai studi menunjukkan bahwa penderita TB memiliki status gizi yang lebih rendah. Oleh karena itu gangguan keseimbangan nutrisi dapat memperburuk keadaan penderita TB.(1,3,4,5) Oleh karena itu dengan pengobatan dan suplemen gizi yang tepat, bahkan perbaikan gizi, penderita TB dapat hidup normal dengan prognosis kesembuhan yang besar. (5)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Peranan Status Gizi pada Penderita TB Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mikro bakterium TB. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penyakit TB disebabkan oleh kuman/bakteri Mycobacteriumtuberculosis. Kuman ini pada umumnya menyerang paru - paru dan sebagian lagi dapat menyerang di luar paru - paru, seperti kelenjar getah bening (kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan sebagianya.(6) Tempat masuknya kuman mikrobaterium TB adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan (GI), dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi malalui udara, yaitu melalui inhalasi dropet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama bagi jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi. TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas diperantara sel.(6) Status gizi menentukan kesehatan normal tubuh serta semua fungsi sistem pada tubuh termasuk sistem imun yang bertanggung jawab sebagai pertahanan tubuh dalam berbagai penyakit infeksi. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjangkitnya penyakit TB adalah status gizi. Status gizi yang buruk akan meningkatkan resiko terhadap penyakit TB paru. Sebaliknya, penyakit TB paru dapat mempengaruhi status gizi penderita karena proses perjalanan penyakitnya yang mempengaruhi daya tahan tubuh. Selain itu, penderita TB yang mengalami kekurangan gizi akan mengakibatkan produksi antibodi dan limfosit terhambat, sehingga proses penyembuhan akan terhambat pula.(7,8) Kebanyakan penderita TB juga menderita kekurangan gizi. Untuk melawan TB, penderita harus mengkonsumsi makanan seimbang yang memberikan tubuh nutrisi penting dalam melawan penyakit.(8) Penderita TB sering ditemukan mengalami kehilangan berat badan yang hebat, suatu gejala yang menjelaskan mengenai penurunan imun seseorang (immuno-suppresive) dan merupakan penentu utama dari berat dan prognosis penyakit tersebut. Malnutrisi menyebabkan berat badan berkurang, kekuatan otot pernapasan berkurang, menurunnya kapasitas ventilasi dan berkuranganya pertahanan paru sehingga memperburuk kondisi

penderita. Kekurangan nutrisi pada umumnya berkaitan dengan terganggunya respon imun, khususnya fungsi fagosit, produksi sitokin, respon sekresi antibody, dan sistem komplemen. Ringkasnya kekurangan nutrisi menyebabkan immudodefisiensi secara umum untuk berbagai penyakit infeksi termasuk TB.(7,8) Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial. Kebanyakan penderita TB adalah kelompok usia produkif (15-55 tahun) secara tidak langsung penyakit dan status gizi yang buruk akan mempengaruhi produktivitas. Untuk itu diperlukan dukungan nutrisi yang adekuat sehingga akan mempercepat perbaikan status gizi dan menignkatkan sistem imun yang dapat mempercepat proses penyembuhan disamping pemberian obat yang teratur sesuai metode pengobatan TB.
(7,8)

Gizi secara umum terdiri dari karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Dalam keadan normal gizi dapat tercukupi dari makanan sehari-hari tetapi dalam kondisi kemiskinan dan penyakit kronis, tidak semua komponen gizi dapat terpenuhi terutama protein. Kebutuhan protein dalam keadaan normal 0,8-1 gr/kgBB/hari, dan pada keadaan sakit kebutuhan protein mencapai 1,5-3 gr/kgBB/hari. Peranan protein pada pengobatan TB selain memenuhi kebutuhan gizi, meningkatkan regenerasi jaringan yang rusak juga mempercepat sterilisasi dari kuman TB.(7,8) Dengan memberikan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan obat TB pada penderita TB yang di rawat di rumah sakit didapatkan perbaikan secara klinis berupa peningkatan berat badan, peningkatan kadar Hb, dan penurunan SGOT, SGPT.(7,8) 2.2 Patofisiologi Penurunan Berat Badan pada Penderita TB Infeksi Mycobacterium TB akan mengaktifkan komplemen aktifasi makrofag oleh IFN- dengan produksi pirogen endogen. Pirogen endogen bersirkulasi melaluli sirkulasi sistemik & menembus masuk hematoencephalic barrier. Di dalamnya pirogen endogen akan bereaksi terhadap hipotalamus.(7) Efek sitokin pirogen endogen pada hipotalamus akan merangsang cerebral cortex berupa respon behavioral yang diperantarai oleh produksi prostaglandin yang meningkat. (7) Perubahan respon behavioral berupa nafsu makan menurun. Pada masa yang sama terjadi peningkatan metabolisme tubuh pada penderita TB karena peningkatan penggunaan energi metabolik. Penurunan nafsu makan dan peningkatan metabolisme tubuh penderita TB menyebabkan penurunan BB. (7)

Penderita

TB

dengan status gizi kurang memiliki

kadar hemoglobin lebih

rendah dibandingkan dengan penderita dengan status gizi baik. Defisiensi besi dan zat gizi lain serta adanya penyakit kronis seperti TB dapat menyebabkan anemia. Kekurangan zat gizi tunggal, seperti seng, selenium, besi, tembaga, vitamin A, vitamin C, vitamin E, vitamin B6, dan asam folat juga dapat memperburuk respons imunitas. Tercatat kejadian anemia pada penderita TB sebesar 16% sampai 76% dari berbagai penelitian yang berbeda. Rendahnya konsentrasi hemoglobin ditemukan pada anak anak dengan TB dibandingkan dengan anak tanpa TB. (7) Anemia pada TB dapat dikarenakan terjadinya gangguan pada proses eritropoesis oleh mediator inflamasi, pemendekan masa hidup eritrosit, gangguan metabolisme besi, adanya malabsorbsi dan ketidakcukupan zat gizi karena rendahnya nafsu makan. Obat anti TB anak pada fase awal terdiri dari Isoniazid, Pirazinamid dan Rifampisin, pada fase lanjutan hanya terdiri dari Isoniazid dan Rifampisin. Isoniazid diketahui meningkatkan ekskresi B6 melalui urin dan dapat mengakibatkan defisiensi B6. Vitamin B6 dalam bentuk Pyridoxal phosphate merupakan kofaktor dalam proses biosintesis heme. Defisiensi B6 akan mengganggu biosintesis heme. (7)

2.3 Terapi Diet (Nutrisi) Pada TB : Gizi merupakan faktor pendukung bagi penyakit infeksi seperti TB paru. Gizi yang seimbang dapat terpenuhi dengan menu makanan yang padat gizi. Gizi yang seimbang membantu mempercepat proses penyembuhan penyakit TB Paru. Gizi seimbang mencakup makanan adekuat yang harus di konsumsi tubuh. Makanan yang di konsumsi berupa gizi seimbang yaitu makanan yang mengandung unsur karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. (7) Terapi diet bertujuan memberikan makanan secukupnya guna memperbaiki dan mencegah kerusakan jaringan tubuh lebih lanjut serta memperbaiki status gizi agar penderita dapat melakukan aktifitas normal. Terapi Diet untuk penderita kasus TB Paru adalah: Energi : tinggi (2500-3000 kal/hr). Untuk mencapai berat badan ideal. Protein : tinggi (75-100 g/hr). Untuk menggantikan sel-sel yang rusak dan untuk meningkatkan kadar serum. Mineral : cukup. Mineral Fe untuk mengganti Fe yang hilang karena pendarahan.

Mineral Ca untuk penyembuhan luka. Vitamin :


Tinggi (suplementasi) Vitamin C, Vitamin E, Vitamin B kompleks. Cukup untuk vitamin lainnya.

Bentuk makanan bisa cair bisa lunak (sesuai kemampuan penderita) Makanan mudah cerna Makanan tidak merangsang (9)

Macam diet untuk penyakit TB : Diet Tinggi Energi Tinggi Protein I (TETP 1) Energi: 2600 kkal, protein 100 gr (2/kg BB). Diet Tinggi Energi Tinggi Protein II (TETP II) Energi 3000 kkal, protein 125 gr (2,5 gr/kg BB)(10) NB : Perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi makro dapat disesuaikan dengan kondisi tubuh penderita (BB dan TB) dan Penderita dapat diberikan salah satu dari dua macam diit Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP) sesuai tingkat penyakit penderita. (10) Hal-Hal yang perlu di perhatikan penderita TB Paru : 1. Sebaiknya makanan jajanan tidak diberikan menjelang waktu makan 2. Hindari buah asam dan menimbulkan gas : kedondong, nanas, durian, nangka, kubis, sawi 3. Obat anti OAT diminum dalam keadaan perut kosong (makanan sudah dimetabolisme kurang lebih 2 jam sesudah makan) 4. Tidak ada pantangan / larangan khusus penderita TB paru terhadap makanan kecuali penderita TB paru yang disertai dengan penyakit lain (kencing manis/DM/Penyakit hati dan lain-lain). Pada keadaan ini segera konsultasi gizi. 5. Pada penderita TB pada bayi, ASI tetap diberikan kepada bayinya dengan memakai masker/penutup mulut. 6. Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan petugas.

7. Kontrol teratur sesuai dengan petunjuk petugas kesehatan.(7,8,9) Risiko dan gejala TB dapat dikurangi dengan mengonsumsi makanan kaya vitamin B, zat besi, antioksidan dan menjauhi makanan olahan seperti gula dan roti putih. (7,8,9) Dengan pengobatan dan suplemen gizi yang tepat, penderita TB dapat hidup normal dengan berat badan ideal. Penting untuk berkonsultasi dengan ahli gizi bersertifikat atau terdaftar agar mendapat asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhan penderita. (7,8,9) Berikut adalah panduan makanan seimbang yang dianjurkan bagi penderita TB : a. Makanlah berbagai macam buah segar dan sayuran setiap hari, tetapi tetap dalam jumlah kalori yang direkomendasikan dokter. b. Pilih sayuran yang berbeda dari berbagai jenis seperti sayuran hijau tua, sayuran berwarna oranye, kacang, dll. c. Susu TB. d. Untuk produk daging, pilihlah daging tanpa lemak atau rendah lemak. 10 persen asupan kalori harian harus berasal dari lemak jenuh dan sekitar 200 mg kolesterol. Jagalah asupan total lemak dan minyak antara 25 - 30 persen kalori harian. Sebagian besar lemak harus berasal dari lemak tak jenuh ganda dan tak jenuh tunggal yang ditemukan dalam makanan seperti ikan, kacang-kacangan dan minyak sayur. e. Makanlah berbagai macam makanan yang kaya protein seperti kacang-kacangan dan biji-bijian. f. Makanlah makanan kecil sepanjang hari dengan rentang waktu yang singkat. Pastikan agar tubuh mendapat cukup asupan cairan dan garam dalam makanan. g. Makanan untuk penderita TB harus sederhana, dipersiapkan dengan baik dan mudah dicerna. Makanan yang lebih berat baru dapat diberikan kepada penderita setelah kondisinya sangat membaik.(7) Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil: atau produk susu harus dikonsumsi setidaknya 3 kali sehari.

Kalsium dalam susu sangat penting dalam membangun kesehatan tulang penderita

Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.(7,8) TB dan nutrisi memang saling berhubungan. Jadi bukan salah satu ditangani terlebih

dahulu, namun secara bersamaan keduanya perlu diperhatikan. TB tanpa nutrisi yang baik akan sulit sembuh. Pemberian nutrisi cukup tanpa pengobatan TB yang dimiliki juga tidak akan banyak berguna. Jadi yang perlu dilakukan adalah mengikuti secara teratur pengobatan TB untuk anak sesuai dengan anjuran dokter, kontrol teratur ke dokter, dan penuhi kebutuhan nutrisinya.(8)

DAFTAR RUJUKAN
1. Hasan H, TB Paru in Wibisono M. J, Winarni, Hariadi S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, Departemen Ilmu Penyakit Paru FK-UNAIR, Surabaya, 2010, 9-26. 2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis in Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan TB di Indonesia, PDPI, Jakarta, 2003. 3. Amin Z, Bahar A, Tuberkulosis Paru in Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M K, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid II, FKUI, Jakarta, 2006, 988-994. 4. Kartasasmita C B, Basir D, Tuberkulosis in Rahajoe N N, Supriyatno B, Setyanto B D, Buku Ajar Respirologi Anak, Edisi I, IDAI, Jakarta, 2008, 162-167. 5. Crofton J, Horne N, Miller F, Tuberkulosis Klinis Edisi II, Editor: Harun, Muherman, Widya Medika, Jakarta. 2002, 1-30. 6. Daniel T M. Tuberkulosis in Asdie, Ahmad H, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-13 Vol-2, EGC, Jakarta, 1994, 799-808. 7. Ramzie M, Gambaran Perubahan Berat Badan Pada Pasie TB Selama Pengobatan DOTS, FK USU, Medan, 2010. 8. Gupta K B, Gupta R, Atreja A, Review Article Tuberculosis and Nutrition. 2009. Available from: http://www.lungindia.com. 9. Perpustakaan Gizi Instalasi Gizi RSUD Ulin, Kebutuhan Nutrisi Penderita TB, Banjarmasin, 2009. 2009 10. Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangukusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia, Penuntun Diet, Editor: Almatsier S, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, 53-57.

Anda mungkin juga menyukai