Anda di halaman 1dari 6

NAMA : MELDA CITRA DEWI PANJAITAN 110110100403

PERBEDAAN KEJAHATAN INTERNASIONAL DAN KEJAHATAN TRANSNASIONAL

Kejahatan internasional

Definisi tindak pidana internasional (kejahatan internasional atau international crimes) telah dikemukakan oleh Bassiouni sebagai berikut, International crimes is any conduct which is designated as a crime in a multilateral convention will a significant number of state parties to it, provided the instrumen contains one of the ten penal characteristics.(Terjemahan bebas: tindak pidana internasional adalah setiap tindakan yang ditetapkan di dalam konvensi-konvensi multilateral dan diikuti oleh sejumlah tertentu negara-negara peserta, sekalipun di dalamnya terkandung salah satu dari kesepuluh karakteristik pidana). Sepuluh karakteristik pidana, seperti disebutkan dalam definisi di atas terdiri dari: 1. Explicit recognition of proscribed conduct as constituting an international crime or crime under international law (pengakuan secara eksplisit tindakan-tindakan yang dipandang sebagai kejahatan berdasarkan hukum internasional); 2. Implicit recognition of the penal nature of the act by establishing a duty to prohibit, prevent, prosecute, punish, or the like (pengakuan secara implisit sifat-sifat pidana dari tindakantindakan tertentu dengan menetapkan suatu kewajiban untuk menghukum, mencegah, menuntut, menjatuhi hukuman atau pidananya); 3. Criminalization of the proscribed conduct (kriminalisasi atas tindakan-tindakan tertentu); 4. Duty or right to prosecute (kewajiban atau hak untuk menuntut); 5. Duty or right to punish the proscribed conduct (kewajiban atau hak untuk memidana tindakan tertentu); 6. Duty or right to extradate (kewajiban atau hak mengekstradisi); 7. Duty or right to cooperate in prosecution, punishment, including judicial assistance in penal proceeding (kewajiban atau hak untuk bekerjasama dalam hal penuntutan, pemidanaan, termasuk bantuan yudisial dalam proses pemidanaan); 8. Establishment of a criminal jurisdictional basis (penetapan suatu dasar-dasar jurisdiksi kriminal); 9. Reference to the establishment of an international criminal court (referensi pembentukan suatu pengadilan pidana internasional);

10. Elimination of the defense of superior orders (penghapusan alasan-alasan perintah atasan). Penetapan jenis tindak pidana internasional, mengalami perkembangan yang bersifat kontekstual dan selektif-normatif. Perkembangan yang bersifat kontekstual adalah perkembangan penetapan tindak pidana yang sejalan dengan perkembangan situasi masalah yang dihadapi oleh masyarakat internasional pada masanya. Sedangkan perkembangan yang bersifat selektif-normatif, adalah penetapan golongan tindak pidana sebagai tindak pidana internasional yang hanya dapat dilakukan berlandaskan konvensi-konvensi internasional tertentu. Dilihat dari perkembangan dan asal usul tindak pidana internasional, maka eksistensi tindak pidana internasional dapat dibedakan dalam: 1. Tindak pidana internasional yang berasal dari kebiasaan yang berkembang di dalam praktik hukum internasional. Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah pembajakan atau piracy, kejahatan perang atau war crimes, dan tindak pidana perbudakan atau slavery; 2. Tindak pidana internasional yang berasal dari konvensi-konvensi internasional. Secara historis dibedakan antara tindak pidana internasional yang ditetapkan dalam satu konvensi internasional saja (subject of a single convention), dan tindak pidana internasional yang ditetapkan oleh banyak konvensi (subject of a multiple conventions); 3. Tindak pidana internasional yang lahir dari sejarah perkembangan konvensi mengenai hak asasi manusia. Salah satunya adalah deklarasi PBB tanggal 11 Desember 1946, yang menetapkan genosida sebagai kejahatan menurut hukum internasional. Bassiouni dalam susunan table matrix mengenai kejahatan dan unsur yang menyertainya. Secara skematis ketiga unsur internasional crime tersebut digambarkan seperti: 1. Unsur internasional; termasuk ke dalam unsur ini adalah: a. Direct threat to world Peace and Security (ancaman secara langsung atas perdamaian dan keamanan di dunia); b. Indirect threat to world Peace and Security (ancaman secara tidak langsung atas perdamaian dan keamanan di dunia); c. Shocking to the conscience of Humanity (menggoyahkan perasaan kemanusiaan). 2. Unsur transnasional; termasuk ke dalam unsur ini adalah: a. Conduct affecting more than one State (tindakan yang memiliki dampak terhadap lebih dari satu negara); b. Conduct including or affecting citizens of more than one State (tindakan yang melibatkan atau memberikan dampak terhadap warga negara lebih dari satu negara); c. Mean and methods transcend national boundaries (sarana dan prasarana serta metodametoda yang dipergunakan melampaui batas-batas territorial suatu negara).

3. Unsur kebutuhan (necessity). Termasuk ke dalam unsur ini adalah, co-operation of States necessary to enforce (kebutuhan akan kerja sama antar negara-negara untuk melakukan penanggulangan).

Kejahatan Transnasional Kejahtan transnasional didefinisikan oleh berbagai ahli dalam beberapa pendapat. Hal ini dikarenakan terkait dengan latar belakang pendidikan, pengalaman, serta kepentingan yang menyebabkan beberapa ahli merumuskan definisi Transnasional Crime serta Radikalisme sangat bervariasi, sehingga beberapa ahli merumuskan pengertian transnasional crime adalah : 1. Suatu perbuatan sebagai suatu kejahatan. 2. Terjadi antar Negara atau Lintas Negara. Dar kedua kata kunci diatas dapat dijeskan bahwa transnasional crime adalah suatu kejahatan yang terjadi lintas Negara dalam pengertian bahwa suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai kejahatan apabila terdapat piranti hukum yang dilanggar sehingga bisa saja terjadi suatu perbuatan yang dirumuskan, dirancang , disiapkan , dilaksanakan dalam suatu Negara bisa saja bukan merupakan kejahatan namun ketika hasil kejahatan yang diatur, disiapkan melakukan lintas batas Negara untuk masuk ke yuridiksi Negara yang berbeda lantas dikategorikan sebagai kejahatan Transnasional Crime. Isu isu penting dalam penanggulangan kejahatan lintas Negara adalah terkait dengan 1. Bahwa setiap Negara memiliki kedaulatan masing masing berupa kedaulatan hukum , wilayah dan pemerintahan , sehingga dengan adanya perbedaan system , struktur dan budaya hukum antar Negara dibutuhkan suatu pengaturan berupa , konvensi, perjanjian , traktat, bahkan pendekatan Government to government termasuk pendekatan Police to Police dalam konteks tertentu sebagai jembatan untuk memadukan kepentingan kedua Negara atau lebih agar dapat bekerja sama dalam penanggulangan Transnational crime. 2. Tiap Negara memiliki nilai tawar ( bargaining Power ) yang selaras dengan kekuatan ekonomi, social budaya, hankam dan politik sebagai konsekuensi logis dari kedudukan suatu Negara dalam tataran Geostrategi dan Geopolitik di lingkungan regional maupun Internasional.sebagai contoh kedudukan Indonesia sebagai suatu Negara di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan dua benua yaitu Australia dan Asia menyebabkan peran Indonesia sangat Strategis dalam upaya penanggulangan kejahatan berua perompakan ( Sea Piracy ) tinggal bagaimana Pemerintah dan Masyarakat Indonesia mengelola kondidi Geografis ,

Geologis dan Demografi sebagai suatu bargaining power Bangsa Indonesia di pergaulan regional dan Internasional. 3. Dalam memahami kejahatan lintas Negara atau Transnasional Crime adalah mutlak untuk mempelajari juga konsep dan teori dalam Hukum Internasional, , Humanitarian Law , dan Kejahatan Internasional. 4. Akibat adanya perbedaan kepentingan antar Negara sehingga dilingkungan regional maupun Internasional sehingga tidak semua kejahatan yang dikategorikan Transnational crime,dipersepsikan sebagai kejahatan yang sama oleh setiap Negara.contoh ( inisiatif tiap Negara dalam ratifikasi Konvensi PBB maupun Asean ) alermo Convention : Kejahatan Narkotika ,Kejahatan pembantaian masal/genocide,Kejahatan Upal ,Kejahatan laut bebas ,Kejahatan maya/Cyber Crime .Deklarasi ASEAN : Illicit Drug Trafficking,Money Laundering,Terrorism,Arm Smuggling,Trafficking in Person,Sea Piracy,Trans National economics crime & currency counterfeiting, Cyber Crime. AMMTC (Asean Ministry Meeting on Trans National Crime),Information Exchange,Legal Matters,Law Enforcement Matters,Training,Institutional Capacity Building ,Extra Regional Cooperation 5. Korelasi antara Kejahatan transnasional dengan Hukum internasional dan kejahatan terorganisasi, bahwa wacana yang berkembang adalah adanya perbuatan yang dikategorikan sebagai kejahatan Internasional namun bukan merupakan suatu kejahatan Transnasional dengan actor melibatkan atau tidak melibatkan kelompok / organisasi kejahatan demikian sebaliknya , suatu perbuatan yang dikategorikan sebagai kejahatan Transnasional namun bukan merupakan kejahatan terhadap Hukum Internasional dengan actor dilakukan oleh kelompok / organisasi maupun non organisasi kejahatan . 6. Combating Terrorism terdapat beberapa metode : hard power ( Militer, penegakkan Hukum , intelijen ) dan Soft power ( Negosiasi , pembangunan ekonomi, dan Kontra Intelijen ) : hard power ( Military approach ) dengan metode perang terbuka ( kerap dilakukan oleh Amerika dengan menggunakan konsep perang War On terror , sedangkan metode penegakkan Hukum telah dilakukan Indonesia semenjak peristiwa bom Bali 1 dimana secara yuridis dimulai dengan perpu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Yang Kemudian Diganti Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagai lompatan jauh dalam penanggulangan Terorisme yang mendapat apresiasi Negara lain walaupun belum mampu memberikan efek jera dan penyadaran untuk tidak melakukan kembali kejahatan terorisme , hal ini disebabkan karena perangkat hukum di Indonesia belum mengakomodir kegiatan penyadaran ( deradikalisasi dan counter radikalisasi ) terhadap pelaku,pendukung dan simpatisan,metode Hard power terakhir berupa operasi Intelijen melalui pendekatan ISA ( Internal Security Act ) seperti yang diterapkan Singapura dan Malaysia.

7. Khusus untuk pembagian domain dalam pemberantasan terorisme di Indonesia , terdapat beberapa wacana yang mengemuka di public : pertama bagaimana peran TNI dan Polri serta pelibatan dan pola operasi yang paling efektif dilakukkan , seperti diketahui bahwa TNI memiliki striking force pasukan pemukul yang berkualifikasi Lawan Teror ( Den 81 Kopassus, Den Jaka, Den Bravo ) , kedua tentang ekes terkait masalah hak Asasi manusia, SARA yang timbul terkait operasi pemberantasan terorisme di Indonesia dimana selain adanya pengaruh politik di Indonesia perangkat hukum dalam pemberantasan Indonesia dilakukan dengan pembuatan perpu yang berlaku surut ( retroactive ) , ketiga , Prolegnas ( program legislative nasional) yang belum mengakomodir perangkat undang undang sebagai landsan kegiatan deradikalisasi .keempat adalah masalah Budgeting / anggaran dimana karena belum adanya organisasi yang solid, dan didukung produk hukum / undang-undang yangmemadai. 8. Deradikalisasi dan Counter Radikalisasi merupakan program yang dilakukan untuk mencegah dan menangkal pengaruh radikal untuk berbalik menjauh dan melepaskan pemahaman radikal yang telah dimiliki menjadi moderat. 9. Sesuai amanat undang undang dan Hukum acara pidana bahwa kegiatan penindakan ( upaya paksa ) terkait proses pidana , Polri merupakan garda terdepan, sedangkan dalam situasi dan kondisi Polri tidak mampu atau mengalami kesulitan maka Polri dapat meminta bantuan kepada TNI ( sehingga TNI bekerja atas permintaan Polri ) dalam kaitan penindakan ( konteks proses hukum acara pidana ) , situasi CALL OUT ini merupakan hal biasa dalam upaya penindakan tindak pidana Terorisme ( kejahatan ekstra ordinary ) ketika kekuatan Polisi ( di negara Demokratis ) tidak sebanding melawan kejahatan yang tidak bisa dihadapi dengan standar kemampuan polisi regular. Dan membutuhkan organ kepolisian yang memiliki kemampuan Militer ( para Militer). 10. Sedangkan peran Militer tidak terlepas dari kemampuan territorial dan ( Early warning Early detection ) yang dimiliki dalam konteks upaya penanggulangan terorisme melalui kegiatan Deradikalisasi, Kontra Radikalisasi . Berdasarkan table matrix yang disampaikan oleh Bassiouni, kejahatan-kejahatan yang unsur transnasionalnya signifikan yaitu: 1. Aircraft hijacking (pembajakan udara); 2. Threat and use of force against internationally protected person (membahayakan dan menyerang orang yang dilindungi secara internasional); 3. Taking of civilian hostage (membawa pengungsi sipil); 4. Drug offence (penyalahgunaan obat-obatan terlarang); 5. International traffic in obsence publication (peredaran publikasi pornografi); 6. Destruction and / or theft of national treasure (penghancuran dan atau pencurian harta

karun suatu negara); 7. Environmental protection (perusakan lingkungan); 8. Theft of nuclear materials (pencurian bahan-bahan nuklir); 9. Unlawfull use the mail (penggunaan surat secara melanggar hukum); 10. Interference of submarine cables (perusakan kabel bawah laut); 11. Falsifaction and counterfighting (pemalsuan mata uang); 12. Bribery of foreign public officials (penyuapan pegawai publik asing). Menurut Bapak Romli Atmasasmita, kejahatan internasional harus dibedakan dari kejahatan transnasional. Kejahatan internasional adalah suatu tindak pidana terhadap dunia atau suatu masyarakat dan biasanya digerakan oleh motif ideologi atau politik. Sebagai contoh dari kejahatan ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) dan hak azasi manusia, kejahatan perang (war crimes), genosida (genocide), dan lain-lain. Sedangkan kejahatan transnasional hampir selalu berkaitan dengan kejahatan dengan motif finansial, yang membawa dampak terhadap kepentingan lebih dari satu negara. Kejahatan ini antara lain, perdagangan obat bius (drug trafficking), kejahatan terorganisir lintas batas negara (transborder organized criminal activity), pencucian uang (money laundering), kejahatan finansial (financial crimes), perusakan lingkungan secara disengaja (willful damage to the environment), dan lain-lain.

Menurut Bassiouni, mengatakan bahwa kejahatan transnasional atau transnational crime adalah kejahatan yang mempunyai dampak lebih dari satu negara, kejahatan yang melibatkan atau memberikan dampak terhadap warga negara lebih dari satu negara, dan sarana dan prasarana serta metoda-metoda yang dipergunakan melampaui batas-batas teritorial suatu negara. Jadi istilah kejahatan transnasional dimaksudkan untuk menunjukkan adanya kejahatan-kejahatan yang sebenarnya nasional (di dalam batas wilayah negara), tetapi dalam beberapa hal terkait kepentingan negara-negara lain. Sehingga tampak adanya dua atau lebih negara yang berkepentingan atau yang terkait dengan kejahatan itu. Kejahatan transnasional jelas menunjukkan perbedaannya dengan kejahatan atau tindak pidana dalam pengertian nasional semata-mata. Demikian pula sifat internasionalnya mulai semakin kabur oleh karena aspek-aspeknya sudah meliputi individu, negara, benda, publik dan privat. Sifatnya yang transnasional yang meliputi hampir semua aspek nasional maupun internasional, baik privat maupun publik, politik maupun bukan politik

Anda mungkin juga menyukai