Anda di halaman 1dari 4

Nama : Melda Citra Dewi Panjaitan NPM : 110110100403 TUGAS HUKUM PENITENSIER HUKUM PIDANA DAN KEBERADAAN HUKUM

PENITENSIER DALAM HUKUM PIDANA Hukum Pidana adalah nestapa/derita yang dijatuhkan dengan sengaja oleh negara (melalui pengadilan) dimana nestapa itu dikenakan pada seseorang yang secara sah telah melanggar hukum pidana dan nestapa itu dijatuhkan melalui proses peradilan pidana. Adapun Proses Peradilan Pidana (the criminal) justice process) merupakan struktur, fungsi, dan proses pengambilan keputusan oleh sejumlah lembaga (kepolisian, kejaksaan,pengadilan & lembaga pemasyarakatan) yang berkenaan dengan penanganan & pengadilan kejahatan dan pelaku kejahatan. MOELJATNO mengartikan bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar adan aturan-aturan untuk : Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut. Menentukan kapan dan daklam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atai dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan. 1) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat sdilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan-larangan tersebut (Moeljatno,1978:1). Selanjutnya MOELJATNO menjelaskan bahwa dari pengertian hukum pidana tersebut di atas maka yang disebut dalam ke 1) adalah mengenai perbuatan pidana (crimi nal act). Sedang yang disebut dalam ke 2) adalah mengenai pertanggungjawaban hukum pidana (criminal liability atau criminal responbility). Yang disebut dalam ke 1 dan ke 2) merupakan hukum pidana materil (substantive criminal law), oleh karena mengenai isi hukum pidana sendiri. Yang disebut dalam ke 3) adalah mengenai bagaimana caranya atau prosedurnya untuk menuntut ke muka pengadilan orang-orang yang disangka melakukan perbuatan pidana, oleh karena itu bagian ke-3) ini dinamakan hukum pidana formil atau hukum acara pidana (criminal procedure). Lazimnya yang disebut dengan hukum pidana saja adalah hukum pidana materil (Moeljatno, 1978:4). Menurut ilmu hukum pidana bahwa hukum pidana itu dapat dibedakan dalam beberapa bagian. Dibawah ini akan dikemukakan beberapa pembagian hukum pidana :

1. Hukum Pidana objektif dan Hukum Pidana Subjektif Hukum pidana objektif (jus poenale) adalah seluruh pengaturan yang memuat laranganlarangan atau keharusan-keharusan, terhadap pelanggar peraturan itu diancam dengan pidana. Jadi hukum pidana objektif itu memuat perumusan tindak pidana serta ancaman pidananya. Hukum pidana subjektif (jus poenandi) adalah seluruh peraturan yang memuat hak negara untuk memidana seseorang yang melakukan perbuatan terlarang (tindak pidana). Hak negara untuk memidana itu terdiri dari : 1) Hak untuk mengancam perbuatan dengan pidana. Hak ini terletak pada negara, misalnya ancaman pidana yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP, pencurian diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 900,00. 2) Hak untuk menjatuhkan pidana. Hak ini terletak pada alat negara yang berwenang, yaitu hakim. 3) Hak untuk melaksanakan pidana. Hak ini juga terletak pada alat negara yang berwenang, yaitu jaksa. Pada hakekatnya hukum pidana subjektif (hak negara untuk memidana) setelah dalam hukum pidana objektif ditentukan perbuatan-perbuatan yang diancam pidana. 2. Hukum Pidana materiel dan hukum pidana Formel Menururt ilmu hukum pidana bahwa hukum pidana objektif itu dapat dibagi dalam hukum pidana materiel dan formel. Hukum pidana materiel (hukum pidana substansif) adalah seluruh yang memuat perumusan : 1) Perbuatan-perbuatan apakah yang dapat diancam pidana. Misalnya : pasal 338 KUHP pembunuhan, pasal 351 KUHP penganiayaan, pasal 362 - pencurian. 2) Siapakah yang dapat dipidana, atau dengan perkataan lain mengatur pertanggungjawaban terhadap hukum pidana. 3) Pidana apakah yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana, atau disebut juga dengan hukum penitensier (Lihat Satochid:1). Hukum pidana materiel dimuat dalam KUHP dan dalam peraturan perundang-undangan hukum pidana lainnya di luar KUHP, seperti dalam : Stbl 1934 -167 jo UU No. 39/1947-KUHPM (kita undang-undang Hukum Pidana Militer) ; UU No. 7 Drt 1955 - undang-undang Tindak Pidana Ekonomi; UU No. 11 Pnps 1963 - Pemberantasan Kegiatan Subvensi; UU No. 3/1971 Undang-undang Tindak Pidana korupsi; UU No. 9/1976 - Narkotika daN sebagainya Hukum pidana formel (hukum pidana ajketif) dimuat dalam UU No.8/1981 - KUHAP dan dalam peraturan perundang-undangan dengan hukum acara pidana lainnya diluar KUHAP, seperti itu berdasarkan hukum pidana objektif, oleh karena hak negara untuk memidana itu baru ada,

dalam : UU No. 13/1961 - Undang-undang Pokok Kepolisian; UU No. 14/1970 - Undang-undang kekuasaan kehakiman. Juga secara khusus dimuat dalam : UU No. 7 Drt/1955; UU No. 11 Pnps/1963; Undang-undang No 3/1971; UU No. 9/1976, dan lain-lain. Dengan demikian dalam ketentuan-ketentuan hukum pidana khusus ini, selain dimuat hukum materiel juga sekaligus dimuat hukum pidana formel. 3. Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus Hukum pidana umum (algemeen strafrecht - jus commune) adalah hukum pidana yang berlaku umum atau yang berlaku bagi semua orang. Hukum pidana umum dimuat dalam KUHP. Hukum pidana khusus (bijzonder strafrecht - jus speciale) adalah hukum pidana yag berlaku khusus bagi golongan orang-orang tertentu (anggota ABRI dan yang disamakan dengan anggota ABRI) atau yang memuat perkara-perkara pidana tertentu (seperti : tindak pidana ekonomi, tindak pidana subversi, tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotika, dan lain-lain). Pidana perlu dijatuhkan pada seseorang yang melakukan pelanggaran pidana karena pidana juga berfungsi sebagai pranata sosial. Dalam hal ini pidana sebagai bagian dari reaksi sosial manakala terjadi pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku, yakni norma yang mencerminkan nilai dan struktur masyarakat yang merupakan reafirmasi simbolis atas pelanggaran terhadap hati nurani bersama sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap perilaku tertentu. Bentuknya berupa konsekwensi yang menderitakan, atau setidaknya tidak menyenangkan. Ilmu yang mempelajari pidana dan pemidanaan dinamakan Hukum Penitensier/Hukum Sanksi. Hukum Penitensier adalah segala peraturan positif mengenai sistem hukuman (strafstelsel) dan sistem tindakan (matregelstelsel), menurut Utrecht, hukum penitensier ini merupakan sebagaian dari hukuman pidana positif yaitu bagian yang menentukan: 1. Jenis sanksi terhadap suatu pelanggaran dalam hal ini terkait terhadap KUHP dan sumber-sumber hukum pidana lainnya (UU pidana yang memuat sanksi pidana dan UU non pidana yang memuat sanksi pidana) 2. Beratnya sanksi itu 3. Lamaya sanksi dijalankan 4. Cara sanksi itu dijalankan 5. Tempat sansksi tersebut dijalankan Sanksi berupa pidana maupun tindakan inilah yang akan dipelajari oleh hukum penitensier. Hukum Penitesier sendiri berarti pemidanaan dan hukum penitensier terletak dalam ius poenandi atau hukm pidana subjektif. Hukum Penitensier atau hukum pelaksanaan pidana

adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang berisi tentang cara bagaimana melaksanakan putusan hakim terhadap seseorang yang memiliki status sebagai terhukum. Hukum penintensier adalah hukum yang berkenaan dengan tujuan daya kerja dan organisasi dari lembaga-lembaga pemidanaan. Secara harfiah hukum penintensier itu dapat diartikan sebagai suatu keseluruhan dari norma-norma yang mengatur masalah pidana dan pemidanaan.Menurut Bemmelan, hukum yang berkenaan dengan tujuan, daya kerja organisasi dari lembaga-lembaga pemidanaan W.H.A Jonkers menyebut penitentiar recht (hukum penetensier) sebagai strafrechttelijk atau bahasa Indonesianya hukum sanksi kepidanaan (J.M van Bemmelen-J.P.Balkema-Th.W.van Veen, 1987:28) Tujuannya adalah apa yang ingin dicapai orang dengan pemidanaannya itu yaitu melalui suatu organisasi.Peraturan-peraturan Perundang-undangan yang mengandung norma-norma sebagai keseluruhan yang disebut sebagai hukum penintensier adalah : 1. Buku I dan II KUHP 2. Ordonantie 27 Desember 1917 yaitu tentang ketentuan pembebasan bersyarat. 3. Ordonantie 6 November 1926 4. STBL No 4/1987 tentang peraturan pelaksanaan pemidanaan bersyarat Hukum Penintensier yaitu bahagian dari hukum pidana yang mengatur/memberi aturan tentang sistem sanksi dalam hukum pidana. Aturan-aturan tersebut meliputi tentang ketentuan pemberian pidana tindakan serta eksekusi sanksi pidana. Ketentuan-ketentuan pidana itu meliputi : 1. Jenis-jenis sanksi pidana 2. Ukuran pemidanaan 3. Bentuk dan cara pemidanaan Masalah pokok didalam Hukum Penitensier: 1. Pemidanaan ( fungsi Hakim Besar ) 2. Proses pemidanaan (tugas atau fungsi LP) 3. Terpidana ( siapa yang diproses

Anda mungkin juga menyukai