Anda di halaman 1dari 41

REFERAT Gangguan Somatoform

Disusun oleh: Rien Novia Maulida Npm : 08310259

Pembimbing: dr. Kartidjo, Sp.KJ BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT UMUM KOTA TASIKMALAYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI 2013

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan refErat yang berjudul gangguan somatoform, yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh kepaniteraan klinik senior bagian ilmu kesehatan jiwa RSUD Kota Tasikmalaya Di dalam penyusunan referat ini penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, tetapi penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Kartidjo, Sp.KJ, berkat bantuan dan bimbingan dalam penyusunan referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dari teman-teman di bagian ilmu kesehatan jiwa RSUD Kota Tasikmalaya, sehingga penyusunan referat ini dapat diselesaikan walaupun masih jauh dari sempurna.

Tasikmlaya, 21 Februari 2013

Penulis

ii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................ KATA PENGANTAR ..................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ BAB 2 ISI ......................................................................................................... BAB 3 PENUTUP ........................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... i ii iii 1 3 36 37

iii

Bab I Pendahuluan Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan1. Hal ini sudah dikenal sejak zaman Mesir kuno dan terus mengalami perkembangan hingga saat ini. Dan sekarang ini Diagnostic and Statistical Manual of Mental edisi keempat (DSM-IV) menyebutkan terdapat lima gangguan somatoform spesifik yang dikenali, yaitu gangguan somatisasi, gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan nyeri. Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor psikologis atau konflik. Karena gejala tak spesifik dari beberapa sistem organ dapat terjadi pada penderita anxietas maupun penderita somatoform disorder, diagnosis anxietas sering disalahdiagnosiskan menjadi somatoform disorder, begitu pula sebaliknya. Adanya somatoform disorder, tidak
1

menyebabkan diagnosis anxietas menjadi hilang. Pada DSM-IV ada 4 kategori penting dari somatoform disorder, yaitu hipokhondriasis, gangguan somatisasi, gangguan konversi dan gangguan nyeri somatoform. Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut2. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat (DSM-IV) mempertahankan sebagian besar diagnosis yang dituliskan di dalam edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R) . Lima gangguan somatoform spesifik adalah dikenali. (1) Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak sistem organ. (2) Gangguan konversi ditandai oleh satu atau dua keluhan neurologis. (3) hipokondriasis ditandai oleh focus gejala yang lebih ringan dari kepercayaan pasien bahwa ia menderita penyakit tertentu. (4) Gangguan dismorfik tubuh ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang berlebih-lebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat. (5) Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan factor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh factor psikologis. DSM-IV juga memiliki dua kategori diagnostik residual untuk gangguan somatoform. (1) Gangguan somatoform yang tidak dibedakan (undifferentiated) termasuk gangguan somatoform, yang tidak dijelaskan lain, yang ada selama enam bulan atau lebih. (2) Gangguan somatoform yang tidak ditentukan (NOS ; not otherwise specified) adalah kategori untuk gejala somatoform yang tidak memenuhi diagnosis gangguan somatoform yang sebelumnya ditentukan.

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

a. Definisi Gangguan Somatoform Kata somatoform ini di ambil dari bahasa Yunani soma, yang berarti tubuh. Dalam gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan penyebabnya. Gangguan somatoform berbeda dengan

malingering, atau kepura-puraan simtom yang bertujuan untuk mendapatkan hasil yang jelas. Gangguan ini juga berbeda dengan gangguan factitious yaitu suatu gangguan yang ditandai oleh pemalsuan simtom psikologis atau fisik yang disengaja tanpa keuntungan yang jelas. Selain itu gangguan ini juga berbeda pula dengan sindrom Muchausen yaitu suatu tipe gangguan factitious yang ditandai oleh kepura-puraan mengenai simtom medis. Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan, ditandai dengan keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik 3. Pada gangguan somatoform, orang memiliki simptom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan sebagai penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.

b. Epidemiologi Gangguan Somatoform Penyakit ini sering didapatkan , berkisar antara 2-20 dari 1000 penduduk. Lebih banyak pada wanita. Pasien pada umumnya mempunyai riwayat keluhan fisik yang banyak. Biasanya dimulai sebelum berumur 30 tahun. Sebelumnya pasien telah banyak mendapat diagnosis, makan banyak obat, dan banyak menderita alegi. Pasien ini terus mencari penerangan medis untuk gejala yang dideritanya dan bersedia untuk melakukan berbagai test medis, pembedahan, uji klinik, walaupun dia tahu hal tersebut jarang yang memberikan hasil, biasanya hasilnya adalah normal, atau ada gangguan kecil 4. Fenomena ini dapat berupa spectrum yang ringan yang akan memperberat gangguan somatisasi, pasien yang benar benar masuk kriteria biasanya telah hidup dengan didominasi dengan pengalaman medik dan mungkin telah mengalami gangguan hubungan interpersonal. Riwayat keluarga biasanya menunjukkan hal yang sama terutama pada wanita, dan riwayat anti sosial pada pria4.

c. Etiologi Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan5.

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut3 : Faktor-faktor Biologis Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada gangguan somatisasi). a. Faktor Lingkungan Sosial Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti peran sakit yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform. b. Faktor Perilaku Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah: Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder). Adanya perhatian untuk menampilkan peran sakit Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan. c. Faktor Emosi dan Kognitif Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda yang terlibat adalah sebagai berikut: Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simptom fisik sebagai tanda dari adanya penyakit serius (hipokondriasis).

Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impulsimpuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simptom fisik (gangguan konversi).

Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu strategi self-handicaping (hipokondriasis).

Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.

d. Patofisiologi Gangguan Somatoform Patofisiologi dari gangguan somatoform masih belum diketahui. Primer gangguan somatoform dapat dikaitkan dengan kesadaran dari sensasi tubuh yang normal. Kesadaran ini dapat dihubungkan dengan bias kognitif untuk menafsirkan setiap gejala fisik sebagai indikasi penyakit medis. peningkatan fungsi otonom mungkin tinggi pada beberapa pasien dengan somatisasi. peningkatan otonom mungkin berhubungan dengan efek fisiologis dari senyawa noradrenergik endogen seperti takikardi atau Hipermotilitas lambung. Semakin tingginya peningkatan tersebut juga dapat menyebabkan ketegangan otot dan rasa sakit yang terkait dengan hiperaktivitas otot, seperti yang terlihat dengan sakit kepala dan keteganganotot.

e. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya5 Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang menekan di dalam tenggorokan. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi dimana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan3. Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut . Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.

Gambaran keluhan gejala somatoform: Neuropsikiatri: a. Kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik ; b. Saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya Kardiopulmonal: c. Jantung saya terasa berdebar debar. Saya kira saya akan mati Gastrointestinal: d. Saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang dapat menyembuhkannya Genitourinaria: e. Saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun tidak di temukan apa-apa Musculoskeletal f. Saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu Sensoris: g. Pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak akan membantu Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.

f. Klasifikasi dan Diagnosis Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi2 : F.45.0 gangguan somatisasi Ditandai dengan ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak sistem organ. F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci F.45.2 gangguan hipokondriasis Ditandai oleh fokus gejala yang lebih ringan dan pada kepercayaan pasien bahwa ia menderita penyakit tertentu. F.45.3 disfungsi otonomik somatoform F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap F.45.5 gangguan somatoform lainnya F.45.6 gangguan somayoform YTT DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh. Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah gangguan somatisasi dan hipokondriasis.

Penatalaksanaan Gangguan Somatoform

Terapi electroconvulsive tidak efektif untuk gangguan somatoform, tetapi berhasil dapat mengobati depresi yang terjadi dalam konteks gangguan somatoform4. Sedasi akut intravena atau oral dengan benzodiazepin dapat digunakan. Hindari jangka panjang benzodiazepin untuk gangguan somatoform. strategi psikoterapi mungkin secara khusus membantu dalam mengurangi tekanan dan penggunaan medis yang tinggi. Intervensi psikososial diarahkan oleh dokter membentuk dasar untuk pengobatan yang berhasil. Sebuah hubungan yang kuat antara pasien dan dokter perawatan primer dapat membantu dalam pengelolaan jangka panjang. Psikoedukasi dapat membantu dengan membiarkan pasien tahu bahwa gejala fisik dapat diperburuk oleh kecemasan atau masalah emosional lainnya. Namun, berhati-hatilah karena pasien cenderung untuk menolak saran bahwa kondisi mereka karena emosional daripada masalah fisik.

Intervensi psikososial untuk gangguan somatoform yang spesifik, yaitu4: Gangguan somatisasi: Pasien mungkin menolak saran untuk psikoterapi individu atau kelompok karena mereka melihat penyakit mereka sebagai masalah medis. Intervensi psikososial yang fokus pada menjaga fungsi sosial dan pekerjaan meskipun gejala medis yang kronis dapat membantu.

Hypochondriasis: Psikoterapi kelompok dapat memberikan dukungan sosial

10

dan mengurangi kecemasan. Terapi kognitif dapat membantu dengan fokus pada terdistorsi penyakit terkait kognisi. Gangguan nyeri menetap : Terapi Perilaku, termasuk biofeedback, dapat membantu. Hypnosis juga dapat dipertimbangkan untuk sindrom nyeri kronis. Beberapa data hasil mendukung efektivitas psikoterapi individu. Eksplorasi efek interpersonal sakit kronis dapat mengurangi komplikasi nyeri.

F. 45.0 Gangguan Somatisasi Definisi Zaman Mesir kuno gangguan ini dikenal dengan nama histeria, suatu keadaan yang secara tidak tepat diperkirakan hanya mengenai wanita. Pada abad ke-17 Thomas Syndenham menemukan bahwa faktor psikologis, yang dinamakannya penderitaan yang mendahului (antecendent sorrow), adalah terlibat dalam patogenesis gejala. Tahun 1859, Paul Briquet, seorang dokter Perancis, mengamati banyaknya gejala dan sistem organ yang terlibat dan perjalanan penyakit yang biasanya kronis6. Rasio antara pria dan wanita yaitu 1 berbanding 5. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa gangguan somatisasi sering kali bersama dengan gangguan mental lainnya. Sifat kepribadian atau gangguan kepribadian yang sering kali menyertai adalah yang ditandai oleh ciri penghindaran, paranoid, mengalahkan diri sendiri, dan obsesif-kompulsif.

11

Gangguan somatisasi ditandai oleh banyaknya gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan somatisasi dibedakan dari gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan melibatkan sistem organ yang multipel (sebagai contoh, gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini adalah kronis (dengan gejala ditemukan selama beberapa tahun dan dimulai sebelum usia 30 tahun dan disertai dengan penderitaan psikologis yang bermakna, gangguan fungsi sosial dan pekerjaan, dan perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan7. Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui. Rumusan psikososial tentang penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala sebagai suatu tipe komunikasi sosial, hasilnya adalah menghindari kewajiban, mengekspresikan emosi, atau untuk mensimbolisasikan suatu perasaan atau keyakinan. Interpretasi psikoanalitik yang ketat tentang gejala terletak pada hipotesis bahwa gejala adalah substitusi untuk impuls instinktual yang direpresi. Gangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan dengan keluhan somatik yang beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun (namun biasanya pada usia remaja), bertahan paling tidak selama beberapa tahun, dan berakibat antara menuntut perhatian medis atau mengalami hendaya yang berarti dalam memenuhi peran sosial atau pekerjaan. Keluhan-keluhan yang diutarakan biasanya mencakup sistim-sistim organ yang berbeda seperti nyeri yang samar dan tidak dapat didefinisikan, problem menstruasi/seksual, orgasme terhambat, penyakit-penyakit neurologik,

gastrointestinal, genitourinaria, kardiopulmonar, pergantian status kesadaran yang

12

sulit ditandai dan lain sebagainya. Jarang dalam setahun berlalu tanpa munculnya beberapa keluhan fisik yang mengawali kunjungan ke dokter. Orang dengan gangguan somatisasi adalah orang yang sangat sering memanfaatkan pelayanan medis. Keluhan-keluhannya tidak dapat dijelaskan oleh penyebab fisik atau melebihi apa yang dapat diharapkan dari suatu masalah fisik yang diketahui. Keluhan tersebut juga tampak meragukan atau dibesar-besarkan, dan orang itu sering kali menerima perawatan medis dari sejumlah dokter, terkadang pada saat yang sama.

Etiologi Belum diketahui. Teori yang ada yaitu teori belajar, terjadi karena individu belajar untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan orang lain. Penyebab gangguan somatisasi belum diketahui dengan pasti tetapi banyak teori telah diajukan untuk menjelaskan penyebab somatisasi yaitu4: 1. Neurologis Pengaturan sistem saraf pusat yang abnormal untuk informasi sensorik yang masuk menyebabkan gangguan pada proses atensional. 2. Psikodinamik Somatisasi merupakan suatu mekanisme pertahanan. 3. Perilaku

13

Somatisasi merupakan suatu perilaku yang dipelajari sehingga pendorongpendorong lingkungan melestarikan perilaku sakit yang abnormal. Teori yang ada yaitu teori belajar, terjadi karena individu belajar untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan

kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan orang lain.

4. Sosiokultural Cara-cara benar menghadapi emosi dan perasaan-perasaan ditetapkan oleh budaya. Teori-teori ini satu sama lain tidak eksklusif, dan kemungkinan somatisasi merupakan suatu fenomena komplek dengan banyak faktor resiko yang memainkan penyebabnya. Pada seorang pasien tertentu, tiga kesatuan atau kelompok faktor berikut dapat ditemukan: a. Faktor predisposisi Termasuk karakteristik biologi, perkembangan, kepribadian, dan

sosiokultural pasien. Teori bahwa somatisasi disebabkan oleh pengaturan sistem saraf pusat yang abnormal untuk informasi sensorik yang masuk (inhibisi kortikufugal). b. Faktor pencetus Termasuk peristiwa-peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres (misal: penyakit) dan konflik antar pribadi. c. Faktor penunjang

14

Termasuk interaksi-interaksi antar pasien, keluarga dan dokter dan sistem sosial. Keuntungan finansial dan bentuk-bentuk lain keuntungan sekunder memperkuat somatisasi, demikian pula faktor-faktor iantrogenik seperti pengujian yang tidak perlu, efek samping obat, dan komplikasi pemeriksaan pemeriksaan invasif. Epidemiologi a. Wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda b. Rasio tertinggi usia 20- 30 c. Pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform (berisiko 10-20 kali lebih besar dibanding yang tidak ada riwayat).

Gambaran Klinis Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan depresi

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut2:

15

Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun

Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.

Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.

atau: Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, 4 gejala nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi) 2 gejala gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan) 1 gejala seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan). 1 gejala pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi
16

urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).

Salah satu (1) atau (2): Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol) Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura)

Tatalaksana Tujuan pengobatan 1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata 2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu
17

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial 1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama 2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai 3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik 1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas 2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi 3. Anti anxietas dan antidepressant

Berikut adalah penanganan pada gangguan somatisasi. 1. Farmakoterapi Tidak ada percobaan klinis terapi obat yang adekuat untuk somatisasi primer. Obat-obat yang yang efektif dalam situasisituasi sebagai berikut : a. Gejala-gejala spesifik yang sulit disembuhkan seperti nyeri kepala, mialgia, dan bentuk-bentuk penyakit kronik lainnya dapat hilang dengan antidepresan trisiklik. Demikian pula pasien-pasien cemas dengan terapi aprazolam, benzodiazepin, atau beta-bloker.

18

Walaupun pasien-pasien tersebut tidak memnuhi kriteria gangguan panik atau kecemasan. b. Obat-obat simtomatik murni (misal: analgetik, antasida)

2.

Konsultasi psikiatrik Kita harus merujuk pasien pada suatu pelayanan hubungan konsultasi atau kepada seorang dokter ahli jiwa.konsultasi mengakibatkan intervensi psikiatrik jangka pendek selain strategistrategi penatalaksanaan yang dianjurkan oleh dokter di perawatan primer. Pasien dengan somatisasi kronik berat mungkin mendapatkan perbaikan dengan program-program terapi rawat inap.9

3.

Strategi penatalaksanaan Terapi perilaku kognitif (CBT, cognitive behavior therapy) akan bermanfaat jika diadaptasi untuk keluhan somatisasi utama. Pasien mungkin perlu dibantu untuk mengenali dan mengatasi stresor sosial yang dialami.5 Terapi kognitif-behavioral, untuk mengurangi pemikiran atau sifat pesimis pada pasien. Teknik behavioral, terapis bekerja secara

19

lebih langsung dengan si penderita gangguan somatoform, membantu orang tersebut belajar dalam menangani stress atau kecemasan dengan cara yang lebih adaptif. Terapi kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai penampilan fisiknya dengan cara menyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang jelas.

Prognosis
Sebagian besar pasien dengan gejala-gejala somatik fungsional sembuh tanpa intervensi khusus. Faktor-faktor yang lebih prognostik antara lain awitan yang akut dan durasi gejala yang singkat, usia muda, kelas sosioekonomi tinggi, tidak ada penyakit organik, dan tidak ada gangguan kepribadian. Prognosa jangka panjang untuk pasien gangguan somatisasi dubia ad malam, dan biasanya diperlukan terapi sepanjang hidup. Pasien susah sembuh walau sudah

mengikuti pedoman pengobatan. Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri. Bila somatisasi merupakan sebuah topeng atau gangguan
psikiatrik lain, prognosanya tergantung pada prognosis masalah primernya.

Gejala-gejala konversi mempunyai prognosis yang lebih baik. Gejalagejala ini mungkin dapat hilang secara spontan bila sudah tidak diperlukan lagi atau berespons baik terhadap psikoterapi spesifik.

F.45.2 Gangguan Hipokondriasis Definisi


20

Hipokondriasis merupakan salah satu dari enam gangguan somatoform yang diketegorikan dalam DSM-IV-TR. Hipokondriasis dibedakan dari kelainan delusi somatik lainnya oleh karena gangguan ini dihubungkan dengan pengalaman gejala fisik yang dirasakan oleh penderitanya, dimana gangguan somatoform lainnya tidak menunjukkan gejala fisik di dalam dirinya. Gejala yang timbul bisa saja merupakan pernyataan gejala fisik yang dilebih-lebihkan, yang justru akan memperberat gejala fisik yang disebabkan oleh keyakinan bahwa pasien tersebut sedang sakit dan keadaannya lebih buruk dari keadaan yang sebenarnya. Hipokondriasis dan gangguan somatoform yang lain merupakan gangguan psikiatri paling sulit dan kompleks untuk diterapi secara medis. Gangguan somatoform sendiri adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik dimana tidak ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Hipokondriasis dapat didefinisikan sebagai kekhawatiran berlebihan bahwa penderita mengalami penyakit serius dan preokupasi morbid terhadap tubuh atau keadaan sehat, yang tidak sebanding dengan penyakit medis sebenarnya, serta yang muncul hampir setiap saat. Berbeda dengan gangguan somatisasi dimana pasien biasanya meminta pengobatan terhadap penyakitnya yang seringkali menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat, maka pada gangguan hipokondrik pasien malah takut untuk makan obat karena dikira dapat menambah keparahan dari sakitnya. Istilah hipokondriasis juga digunakan untuk menunjukkan tidak hanya gangguan independen primer, tetapi juga kepribadian atau gejala pada sejumlah

21

gangguan psikiatrik misalnya depresi. Gejala-gejala hipokondriasi sebenarnya paling sering terlihat sebagai gambaran gangguan depresif. Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa simptom fisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung. Rasa takut tetap ada meskipun telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutan itu tidak berdasar. Gangguan ini paling sering muncul antara usia 20 dan 30 tahun, meski dapat terjadi di usia berapapun. Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan simptom fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, seringkali melibatkan sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri. Berbeda dengan gangguan konversi yang biasanya ditemukan sikap ketidakpedulian terhadap simptom yang muncul, orang dengan hipokondriasis sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli pada simptom dan hal-hal yang mungkin mewakili apa yang ia takutkan. Pada gangguan ini, orang menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringan dalam sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit sakit serta nyeri. Padahal kecemasan akan simptom fisik dapat menimbulkan sensasi fisik itu sendiri, misalnya keringat berlebihan dan pusing, bahkan pingsan. Mereka memiliki lebih lanjut kekhawatiran akan kesehatan, lebih banyak simptom psikiatrik, dan mempersepsikan kesehatan yang lebih buruk daripada orang lain. Sebagian besar juga memiliki gangguan psikologis lain, terutama depresi mayor dan gangguan kecemasan.

22

Etiologi Etiologi hipokondriasis masih belum diketahui , tetapi pada kriteria diagnosis untuk hipokondriasis, DSM-IV-TR mengindikasikan bahwa gejala yang timbul menunjukkan misinterpretasi pada gejala fisik yang dirasakan. Banyak data menunjukkan bahwa orang dengan hipokondriasis memperkuat dan memperberat sensasi somatic yang mereka rasakan. Pasien ini mempunyai batasan toleransi yang rendah terhadap ketidak nyamanan fisik. Sebagai contoh, pada orang normal merasakan itu sebagai tekanan pada perut, pasien hipokondriasis menganggap sebagai nyeri pada perut. Mereka memfokuskan diri pada sensasi tubuh, salah menginterprestasi dan menjadi selalu teringat oleh sensasi tersebut karena kesalahan skema kognitifnya8. Teori yang lain mengemukakan bahwa hipokondriasis dapat suatu sifat yang dipelajari yang dimulai masa kanak-kanak dimana pada anggota keluarganya sering terpapar oleh suatu penyakit. Etiologi lain yang diajukan adalah bahwa hipokondriasis adalah bagian dari gangguan depresi atau obsesif-kompulsif dengan fokus gejala pada keluhan fisik. Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk mendapatkan peranan sakit oleh seseorang untuk menghadapi masalah yang tampaknya berat dan tidak dapat dipecahkan. Gangguan yang paling sering dihipotesiskan berhubungan dengan hipokondriasis adalah gangguan depresif dan gangguan kecemasan. Hipokondriasis juga dipandang sebagai pertahanan dan rasa bersalah,

23

rasa keburukan yang melekat, suatu ekspresi harga diri yang rendah dan tanda perhatian terhadap diri sendiri yang berlebihan8.

Gambar 1 . factor penyebab Hipokondriasis

Epidemiologi Suatu penelitian yang terbaru menyatakan bahwa prevalensi

hipokondriasis dalam enam bulan mencapai 4 sampai 6 persen dari keseluruhan populasi medis umum, namun demikian angka presentase ini dapat mencapai 15
24

persen. Laki-laki dan wanita mempunyai perbandingan yang sama untuk menderita hipokondriasis. Walaupun onset penyakit dapat terjadi pada keseluruhan tingkatan umur, hipokondriasis paling sering terjadi pada umur 20 sampai 30 tahun8. Gangguan hipokondrial primer lebih sering terjadi pada orang-orang golongan sosial lebih rendah, orang muda, lansia dan bangsa Yahudi. Hipokondriasis juga didapatkan pada 3 persen mahasiswa kedokteran terutama pada dua tahun pertamanya, namun keadaan ini hanyalah hipokondriasis yang bersifat sementara. Beberapa bukti menyatakan bahwa diagnosis adalah lebih sering diantara kelompok kulit hitam dibandingkan kulit putih. Status perkahwinan tampaknya tidak mempengaruhi diagnosis.

Patofisiology Defisit neurokimia terkait dengan hypochondriasis somatoform dan beberapa gangguan lainnya (misalnya, somatisasi, konversi, dan gangguan dismorfik tubuh) tampaknya serupa dengan gangguan mood dan kecemasan. Dalam sebuah penelitian terbaru tentang tanda-tanda biologis, subyektif yang bertemu DSM-IV-TR kriteria diagnostik untuk hypochondriasis mengalami penurunan plasma neurotrophin 3 (NT-3) tingkat dan serotonin platelet (5-HT) tingkat, dibandingkan dengan subyek kontrol sehat. NT-3 adalah penanda fungsi saraf dan trombosit 5-HT merupakan penanda pengganti untuk aktivitas serotonergik8.

25

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis Untuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus ada2: Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham) Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya

Ciri-ciri diagnostik dari hipokondriasis2: Perokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa ia menderita suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat. Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).

26

Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.

Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan

somatoform lain.

Tabel 1. Kriteria diagnosis Gangguan Hipokondriasis

DIAGNOSIS BANDING

27

Kelainan fisik pertama-tama harus segera disingkirkan yaitu kelainan dalam bidang neurologik, endokrinologi dan penyakit sistemik lainnya. Diferensial diagnosis pada psikiatri untuk hipokondriasis adalah gangguan somatoform lainnya, gangguan mood, cemas dan gangguan psikotik. Gangguan somatik ditandai dengan onset yang dini (<30 hari), dapat kambuh mencakup keluhan fisik yang multiple. Pada kelainan somatisasi, yang terjadi adalah preokupasi tentang beberapa gejala yang timbul, bukan tentang penyakit yang mendasarinya. Gejala yang timbul haruslah memenuhi pola yang spesifik untuk dapat diklasifikasikan sebagai gangguan somatisasi yaitu perasaan nyeri yang terjadi pada empat tempat yang berbeda, 2 gejala gastrointestinal yang berbeda, 1 gejala seksual dan 1 gejala neurologi. Gangguan somatisasi dibedakan dengan penyakit sistemik dari banyaknya keluhan pada beberapa organ tanpa adanya keterkaitan dan hubungan dengan kelainan somatic yang ada. Onset gangguan somatisasi lebih dini dari hipokondriasis (<15 hari pada 50% kasus). Wanita lebih sering terkena, rasio wanita : laki-laki; 10:1. Perbedaan yang lain juga adalah pada gangguan somatisasi, pasien lebih terfokus pada gejala dibandingkan dengan penyakit yang mendasari.

Tatalaksana Tujuan pengobatan

28

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata 2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu 3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial 1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama 2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai 3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial 4. Therapi kognitif-behaviour

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik 1. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi 2. Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriasis dengan antideprresan golongan SSRI

Prognosis 10 % pasien bisa sembuh, 65 % berlanjut menjadi kronik dengan onset yang berfluktuasi, 25 % prognosisnya buruk.

29

F.45.3 Gangguan Disfungsi Otonomik Somatoform Kriteria diagnostik yang diperlukan2 : d. Ada gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas, yang sifatnya menetap dan mengganggu e. Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (tidak khas) f. Preokupasi dengan penderitaan mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius yang menimpanya, yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan maupun penjelasan dari dokter g. Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem/organ yang dimaksud h. Kriteria ke 5, ditambahkan : F.45.30 = Jantung dan Sistem Kardiovaskular F.45.31 = Saluran Pencernaan Bagian Atas F.45.32 = Saluran Pencernaan Bagian Bawah F.45.33 = Sistem Pernapasan F.45.34 = Sistem Genito-Urinaria F.45.38 = Sistem atau Organ Lainnya

30

F. 45.4 . Gangguan Nyeri Yang Menetap Definisi Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis. Pasien sering wanita yang merasa mengalami nyeri yang penyebabnya tidak dapat ditemukan. Munculnya secara tiba-tiba, biasanya setelah suatu stres dan dapat hilang dalam beberapa hari atau berlangsung bertahun-tahun. Biasanya disertai penyakit organik yang walaupun demikian tidak dapat menerangkan secara adekuat keparahan nyerinya 9. Individu yang merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi rasa nyeri yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalam memberikan gambaran sensoris dari rasa nyeri yang dialaminya, dan menjelaskan situasi dimana rasa nyeri yang dirasakan menjadi lebih sakit atau lebih berkurang. Sedangkan pada nyeri somatoform, pasien malah bertindak sebaliknya.

Etiologi Banyak teori mengenai penyebab gangguan nyeri telah diusulkan, mereka tidak boleh dianggap saling eksklusif. Teori meliputi 10:

31

Faktor biologis: Studi Adopsi telah menemukan gangguan somatisasi menjadi 5-10 kali lebih sering terjadi pada tingkat pertama kerabat probands dengan somatisasi dibandingkan pada populasi.

Stres: Stres dapat menyebabkan disfungsi usus motilitas dan disfungsi mukosa melalui corticotropin-releasing hormone, rilis asetilkolin, atau keduanya. Teori psikodinamik: Sebuah konflik tak sadar, ingin, atau perlu diubah menjadi suatu gejala somatik, sehingga melindungi individu dari kesadaran itu. Trauma dan penyalahgunaan: Sebuah hubungan antara kekerasan fisik, pelecehan psikologis, atau keduanya dan somatisasi telah didokumentasikan dengan baik. Belajar Teori: Anak belajar dari teladan bagi perilaku penyakit dalam keluarga. Anak belajar tentang keuntungan sekunder dari peran sakit dimodelkan. Emosi dan komunikasi: kosakata terbatas dan pemikiran beton dapat menyebabkan seorang anak untuk mengekspresikan kesusahan dalam hal gejala fisik. Pengaruh lingkungan dan sosial: Dalam keluarga dan budaya di mana masalah-masalah psikologis stigma, individu dapat berkomunikasi marabahaya melalui gejala somatik.

32

Keluarga teori sistem: Peran sakit si anak didorong karena berfungsi untuk melanggengkan pola keluarga tertentu yang dinamis. Menurut model yang dikembangkan oleh Minuchin, keluarga anak-anak somatizing menggunakan 4 pola berikut transaksional yang berbeda: keterperangkapan overprotection kekakuan Kurangnya resolusi konflik

Patofisiologi Nyeri, seperti yang didefinisikan oleh Asosiasi Internasional untuk Studi Pain, adalah sebuah " sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau dijelaskan dalam hal kerusakan tersebut." Nyeri memiliki komponen sensorik

neurofisiologis, yang menandakan bahwa kerusakan jaringan terjadi dan komponen psikologis persepsi, yang mempengaruhi pengalaman subjektif dari rasasakit10.

Epidemiologi Terjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang dengan keluhan nyeri punggung. wanita lebih banyak mengalami keluhan dibandingkan pria.

33

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri 2 Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis

Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi atau bertahannya nyeri. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura). Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Tatalaksana Tujuan pengobatan 1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata 2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu 3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

34

4. Jika nyerinya akut (< 6 bulan), tambahkan obat simptomatik untuk gejala yang timbul 5. Jika nyeri bersifat kronik (>6 bulan ), fokus pada pertahankan fungsi dan motilitas tubuh daripada fokus pada penyembuhan nyeri.

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial 1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama 2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai 3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial 4. Nyeri kronik: pertimbangkan terapi fisik dan pekerjaan, serta terapi kognitif-behavioural

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik 1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas 2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi 3. Akut: acetaminophen dan NSAIDS (tidak dicampur) 4. Kronik: Trisiklik anti depresan, acetaminophen dan NSAID

Prognosis : Jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6 bulan, cenderung buruk (cenderung menjadi kronik).

35

Bab III Penutup

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor psikologis atau konflik. Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya. Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi: gangguan somatisasi, gangguan somatoform tak terperinci, gangguan hipokondriasis, disfungsi otonomik somatoform, gangguan nyeri somatoform menetap, gangguan

36

somatoform lainnya, dan gangguan somayoform YTT. Sedangkan pada DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.

37

DAFTAR PUSTAKA

1. Pardamean E. 2007. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia : Gangguan Somatoform. Ikatan Dokter Indonesia Cabang Jakarta Barat 2. Maslim, dr.Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. FK Unika AtmaJaya Jakarta 3. Nevid, J.S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I.Edisi 5. PenerbitErlangga : Jakarta 4. Spratt, Eve G . 2012. Somatoform Disorder. Medscape Reference 5. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. 2001. Media Aesculapicus : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 6. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry vol.2 6th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore. 7. Wiguna, Imade (editor). 1997. Sinopsis Psikiatri jilid 2. Jakrta: BinanupaAksara. 8. Xiong, Glen L. 2011. Article : Hypochondriasis clinical Presentation . medscape Reference. 9. Tomb, D. A. 2004.Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. EGC : Jakarta and Management. Medscape Reference 10. Protagoras, Dolores. 2011. Article. Pain SomatoformDisorder, Treatment

38

Anda mungkin juga menyukai