Anda di halaman 1dari 57

TRANSPORTASI

BAB XIII

TRANSPORTASI
A. PENDAHULUAN Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan, dan pedoman pembangunan nasional. Pembangunan nasional dilaksanakan merata di seluruh tanah air dan tidak hanya untuk suatu golongan atau sebagian dari masyarakat, tetapi untuk seluruh masyarakat, serta harus benarbenar dapat dirasakan seluruh rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup yang berkeadilan sosial, yang menjadi tujuan dan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia. Wilayah Nusantara yang luas dan berkedudukan di khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan keadaan alamnya yang memiliki berbagai keunggulan komparatif merupakan modal dasar pembangunan nasional dengan wilayah yang bercirikan kepulauan dan kelautan sebagai faktor dominannya. Oleh karena itu,

XIII/3

wawasan penyelenggaraan pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara, yang mencakup perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan sosial dan budaya, serta satu kesatuan pertahanan dan keamanan. Dalam upaya pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya, serta perwujudan Wawasan Nusantara telah diupayakan berbagai kegiatan pembangunan transportasi yang meliputi transportasi darat, Laut dan udara. Transportasi darat mencakup angkutan jalan, kereta api, serta angkutan sungai, danau dan penyeberangan. Upaya penyelenggaraan transportasi telah dilakukan sejak awal kemerdekaan. Pembangunan jalan, sejak tahun 1945 dibina oleh Jawatan Jalan-Jalan dan Lalu Lintas di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perhubungan yang berpusat di Bandung. Kegiatan utama pembangunan jalan sampai dengan tahun 1968 umumnya meliputi rehabilitasi dan pemeliharaan jalan hasil peninggalan sebelum perang. Kegiatan rehabilitasi dan pemeliharaan yang dilakukan sampai awal PJP I tercatat sepanjang 11,508 kilometer jalan dan 9.456 meter jembatan. Upaya perluasan jaringan jalan juga telah mulai dilakukan, dalam rangka Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana (RPNSB) Tahap Pertama 1961-1969. Pembuatan jalan -jalan baru tersebut diutamakan pada jalan Samarinda - Balikpapan di Kalimantan Timur tahun 1961. Sementara itu, juga dibangun jembatan Sungai Musi Palembang (Jembatan Ampera) yang selesai tahun 1965. Dalam PJP I pembangunan jalan, baik berupa rehabilitasi dan pemeliharaan maupun pembangunan jalan baru, mendapat prioritas sebagai prasarana dasar perekonomian yang utama. Pada tahun 1973, dibangun jalan Tanjung - Barabai di Kalimantan dan tahun 1978 jalan Blangkejeren - Kotacane di Aceh. Juga dibangun jembatan Bunga Mas di Sumatera Selatan dan jembatan Danau Bengkuang di Riau.

XIII/4

Untuk dapat melayani perkembangan lalu lintas yang tumbuh dengan cepat, pada tahun 1974 dibangun jalan bebas hambatan yang pertama yaitu antara Jakarta - Bogor - Ciawi. Kegiatan pembangunan jalan tidak saja dilakukan oleh pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah, melalui program-program INPRES. Pada tahun 1979 diadakan program Inpres Peningkatan Jalan Kabupaten (IPJK), diikuti dengan program Inpres Peningkatan Jalan Propinsi (IPJP) yang dimulai tahun 1989. Dengan pembangunan prasarana jalan dan jembatan di seluruh pelosok tanah air, pada akhir PJP I panjang jalan yang ada mencapai 244.170 kilometer, yang terdiri dari jalan nasional 17.800 kilometer, jalan propinsi 32.250 kilometer, jalan kabupaten 168.602 kilometer, dan jalan perkotaan 25.518 kilometer. Dari seluruh jaringan jalan tersebut, 10.420 kilometer berfungsi sebagai jalan arteri, 39.630 kilometer sebagai jalan kolektor, dan 194.120 kilometer sebagai jalan lokal. Kondisi jalan arteri dan kolektor yang mantap mencapai 93,5 persen, tidak mantap 6,5 persen, serta jalan dengan kondisi kritis sudah dapat diatasi. Pada awalnya, kegiatan lalu lintas angkutan jalan dilayani oleh Djawatan Lalu Lintas Djalan (DLLD) yang dibentuk pada tahun 1953. Selanjutnya pada tahun 1958 urusan di bidang lalu lintas angkutan jalan sebagian diserahkan kepada Daerah Tingkat I, dimulai pada 10 propinsi, dan akhirnya diserahkan kepada seluruh Tingkat I. Untuk memenuhi kebutuhan angkutan umum, di awal kemerdekaan yaitu pada tahun 1946 dibentuk Djawatan Angkutan Motor Republik Indonesia (DAMRI). Pada tahun 1960 DAMRI ditetapkan menjadi Perusahaan Negara Angkutan Motor DAMRI. Setelah melalui berbagai perkembangan pada tahun 1982 DAMRI ditetapkan sebagai Perum. Dalam PJP I peranan masyarakat dalam XIII/5

penyediaan jasa angkutan jalan telah meningkat pesat, dan melampaui jasa pelayanan oleh instansi pemerintah atau BUMN-nya. Pada akhir PJP I, sarana angkutan jalan telah berjumlah 13 juta buah, terdiri dari 609,8 ribu bis, 1,4 juta truk, 1,8 juta mobil penumpang dan 9,1 juta sepeda motor. Sejak awal kemerdekaan, angkutan kereta api dikelola oleh Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKRI). Pada tahun 1960 DKRI berubah menjadi Djawatan Kereta Api (DKA), dan tahun 1963 ditetapkan menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Dalam perkembangan selanjutnya, tahun 1971 PNKA berubah statusnya menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), dan akhirnya tahun 1990 menjadi Perum dengan nama Perum Kereta Api (PERUMKA). Selama PJP I telah dilakukan rehabilitasi, pemeliharaan, peningkatan, dan pembangunan jaringan jalan kereta api. Jalan kereta api Baru dibuat pada lintas Bukit Putus - Indarung di Padang (tahun 1970 - 1980) untuk angkutan semen, lintas Tanjung Enim - Tarahan di Lampung (tahun 1982 - 1986) untuk angkutan batubara, dan lintas Kabat - Meneng di Banyuwangi (tahun 1983 - 1987) untuk menunjang angkutan pupuk. Pada tahun 1987, dimulai pembangunan jalan layang kereta api Manggarai-Jakarta Kota yang berfungsi melayani angkutan kota di kawasan Jabotabek, dan tahun 1992 dimulai pembangunan jalan kereta api lintas Citayam-Cibinong/Nambo di Bogor untuk menunjang angkutan semen. Pada akhir PJP I jumlah pengguna jasa angkutan kereta api telah mencapai 98 juta orang atau 12,2 miliar orang-kilometer. Sarana kereta api selama PJP I telah bertambah dengan 1.278 buah kereta penumpang, 2.381 gerbong, dan 487 lokomotif. Jaringan jalan kereta api yang beroperasi di Jawa dan Sumatera meliputi panjang 5.051 kilometer, terdiri dari lintas raya sepanjang 4.454 kilometer dan lintas XIII/6

cabang 597 kilometer. Dari panjang lintasan tersebut, 2.736 kilometer berada pada kondisi mantap dan dapat dilalui dengan kecepatan di atas 70 kilometer per jam pada tekanan gandar 13 ton, didukung oleh fasilitas keselamatan dan pengatur lalu lintasnya. Sisanya berada dalam kondisi kurang mantap, yang hanya dapat dilalui dengan kecepatan rata-rata 50 kilometer per jam pada tekanan gandar 13 ton. Kegiatan pembangunan angkutan sungai, danau dan penyeberangan yang merupakan angkutan rakyat khususnya daerah pedalaman, pada awalnya dilakukan oleh pemerintah, sedangkan di daerah pedalaman dilakukan oleh masyarakat sendiri. Pada tahun 1948 pelayanan angkutan sungai dimasukkan dalam lingkup organisasi Djawatan Angkutan Darat Bermotor (DADB) yang kemudian berubah menjadi Djawatan Angkutan Darat dan Sungai (DADS). Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan angkutan penyeberangan yang berkembang pesat, pada tahun 1973 diadakan proyek angkutan sungai, danau dan ferry (ASDF) yang selanjutnya berubah menjadi Proyek Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP). Pada tahun 1986, status proyek ASDP dirubah menjadi Perum ASDP, dan kemudian menjadi PT. ASDP (Persero). Meskipun ada BUMN namun kegiatan angkutan banyak dilakukan oleh masyarakat dan usaha swasta. Selama PJP I, telah dibangun 97 dermaga penyeberangan, 124 dermaga sungai, 35 dermaga danau, serta 45 unit kapal penyeberangan. Jumlah penumpang dan barang yang diangkut pada akhir PJP I telah mencapai 59 juta orang, 26,1 ton barang, dan 5,7 juta unit kendaraan. Kegiatan transportasi laut, pada awal kemerdekaan, dilayani oleh Jawatan Urusan Laut Seluruh Indonesia (JULSI) yang mengelola

XIII/7

urusan pelayaran dan pelabuhan. Pada tahun 1959 JULSI berubah menjadi Kementrian Pelayaran, dan selanjutnya menjadi bagian Departemen Perhubungan. Pada tahun 1952 armada laut nasional dioperasikan oleh Perusahaan Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) yang mengelola 45 unit kapal. Sejak tahun 1963 pengelolaan jasa pelabuhan ditangani oleh perusahaan negara Pelabuhan sebagai penanggung jawab kegiatan di pelabuhan. Dalam upaya deregulasi yang pertama di sektor transportasi laut, pada tahun 1985 telah dikeluarkan Inpres Nomor 4 dan Keppres Nomor 44 Tahun 1985. Melalui ketentuan-ketentuan tersebut telah dipisahkan fungsi pengusahaan yang dilakukan oleh Perum Pelabuhan, dan fungsi pemerintahan yang dilakukan oleh administrator pelabuhan. Dalam perkembangannya, pada tahun 1992 Perum Pelabuhan dirubah menjadi PT Pelabuhan. Armada angkutan laut nasional terdiri dari armada pelayaran nusantara, pelayaran lokal, pelayaran rakyat, pelayaran khusus, dan pelayaran samudera. Pada akhir PJP I, armada pelayaran nusantara memiliki 525 kapal dengan kapasitas 933 ribu DWT dengan muatan yang diangkut 15,2 juta ton. Pelayaran lokal yang melayani angkutan laut antar pulau memiliki 453 kapal dengan kapasitas 117 ribu DWT dan muatan yang diangkut 3,4 juta ton. Armada pelayaran rakyat yang merupakan pelayaran tradisional dan dikelola oleh usaha kecil memiliki 2.747 kapal dengan kapasitas 393 ribu DWT dan muatan yang diangkut 6,4 juta ton. Armada pelayaran khusus yang melayani angkutan hasil industri memiliki 3.100 kapal dengan kapasitas 2,1 juta DWT dan muatan yang diangkut 263,3 juta ton. Armada pelayaran samudera nasional yang melayani angkutan laut luar negeri memiliki 25 kapal dengan kapasitas 322 ribu DWT dan muatan yang diangkut 27 juta ton. Untuk angkutan penumpang, pada akhir PJP I, PT PELNI mengoperasikan 12 kapal penumpang yang menghubungkan 45

XIII/8

pelabuhan, dan mengangkut penumpang sebanyak 3,1 juta orang. Armada pelayaran perintis pada akhir PJP I memiliki 30 kapal yang melayani 30 trayek dan menyinggahi 195 pelabuhan dengan jumlah yang diangkut sebanyak 241,6 ribu orang dan 101 ribu ton barang. Dalam PJP I telah banyak dilakukan pembangunan fasilitas pelabuhan dan fasilitas keselamatan pelayaran. Di bidang prasarana pelabuhan telah dibangun tambahan dermaga sepanjang 33.565 meter, gudang 155.683 meter persegi, lapangan penumpukan 490.358 meter persegi, lapangan peti kemas 723.400 meter persegi. Untuk keselamatan pelayaran telah dibangun 91 menara suar, 867 rambu suar, 421 pelampung suar, dan 64 radio beacon, serta dilakukan pengerukan alur pelayaran sejumlah 309,6 juta meter kubik. Angkutan penerbangan sipil pada masa penjajahan Belanda dilayani oleh Koninklijke Nederlands Indische Luchtvaart Maatschappij sejak tahun 1928, yang terhenti selama penjajahan Jepang. Pada awal kemerdekaan, angkutan udara nasional dipelopori oleh Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara, termasuk untuk kegiatan pengangkutan udara sipil ke luar negeri dengan nama Indonesian Airways, yang juga berperan dalam usaha menembus blokade politik dan ekonomi yang dilakukan oleh Belanda terhadap Indonesia merdeka. Pengembangan armada udara nasional diawali dengan dimilikinya sebuah pesawat Dakota C-47 dengan nama RI-001 Seulawah yang dibeli dengan hasil sumbangan rakyat Aceh pada tahun 1948, yang kemudian merupakan bagian dari armada penerbangan Garuda Indonesian Airways (GIA) yang didirikan pada tahun 1950. Armada udara nasional sejak saat itu telah mempunyai peranan penting dalam memantapkan kedaulatan nasional, dan melayani kebutuhan angkutan cepat antar pulau. Pada awal berdirinya, GIA mengoperasikan 28 pesawat, yang sebagian besar terdiri dari jenis DC-3. Untuk meningkatkan kapasitas dan jangkauan pelayanan, mulai XIII/9

tahun 1956 pesawat-pesawat yang dioperasikan secara bertahap diganti dengan jenis Convair 240 dan 340, sehingga mulai tahun 1961 GIA dapat membuka jaringan penerbangan luar negeri ke Singapura, Manila dan Bangkok. Beberapa tahun kemudian (1965) GIA memperoleh tiga pesawat jet Convair 990-A untuk mendukung perluasan jaringan penerbangan ke Jepang dan Eropa. Menyusul berdirinya GIA, kemudian beroperasi pula beberapa perusahaan penerbangan lain seperti Badan Usaha Milik Negara Merpati Nusantara Airlines. (1962) dan perusahaan penerbangan swasta Seulawah (1968), Zamrud (1968), Mandala Airlines (1968), dan Sempati Air (1968). Jika pada awal PJP I, armada penerbangan nasional secara keseluruhan memiliki 185 pesawat, pada akhir PJP I armada penerbangan telah memiliki 869 pesawat besar dan kecil, dan jaringan pelayanan mencakup 340 rute penerbangan yang menjangkau seluruh propinsi dan berbagai kawasan dunia. Selama PJP I telah beroperasi pula beberapa perusahaan penerbangan swasta lainnya seperti Asahi Trasna Airways (1969), Bouraq Indonesia (1970), Sabang Merauke Raya Air Charter (1970), dan Dirgantara Air Service (1971). Menjelang akhir PJP I perusahaan penerbangan swasta Mandala Airlines, Sempati Air dan Bouraq Indonesia berkembang pesat berkat dibukanya kesempatan yang sama kepada setiap perusahaan penerbangan untuk berkembang, termasuk penggunaan pesawat bermesin jet. Perkembangan armada angkutan udara tersebut di atas diikuti pula dengan peningkatan dan pembangunan prasarana bandar udara. Pada tahun 1985 telah diselesaikan dan dioperasikan bandar udara internasional Soekarno-Hatta. Pada akhir PJP I telah ada fasilitas bandar udara di 146 lokasi, yang mempunyai kemampuan di antaranya untuk melayani pesawat maksimum sejenis F-271CN-235 XIII/10

di 20 lokasi, untuk pesawat maksimum F-28 di 18 lokasi, untuk pesawat maksimum sejenis DC-9 di 10 lokasi, untuk pesawat maksimum sejenis DC-10/A-300 di 5 lokasi, untuk pesawat maksimum B-747 di 6 lokasi, dan sisanya 87 lokasi untuk pesawat kecil sejenis DHC-6/C-212. Pada tahun 1993/94 jumlah bandara udara yang dapat melayani penerbangan ke luar negeri telah mencapai 19 lokasi. Penerbangan perintis dikembangkan sejak tahun 1974 dalam upaya membuka daerah terpencil dan terisolasi. Pada akhir PJP I penerbangan perintis telah melayani 225,9 ribu orang. Kegiatan meteorologi dan geofisika telah dimulai jauh sebelum kemerdekaan yaitu sejak tahun 1866, dengan berdirinya Observatorium Magnet dan Meteorologi (OMM) atau Koninklijk Magnetisch en Meteorologisch Observatorium di Jakarta, dengan tugas utama melaksanakan penelitian iklim dan peramalan cuaca jangka panjang yang berguna bagi usaha pengembangan pertanian, khususnya perkebunan Belanda di Indonesia. Memasuki abad ke-19 tercatat telah beroperasi 118 stasiun jejaring pengamatan hujan yang tersebar di Jawa dan luar Jawa. Di samping itu OMM juga melakukan pengamatan medan magnet untuk mengetahui komposisi struktur bumi, pengamatan seismologi untuk mengetahui kandungan material bumi dari getarannya, dan pengamatan seismograf atau pencatatan getaran bumi untuk mengetahui sumber getaran. Sejak tahun 1930 informasi jasa meteorologi mulai digunakan pula untuk menunjang aktifitas penerbangan. Pada masa pendudukan Jepang, OMM berubah nama menjadi "Kisho Kauso Kusho". Setelah kemerdekaan pada tahun 1945 lembaga ini dipecah menjadi dua, yaitu Biro Meteorologi di Yogyakarta yang khusus bertugas mengumpulkan informasi untuk kepentingan militer, dan Jawatan Meteorologi dan Geofisika di Jakarta, yang berada di bawah Kementrian Pekerjaan Umum dan

XIII/11

Perhubungan, untuk mengumpulkan informasi meteorologi dan geofisika lainnya. Sejak tahun 1951 Indonesia menjadi anggota World Meteorological Organization (WMO). Pada tahun 1955 Jawatan Meteorologi dan Geofisika berubah statusnya menjadi Lembaga Meteorologi dan Geofisika, dan kemudian pada tahun 1980 menjadi Badan Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan. Kegiatan meteorologi dan geofisika yang pada awalnya hanya terbatas pada pengamatan cuaca atau hujan saja, kemudian meningkat dan mencakup berbagai kegiatan pengamatan medan magnet, seismik, dan meteorologi untuk bermacam-macam keperluan . Selama PJP I telah dibangun berbagai prasarana meteorologi dan geofisika berupa gedung balai wilayah di 5 lokasi; 114 stasiun meteorologi; 17 stasiun klimatologi; 28 stasiun geofisika; 3.987 pospos pengamatan mengenai hujan, iklim, dan penguapan bekerja sama dengan instansi lain; 34 unit pengamatan komposisi atmosfer dan 3 unit pengamatan petir; 400 pos pengamatan hujan telemetri dengan menggunakan satelit. Dewasa ini sedang dibangun stasiun atmosfer global di Bukit Koto Tabang, Sumatera Barat, dalam rangka bekerja sama dengan WMO. Untuk menunjang kegiatan operasional pengamatan cuaca, telah dibangun 7 unit Radar Cuaca, 19 unit Radio Sonde dan Radio Wind, 6 unit kalibrasi, 6 unit peralatan APT (Automatic Picture transmission), 1 unit peralatan AMSC (Automatic Message Switching Center), serta 109 unit peralatan telekomunikasi dan 33 unit seismo telemetri. Kegiatan pencarian dan penyelamatan (Search and Rescue/SAR) pada awal kemerdekaan terutama ditujukan pada pencarian dan penyelamatan korban kecelakaan di laut. Kegiatan tersebut dilakukan oleh angkatan bersenjata, khususnya angkatan laut, yang fungsi utamanya bertugas untuk menjaga keamanan di laut. Pada tahun 1950, dengan masuknya Indonesia menjadi anggota Organisasi Penerbangan

XIII/12

Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization/ICAO), kegiatan SAR diperluas mencakup musibah penerbangan, yang dilakukan oleh angkatan laut bersama angkatan udara secara terkoordinasi. Kegiatan pencarian dan penyelamatan tersebut lebih dimantapkan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1955 tentang Penetapan Dewan Penerbangan untuk membentuk Panitia SAR yang bertugas membentuk Badan Gabungan SAR dan manentukan pusat-pusat SAR regional. Pada tahun 1972 dibentuk Badan SAR Indonesia (Basari), yang kemudian berubah menjadi Pusat SAR Nasional, dan setelah masuk dalam struktur organisasi Departemen Perhubungan pada tahun 1980, namanya diubah lagi menjadi Badan SAR Nasional (BASARNAS). Selama Repelita V dari 12.258 orang terkena musibah, sebanyak 8.705 orang di antaranya dapat diselamatkan.

B. SASARAN, KEBIJAKSANAAN DAN PROGRAM REPELITA VI Sasaran pembangunan transportasi dalam Repelita VI adalah meningkatnya peranan sistem transportasi nasional dalam memenuhi kebutuhan mobilitas manusia, barang, dan jasa; terwujudnya sistem transportasi nasional yang makin efisien yang didukung oleh kemampuan penguasaan teknologi dan sumber daya manusia yang berkualitas; meningkatnya peran serta masyarakat dalam usaha transportasi; meluasnya jaringan transportasi yang menjangkau daerah terpencil dan terisolasi, terutama di kawasan timur Indonesia; dan tersedianya pelayanan transportasi yang andal untuk mendukung industri, pertanian, perdagangan, dan pariwisata. Sasaran pertumbuhan sektor transportasi dalam Repelita VI adalah rata-rata 7,0 persen per tahun. Dengan pertumbuhan ini, sektor XIII/13

transportasi dapat memberikan tambahan kesempatan kerja kepada 0,75 juta orang selama Repelita VI. Sasaran yang ingin dicapai di bidang transportasi pada akhir Repelita VI adalah terwujudnya jalan arteri, kolektor, dan lokal sepanjang 267.370 kilometer; jalan tol sepanjang 660 kilometer; jalan kereta api sepanjang 5.401 kilometer; tersedianya kapasitas armada pelayanan yang mampu mengangkut muatan dalam negeri sebanyak 167 juta ton dan muatan ekspor impor sebesar 210,3 juta ton; dan tersedianya kapasitas armada udara yang mampu mengangkut penumpang dalam negeri sebanyak 11,2 juta orang dan penumpang luar negeri sebanyak 9,6 juta orang. Untuk mewujudkan berbagai sasaran pembangunan transportasi dalam Repelita VI, diupayakan untuk mengembangkan sistem transportasi nasional yang andal, berkemampuan tinggi, terpadu, dan efisien; mengembangkan transportasi regional dengan perhatian khusus kepada daerah tertinggal, terutama kawasan timur Indonesia; mengembangkan transportasi perkotaan; mendukung pembangunan industri, pertanian, perdagangan, dan pariwisata; meningkatkan kualitas pelayanan sarana dan prasarana transportasi; meningkatkan peran serta masyarakat; mengembangkan sumber daya manusia dan teknologi; dan meningkatkan daya saing transportasi nasional. Untuk mencapai sasaran sesuai dengan arahan kebijaksanaan tersebut di atas, pembangunan transportasi dilakukan melalui beberapa program yang terdiri dari program pokok dan program penunjang. Program pokok meliputi program pengembangan sistem transportasi nasional, program pembangunan prasarana jalan dan jembatan, program pembangunan transportasi darat, program pembangunan transportasi laut, dan program pembangunan transportasi udara. Program-program tersebut didukung oleh beberapa program penunjang yang meliputi program pembangunan XIII/14

meteorologi, geofisika, pencarian dan keselamatan, program pendidikan dan pelatihan transportasi, serta program penelitian dan pengembangan transportasi.

C. PELAKSANAAN DAN HASIL PEMBANGUNAN TAHUN PERTAMA REPELITA VI Pembangunan transportasi melalui program-program tersebut pada tahun 1994/95 dilaksanakan sebagai berikut. 1. Program Pokok a. Program Pengembangan Sistem Transportasi Nasional Program pengembangan sistem transportasi bertujuan untuk memberikan arahan dan strategi bagi penyusunan kebijaksanaan pembangunan transportasi secara berkesinambungan, baik transportasi darat, laut maupun udara sehingga terwujud sistem transportasi nasional yang andal, terpadu, efisien, berkemampuan tinggi dan merata, serta terjangkau oleh masyarakat. Dalam kaitan itu, telah dilakukan beberapa kegiatan pengkajian dan pengembangan antara lain menyangkut pengkajian sistem transportasi nasional, pengembangan sistem angkutan umum masal, peningkatan keselamatan sistem transportasi, serta pengkajian sistem transportasi kawasan timur Indonesia, transportasi regional, dan transportasi perkotaan. Dalam tahun 1994/95 telah dilaksanakan berbagai pengkajian antara lain Studi Kebijaksanaan Strategis Sistem Transportasi Nasional; Studi Rencana Induk Perhubungan; Pengkajian Karakteristik Kecelakaan Transportasi; Studi Pengem bangan Sistem Transportasi Nasional; Studi Pengembangan Sistem

XIII/l5

Penataan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dalam Kota di Surakarta dan Palu; Studi Pengembangan Angkutan Pedesaan dan Desa Pertumbuhan, dan Studi Pengembangan Moda Transportasi di Kepulauan Maluku, Pulau Kalimantan, dan Irian Jaya. b. Program Pembangunan Prasarana Jalan dan Jembatan Tujuan program pembangunan prasarana jalan dan jembatan adalah memantapkan dan memperluas jaringan jalan yang menghubungkan daerah pusat produksi dan pemasaran, melayani daerah perkotaan serta perdesaan dan menjangkau daerah tertinggal. Program ini juga mendukung pembangunan sektor industri, pertanian, perdagangan, pariwisata, dan sektor lainnya, Kegiatan program pembangunan di bidang jalan dan jembatan meliputi (1) rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan; (2),peningkatan jalan dan penggantian jembatan; dan (3) pembangunan jalan dan jembatan baru. Kegiatan rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan ditujukan untuk memelihara, merawat, dan memperbaiki kerusakan pada seluruh ruas jalan yang ada serta menjaga agar kondisi jalan yang sudah mantap dapat dipertahankan. Pemeliharaan jalan tersebut dilakukan, baik secara rutin maupun secara berkala 2-3 tahun sekali. Dalam tahun 1994/95 dilakukan kegiatan rehabilitasi dan pemeliharaan jalan sepanjang 33.432 km, dan jembatan sepanjang 31.660 km. Rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan tersebut dilaksanakan antara lain pada ruas-ruas jalan Meulaboh - Tutut, Langsa - Batas. Sumatera Utara, Tapak Tuan - Bakongan di Propinsi DI Aceh; Medan - Lubuk Pakam - Perbaungan - Tebing Tinggi di Propinsi Sumatera Utara; Rengat - Kuala Cinaku, Pekanbaru Simpang Tiga, Kandis - Duri di propinsi Riau; Kuaro Batu Aji, Penajam - Kademan di propinsi Kalimantan Timur; Kendari - Kolaka,

XIII/16

Lepo Lepo- Ambesia di propinsi Sulawesi Tenggara; Lautem - Los Palos, Baucau - Viqueque di propinsi Timor Timur; dan Merauke Sota, Sorong - Makbon di propinsi Irian Jaya. Di samping itu juga dilakukan pemeliharaan jalan lokal sepanjang 63.083 km yang tersebar di seluruh propinsi. Kegiatan peningkatan jalan dan penggantian jembatan ditujukan guna menumbuhkembangkan jaringan dan kualitas jalan sehingga tingkat pelayanannya tetap dapat dipertahankan sesuai dengan kebutuhan transportasi yang terus berkembang. Kegiatan ini meliputi peningkatan geometri, kapasitas, dan peningkatan struktur beberapa ruas jalan dari tekanan gandar 8 ton menjadi 10 ton. Peningkatan jalan dan penggantian jembatan ditujukan pula untuk memenuhi kebutuhan prasarana angkutan peti kemas. Dalam tahun 1994/95 dilakukan peningkatan jalan arteri dan kolektor sepanjang 6.488 kilometer dan penggantian jembatan sepanjang 21.634 meter. Peningkatan jalan dan penggantian jembatan dilakukan antara lain di ruas Palembang Prabumulih - Muara Enim di propinsi Sumatera Selatan; Cilegon Cikande - Jakarta, Cikampek - Pamanukan - Lohbener di propinsi Jawa Barat; Gempol - Malang, Gempol - Pasuruan di propinsi Jawa Timur. Selain itu dilakukan pula peningkatan jalan lokal sepanjang 13.723 kilometer dan jembatan lokal sepanjang 28.234 meter termasuk peningkatan jalan poros desa sepanjang 1.300 kilometer. Kegiatan pembangunan jalan dan jembatan ditujukan untuk membuka isolasi dan menambah panjang jalan sesuai dengan perkembangan kawasan serta menghubungkan antarwilayah. Pembangunan jalan arteri dan kolektor pada tahun 1994/95 mencapai panjang 2.003 kilometer dan jembatan sepanjang 2.597 meter, yang telah melebihi sasaran tahun pertama Repelita VI. Pembangunan jalan lokal pada tahun 1994/95 mencapai panjang 909 kilometer juga melebihi sasaran tahun pertama Repelita VI. Pada tahun 1994/95 telah

XIII/17

dibangun jalan tol sepanjang 30 km meliputi ruas Tangerang-Merak 14 kilometer, Surabaya-Gresik 12 kilometer, dan Tomang-GrogolPluit 4 kilometer. Selain itu telah dimulai pula pembangunan jalan tol seksi selatan lingkar luar Jakarta sepanjang 8,2 kilometer, dan Harbour Road sepanjang 4,8 kilometer. Perkembangan pelaksanaan program-program di bidang jalan tersebut secara lebih rinci dapat dilihat dalam Tabel XIII-1. Berbagai kegiatan pembangunan jalan tersebut di atas telah meningkatkan jumlah panjang jalan arteri dan kolektor dalam kondisi mantap. Pada tahun 1994/95, jumlah panjang jalan arteri dan kolektor yang berada dalam kondisi mantap adalah 53.025 kilometer, atau meningkat sebesar 13 persen dibanding dengan tahun 1993/94. Di samping itu, jumlah panjang jalan yang berfungsi sebagai arteri dan kolektor meningkat dari 50.050 km pada tahun 1993/94 menjadi 69.238 kilometer pada tahun 1994/95 atau meningkat 38 persen, terdiri dari jalan mantap sepanjang 53.025 kilometer (76 persen) dan jalan dalam kondisi tidak mantap sepanjang 16.213 kilometer (24 persen). Perkembangan panjang dan kondisi jalan arteri dan kolektor tersebut dapat dilihat pada Tabel XIII-2. Dalam mendukung upaya pemerataan dan membuka isolasi daerah, pembangunan prasarana jalan di kawasan timur Indonesia, dan di kawasan perbatasan terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Pembangunan jalan di Irian Jaya dalam tahun 1994/95 mencapai 182 kilometer, di Sulawesi mencapai 177 kilometer, di Maluku mencapai 96 kilometer. Pembangunan beberapa jembatan dengan bentang panjang juga dilanjutkan antara lain jembatan Mamberamo di Irian Jaya dan jembatan Barito di Kalimantan. Untuk mempercepat pembangunan jembatan, pada tahun 1994/95 dilakukan pengadaan material jembatan rangka baja sebanyak 22.493 ton atau 10.373 meter, dan komponen beton pracetak sepanjang 1.073 meter yang

XIII/ 18

dihasilkan dari unit-unit produksi beton pracetak di Beureuneun (Aceh), Muara Bungo (Jambi), Buntu (Jawa Tengah), Poso (Sulawesi Tengah). c. Program Pembangunan Transportasi Darat Program pembangunan transportasi darat ditujukan untuk menciptakan kelancaran, ketertiban, keamanan, keselamatan, dan kenyamanan transportasi darat. Di samping itu, program tersebut juga berfungsi untuk memadukan moda-moda transportasi sehingga diperoleh jaringan transportasi antarmoda yang terpadu. Program ini meliputi kegiatan (1) pengembangan fasilitas lalu lintas jalan; (2) pengembangan perkeretaapian; dan (3) peningkatan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan. 1) Pengembangan Fasilitas Lalu Lintas Jalan Kegiatan pengembangan fasilitas lalu lintas jalan ditujukan untuk meningkatkan kelancaran, ketertiban, keamanan dan keselamatan, serta kenyamanan transportasi jalan. Dalam tahun 1994/95 jumlah armada bis, mobil barang, mobil penumpang, dan sepeda motor masing-masing telah mencapai 651,5 ribu, 1,5 juta, 2 juta, dan 9,5 juta, atau mengalami kenaikan masing-masing sebesar 6,9 persen, 4 persen, 7,8 persen, dan 4,7 persen bila dibandingkan dengan jumlah armada tahun 1993/94. Perkembangan jumlah armada tersebut secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel XIII-3. Angkutan jalan yang menunjang keperintisan di kawasan timur Indonesia terus ditingkatkan. Bis perintis pada tahun 1994/95 berjumlah 310 buah atau naik 25 persen dibandingkan dengan tahun 1993/94. Penambahan armada bis kota dan perintis tersebut, terutama adalah di Jayapura, Sorong, Merauke, Kupang, Ende, Waingapu ,

XIII/19

Mataram, Dili, Ambon, Pontianak, Samarinda, Banjarmasin, Palangkaraya, Menado, Palu, Ujung Pandang, dan Kendari. Dalam rangka meningkatkan keselamatan angkutan jalan, jumlah alat pengujian kendaraan bermotor bertambah dari 73 unit pada akhir Repelita V menjadi 88 unit atau naik sebesar 20,5 persen pada tahun pertama Repelita VI. Jumlah rambu lalu lintas pada tahun terakhir Repelita V adalah 179,7 ribu buah dan pada tahun 1994/95 telah meningkat menjadi 201,2 ribu buah atau naik sebesar 11,9 persen. Lampu lalu lintas persimpangan juga mengalami kenaikan, dari 240 buah pada akhir Repelita V, naik menjadi 269 buah dalam tahun pertama Repelita VI atau naik sebesar 12,1 persen. Tanda permukaan (marka) jalan yang pada akhir Repelita V adalah sepanjang 253,7 ribu meter, pada tahun pertama Repelita VI telah mencapai panjang 426,4 ribu meter atau naik sebesar 68 persen. Pada tahun pertama Repelita VI telah dibangun pagar pengaman jalan 48,9 ribu meter atau naik sebesar 42,8 persen. Perkembangan pembangunan fasilitas keselamatan angkutan jalan secara rinci dapat dilihat pada Tabel XIII-4. 2) Pengembangan Perkeretaapian Kegiatan pengembangan perkeretaapian ditujukan untuk meningkatkan kemampuan kereta api dalam melayani kebutuhan transportasi manusia dan barang secara masal dan efisien. Pembangunan prasarana dan sarana kereta api merupakan upaya untuk dapat melayani pertumbuhan angkutan penumpang maupun barang. Meskipun jumlah panjang jalan kereta api pada awal Repelita VI tidak mengalami peningkatan yang besar, namun modernisasi teknologi prasarana telah meningkat. Modernisasi dan elektrifikasi

XIII/20

sinyal dan penggunaan rel standar (R-54) terus dilanjutkan guna meningkatkan daya dukungnya. Dalam rangka peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan, sejak awal Repelita VI telah mulai dibangun rel ganda di lintas-lintas padat seperti Depok-Bogor di wilayah Jabotabek, dan Cikampek-Cirebon. Selain itu juga dilaksanakan pembangunan baru rel kereta api lintas Citayam - Cibinong/Nambo di Bogor. Pada tahun 1994/95 telah diselesaikan pemasangan perangkat sinyal modern lintas Cikampek-Cirebon dan Cirebon-Pekalongan, sehingga dengan dioperasikannya persinyalan modern tersebut kapasitas dan kecepatan/keselamatan perjalanan kereta api telah meningkat. Jasa pelayanan angkutan penumpang kereta api terus ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Dalam kaitan itu telah dikembangkan angkutan penumpang kereta api untuk wisata dan angkutan barang ekspres Surabaya - Jakarta, melalui pelayanan angkutan penumpang JS-950 yang dapat melayani Jakarta - Surabaya dalam waktu tempuh 9 jam. Sementara itu persiapan untuk membuka pelayanan angkutan cepat JB-250 yang dapat melayani Jakarta Bandung dalam waktu tempuh 2 jam terus dilakukan. Untuk peningkatan jasa pelayanan kereta api di wilayah perkotaan, sedang dirintis pengembangan angkutan penumpang umum masal baik kereta api bawah tanah maupun kereta api ringan, dan investasi oleh swasta dibuka. Berbagai upaya tersebut telah meningkatkan pengguna jasa angkutan penumpang maupun barang pada tahun 1994/95 menjadi 120 juta orang atau 14 miliar orang-kilometer, atau mengalami kenaikan 25,8 persen untuk jumlah satuan orang dan 14,6 persen untuk satuan orang-kilometer dari tahun 1993/94. Jumlah barang yang diangkut

XIII/2 1

dengan kereta api juga mengalami kenaikan, dari 15,7 juta ton atau 3,9 miliar ton-kilometer pada akhir Repelita V, menjadi 16,7 juta ton, atau 4 miliar ton-kilometer pada tahun 1994/95, atau naik sebesar 6,3 persen untuk satuan ton dan 3,2 persen untuk satuan ton-kilometer jika dibandingkan dengan tahun 1993/94. Secara lebih rinci perkembangan produksi jasa angkutan kereta api dapat dilihat pada Tabel XIII-5. Peningkatan jasa angkutan kereta api tersebut merupakan hasil pembangunan di bidang prasarana dan sarana perkeretaapian, berupa peningkatan/rehabilitasi rel sepanjang 144,85 kilometer, pembangunan rel kereta api baru sepanjang 48,9 kilometer, pemasangan instalasi sinyal elektrik sebanyak 9 unit, penggantian bantalan rel kereta api 241,3 ribu batang, rehabilitasi bangunan operasional 4,8 ribu meter, rehabilitasi jembatan di lintas kereta api sebanyak 28 buah, rehabilitasi lok diesel 6 buah, rehabilitasi KRD/KRL 7 buah, dan rehabilitasi gerbong kereta api sebanyak 67 buah. Di samping itu untuk meningkatkan kapasitas produksi penumpang dan barang, telah dilakukan pengadaan gerbong barang sebanyak 80 buah, lok diesel 27 buah, kereta penumpang 9 buah, dan KRD/KRL 28 buah. Perkembangan rehabilitasi dan pengadaan perkeretaapian tersebut dapat dilihat pada Tabel XIII-6.

3) Peningkatan Angkutan Sungai, Danau,


dan Penyeberangan Kegiatan peningkatan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan ditujukan untuk membangun kemampuan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan yang dapat diandalkan untuk melayani transportasi di wilayah pedalaman, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan, khususnya di kawasan timur Indonesia.

XIII/22

Pada tahun 1994/95 pembangunan prasarana angkutan sungai, danau, dan penyeberangan meliputi pembangunan 14 buah dermaga penyeberangan yang berlokasi di Sumatera Selatan, Bengkulu, DKI Jakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Maluku; 9 buah dermaga sungai di Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, dan Irian Jaya; 8 buah dermaga danau di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung dan Bengkulu; serta rehabilitasi dan peningkatan dermaga penyeberangan sebanyak 14 buah berlokasi di DI Aceh, Bali, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku; dermaga sungai 6 buah di Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan; dan dermaga danau 1 buah di Bali. Selain itu telah dilaksanakan pembangunan terminal/ gedung operasional penyeberangan sebanyak 27 buah yang berlokasi di DI Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Irian Jaya; rehabilitasi terminal/gedung operasional penyeberangan 2 buah di Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Selatan; pembersihan alur sungai sepanjang 347 kilometer di Jambi, Jawa Tengah, dan Kalimantan Tengah; rambu-rambu penyeberangan 19 buah dan rambu sungai 553 buah. Sedangkan untuk sarananya, telah dilakukan pembangunan kapal penyeberangan sebanyak 8 buah yang beroperasi di Riau, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Irian Jaya, dan Timor Timur; dan Speed Boat 6 buah yang beroperasi di Jawa Barat, Lampung, dan Sulawesi Utara. Jumlah dermaga penyeberangan bertambah dari 97 buah pada tahun 1993/94, menjadi 111 buah pada tahun 1994/95 atau naik 14,4 persen. Dermaga sungai juga meningkat dari 124 buah pada tahun

XIII/23

1993/94 menjadi 133 buah pada tahun 1994/95, atau naik 7,3 persen. Dermaga danau (waduk) telah meningkat dari 35 buah pada tahun 1993/94 menjadi 43 buah pada tahun 1994/95, atau naik 22,8 persen. Dalam upaya meningkatkan keselamatan pelayaran, baik untuk penyeberangan laut, pelayaran sungai maupun pelayaran danau, jumlah rambu-rambu keselamatan telah bertambah. Dibandingkan tahun 1993/94, terjadi peningkatan rambu penyeberangan dari 29 buah rambu menjadi 48 rambu pada tahun 1994/95, atau naik sebesar 65,5 persen; rambu sungai meningkat dari sekitar 6,8 ribu buah pada tahun 1993/94 menjadi sekitar 7,4 ribu buah pada tahun 1994/95, atau naik sebesar 8,1 persen. Sampai dengan tahun 1994/95 dilakukan pembersihan alur sungai sepanjang lebih kurang 4,3 ribu km. Jumlah lintasan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan telah meningkat dari 65 lintasan pada tahun 1993/94, menjadi 75 lintasan pada tahun 1994/95, yang terdiri dari 57 lintasan penyeberangan laut, 8 lintasan penyeberangan sungai, 9 lintasan angkutan sungai dan 1 lintasan angkutan danau. Peranan swasta dalam penyediaan jasa angkutan telah meningkat. Pada tahun pertama Repelita VI, jumlah armada swasta yang beroperasi telah meningkat dari 57 kapal pada tahun 1993/94 menjadi 61 kapal pada tahun 1994/95 yang dioperasikan terutama pada lintas-lintas komersial. Sedangkan milik PT ASDP sendiri meningkat dari 79 kapal pada tahun 1993/94 menjadi 82 kapal pada tahun 1994/95. Penumpang yang diangkut pada tahun 1993/94 berjumlah 59 juta orang, meningkat menjadi 63 juta orang pada tahun 1994/95 atau naik 6,7 persen. Angkutan barang meningkat dari 26,1 juta ton pada tahun 1993/94 menjadi 28,6 juta ton pada tahun 1994/95 atau naik 9,4 persen. Angkutan kendaraan meningkat dari 5,7 juta unit pada tahun 1993/94 menjadi 6,3 juta unit pada tahun 1994/95 atau naik 9,6 XIII/24

persen. Bila dibandingkan dengan angkutan pada tahun 1968 dimana penumpang, barang, dan kendaraan yang diangkut baru berjumlah masing-masing 6,7 juta orang, 1,1 juta ton-barang, dan 729 ribu kendaraan peningkatannya sangat besar. Secara lebih rinci perkembangan angkutan penyeberangan dapat dilihat di Tabel XIII-7. Untuk meningkatkan upaya pemerataan hasil pembangunan ke wilayah pedalaman, telah diberikan subsidi operasi angkutan keperintisan yang menggunakan bis perintis, serta armada angkutan sungai dan penyeberangan berupa kapal penyeberangan perintis dan truk air khususnya untuk daerah-daerah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Lampung, Bengkulu, DI Aceh dan Irian Jaya. Pengoperasian kapal penyeberangan oleh PT ASDP lebih dititikberatkan pada pelayanan perintis yang tidak menarik secara komersial serta pada lintasan di daerah terpencil dan pedalaman. d. Program Pembangunan Transportasi Laut Tujuan program pembangunan transportasi laut adalah menyediakan sarana dan prasarana transportasi laut yang memadai serta mampu menunjang distribusi barang dan penumpang antarpulau yang terintegrasi dengan moda transportasi lainnya. Program tersebut meliputi kegiatan (1) pengembangan fasilitas pelabuhan laut; (2) pengembangan keselamatan pelayaran; dan (3) pembinaan dan pengembangan armada pelayaran. 1) Pengembangan Fasilitas Pelabuhan Laut Kegiatan pengembangan fasilitas pelabuhan ditujukan untuk meningkatkan kelancaran arus bongkar muat di pelabuhan melalui rehabilitasi dan perluasan prasarana pelabuhan, peningkatan

XIII/25

manajemen distribusi dan konsolidasi muatan. Pembangunan fasilitas pelabuhan dalam tahun 1994/95 meliputi pembangunan dermaga sepanjang 2.226 meter, rehabilitasi dermaga seluas 948 meter persegi, pembangunan lapangan penumpukan 34.225 meter persegi, pembangunan gudang 3.860 meter persegi, dan pembangunan terminal penumpang 6.375 meter persegi. Dalam hal pembangunan gudang, terjadi pergeseran prioritas dari pembangunan gudang ke lapangan penumpukan. Dalam upaya memantapkan hirarki pelabuhan laut dalam struktur pelabuhan utama, yang berfungsi sebagai pengumpul dan pendistribusi, serta pelabuhan pengumpan yang berfungsi sebagai pendukung pelabuhan utama, kegiatan pembangunan dermaga dilaksanakan pada 4 pelabuhan yaitu Belawan, Semarang, Dumai dan Ujung Pandang yang berfungsi sebagai pelabuhan pengumpul, dan 10 pelabuhan pengumpan yang berlokasi di Lhokseumawe, Gresik, Bawean, Benoa, Maumere, Pontianak, Sampit, Kotabaru, Balikpapan, dan Samarinda. Selain itu dibangun 15 lokasi pelabuhan perintis yang tersebar di propinsi DI Aceh, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Maluku, dan Irian Jaya. Partisipasi swasta dalam pembangunan prasarana pelabuhan telah mulai berkembang. Pengembangan pola kemitraan dengan swasta dalam investasi fasilitas pelabuhan pada tahun 1994/95 dilaksanakan di. 2 lokasi, yaitu pembangunan Unit Terminal Peti Kemas III Tanjung Priok, dan pembangunan pelabuhan khusus batu bara di Pulau Laut Kalimantan Timur. Di samping itu pola kemitraan juga dikembangkan pada perusahaan bongkar muat, pergudangan, depo peti kemas yang perizinannya dikoordinasikan Departemen Perdagangan. Perkembangan pembangunan fasilitas pelabuhan tersebut secara lebih rinci dapat dilihat dalam Tabel XIII-8.

XIII/26

2)

Pengembangan Keselamatan Pelayaran .

Kegiatan pembangunan fasilitas keselamatan pelayaran ditujukan untuk memperlancar arus lalu lintas kapal serta mengurangi kecelakaan dan pencemaran laut. Kegiatan ini mencakup peningkatan kecukupan sarana bantu navigasi dan telekomunikasi pelayaran, pemeliharaan kedalaman alur pelayaran, serta penegakan dan pemasyarakatan peraturan perundang-undangan di bidang pelayaran yang berlaku. Dalam tahun 1994/95 fasilitas sarana bantu navigasi yang dibangun adalah 4 menara suar dan 105 rambu suar. Untuk fasilitas kesyahbandaran, telah dilakukan pengadaan kapal bandar sebanyak 31 kapal. Untuk memelihara alur pelayaran telah dilakukan pengerukan sebanyak 10,6 juta meter kubik. 3) Pembinaan dan Pengembangan Armada Pelayaran

Pembinaan dan pengembangan armada pelayaran mencakup kegiatan pembangunan dan pengembangan armada nasional, yang meliputi armada pelayaran nusantara, armada pelayaran rakyat, armada pelayaran perintis, serta armada pelayaran samudera. Dalam kaitan itu, diciptakan pola jaringan yang saling menunjang dan berkaitan antarberbagai jenis pelayaran tersebut sehingga membentuk suatu sistem jaringan pelayanan yang efisien. a) Pelayaran Nusantara Jenis pelayaran ini merupakan gabungan dari jenis pelayaran nusantara dan pelayaran lokal, sebagai upaya untuk menghindari persaingan di bidang tarif dan perebutan pangsa pasar muatan, yang

XIII/27

pada akhirnya merugikan perusahaan pelayaran. Dalam tahun 1994/95 terdapat penambahan 1 kapal barang, yang berarti terjadi kenaikan kapasitas sebesar 3.000 DWT. Tetapi jumlah muatan yang diangkut mengalami penurunan dari 18,6 juta ton pada tahun 1993/94 menjadi 18,5 juta ton pada tahun 1994/95. Penurunan jumlah muatan ini merupakan dampak dari kegiatan ekspor-impor langsung dari 127 pelabuhan yang dibuka untuk kepentingan tersebut, yang telah mempengaruhi pola pergerakan barang muatan pelayaran antarpulau. Pada tahun 1994/95, juga terjadi penambahan 3 kapal penumpang dengan total kapasitas 4.200 DWT. Perkembangan armada pelayaran nusantara secara lebih rinci dapat dilihat dalam Tabel XIII-9. b) Pelayaran Rakyat

Pelayaran rakyat yang merupakan pelayaran tradisional dan di kelola oleh usaha kecil dan antara lain dibina oleh koperasi, dikem bangkan kemampuannya sebagai sarana angkutan laut antarpulau, khususnya di daerah kepulauan dan desa sekitar pantai. Dalam tahun 1994/95 armada pelayaran rakyat bertambah 2 kapal dengan total kapasitas 215 DWT, dan muatan yang diangkut naik sebesar 10,9 ribu ton dibandingkan tahun 1993/94. Pelayaran rakyat juga melestarikan penggunaan perahu rakyat tradisional. Perkembangan armada pelayaran rakyat secara lebih rinci dapat dilihat dalam Tabel XIII-10. c) Pelayaran Perintis

Pelayaran perintis merupakan moda angkutan untuk daerahdaerah terpencil yang belum terjangkau oleh moda angkutan lainnya secara memadai. Kegiatan pengoperasian pelayaran perintis mempunyai tujuan utama untuk membuka isolasi daerah. terpencil dan secara bertahap meningkatkan pertumbuhan wilayah tersebut, serta XIII/28

memberikan pelayanan transportasi bagi daerah perdesaan di pulaupulau kecil dan daerah pantai. Pengoperasiannya mendapat subsidi pemerintah. Kegiatan pelayaran perintis dalam tahun 1994/95 mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 1993/94, seperti jumlah kapal dan trayeknya naik dari 30 menjadi 34, jumlah pelabuhan yang disinggahi naik dari 195 menjadi 266, dan frekuensi penyinggahan per tahun bertambah dari 21 kali menjadi 23 kali. Perkembangan armada perintis secara lebih rind dapat dilihat dalam Tabel XIII-11. d) Pelayaran Khusus

Kegiatan pelayaran khusus ditujukan terutama untuk mendukung pengembangan industri dan pertambangan, terutama yang berlokasi di daerah lepas pantai, dengan menyediakan sarana angkutan bagi produk industri dan pertambangan maupun bahan mentah yang diperlukan bagi kebutuhan industri. Perkembangan pelayaran khusus dipengaruhi oleh perkembangan produksi yang dihasilkan oleh sektor industri dan pertambangan, sehingga penyediaan jasa pelayaran khusus selalu disesuaikan dengan kebutuhan sektor pengguna jasa tersebut. Kegiatan pelayaran khusus yang melayani jasa angkutan komoditi tertentu seperti semen, pupuk, minyak dan gas, jumlah kapal dan kapasitasnya pada tahun 1994/95 lebih kurang sama dengan tahun 1993/94. Tetapi muatan yang diangkut meningkat dari 263,3 juta ton menjadi 275,1 juta ton. Perkembangan armada pelayaran khusus dapat dilihat dalam Tabel XII1-12. e) Pelayaran Luar Negeri Di bidang angkutan luar negeri yang dilayari oleh pelayaran XIII/29

samudera, pada tahun 1994/95 jumlah kapal dan kapasitas armada nasional masih tetap sama dengan tahun 1993/94, tetapi muatan yang diangkut meningkat dari 27 juta ton menjadi 39,8 juta ton, atau naik sebesar 47,4 persen. Peningkatan ini merupakan akibat peningkatan kegiatan ekspor-impor dan didorong oleh adanya kemudahan eksporimpor langsung dari 127 pelabuhan yang telah ditetapkan. Perkembangan armada pelayaran samudera dapat dilihat dalam Tabel XIII-13. Hampir 90 persen usaha pelayaran baik dalam negeri maupun luar negeri dimiliki oleh usaha swasta. Hal ini menunjukkan betapa besarnya peran serta masyarakat dalam kegiatan ini. e. Program Pembangunan Transportasi Udara Tujuan pembangunan transportasi udara adalah menyediakan armada pesawat udara, fasilitas bandar udara, fasilitas keselamatan penerbangan dan lalu lintas udara yang memadai, serta memantapkan struktur jaringan penerbangan sehingga terwujud angkutan udara yang dapat diandalkan dan memiliki daya saing dalam memenuhi kebutuhan jasa transportasi dalam dan luar negeri. 1) Pengembangan Fasilitas Bandar Udara Kegiatan pengembangan fasilitas bandar udara ditujukan untuk meningkatkan kapasitas, tingkat keselamatan dan keamanan serta kenyamanan transportasi udara. Pada tahun pertama Repelita VI telah dilakukan perpanjangan landasan sepanjang 15.690 meter persegi di Labuhan Bajo, Oksibil dan Fak-Fak, perluasan dan pembangunan terminal di 9 lokasi seluas 10.674 meter persegi dan pembangunan bangunan operasional seluas 2.454 meter persegi di 29 lokasi terutama pada bandar udara kecil di kawasan timur Indonesia . XIII/30

Di samping itu juga dilanjutkan perpanjangan landasan pada bandar udara di Surakarta, Pangkalan Bun, Semarang dan Palu, persiapan pengembangan bandar udara di Manado, Ambon, Ujung Pandang dan Surabaya, dan pembangunan bandar udara perintis Pulau Batu (Sumatera Utara). Dalam upaya meningkatkan efisiensi maka pengembangan dan investasi di bidang fasilitas bandar udara, dilaksanakan berpedoman pada pengembangan pola jaringan hub dan spoke. Pada tahun 1994/95 telah dilakukan penataan kelas bandar udara, termasuk beberapa bandar udara yang semula melayani penerbangan khusus mulai difungsikan melayani penerbangan umum dalam rangka membuka daerah terisolir dan daerah terpencil terutama di kawasan timur Indonesia. Pada tahun 1994/95 jumlah bandar udara meningkat menjadi 179 buah yang terdiri dari 59 bandar udara besar dan 120 bandar udara kecil. Dari sejumlah 59 bandar udara besar tersebut, 6 bandar udara dapat melayani pesawat sejenis B-747 yaitu bandar udara Polonia (Medan), Juanda (Surabaya), Soekarno-Hatta (Jakarta), Halim Perdanakusuma (Jakarta), Ngurah Rai (Bali) dan Frans Kaiseipo (Biak); 5 bandar udara dapat didarati maksimum pesawat sejenis DC-10/A-300 masing-masing bandar udara Hasanuddin (Ujung Pandang), Baucau (Timor-Timur), Hang Nadim (Batam), Sam Ratulangi (Manado) dan El-Tari (Kupang); 10 bandar udara untuk pesawat maksimum sejenis DC-9/B-737 yaitu Blang Bintang (Banda Aceh), Tabing (Padang), Simpang Tiga (Pakanbaru), S.M. Badaruddin II (Palembang), Adi Sumarmo (Surakarta), Adi Sucipto (Yogyakarta), Sepinggan (Balikpapan), Pattimura (Ambon) dan Sentani (Jayapura); 18 bandar udara untuk pesawat sejenis F-28 dan 20 bandar udara untuk pesawat F-27/CN-235.

XIII/31

Di samping itu, untuk meningkatkan jasa penerbangan luar negeri jumlah bandar udara yang melayani penerbangan ke luar negeri ditambah dengan 4 bandar udara yaitu, di Banda Aceh, Bandung, Mataram dan Ujung Pandang. Sejumlah 18 bandar udara telah diserahkan pengelolaannya kepada BUMN untuk meningkatkan kerja sama dengan swasta. 2) Pengembangan Keselamatan Penerbangan Kegiatan pengembangan keselamatan penerbangan terutama ditujukan untuk memenuhi persyaratan penerbangan internasional serta meningkatkan kelancaran dan keamanan lalu lintas udara yang mencakup upaya pengendalian lalu lintas penerbangan di seluruh wilayah Indonesia. Peningkatan fasilitas keselamatan penerbangan dan lalu lintas udara meliputi pemasangan dan rehabilitasi peralatan telekomunikasi, navigasi udara, dan listrik. Dalam rangka menunjang dan meningkatkan keselamatan penerbangan yang memenuhi persyaratan internasional, kondisi dan jumlah peralatan keselamatan terus ditingkatkan dan dilengkapi. Pada tahun 1994/95 telah dipasang alat bantu navigasi penerbangan Non Directional Beacon (NDB) pada 3 lokasi, alat komunikasi dari darat ke pesawat berupa Very High Frequency-Extended Range (VHF-ER) di 5 lokasi, Aeronautical Fixed System - High Frequency Communication System (AFS-HF Communication System) di 10 lokasi, Aeronautical Fixed System - Leased Channel (AFS- Leased Channel) di 1 lokasi, peralatan komunikasi yang digunakan pada jalur penerbangan domestik (Regional-Domestic Air Route Area/R-DARA) pada 1 lokasi dan peralatan untuk mendistribusikan berita secara otomatis (Automatic Messages Switching Centre/AMSC) di 1 lokasi.

XIII/32

Dengan tambahan peralatan tersebut tingkat keselamatan bandar udara akan meningkat. Peralatan navigasi udara, yang berupa NDB pada tahun 1994/95, telah menjadi 238 unit. Peralatan komunikasi dari darat ke pesawat yang terdiri dari VHF-ER, AFS-HF Communication System dan AFS-Leased Channel meningkat, menjadi 353 unit. Alat komunikasi R-DARA berada di 17 lokasi. Peralatan untuk mendistribusikan berita secara otomatis (AMSC) telah digunakan pada 19 lokasi. Di samping itu juga terus dilanjutkan peningkatan peralatan pengatur lalu lintas udara di bandar udara Soekarno-Hatta/Jakarta. 3) Pembinaan dan Pengembangan Armada Udara Kegiatan pembinaan dan pengembangan armada udara ditujukan untuk meningkatkan pelayanan, keselamatan, dan keamanan serta efisiensi pengoperasian armada udara. Untuk itu, kapasitas pelayanan, baik oleh perusahaan penerbangan swasta maupun badan usaha milik negara ditingkatkan dengan menambah pesawat baru maupun mengganti pesawat udara yang sudah tua. Pada tahun 1994/95 jumlah pesawat udara bertambah menjadi 889 buah yang terdiri dari 258 buah pesawat besar dan 631 buah pesawat kecil, termasuk 212 helikopter. Jumlah pesawat yang beroperasi untuk penerbangan berjadwal meningkat 3 persen, dari 230 pada tahun 1993/94 menjadi 237 pada tahun 1994/95. Peningkatan jumlah pesawat tersebut merupakan hasil pengadaan pesawat sebanyak 10 buah pada tahun 1994/95, dan tidak beroperasinya 3 buah pesawat milik perusahaan penerbangan swasta karena kecelakaan. Perusahaan penerbangan berjadwal ada 6 perusahaan yang terdiri dari 2 perusahaan milik pemerintah dan 4 perusahaan milik swasta.

XIII/33

Jumlah kota di luar negeri yang disinggahi perusahaan penerbangan milik pemerintah sama dengan akhir Repelita V, namun yang disinggahi oleh perusahaan milik swasta bertambah menjadi 9 kota, atau meningkat sebesar 50 persen. Sedangkan jumlah perusahaan penerbangan asing yang melayani penerbangan internasional di Indonesia bertambah menjadi 37 perusahaan. Kegiatan pengembangan armada tersebut telah meningkatkan pula jumlah penumpang dalam negeri tahun 1994/95 sebesar 10,0 persen atau naik menjadi 10.101 ribu orang. Meskipun jumlah barang yang diangkut menurun menjadi 96.588 ton pada tahun 1994/95 atau turun sebesar 0,3 persen, namun efisiensi penggunaan ruang telah meningkat dari 48 persen pada tahun 1993/94 menjadi 55 persen pada tahun 1994/95. Penurunan jumlah barang yang diangkut menunjukkan adanya kompetisi angkutan antarmoda transportasi yang semakin tajam. Perkembangan angkutan udara dalam negeri dapat dilihat pada Tabel XIII-14. Jumlah penumpang rute luar negeri yang diangkut tahun 1994/95 juga telah meningkat sebesar 15,2 persen bila dibandingkan dengan tahun 1993/94, atau menjadi 3.444 ribu orang. Demikian pula jumlah barang yang diangkut meningkat dengan sebesar 22,8 persen bila dibandingkan dengan tahun 1993/94, atau menjadi 119.540 ton. Efisiensi penggunaan ruang pada penerbangan luar negeri juga makin meningkat dilihat dari besarnya faktor muatan, yaitu pada tahun 1993/94 sebesar 45 persen dan pada tahun 1994/95 menjadi 52 persen. Perkembangan angkutan udara luar negeri secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel XIII-15. Dalam upaya melayani penerbangan pada daerah terisolir, penerbangan perintis terus meningkat. Penumpang yang diangkut pada tahun 1994/95 berjumlah 262 ribu atau meningkat 15,9 persen.

XIII/34

Dalam rangka melayani para jemaah haji, pada tahun 1994/95 telah diangkut sebanyak 158 ribu orang atau meningkat sebesar 26,4 persen dibanding tahun 1993/94. 2. Program Penunjang a. Program Pembangunan Meteorologi, Geofisika, Pencarian, dan Penyelamatan Tujuan program pembangunan meteorologi, geofisika, serta pencarian dan penyelamatan (Search and Rescue, SAR), adalah memberikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat secara cepat dan tepat sehingga dapat menunjang kelancaran dan keamanan transportasi, keberhasilan pertanian, dan usaha penanggulangan bencana termasuk pencarian dan penyelamatan korban. Program ini meliputi kegiatan pengembangan dan peningkatan jejaring pengamatan meteorologi, klimatologi, komposisi atmosfer, dan komunikasi data; pengembangan dan peningkatan pusat pelayanan meteorologi dan geofisika serta kalibrasi; dan pengadaan peralatan SAR. Pada tahun 1994/95 telah dilaksanakan pengembangan jejaring pengamatan dan komunikasi data melalui pengembangan 14 Stasiun Meteorologi Penerbangan, 21 Stasiun Meteorologi Maritim, 11 Stasiun Kalibrasi, 6 Stasiun Geofisika, jejaring pengamatan hujan telemetri, jejaring pemantauan polusi udara/komposisi atmosfer, pos iklim/meteorologi pertanian khusus, dan pengamatan lain seperti radar cuaca, radio sonde, dan Automatic Picture Transmission (APT). Di samping itu, dilanjutkan pula pembangunan stasiun pemantauan komposisi atmosfer global di Bukit Koto Tabang, dan peningkatan XIII/35

kemampuan Pusat Gempa Regional IV dan V, masing-masing di Ujung Pandang dan Jayapura. Di bidang pengembangan dan peningkatan pusat pelayanan meteorologi dan geofisika serta kalibrasi, pada tahun pertama Repelita VI telah dilaksanakan pengembangan 11 stasiun kalibrasi, rehabilitasi sarana dan prasarana di 135 stasiun, dan peningkatan 21 kelas stasiun. Dalam rangka menunjang pelayanan pengamatan dan pengolahan data meteorologi untuk kepentingan penerbangan, telah dilaksanakan peningkatan kemampuan pelayanan informasi di media cetak dan elektronik, serta menggiatkan stasiun/pos pengamatan meteorologi/hujan, khususnya di kantor BMG pusat dan 6 stasiun meteorologi di bandar udara utama. Kerja sama dengan badan-badan internasional juga dipelihara dan ditingkatkan, seperti dengan World Meteorological Organization (WMO), Food and Agricultural Organization (FAO), International Civil Aviation Organization (ICAO) dan International Union of Geophysical and Geodetic (IUGG), serta badan-badan meteorologi dan geofisika negara-negara Asean, Australia dan negara-negara Pasifik lainnya. Kerja sama tersebut dilakukan dalam bidang riset, pertukaran data/informasi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dalam tahun 1994/95, telah dilakukan penambahan 4 buah helikopter SAR, pengembangan satelit komunikasi SAR dan unit sistem informasi manajemen operasi SAR (SAROIMS) yang tersebar di 19 lokasi, pengadaan 2 unit perahu penyelamatan yang dilengkapi dengan peralatan medis, 3 unit hydrolik rescue pump dan 2 unit lifting bag untuk pengangkatan pesawat maupun pertolongan bencana alam, serta pengadaan 2 set peralatan pendakian, dan 36 buah baju tahan api.

XIII/36

Dengan peningkatan fasilitas tersebut maka tingkat keberhasilan penyelamatan jumlah korban musibah pelayaran dan penerbangan diharapkan juga semakin meningkat. Selama Repelita V dari 12.258 orang terkena musibah, dapat diselamatkan sebanyak 8.705 orang. Pada tahun 1994/95 dari 1.439 orang terkena musibah, sebanyak 1.070 orang berhasil diselamatkan. b. Program Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Tujuan program pendidikan dan pelatihan transportasi adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang transportasi sehingga penyelenggaraan transportasi dapat dilaksanakan secara optimal. Program ini meliputi kegiatan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja di bidang transportasi serta pendidikan masyarakat pengguna jasa transportasi agar menggunakan sarana transportasi dengan tertib dan berdisiplin serta taat kepada peraturan lalu lintas. Pendidikan dan latihan tenaga yang bekerja pada sektor transportasi yang meliputi transportasi darat, laut, dan udara, pada tahun 1994/95 dilaksanakan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan awal, pendidikan prajabatan, pendidikan penjejangan, penataan, dan pendidikan pasca sarjana. Jumlah tenaga yang telah mendapat pendidikan dan pelatihan pada tahun 1994/95 adalah sebanyak 4.302 orang, yang terdiri dari pendidikan dan pelatihan transportasi darat 367 orang, transportasi laut 2.636 orang, transportasi udara 975 orang, dan Diktat Meteorologi dan Geofisika sebanyak 324 orang. Di samping kegiatan pendidikan dan pelatihan, dilakukan pula pengembangan kurikulum pendidikan dan rehabilitasi fasilitas diktat yang meliputi gedung perkuliahan, laboratorium, bengkel kerja, dan sarana pendidikan.

XIII/37

c. Program Penelitian dan Pengembangan Transportasi Tujuan program penelitian dan pengembangan. transportasi adalah mengembangkan kegiatan penelitian dan pengembangan transportasi sehingga dapat mendukung pengambilan kebijaksanaan di bidang transportasi. Program penelitian dan pengembangan transportasi tersebut meliputi kegiatan penelitian di bidang Pengembangan Sistem Manajemen, dan Pengembangan Moda Transportasi. Penelitian di bidang pengembangan moda transportasi yang mencakup moda transportasi darat, Laut, dan udara antara lain adalah : Studi Pengembangan Sistem Penataan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dalam Kota Surakarta dan Palu; Studi Standardisasi Perhubungan Darat; Studi Penyederhanaan Sistem dan Prosedur Pelayanan Pelabuhan terhadap Kapal dan Barang secara efisien; Studi Keterpaduan Pengembangan dan Pengoperasian Fasilitas Transportasi Laut dan Penyeberangan; Studi Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi Laut; Studi Kebijaksanaan Penataan Jaringan dan Rute Penerbangan Dalam Negeri; dan Studi Standardisasi/Pedoman Dukungan Operasi Pesawat Udara. Sementara itu, penelitian di bidang pengembangan manajemen transportasi termasuk pengelolaan kualitas lingkungan hidup antara lain mencakup Studi Pengembangan Data Base Perhubungan Nasional; Pengembangan Executive Information System (EIS) Departemen Perhubungan; Peningkatan Penyajian Informasi Transportasi; Sistem Informasi Kekayaan Negara; Pengelolaan AMDAL Perhubungan; dan Penyusunan Pedoman Teknis Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Transportasi Darat, Laut, dan Udara.

XIII/38

Berbagai kegiatan penelitian tersebut didukung oleh sumber daya manusia yang kualitas dan kuantitasnya diupayakan untuk terus ditingkatkan. Dalam tahun 1994/95, melalui kerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), jumlah tenaga peneliti telah meningkat menjadi 68 orang.

XIII/39

TABEL XIII - 1 REALISASI PROGRAM-PROGRAM DI BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 1968, 1989/90 - 1993/94, 1994/95 Awal PJP-I (1968) Repelita V 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 Repelita VI 1994/95

XIII/40
Jenis Program Satuan 1. Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jalan dan Jembatan (volume pekerjaan) - Jalan - Jembatan 2. Peningkatan Jalan dan Penggantian Jembatan - Jalan - Jembatan 3. Pembangunan Baru - Jalan - Jembatan - Jalan Tol 4. Peningkatan Jalan Kabupaten/Lokal - Jalan - Jembatan 1) Angka diperbaiki. km m km km m km m km m

11.508 9.456

43.418 19.300

41.097 16.706

40.636 27.627

31.482 33.095

35.014 25.074

33.432 31.660

5.778 9317

8.641 17.466

9.414 19.810

12.106 18.796

10.774 29.502

1)

6.488 21.634

235 840 56

340 2.127 119

468234 18

764 295 40

826 853 21

2.003 2.597 30

6.016 9.752

7.942 15.925

8.111 18.035

13.218 31.054

11.000 21.992

1) 1)

13.723 28234

TABEL XIII 2 PANJANG DAN KONDISI JALAN ARTERI DAN JALAN KOLEKTOR 1973/74,1989/90 1993/94,1994/95 Repelita V Jenis Program Satuan 1973/74 1989/90 1. Mantap 2. Tidak Mantap 3. Kritis Jumlah km km km km 60 14.540 20.400 35.000 35.081 8.882 6.087 50.050 1990/91 35.188 13.462 1.400 50.050 1991/92 41.893 8.157 50.050 1992193 42.818 7.232 50.050 1993/94 46.825 3225 50.050 1994/95 53.025 16.213 _ Repelita VI

69.238

XIII/41

GRAFIK XIII - 1 PANJANG DAN KONDISI JALAN ARTERI DAN JALAN KOLEKTOR 1973/74, 1989/90 - 1993/94, 1994/95
( r i b u km) 1978/74 1989/90 Akhir Repelita 1 1990/91 1991/92 1992/93 Rep e I i ta V 1998/94 1994/96 Repelita VI

Mantap

Tidak Mantap

Kritis

XIII/42

XIII/44

TABEL XIII 4 PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN FASILITAS KESELAMATAN ANGKUTAN JALAN


1973/74, 1989/90 1993/94,1994/95

1)

Jenis Fasilitas 1. Alat Pengujian Kendaraan

Satua

1973174 1989/90 12 57

unit 2. Rambu Lalu Lintas bua h 3. Lampu Lintas Persimpangan 2) unit 4. Tanda Permukaan Jalan 5. Pagar Pengaman Jalan 6. Pusat Pengujian Kendaraan Bermotor met er m 5 ) unit

1990/ 91 60

Repelita V 1991/92 61 148.119 212 222.720 16550 16

1992193 65 162.10 4 227 23132 0 27.939 17

1993/ 94 73 179.7 52 240 253.6 68 34.24 1 .17


4)

Repelita VI 1994/9 5 88 201.219 269 426372 48.911 18

14

134.694 140.2 41 188 206 208.610 214.0 60 8.206 11.45 4 3) 3+1(L) 6+1(L )

1) Angka kumulatif sejak tahun 1973/74 (awal dilaksanakan program) 2) Tidak termasuk yang dibiayai APBD 3) (L) Lanjutan 4) Angka diperbaiki 5) Satuan diperbaiki

XIII/45

XIII/46
TABEL XIII 5 PERKEMBANGAN PRODUKSI JASA ANGKUTAN KERETA API 1968,1989190 1993/94,1994/95 (ribuan) Jenis Produksi Jasa Penumpang Penumpang Km Barang Barang Km Satuan orang orang x km ton ton x km Awal PJPI (1968) 70.437 4.054.035 3.306 737276 Repents V 1989/90 55.400 8.594.000 12200 3.043.000 1990/91 57.000 9.238500 12.700 3377.800 1991/92 60.300 9.617.300 13.800 3.464300 1992/93 72.800 10.510.190 14.980 3.780510 1993/94 98.000 12244250 15.680 3.955.720 Repelita VI 1994/95 116.000 14.027.000 22.164 4.650.000

XIII/48
TABEL XIII 7 PERKEMBANGAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN 1968, 1989190 1993/94,1994/95 Jenis Angkutan Satuan Awal PJPI (1968) 6.780 Repelita V 1989/90 42.058 1990/91 46.067 11.953 3433 1991/92 1992/93 1993/94 46.637 12.903 5.055 56.490 19340 5.146 59.035 26.156 5.735 Repelita VI 1994/95 62.992 28.607 6.284 Angkutan penumpang Angkutan barang Angkutan kendaraan ribu orang ribu ton ribu buah 1.156 10.920 729 3.169

XIII/47

TABEL XIII-8 PENAMBAHAN FASILITAS PELABUHAN 1968, 1989/90 - 1993/94, 1994/95 Uraian 1. Kade/Dermaga : - Rehabilitasi - Pembangunan 2. G u d a n g : - Rehabilitasi - Pembangunan 3. Lapangan Penumpukan : - Rehabilitasi. - Pembangunan a. Umum b. Khusus Peti Kemas 4. Terminal Penumpang Satuan Awal PJP-I (1968) 2.950 380 8.030 2.000 Repelita V 1991/92 310 2.410 10340 12.990 29.000 33.100 17.970 1.880 Repelita VI 1992/ 93 833 3.902 22.865 82.032 9.255 1993/9 4 923 2.480 5.624 20.512 23.160 1994/9 5 948 2226 6.014 3.860 3.416 34.225 6375

1989/90

1990/ 91

m2 m
m

44.920 14.801 659, 923 13300 1.150 600 4.750 2.400

m2
m

m2 m2 m2

44.684 24.820 399.430 240.00 0 12.217 1.380

XIII/49

TABEL XIII - 10 ARMADA PELAYARAN RAKYAT 1968, 1989/90 1993/94, 1994/95 Uraian 1. Kapal 2. Kapasitas 3. Muatan 4. Produktivitas Satuan Awal PJPI (1968 ) 312 16.71 9 319.3 40 19,1 Repelita V 1991/9 2 3.974 209.191 3.174.0 00 15,2 Repelita VI 1992/93 3.974 209.19 1 6.105.0 98 29,2 1993/94 2.747 393.481
1)

unit dwt ton ton/dwt/ tahun

1989/9 0 3.721 199.234

1990/91 3.721 199.234

1994/95 2.749 393.696

2.901.037 3.000.000 14,6 15,0

6.410.353 6.421.257 16,3


I)

16,3

1) Angka diperbaiki

XIII/51

TABEL XIII 12 ANGKUTAN PELAYARAN KHUSUS

1) Angka diperbaiki

1. Kapal 2. Kapasitas

3. Muatan

XIII/54
Uraian Satua n buah dwt brt hp ton Awal PJPI (1968) 23 1968, 1989/90 1994/95 1993/94, Repelita V 1989/90 1990/ 1991/92 91 3.263 3.685 2.993 1992/93 1993/9 4 3.685 3.100 Repelita VI 1994/9 5 3.100 2.168.17 1 688.408 769.677
1)

500.00 1.503.689 1.96023 1.96436 1.96436 2.168.1 0 0 7 7 71 615.540 685.289 752.026 752.026 688.408 586.214 837.030 979.220 979.220 769.677 165.424.2 74 171.248. 184.987. 224 073 175.595 .000 263.376. 440

275.142. 688

XIII/53

TABEL XIII 13 ANGKUTAN PELAYARAN SAMUDERA 1968, 1989/90 1994/ 1993/94, 95 Awal Repelita V

1)

Repelita VI

Uraian 1. Kapal 2. Kapasitas 3. Muatan 1) Armada Nasional

Satua n buah dwt ton

PJPI (1968) 39

1989/90 35

1990/91

1991/9 2 28 27

1992/93 27

1993/94 25 322307

1994/95 25 322307

300.95 446.980 354.297 347399 347.399 8 1343.00 21.983.08 21.91736 18.200.0 23.831: 000 0 0 2 00

27.015. 39.797.81 757 4

TABEL XIII 14 ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI 1968, 1989/90 1993/94, 1994/95 Awal PJPI (1968) 11.218. Repelita V 1991/9 2 110.733

1)

Uraian

Satuan ribuan

1989/90 102.465

1990/91 106.754

1992/93 125.233

1993/9 4 136.64 9 9.176.9 97 96.859 280.30 0 1.481.1 74 711.14 8 48

3)

Repelita VI 1994/9 5 131.680

1. Km Pesawat

2. Penumpang diangkut orang 3. Barang 4. Jam Terbang 5. TonKm Tersedia 6. TonKm Produksi 7. Faktor Muatan
2)

382.285 7307.955 7.704.167 11.289 40.636 48.195 27352 59 76.227 258355

ton jam ribuan ribuan persen

7.831.19 8.457.9 8 75 96.435 98.924 92.162 244.493 1.09253 9 634.732 58 280.832 1.2046 26 765.899 64

3)

3)

10.101.1 10 96388 265.404 1.693.62 0 942.069 55

250.072

3)

932279 1.045.650 537.144 58 593571 57

3)

3)

1) Penerbangan berjadwal 2) Faktor Muatan = TonKm Produksi TonKm Tersedia 3) Angka diperbaiki

XIII/55

XIII/56
Uraian Satuan 1. Km Pesawat
2. Penumpang diangkut 3. Barang 4. Jam Terbang 5. TonKm Tersedia 6. TonKm Produksi 7. Faktor Muatan 2)

TABEL XIII 15 ANGKUTAN UDARA LUAR NEGERI 1) 1968, 1989/90 1993/94, 1994/95 Awal PJPI
(1968) 1989/90

Repelita V
1990/91 45.895 1991/92 51.800 1992/93 68.115 1993/94 83.323 3)
3)

Repelita VI
1994/95 87.302 3.444.556 119.540 117.1113.860.467 2.026.628 52

ribuan orang ton jam ribuan ribuan persen

69.170 3.312 6.875 90.493 29.047 32

47.159 1.911.433 71.812 70.923 2.252.621 1.147.369 51

1.521.979 2.238.442 53.676 63.396 2.299.417 1.172.342 51 78.683 71.651

2.591.117 2.990.58 6 81.514 93.464 97.304 101.924 2.366.517 1.061.388 45

3)

3)

2.335.660 3.183.10 7 1.255.164 54 1.532.854 48

1) Armada Penerbangan Nasional 2) Faktor Muatan = TonKm Produksi TonKm Tersedia 3) Angka diperbaiki

Anda mungkin juga menyukai