Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

PNEUMONIA KOMUNITAS (Community Acquired Pneumonia)

Pembimbing: dr. Hendri Wiyono Sp.P Oleh : Dina Amalia (2061210034) Dipresentasikan: Jumat, 17 Februari 2012

Laboratorium Klinik Ilmu Penyakit Dalam Sub Bagian Paru RSUD Kanjuruhan Kepanjen Fakultas Kedokteran UNISMA Malang

BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agen infeksius (Smeltzer dan Bare, 2001). Pneumonia ini merupakan penyakit yang umum dan mudah dikenali, sehingga secara teoritis mudah diobati apabila pengobatan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi yang menjadi masalah adalah karena sulitnya mengetahui penyebab pasti yang menginfeksi paru tersebut, sehingga pneumonia merupakan masalah kesehatan baik di Negara berkembang maupun di Negara yang sudah maju (Asril Bahar, 2000). Penyebab utama pneumonia adalah bakteri, virus, mikoplasma, jamur, berbagai senyawa kimia, dan partikel. Selain penyebab utama tersebut, ditemukan juga berbagai factor resiko lainnya sehingga meningkatkan kejadian pneumonia antara lain factor usia, lingkungan seperti seseorang yang tinggal di rumah jompo, rumah sakit, perokok, alkoholik, individu yang mengalami gangguan reflek batuk, individu yang mendapat terapi yang menggunakan alat pernafasan dan individu yang mempunyai penyakit kronis (Smeltzer dan Bare, 2001). Pada masa yang lalu Pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia tipikal yang disebabkan oleh S.pneumonia dan atipikal yang disebabkan kuman atipik seperti M.pneumoniae. Kemudian ternyata manifestasi dari

patogen lain seperti H.influenza, S.aureus dan bakteri Gram negatif memberikan sindrom klinik yang identik dengan pneumonia oleh S.pneumoniae, dan bakteri lain dan virus dapat menimbulkan gambaran yang sama dengan pneumonia oleh M.pneumoniae. Sebaliknya Legionella spp dan virus dapat memberikan gambaran pneumonia yang bervariasi luas. Karena itu istilah tersebut tidak dipergunakan lagi ( Sudoyo, 2006). Pada perkembangannya pengelolaan pneumonia telah dikelompokkan pneumonia yang terjadi dirumah sakit / Pneumonia Nosokomial (PN) dan pneumonia komunitas (PK) yang didapat di masyarakat ( Sudoyo, 2006). EPIDEMIOLOGI Penyakit saluran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi diseluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat atau di dalam rumah sakit. Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius di jumpai sekitar 15-20% (Sudoyo, 2006). Kejadian Pneumonia Nosokomial di ICU lebih sering daripada Pneumonia Nosokomial di ruangan umum, yaitu dijumpai pada hampir 25% dari semua infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada saat ventilasi mekanik (Sudoyo, 2006). Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh .
3

Pneumonia sering dijumpai pada orang-orang lanjut usia dan sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronik (isselbacher, 2000). Juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit lain seperti diabetes mellitus, payah jantung, penyakit arteri koroner, keganasan, insufisiensi renal, penyakit syaraf kronik dan penyakit hati kronik. Faktor predisposisi lain antara lain berupa kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, diabetes mellitus, keadaan imunodefisiensi, kelainan atau kelemahan struktur organ dada dan penurunan kesadaran. Juga adanya tindakan invasive seperti infuse, intubasi, trakeostomi, atau pemasangan ventilator (Sudoyo, 2006). Perlu diteliti faktor lingkungan khususnya tempat kediaman misalnya di rumah jompo, penggunaan antibiotik dan obat suntik IV, serta keadaan alkoholik yang meningkatkan kemungkinan terinfeksi kuman gram negatif (Isselbacher, 2000). Anamnesis epidemiologi haruslah mencakup keadaan lingkungan pasien, tempat yang dikunjungi dan kontak dengan orang atau binatang yang menderita penyakit yang serupa. Pneumonia diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu. Bila lebih lama perlu dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur, mikobakterium atau parasit (Soemantri, 1992). Berikut akan dilaporkan sebuah kasus mengenai pneumonia pada seorang pasien di RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang.

BAB II STATUS PENDERITA

2.1

Identitas Nama Umur Jenis kelamin Pekerjaan Agama Alamat Status Perkawinan Suku Tanggal MRS No Register : Ny. A : 26 tahun : Perempuan : Ibu Rumah Tangga : Islam : Wajak : Menikah : Jawa : 08 Februari 2012 : 280789

2.2 Anamnesis 1. 2. Keluhan Utama Riwayat Penyakit Sekarang : Batuk :

Pasien datang dengan keluhan batuk disertai nyeri dada ketika sedang beraktifitas sebagai ibu rumah tangga di rumah. Pasien mengatakan ketika sedang beraktifitas terasa batuk dan nyeri di dada serta kadang-kadang disertai sesak, kemudian pasien merasa lemas dan pusing dan tidak dapat melakukan aktivitas. Pasien mengaku sering batuk sejak 1 bulan yang lalu dan mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi dan asma. Pasien mengatakan baru kali ini mengalami sakit seperti ini, pasien mengeluh batuk dan berdahak disertai demam yang hilang timbul. Pasien juga

mengeluh mual dan perut terasa sebah sejak serangan terjadi. mengatakan ayahnya mengalami sakit yang sama.

Pasien juga

Pasien mengatakan tidak pernah memeriksakan kesehatannya sebelumnya dan tidak mengetahui tentang penyakitnya. Pasien mengatakan sebelumnya pasien pernah bekerja di pabrik rokok selama 2 tahun. Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah di rawat di rumah sakit dan tidak pernah tinggal di pondok pesantren. Pasien tinggal di rumah bersama suami, anak, dan orang tua. Riwayat Penyakit Dahulu 3. Riwayat sakit serupa Riwayat sakit gula : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

Riwayat penyakit jantung Riwayat hipertensi Riwayat sakit kejang Riwayat alergi obat

Riwayat alergi makanan : disangkal Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat sakit gula Riwayat penyakit jantung Riwayat hipertensi : disangkal : disangkal : disangkal

4. -

Riwayat Kebiasaan Riwayat merokok : disangkal

2.3 1.

Riwayat alkohol Minum kopi Riwayat olahraga Anamnesis Sistem Kulit

: disangkal : disangkal : jarang

: warna kulit sawo matang, pucat (-), kulit gatal (-), kulit kering (-) di kedua kaki.

2.

Kepala

: sakit kepala (-), pusing (+), rambut kepala tidak rontok, luka pada kepala (-), benjolan/borok di kepala (-).

3.

Mata

: pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-), ketajaman penglihatan berkurang bila melihat dekat (+).

4. 5. 6. 7. 8.

Hidung Telinga Mulut

: tersumbat (-), mimisan (-). : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-). : sariawan (-), mulut kering (-).

Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-). Pernafasan : sesak nafas (+), batuk (+), riak (+) sedikit warna kuning kental, darah (-), suara nafas berbunyi (-).

9. 10.

Kadiovaskuler Gastrointestinal

: berdebar-debar (-), nyeri dada (+). : mual (+) dan muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (+), nyeri perut (-)

11. 12. 13. 14. 15.

Genitourinaria Neurologik Psikiatri Muskuloskeletal Ekstremitas

: BAK lancar : badan terasa lemah dan mudah lelah : emosi stabil, mudah marah (-). : kaku sendi (-), nyeri otot (-),

Bengkak Sakit Luka 2.4 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum Lemas, kesadaran compos mentis (GCS 4-5-6), status gizi kesan kurang. 2. Tanda Vital Tensi Nadi Pernafasan Suhu 3. Kulit Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-) 4. Kepala Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-), atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimik wajah / bells palsy (-). 5. Mata : 100/70 mmHg : 90 x / menit : 22 x /menit : 38oC

Conjunctiva anemis (-/-), ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), warna kelopak (coklat kehitaman), katarak (- /-), radang/conjunctivitis/ uveitis (-/-), cowong (-/-), pupil isokor. 6. Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-), hiperpigmentasi (-), saddle nose (-). 7. Mulut Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi lidah hiperemis (-), tremor (-). 8. Telinga Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (+). 9. Tenggorokan Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-). 10. Leher JVP normal, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-) 11. Thoraks Normochest, simetris, retraksi (+), spider nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-). Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak Palpasi : ictus cordis kuat angkat Perkusi : batas kiri atas batas kanan atas : ICS II Para Sternal Sinistra : ICS II Para Sternal Dextra

batas kiri bawah

: ICS V Mid Clavicula Line

batas kanan bawah : ICS IV Para Sternal Dekstra pinggang jantung : ICS III Para Sternal Sinistra (batas jantung terkesan dalam batas normal) Auskultasi Pulmo : Statis (depan dan belakang) Inspeksi Palpasi Perkusi : pengembangan dada simetris : fremitus taktil raba kiri lebih terasa dari kanan : Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan : : Bunyi jantung III intensitas normal, regular, murmur (-)

Auskultasi Wheezing

Ronkhi Dinamis (depan dan belakang) Inspeksi Palpasi Perkusi

: pergerakan dada simetris : fremitus raba kiri lebih kuat dari kanan : Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor
10

Auskultasi

: suara dasar vesikuler normal, suara tambahan :

Wheezing Ronkhi 12. Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi 13. Ektremitas Palmar eritema (-/-). Ulkus 14. Sistem Genetalia Dalam batas normal 15. Pemeriksaan Neurologik Fungsi Luhur : dalam batas normal Oedem : bentuk normal, luka (-) : Bising usus (+) normal : meterismus (+) : Nyeri tekan (-) -

Fungsi Vegetatif : dalam batas normal Fungsi Sensorik : N N N N


11

Fungsi Motorik

: dalam batas normal

16. Pemeriksaan Psikiatrik Penampilan : sesuai umur, perawatan diri cukup : tidak berubah : komposmentis

Kesadaran : Kualitatif Kuantitatif Afek Psikomotor Proses pikir bentuk isi arus Insight

: appropriate : normoaktif : : realistik : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-) : koheren : baik

2.5

Pemeriksaan Penunjang

12

Darah Lengkap 09-02-2012 Hb 10,1 g/dl LED 10 mm/jam Hitung leukosit 12.900 /cmm Hitung trombosit 360.000 /cmm Hitung eritrosit 4,23 juta /cmm Hematokrit 30,6 % Hitung jenis 1 / 1 / 68 / 20 / 10 SGOT SGPT Ureum Kreatinin 37 u/l 14 u/l 12 mg/dl 0,53 mg/dl

12 16 g/dl 0-20 mm/jam 4000 11.000 /cmm 150.000 450.000 /cmm 3 6 juta /cmm 37 47 % 1-5 / 0-1 / 50-70 / 20-35 / 3-8 < 36 u/l < 36 u/l 20-40 mg/dl 0,5 - 0,9 mg/dl

Kesimpulan : Anemia ringan dan Lekositosis Diagnosa Kerja Batuk + Dyspneu Diagnose Banding Asma bronchiale COPD Pneumonia TBC

Radiologis 08-02-2012

13

Nama Ny.A umur 26 tahun alamat Wajak. Foto posisi PA Pada trakea tampak ditengah Hilus tampak dalam batas normal Ekspirasi dan Inspirasi cukup Jantung terletak di tengah, masih terdapat pinggang jantung, ukuran jantung < 50%. Pulmo : pulmo tampak simetris dan tak tampak kelainan. Hemidiafragma yang kiri tampak seperti kubah dan yang kanan datar Sudut sinus costopreknikus yang kiri tajam dan yang kanan datar Gambaran lapang paru radiopak tampak seperti kapas Kesimpulan : Pneumonia Radiologis 0-02-2012

2.6

Diagnosis Pneumonia Komunitas


14

2.7

Penatalaksanaan 1. Non Medika mentosa a. Bedrest, semi fowler b. Edukasi kepada pasien supaya patuh dalam minum obat, dan keluarga dalam mengawasi pasien minum obat. 2. Medikamentosa IVFD : Infus RL 18 tpm Inj. Ceftazidim 3x1 g IV Pemberian O2 2L/menit

2.8

Flow Sheet Nama : Ny.A

Diagnosis : Pneumonia Komunitas No Tanggal S 1. 08-02Lemah, batuk, sesak, 2012 nyeri dada, demam, mual, nafsu makan menurun. O TD : 100/70 mmHg N :90 x/menit RR : 22 x/menit S : 38,oC KU : Lemah A - Batuk dan dyspneu P - IVFD : Infus RL 18 tpm - Inj. Ceftazidim 3x1g IV - O2 2 lpm

2.

09-022012

Lemah, batuk, masih sesak, demam

TD : 90/60 mmHg N : 90 x/menit RR : 20 x/menit S : 38,2oC KU : Lemah

DD: Pneumonia TBC Efusi pleura

- IVFD : Infus RL 18 tpm - Inj. Ceftazidim 3x1g IV - O2 2 lpm

3.

10-022012

Lemas, sesak, batuk, sulit tidur

TD : 120/80 mmHg N : 88 x/menit

- Pneumonia

- IVFD : Infus RL 18 tpm


15

RR : 20 x/menit S : 37,1oC KU : Lemah

- Inj. Ceftazidim 3x1g IV - O2 2 lpm

4.

11-022012

Lemas, sulit tidur, sesak dan batuk

TD : 100/70 mmHg N : 80 x/menit RR : 24 x/menit S : 36,5oC KU : Lemah

- Pneumonia

- IVFD : Infus RL 18 tpm - Inj. Ceftazidim 3x1g IV O2 2 lpm

5.

12-022012

Lemah, batuk berkurang, nyeri perut

TD : 100/70 mmHg N : 90 x/menit RR : 20 x/menit S : 36,2oC KU : Lemah

- Pneumonia

- IVFD : Infus RL 18 tpm - Inj. Ceftazidim 3x1g IV - O2 2 lpm

6.

13-022012

Lemah, nyeri perut, TD : 110/60 mmHg Sehabis makan N : 80 x/menit langsung BAB (diare) RR : 20 x/menit S : 37,1oC KU : Lemah

Pneumonia

- IVFD : Infus RL 18 tpm - Inj. Ceftazidim 3x1g IV - O2 2 lpm

14-022012

Ku membaik, sesak berkurang, batuk berkurang, Sehabis makan langsung BAB (diare)

TD : 110/80 mmHg N : 88 x/menit RR : 20 x/menit S : 36,1oC KU : membaik

Pneumonia - IVFD : Infus RL 18 tpm - Inj. Ceftazidim 3x1g IV - O2 2 lpm - Foto thorax ulang

16

15-022012

KU membaik, batuk berkurang

TD : 110/80 mmHg N : 88 x/menit RR : 20 x/menit S : 36,1oC KU : membaik

Pneumonia

Pulang

BAB III PEMBAHASAN


2.1 DEFINISI Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, dari bronchioles terminalis yang mencakup bronchioles respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2009). Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agen infeksius (Smeltzer dan Bare,2001). Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru, yang biasanya berhubungan dengan pengisian cairan pada alveoli yang disebabkan dari berbagai agen infeksi, iritan kimia, dan terapi radiasi (Dongoes, 2000). Berdasarkan lingkungan didapatkannya pneumonia dapat digolongkan menjadi :

17

a) Community Acquired Pneumonia (CAP) atau pneumonia komunitas yaitu, pneumonia yang terjadi infeksi di luar rumah sakit, seperti rumah jompo, home care. b) Hospital Acquired Pneumonia (HAP) atau Pneumonia Nosokomial yaitu, pneumonia yang terjadi lebih 48 jam atau lebih setelah penderita dirawat di rumah sakit baik di ruang perawatan umum maupun di ICU tetapi tidak sedang menggunakan ventilator. Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia selama dalam perawatan dan sepertiganya mungkin akan meninggal. c) Ventilator Associated Pneumonia (VAP) yaitu, Pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam intubasi tracheal atau menggunakan ventilasi mekanik di ICU. 2.2 ETIOLOGI Etiologi pneumonia berbeda-beda pada setiap tipe pneumonia, dan hal ini berdampak kepada obat yang harus diberikan. Berdasarkan agen penyebab, pneumonia dikategorikan sebagai pneumonia bacterialis yang disebabkan oleh kuman dan pneumonia atipikal yang disebabkan oleh selain bakteri seperti virus, jamur, parasit. Penyebab pneumonia yang lain adalah akibat terapi radiasi pada penyakit kanker payudara atau paru, dan aspirasi akibat masuknya kandungan lambung kedalam paru-paru. Jenis bakteri berbeda-beda di antara negara satu dengan yang lain, antara satu daerah dengan daerah lain pada suatu negara, di luar rumah sakit dan di

18

dalam rumah sakit, rumah sakit besar / tersier dengan rumah sakit kecil. Karena itu perlu diketahui dengan baik pola kuman di suatu tempat. Cara terjadinya penularan sesuai dengan jenis masing-masing penyebab, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, melalui selang infuse oleh Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter. Berbagai pathogen dijumpai pada factor resiko tertentu misalnya H.influenza pada pasien perokok, patogen atipikal pada lansia, gram negatif pada pasien dari rumah jompo dengan adanya PPOK, penyakit-penyakit penyerta kardiopulmonal atau pasca terapi antibiotika spectrum luas. Pseudomonas aeruginosa dijumpai pada pasien dengan bronchiektasis, terapi steroid (> 10 hari), malnutrisi dan imunosupresif dengan disertai leucopenia. Pada rumah jompo yang sering dijumpai adalah Staphylococcus aureus yang resisten meticilin (MRSA), gram negatif, Micobacterium tuberculosis dan virus tertentu (Adenovirus, Cyncitial virus dan Influenza). Pneumonia yang terjadi hanya pada suatu bagian substansial dari satu lobus atau lebih yang terkena infeksi disebut sebagai pneumonia lobaris. Istilah bronchopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang

mempunyai penyebaran bercak-bercak yang teratur dalam satu atau lebih area bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Bronchopneumonia lebih umum terjadi disbanding pneumonia lobaris. 2.3 FAKTOR RESIKO TERJADINYA PNEUMONIA

19

Secara spesifik terdapat beberapa factor penyebab pathogen pneumonia komunitas dan nosokomial : A. Faktor peubah yang meningkatkan resiko infeksi oleh pathogen tertentu pada pneumonia komunitas. a) Pneumokokus yang resisten penisilin dan obat lain menginfeksi pada usia lansia 60 tahun, kontak dengan lansia, alkoholisme, penyakit imunosupresif (termasuk kortikosteroid), penyakit kronis penyerta yang melemahkan (Diabetes mellitus, sepsis, jantung, PPOK, bronchiektasis, dll). b) Patogen gram negatif menginfeksi pada individu yang tinggal di rumah jompo, dengan penyakit penyerta kardiopulmonal atau selesai mendapatkan terapi antibiotik. c) Pseudomonas aeruginosa menginfeksi pada kasus

bronchiektasis, terapi kortikosteroid 10 mg/hari, terapi antibiotika spectrum luas 7 hari, dan malnutrisi. B. Faktor resiko terinfeksi patogen multiresisten pada pneumonia nosokomial dan VAP a) Terapi dalam 90 hari sebelumnya. b) Perawatan rumah sakit dalam 5 hari atau lebih di ruang perawatan umum.

20

c) Frekuensi tingginya kuman resisten antibiotic di rumah sakit atau lingkungan pasien d) Penyakit imunosupresif dengan atau tanpa terapi e) Faktor resiko pneumonia kronis : rawat inap di rumh sakit 2 hari/90 hari terakhir, tinggal di rumah jompo, anggota keluarga terinfeksi patogen multiresisten, terapi infuse di rumah, dialysis kronik, dan perawatan luka di rumah. C. Faktor resiko utama terinfeksi patogen tertentu pada pneumonia nosokomial: a) Staphylococcus aureus pada pasien koma, cidera kepala, influenza, dan intubasi endotracheal b) Methicilin resisten pada pasien pemakaian antibiotika, DM, gagal ginjal. c) Pseudomonas aeruginosa pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik lebih 2 hari, rawat ICU 2 hari atau lebih, kelainan struktur paru (brochiektasis, kistik fibrosis, dan malnutrisi). d) Anaerob pada pasien aspirasi dan setelah operasi abdomen. e) Acinobacter SP pada pasien antibiotic sebelum onset pneumonia dan penggunaan ventilasi mekanik.

21

D. Faktor resiko terjadinya pneumonia nosokomial dibagi menjadi 2 golongan: a) Tidak bisa dirubah yaitu berkaitan dengan inang (jenis kelamin pria, penyakit paru kronik, dan gagal organ jamak), dan terkait tindakan yang diberikan (intubasi dan selang nasogastrik). b) Faktor yang dapat dirubah dapat dilakukan dengan melakukan upaya mengontrol infeksi, desinfeksi dengan alcohol pada saat menyuntik, pengontrolan patogen resisten (Multidrug Resistent- MDR), penghentian dini alat invasive, dan pengaturan pemakaian antibiotika yang tepat. Maka dapat disimpulakan bahwa secara umum terdapat beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia sebagai berikut : a) Jenis kelamin : pria lebih dominan karena diduga dengan kegiatan pria lebih sering keluar rumah b) Penyakit imunosupresif dengan atau tanpa terapi (terapi kortikosteroid), karena terjadi penurunan daya tahan tubuh. c) Faktor usia, pada lansia (usia 60 tahun) dimana kondisi tubuh sudah menurun.

22

d) Penyakit kronis seperti payah jantung, gagal ginjal kronik, sepsis, diabetes, dan malnutrisi mengakibatkan kelemahan daya tahan tubuh. e) Penyakit paru seperti PPOK, bronchiektasis, Ca paru dan kistik fibrosis, dapat terjadi peningkatan produksi lendir dan berakibat obstruksi bronchial. f) Penurunan tingkat kesadaran dengan GCS 8, gangguan reflek muntah, menelan ataupun reflek batuk dapat terjadi pengumpulan secret dan mengakibatkan terjadi aspirasi cairan lambung. g) Faktor lingkungan : tinggal di rumah jompo, anggota keluarga menderita pneumonia karena pneumonia dapat menular malalui droplet, alkoholik (dapat menekan reflekreflek tubuh, dan melemahnya gerakan mukosiliaris tracheobronchial), perokok (asap rokok mengganggu aktifitas mukosiliaris dan makrofag). h) Tindakan invasive dan terapi pernafasan seperti intubasi/ tracheostomi dan ventilasi mekanik akan mempermudah mikroorganisme masuk kedalam paru-paru. i) Perawatan pasien di ruang perawatan umum/ICU lebih dari 2 hari dan pasien yang berbaring secara pasif dalam waktu yang lama dapat beresiko mendapatkan kuman dari

23

lingkungannya dan terjadi kolonisasi kuman di dalam saluran pernapasan. j) Menggunakan antibiotic spectrum luas lebih & hari, dapat mengakibatkan antibiotik. k) Menggunakan alat invasive terapi pernapasan seperti intubasi, ventilasi mekanik sangat beresiko pneumonia bila tindakan yang dilakukan tidak memperhatikan teknik sterilitas. Kuman dapat juga masuk melalui line infuse bila penyuntikan atau penggantian infuse tidak dilakukan dengan teknik steril. 2.4 MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala pneumonia beragam sesuai penyebabnya. Pada pneumonia bakteria atau pneumokokus secara khas diawali dengan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5-40,5C), serta nyeri dada yang terasa seperti ditusuk-tusuk pada saat bernafas dan batuk, peningkatan frekuensi pernapasan antara 25-45 kali per menit, pernapasan stridor, pernapasan cuping hidung, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan. Pada beberapa kasus pneumonia penyebab pneumokokus, stafilokokus, klebsiela, dan streptokokus didapatkan pipi berwarna kemerahan, mata warna menjadi lebih terang, bibir dan kuku sianotik. Pasien lebih menyukai untuk duduk tegak di tempat tidur dengan condong kearah depan, mencoba untuk mencapai pertukaran yang kuat tanpa mencoba untuk batuk atau nafas dalam, dan banyak
24

menjadi

resisten

terhadap

beberapa

mengeluarkan keringat. Sputum tidak dapat menjadi indicator yang jelas karena pada pneumonia klebsiela sering terjadi sputum berbusa bercampur darah tetapi dapat juga mengeluarkan sputum yang kental bahkan dapat berwarna hijau. Gejala pada pneumonia atipikal terjadi secara bertahap, dimulai dengan sakit kepala, demam tingkat rendah, nyeri pleuritis, mialgia, dan faringitis. Setelah beberapa hari sputum mukoid purulen dikeluarkan, nadi cepat berhubungan dengan suhu meningkat (peningkatan 10 kali per menit untuk setiap kenaikan satu derajat celcius). Tetapi dapat terjadi bradikardi pada infeksi virus, infeksi mikoplasma atau infeksi dengan spesies legionela. Tanda dan gejala yang lain terjadi pada pasien dalam kondisi tertentu seperti kanker, atau pada mereka yang menjalani pengobatan dengan imunosupresif yang menurunkan daya tahan terhadap infeksi adalah menunjukkan demam, kreckles, dan terdapat area solid (Konsolidasi) pada lobus paru-paru, terjadi peningkatan fremitus taktil, perkusi pekak, bunyi napas bronchovesikuler atau bronchial, egofoni (auskultasi terdengak bunyi mengembik), dan bisikan pektroliloquy (bunyi bisikan). Perubahan ini terjadi karena bunyi di transmisikan lebih baik melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) dari pada melalui jaringan normal. Pada pasien lansia dengan riwayat PPOM (penyakit paru obstruktif menahun), gejala-gejala dapat berkembang secara tersembunyi. Kesulitan untuk mendeteksi terjadi karena telah mengalami gangguan fungsi paru yang serius, tetapi sputum purulen mungkin menjadi satu-satunya tanda pneumonia.

25

Tanda dan gejala lainnya yang menjadi factor indicator perburukan pasien dengan pneumonia antara lain adalah penurunan kesadaran, takhipnu (frekuensi pernafasan lebih dari 30 kali permenit, tekanan darah rendah kurang dari 90/60 mmHg, takikardi frekuensi nadi lebih dari 100 kali permenit, suhu badan dapat rendah kurang dari 35C atau panas lebih dari 40C, dan terbukti adanya infeksi extra paru yang ditunjang dengan hasil laboratorium : lekosit kurang dari normal 4000 atau bisa leukositosis lebih dari 30000/mm3, hypoxemia PaO2 kurang dari 60 mmHg, hiperkarbi PCO2 lebih dari 50 mmHg, asidosis dengan PH kurang dari 7,35, kreatinin tinggi lebih dari 1,2 mg%, ureum 20 mg%, anemia Hb dibawah 9g %, HT dibawah 30% serta hasil foto thorax lesi lobus jamak, rongga perluasan, dan efusi pleura. 2.5 PATOGENESIS Dalam keadaan sehat, paru tidak akan terjadi pertumbuhan

mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan sehingga

mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit. Proses pathogenesis terkait 3 faktor, yaitu : keadaan imunitas, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. Interaksi ini akan menentukan klasifikasi dan bentuk manifestasi, berat ringannya penyakit, diagnosis empiric, rencana terapi secara empiric dan prognosis pasien. Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, melalui selang

26

infuse oleh Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter. Pada masa kini terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab pnemoni yaitu akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotic yang tidak tepat hingga menimbulkan karakteristik kuman. Terjadinya peningkatan pathogenesis / jenis kuman akibat adanya mekanisme, terutama oleh Staphylococcus aureus, B.catrhalis, H.influenza, Entrobacter dan berbagai enteric gram positif yang masuk ke paru-paru bagian bawah. Masuknya mikroorganisme berbagai cara, yaitu : a. Inhalasi langsung ke paru-paru b. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring c. Kebocoran pada endotrakeal dari rongga mulut d. Sumber bahan lain yang mengalami kolonisasi pada pipa endotrakeal e. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain f. Penyebaran secara hematogen. ke saluran nafas dan paru dapat melalui

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Pemeriksaan Laboratorium (hematologi, kimia, dan AGD)

27

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah lekosit, biasanya > 10.000/l kadang mencapai 30.000 menandai infeksi karena bakteri, jika disebabkan virus atau mikoplasma jumlah leukosit dapat normal atau menurun, demikian juga bila infeksi sangat berat sehingga tidak terjadi respon leukosit. Leukopeni menunjukkan depresi imunitas, missal neutropenia pada kuman gram negatif atau staphylococcus aureus pada keganasan dan gangguan kekebalan. Kelainan yang lain yaitu peningkatan laju endap darah, fungsi hati (mungkin terganggu), peningkatan ureum darah (kreatinin masih dalam batas normal), dan analisis gas darah (AGD) menunjukkan hypoksemia dan hypercarbia bahkan pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. B. Pemeriksaan Bakteriologis Preparat pemeriksaan diambil dari sampel sputum/lendir yang dikeluarkan dari tenggorokan, aspirasi naso/transtracheal, aspirasi jarum transthoracal, torakosintesis, bronkoskopi atau biopsy. Pada kasus pneumonia hasil kultur didapatkan adanya bakteri seperti Escherichia coli, klebsiela, Pseudomonas, meticilin resisten staphylococcus aureus, dll. Hasil kultur sangat bermanfaat bila dilakukan pra terapi dan evaluasi terapi.

2.7 PEMERIKSAAN RADIOLOGI

28

Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting. Namun foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk kea rah diagnosis etiologi. Gambaran konsolidasi dengan air bronchogram (pneumonia lobaris), tersering disebabkan oleh streptococcus pneumonia, broncopneumonia, oleh antara lain staphylococcus, virus, atau micoplasma. Distribusi infiltrate pada segmen apical lobus bawah untuk kuman aspirasi, tetapi pada pasien yang tidak sadar bisa terdapat dimana saja. Infiltrat pada lobus atas biasanya pada klebsiela Sp, TBC atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrate akibat staphylococcus dan bakterimia. Gambaran radiologis pada pneumonia yang disebabkan klebsiella sering menunjukkan adanya konsolidasi yang terjadi pada lobus kanan atas dan kadang dapat mengenai beberapa lobus. Gambaran infiltrasi bilateral atau gambaran bronchopneumonia disebabkan oleh kuman pseudomonas. Pembentukan kista terdapat pada pneumonia nekrotikans/supurativa, abses dan fibrosis akibat terjadinya nekrosis jaringan paru oleh kuman staphylococcus aureus. Ulangan foto perlu dilakukan untuk mengevaluasi adanya keberhasilan dari terapi karena resolusi pneumonia berlangsung 4-12 minggu. 2.8 DIAGNOSIS Penegakan diagnose dibuat dengan maksud pengarahan pemberian terapi yaitu mencakup bentuk dan luas infeksi, berat penyakit dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan mikroorganisme sebagai penyebab infeksi akan mengarah pada pemilihan terapi empiris antibiotic. Beberapa jenis kuman pneumonia penyebab infeksi menimbulkan tanda dan gejala yang hampir sama,

29

maka harus ditunjang dengan pengkanjian atau anamnesa riwayat penyakit yang lengkap dan jelas, pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan penunjang berupa laboratorium dan radiologi. Hasil pemeriksaan fisik bervariasi tergantung etiologi dan gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman penyebab dan tingkat beratnya penyakit : 1) Apabila awal permulaan terjadinya sakit secara akut, biasanya oleh kuman pathogen seperti S.pneumonia, Streptococcus sp, Staphylococcus dan bila disertai dengan mialgia, malaise, dan batuk kering biasanya disebabkan oleh virus. 2) Apabila dimulai dengan gejala lebih ringan pada orang tua atau individu dengan imunitas menurun diakibatkan oleh kuman yang kurang pathogen/oportunistik, misal : Klebsiela, pseudomonas, enterobactereae, kuman an aerob dan jamur. 3) Tanda pneumonia klasik berupa demam dan konsolidasi paru (perkusi paru pekak, ronkhi nyaring, suara pernapasan bronchial). Pada pneumonia komunitas primer berupa bronchopneumonia, pneumonia

lobaris/pleuropneumonia dan pada sekunder tidak khas karena didahului dari penyakit dasarnya. 4) Warna, jumlah dan konsistensi lendir perlu diperhatikan.

30

Beberapa prinsip dalam menegakkan diagnose secara umum : 1) Gejala-gejala yang timbul : a. Demam dan menggigil akibat proses peradangan b. Batuk yang sering produktif dan purulen c. Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas d. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius. 2) Pemeriksaan fisik : ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi. 3) Pengkajian : riwayat penyakit dan lingkungan tempat tinggal 4) Thorax foto : perselubungan berbatas tegas, kadang disertai efusi pleura. 2.9 TERAPI Pada pasien rawat inap AB (antibiotik) harus diberikan dalam 8 jam pertama di rawat di rumah sakit. Pemilihan AB disesuaikan berdasarkan tempat perawatan berlangsung (rawat jalan, rawat inap, intensif) dan adanya penyakit

kardiopulmoner. Namun efektifitas AB tergantung pada kepekaan kuman, penetrasi pada lesi infeksi, interaksi dengan obat lain dan reaksi pasien seperti alergi atau intoleransi. Pemberian AB harus disesuaikan dengan kepekaan jenis kuman setelah ada hasil kultur. Terdapat 2 cara pemberian AB :

31

1) AB tunggal, yang paling cocok pada pneumonia komunitas yang dalam kondisi masih baik. 2) AB kombinasi, diberikan pada pasien yang sangat beresiko (pseudomonas) dengan maksud untuk mencakup kuman-kuman yang dicurigai, meningkatkan aktivitas spectrum dan infeksi jamak. Contoh pilihan antibiotic yang dapat diberikan : 1) Sefalosporin antipseudomonal, misalnya: sefepim, seftasidim, sefpirom. 2) Karbapenem, misalnya :meropenem, imipenem. 3) Betalaktam atau penghambat beta laktamase, misalnya :

piperasilin-tasobaktam 4) Aminoglikosida, misalnya :gentamisin, tobramisin, amikasin. 5) Kuinolon antipseudomonal, misalnya : levofloksasin,

siprofloksasin. 6) Vankomisin 7) Linezolid Pemberian antibiotik tertentu untuk jenis kuman pathogen tertentu, dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman tersebut. Berdasarkan perbedaan tempat perawatan, adanya penyakit kardiopulmoner dan faktor

32

peubah maka pneumonia komunitas terbagi atas 4 grup dengan kuman penyebab yang berbeda yaitu (Dahlan, 2005 ; Sudoyo, 2006 ; Isselbacher, 2000) : 1) Kelompok 1 : rawat jalan yang tidak disertai riwayat penyakit kardiopulmonal ataupun faktor peubah. Pada kelompok ini dapat di beri terapi makrolid baru atau doksisiklin. 2) Kelompok 2 : rawat jalan yang disertai riwayat penyakit kardiopumonal dan/atau faktor peubah (faktor untuk DRSP atau bakteri gram negatif). Pada kelompok ini dapat diberi terapi laktam (sefuroksim, amoksisilin dosis tinggi, amoksisilin-klafualanat, atau seftriakson iv diteruskan sefodoksim po), ditambah makrolid baru atau Floroquinolon saja 3) Kelompok 3 : rawat inap RS non ICU yang disertai riwayat penyakit kardiopulmonal dan / atau faktor peubah. Pada kelompok ini dapat diberi terapi laktam iv (sefotaksim, ampisisilin/sulbaktam, seftriakson) ditambah makrolid iv atau po; atau azytromisin iv atau doksisiklin dan laktam; atau Floroquinolon saja. 4) Kelompok 4 : rawat di ICU yang a). tidak disertai risiko P.aeruginosa, b). disertai risiko P.aeruginosa. Pada kelompok ini dapat diberi terapi Laktam antipseudomonas iv; ditambah siprofloksasin iv; atau Laktam iv ditambah aminoglikosida ditambah salah satu azitromisin iv atau siprofloksasin iv. Pada dasarnya antibiotik yang diberikan adalah antibiotik yang berspektrum luas, yang kemudian sesuai hasil kultur dirubah menjadi sempit.

33

Lama pemberian terapi ditentukan berdasarkan adanya penyakit penyerta dan/atau bakteriemi, beratnya penyakit pada onset terapi dan perjalanan penyakit pasien. Umumnya terapi diberikan selama 7-10 hari. Untuk infeksi M.pneumoniae dan C.pneumoniae selama 10-14 hari, sedangkan pasien dengan terapi steroid jangka panjang selama 14 hari atau lebih (Sudoyo, 2006 ; Cunha, 2002). Pada pneumonia nosokomial, aktivitas spectrum antibiotik apapun tidak mencakup semua kuman penting yang biasa menjadi penyebab pneumonia nosokomial, kecuali sefpirom dan karbapenem. Sefpirom merupakan sefalosporin generasi ke 4 yang spectrum nya mencakup sebagian besar kuman penyebab infeksi nosokomial di ruang ICU termasuk S.aureus dan S.coagulase negatif. Seperti halnya sefalosporin lain dan karbapenem, sefpirom kurang aktif terhadap Methicilin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Untuk MRSA yang diperkirakan terjadi pada 20% dari infeksi Staphylococcus dapat diprgunakan vankomisin atau linezolid (isselbacher, 2000).
Pathogen Penisili nG + Amoksisiklin / Klavulanat + + + + Sefuroksim Trimetoprim sulfametoksaso l + + Doksisikli n + + + + + Eritromisi n + + + + + Siprofloksasin

S.pneumoniae H.influenza M.catrrhalis Anaerob M.pneumoniae C.pneumoniae L.pneumophila

+ + + -

+ + + +

34

Pathogen

Penisilin G + + -

Sefalosporin

Sefalosporin generasi pertama + + + + + -

Metronidazol generasi 2/3 + -

Trimetoprim sulfametoksasol + + +

Eritromisin

Ampisilin/ sulbaktam + + + + + + -

S.pneumoniae S.aureus H.influenza M.catrrhalis Kokus gram + anaerob Basilus gram anaerob C.pneumoniae L.pneumophil a

+ + + -

+ + + + +

Obat
Ampisilin/sulbaktam Aztreonam Sefazolin Sefotaksim, seftizoksim Seftazidim Seftriakson Sefuroksim Siprofloksasin Klindamisin Eritromisin Gentamisin (tobramisin) Imipenem Metronidazol Nafsilin

Dosis
3 g IV @ 6 jam 2 g IV @ 8 jam 1-2 g IV @ 8 jam 1-2 g IV @ 8-12 jam 2 g IV @ 8 jam 1-2 g IV @ 12- 24 jam 750 mg IV @ 8 jam 400 mg IV atau 400 mg PO @ 12 jam 600-900 mg IV @ 8 jam 0,5-1,0 g IV @ 6 jam 5 mg/kg dengan dosis pemberian terbagi tiga yang sama besarnya secara IV @ 8 jam 500 mg IV @ 6 jam 500 mg IV atau PO @ 8 jam 2 g IV @ 4 jam

35

Penisilin G Tikarsilin / Klavulanat Vankomisin

1 juta unit IV @ 4-6 jam 3,1 g IV @ 4 jam 1 g IV @ 12 jam

BAB IV PENUTUP

Telah dilaporkan seorang pasien perempuan (26 tahun) dengan diagnosis Pneumonia komunitas, telah dirawat di kelas III ruang Imam Bonjol RSUD KANJURUHAN KEPANJEN. Pasien datang dengan keluhan batuk. Hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan penunjang menunjukkan adanya Pneumonia komunitas. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.

36

DAFTAR PUSTAKA

Bernstein MJ. 1999. Treatment of Community Acquired Pneumonia IDSA Guidelines. Am College Chest Phys.

Cunha BA. 2002. Pneumonia, Community Acquired. eMedicine

Dahlan, Zul. 2005. Pneumonia. Ilmu Ajar Penyakit Dalam. Jakarta. FK UI

Hayes, Peter. C. 1997. Diagnosis Dan Terapi. Jakarta. EGC

Isselbacher, dkk. 2000. Harrisons Principles of Internal Medicine. Jakarta. EGC


37

Sudoyo, Aru. W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. FKUI

Soemantri ES, Dahlan Z. 1992. Buku Pedoman Pengelolaan dan Penelitian Infeksi Saluran Penafasan Bawah Akut. Bandung. UPF IPD FK UNPAD

Winterbauer RH. 1991. Atypical Pneumonia Syndrome. In: Clinics in Chest Medicine. Philadelphia : WB Saunders Co Vol 12

www.ibliblio.org/herbmed/thomas/pneumonia

www.merckmanual.com/infections/pneumonia

www.wikipedia.com/pneumonia

38

Anda mungkin juga menyukai