Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi hidup manusia. Menurut WHO, sehat diartikan sebagai suatu keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial serta bukan saja keadaan terhindar dari sakit maupun kecacatan (Sujono dan Teguh 2009 : 1). Sedangkan menurut Undang-Undang Kesehatan No. 9 tahun 1960 definisi kesehatan merupakan keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial, cacat dan kelemahan (Suliswati, 2005) Berdasarkan Undang-Undang No 3 tahun 1966, kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat harmonis dan memperhatikan segi kehidupan manusia dan cara berhubungan dengan orang lain (Sujono dan Teguh 2009 : 1). Menurut Rasmun (2001: 11) sehat mental adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Sedangkan definisi gangguan jiwa menurut Undang-Undang No 3 tahun 1966 tentang kesehatan jiwa. Gangguan jiwa adalah adanya gangguan pada fungsi kejiwaan. Fungsi kejiwaan adalah proses, emosi, kemauan dan perilaku psikomotorik termasuk bicara (Suliswati, 2005) Kehidupan manusia dewasa ini yang semakin sulit dan kompleks serta semakin bertambahnya stressor psikososial akibat budaya masyarakat modern yang cenderung lebih sekuler, menyebabkan manusia tidak dapat menghindari tekanan-tekanan hidup yang 1|Page

mereka alami. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas maupun kuantitas penyakit mental-emosional manusia. Kondisi diatas dapat menyebabkan timbulnya gangguan jiwa khususnya pada gangguan isolasi sosial : menarik diri dalam tingkat ringan ataupun berat yang memerlukan penanganan di rumah sakit baik di rumah sakit jiwa atau di unit perawatan jiwa dirumah sakit umum (Nurjannah, 2005: 1).

B. TUJUAN Maksud dan tujuan penyusun dalam makalah ini adalah : a. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa 1 b. Melatih dan membiasakan diri dalam menyusun suatu makalah. c. Mengatualisasikan diri di dunia kerja sebagai tenaga ahli dalam bidang keperawatan. d. Menerapkan teori yang terkadung dalam makalah ke dalam dunia nyata. e. Makalah bertujuan memberikan wawasan lebih jauh tentang aspek keperawatan.

C. RUMUSAN MASALAH Dalam pembuatan makalah ini, penulis menggunakan metode kajian pusataka yang artinya mencari dari bukubuku yang ada kaitannya dengan pembahasan mengenai perawatan Maternitas dan sebagai referensi lainya juga didapat dari situs web di internet yang membahas mengenai hal tersebut disertai dengan pemikiran penulis sendiri.

D. SISTEMATIKA PENULISAN a. Cover b. Halaman Judul

2|Page

c. Kata Pengantar d. Daftar Isi e. Pendahuluan f. Pembahasan g. Penutup h. Daftar Pustaka

E. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan adalah : a. Studi Dokumentasi Yaitu suatu metode yang dilakukan dengan mempelajari naskah-naskah dan dokumen-dokumen lainnya baik berbentuk buku sumber ataupun dari internet. b. Studi Kepustakaan Yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan mempelajari teori-teori dalam buku atau literatur lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

3|Page

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis 1. Pengertian Menarik Diri Banyak sekali pendapat mengenai menarik diri diantaranya menurut Sujono & Teguh dalam bukunya halaman 151. Gangguan hubungan sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam berhubungan sosial. Tiap individu mempunyai potensi untuk terlibat dalam hubungan sosial pada berbagai tingkat hubungan, yaitu hubungan intim biasa sampai hubungan saling ketergantungan. Keintiman saling ketergantungan dalam menghadapi dan mengatasi berbagai kebutuhan setiap hari, individu tidak mampu memenuhi kebutuhannya tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial. Oleh karena itu individu perlu membina hubungan interpersonal. Sedangkan menurut referensi yang lain mengatakan bahwa isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian secara individu dan dirasakan segan terhadap orang lain dan sebagai keadaan yang negatif atau mengancam (Nanda, 2005 : 208). Ada juga pendapat yang mengemukakan bahwa Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau kelompok mengalami, atau merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat dalam aktivitas bersama orang lain, tetapi tidak mampu mewujudkannya (Carpenito, 2009: 1045) Jadi isolasi sosial : menarik diri adalah gangguan berhubungan yang ditandai 4|Page

dengan isolasi sosial dan usaha untuk menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa dia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi rasa, pikiran, prestasi, kegagalan. Kondisi tersebut menjadikannya mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain. 2. Rentang respon Menurut Gail W. Stuart (2006 : 275) Gangguan kepribadian biasanya dapat dikenali pada masa remaja atau lebih awal dan berlanjut sepanjang masa dewasa. Gangguan tersebut merupakan pola respon maladaptif, tidak fleksibel, dan menetap yang cukup berat menyebabkan disfungsi perilaku atau distress yang nyata. Respon adaptif Respon maladaptif

Solitude Autonomi Mutuality Interdependen

Kesepian Penarikan diri Tergantung

Manipulasi Impulsif Narcissisme

Gambar 2.1 : Rentang respon sosial (Gail W. Stuart, 2006 : 275). Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Sujono & Teguh (2009 : 155) respon ini meliputi : a. Solitude atau menyendiri Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencanarencana.

5|Page

b. Autonomy atau otonomi Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. Individu mampu menetapkan untuk interdependen dan pengaturan diri. c. Mutuality atau kebersamaan Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi, dan menerima dalam hubungan interpersonal. d. Interdependen atau saling ketergantungan Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama dan masyarakat. Menurut Sujono & Teguh (2009 : 155) respon maladaptif tersebut adalah :

a. Manipulasi Merupakan gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain. b. Impulsif Merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan, tidak mampu

6|Page

untuk belajar dari pengalaman dan miskin penilaian. c. Narkisisme Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku egosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari orang lain. d. Isolasi sosial Adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.

3. Penyebab Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan timbulnya menarik diri, adapun faktor tersebut adalah, antara lain : a. Faktor predisposisi Menurut Sujono & Teguh (2009 : 156-157) faktor predisposisi pada gangguan isolasi sosial : menarik diri yaitu : 1) Faktor perkembangan Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus terpenuhi. Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan mempengaruhi hubungan sosial. Misalnya anak yang kurang kasih sayang, dukungan, perhatian, dan kehangatan dari orang tua akan memberikan rasa tidak aman dan menghambat rasa percaya.

7|Page

2) Faktor biologis Organ tubuh dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial. Misalnya kelainan struktur otak dan struktur limbik diduga menyebabkan skizofrenia. Pada klien skizofrenia terdapat gambaran struktur otak yang abnormal otak atropi, perubahan ukuran dan bentuk sel limbik dan daerah kortikal. 3) Faktor sosial budaya Norma-norma yang salah di dalam keluarga atau lingkungan dapat menyebabkan gangguan hubungan sosial. Misalkan pada pasien lansia, cacat, dan penyakit kronis yang diasingkan dari lingkungan. 4) Faktor komunikasi dalam keluarga Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga. b. Faktor presipitasi Menurut Sujono & Teguh (2009 : 157) faktor presipitasi pada klien dengan gangguan isolasi sosial : menarik diri yaitu : 1) Stresor sosial budaya Adalah stres yang ditimbulkan oleh sosial dan budaya masyarakat. Kejadian atau perubahan dalam kehidupan sosial budaya memicu kesulitan

8|Page

berhubungan dengan orang lain dan cara berperilaku. 2) Stresor psikologi Adalah stres yang disebabkan karena kecemasan yang berkepanjangan dan terjadinya individu untuk tidak mempunyai kemampuan mengatasinya.

4. Manifestasi Klinik Menurut buku panduan diagnosa keperawatan NANDA (2005-2006:208-209) isolasi sosial memiliki batasan karakteristik meliputi: Data Obyektif : 1) Tidak ada dukungan dari orang yang penting (keluarga, teman, kelompok) 2) Perilaku permusuhan 3) Menarik diri 4) Tidak komunikatif 5) Menunjukan perilaku tidak diterima oleh kelompok kultural dominant 6) Mencari kesendirian atau merasa diakui di dalam sub kultur 7) Senang dengan pikirannya sendiri 8) Aktivitas berulang atau aktivitas yang kurang berarti 9) Kontak mata tidak ada 10) Aktivitas tidak sesuai dengan umur perkembangan 11) Keterbatasan mental/fisik/perubahan keadaan sejahtera 12) Sedih, afek tumpul Data Subyektif: 1) Mengekpresikan perasaan kesendirian

9|Page

2) Mengekpresikan perasaan penolakan 3) Minat tidak sesuai dengan umur perkembangan 4) Tujuan hidup tidak ada atau tidak adekuat 5) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain 6) Ekspresi nilai sesuai dengan sub kultur tetapi tidak sesuai dengan kelompok kultur dominant 7) Ekspresi peminatan tidak sesuai dengan umur perkembangan 8) Mengekpresikan perasaan berbeda dari orang lain 9) Tidak merasa aman di masyarakat 5. Patopsikologi Individu yang mengalami Isolasi Sosial sering kali beranggapan sumber / penyebab Isolasi Sosial itu berasal dari lingkungannya. Padahal rangsangan primer adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, marah, sepi dan takut ditinggal orang yang dicintai, tidak dapat dikatakan segala sesuatu yang dapat mengancam harga diri (self esteem) dan kebutuhan keluarga dapat meningkatkan kecemasan. Untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang bekaitan dengan ansietas diperlukan suatu mekanisme koping yang adekuat. Sumbersumber koping meliputi ekonomi, kemampuan menyelesaikan masalah, tekhnik pertahanan, dukungan sosial dan motivasi. Sumber koping sebagai model ekonomi dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stres dan mengadopsi strategi koping yang berhasil. Semua orang betapapun terganggu perilakunya tetap mempunyai beberapa kelebihan personal yang mungkin meliputi : aktivitas keluarga, hobi, seni kesehatan dan perawatan diri, pekerjaan kecerdasaan dan hubungan

10 | P a g e

interpersonal. Dukungan sosial dari peningkatan respon psikofisiologis yang adaptif, motivasi berasal dari dukungan keluarga ataupun individu sendiri sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan diri pada individu (Stuart dan Sundeen, 1998). Adapun rentang respon biopsikososial menurut Rasmun (2001 : 13) adalah : Faktor predisposisi (Perkembangan biologi, sosiobudaya) Faktor presipitasi (Sosial, budaya, psikologi ) Penilaian terhadap stresor Sumber koping Mekanisme koping

Idealisme

Devaluasi

Harga diri

Peranan

Perpecahan

Identifikasi diri

Kontruktif

Destruktif

RENTANG RESPON SOSIAL

Adaptif - Menyendiri - Otonomi - Kebersamaan - Saling ketergantungan - Ketergantungan - Kesepian - Menarik Diri

Respon Maladaptif - Manipulasi Impulsif

- Narkisme

11 | P a g e

Gambar 2.2 : Patways patopsikologi Isolasi sosial (Gail W. Stuart, 2006 : 275).

6. Sumber Koping Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman terhadap pengaruh gangguan otak pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi seperti model intelegensia atau kreatifitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak dan dewasa muda tentang ketrampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan (Stuart & Sundeen, 1998). Ada 5 sumber koping yang dapat membantu individu beradaptasi dengan stressor yaitu ketrampilan dan kemampuan, ekonomi, tekhnik pertahanan, dukungan sosial dan motivasi (Rasmun, 2001 : 16). Menurut Stuart & Sundeen (1998 : 349) Contoh sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif termasuk : a. Keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan teman. b. Hubungan dengan hewan peliharaan. c. Gunakan kreativitas untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik atau tulisan. 7. Mekanisme Koping Individu yang mempunyai respon sosial maladaptif menggunakan berbagai mekanisme dalam upayanya mengatasi ansietas. Menurut Stuart & Sundeen (1998 : 349350) mekanisme koping yang berkaitan dengan jenis spesifik dari masalah yaitu:

12 | P a g e

a. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian antisosial. 1) Proyeksi. 2) Pemisahan. 3) Merendahkan orang lain. b. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian Borederline. 1) Pemisahan. 2) Reaksi formasi. 3) Proyeksi. 4) Isolasi. 5) Idealisasi orang lain. 6) Merendahkan orang lain. 7) Identifikasi proyektif. Jika individu berada pada kondisi stress, ia akan menggunakan berbagai cara untuk mengatasinya, individu dapat menggunakan satu atau lebih sumber koping yang tersedia (Rasmun, 2001 : 16). 8. Penatalaksaan Penatalaksanaan medis pada pasien dengan Isolasi sosial 1). Terapi medis Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala gangguan jiwa. Menurut Depkes (2000), menurut Rasmun (2003,89-91) jenis obat psikofarmaka adalah a. Clorpromazine (CPZ, Largactile) Indikasi untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan

13 | P a g e

menilai realitas, kesadaran diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental. Waham, halusinasi gangguan perasaan dan perilkau yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mekanisme kerja dopamine pada pasca sinap di otak khususnya system pyramidal. Efek sampingnya adalah sedasi, gangguan otonomi (hipotensi, antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung), gangguan ekstra pyramidal (dystonia akut, akatsia, sindroma parkinsontremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin (amenorhoe, ginekomasti), metabolic (jaundice). Kontra indikasinya yaitu klien dengan penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran disebabkan CNS depresan. b. Haloperidol (Haldol, Serenace) Indikasinya yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Mekanisme kerja dari obat ini adalah obat anti psikosis dalam memblock dopamine pada reseptor paska sinaptik neuron di otak khususnya system limbic dan system ekstra pyramidal. Efeksampingnya meliputi sedasi dan inhibisi psikomotor, Efek sampingnya adalah sedasi, gangguan otonomi (hipotensi, antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung). Kontra indikasnya adalah bagi pasien yang mempunyai penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran.

14 | P a g e

c.

Trihexiphenidyl (THP, Artane, Tremin) Indikasinya untuk segala jenis penyakit Parkinson, termasuk paska ensepalitis dan idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya resenpira dan fenotiazine. Mekanisme kerja sinergis dengan linidine, obat anti depresan trisklik dan kolinergik lainnya. Efek samping dari obat ini adalah mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitas, konstipasi, takikardia dilatasi ginjal retensi urine. Kontra indikasinya meliputi hypersensitive terhadap Trihexiphenidyl, glaucoma sudut sempit, psikosis berat, psikoneurosis, hypertropi prostat dan obstruksi saluran cerna.

2). Terapi Individu Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008) 3). Terapi Kelompok

15 | P a g e

a. Definisi Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia, 2001 dikutip dari Keliat, 2005). Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep, 2008 dikutip dari Keliat, 2005). Terapi aktivitas kelompok adalah terapi yang ditujukan kepada kelompok klien dalam melakukan kegiatan untuk menyelesaikan masalah dan mengubah perilaku maladaptif/destruktif menjadi adaptif/ konstruksi (Keliat, 2005). b. Tujuan dan Fungsi Kelompok Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif. Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah (Keliat, 2005). c. Besar Kelompok Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil menurut Stuart & Laraia adalah 7-10 orang, menurut Lancester adalah 10-12 orang, sedangkan menurut Rawlins, Williams, dan menurut Beck adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi (Keliat, 2005). d. Lamanya Sesi

16 | P a g e

Menurut Stuart & Laraia waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi. Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap kerja dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali / dua kali per minggu, atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan (Keliat, 2005). e. Jenis-Jenis Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Terapi aktivitas kelompok dibagi empat jenis, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensoris, terapi aktivitas kelompok orientasi realitas, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat, 2005). f. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) Terapi aktivitas kelompok (TAK) sosialisasi ( TAKS ) adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial (Keliat, 2005). g. Tujuan TAKS Menurut Keliat (2005), tujuan umum TAK sosialisasi yaitu klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap. Sementara, tujuan khususnya adalah: 1. Klien mampu memperkenalkan diri 2. Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok 3. Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok 4. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan

17 | P a g e

5. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain 6. Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok 7. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang telah dilakukan h. Aktivitas dan Indikasi Aktivitas TAKS dilakukan sebanyak tujuh sesi yang melatih kemampuan sosialisasi klien (terlampir). Klien yang mempunyai indikasi TAKS adalah klien dengan gangguan hubungan sosial berikut: a. Klien menarik diri yang telah mulai melakukan interaksi interpersonal. b. Klien kerusakan komunikasi verbal yang telah berespons sesuai dengan stimulus. i. Sesi-Sesi Dalam Pelaksanaan TAKS Sesi pertama bertujuan agar klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi. Sesi kedua bertujuan agar klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok. Sesi ketiga bertujuan agar klien mampu bercakapcakap dengan anggota kelompok. Sesi keempat bertujuan agar klien mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan anggota kelompok. Sesi kelima bertujuan agar klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi dengan orang lain. Sesi keenam bertujuan agar klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok. Sesi ketujuh bertujuan agar klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan kelompok yang telah dilakukan.

B. Konsep Dasar Keperawatan

18 | P a g e

Dalam melakukan asuhan keperawatan ada enam fase atau langkah dari proses keperawatan yaitu pengkajian, perumusan diagnosis keperawatan, pengidentifikasian outcome, perencanaan, implementasi dan evaluasi ( Stuart & Sundeen, 1995). 1. Pengkajian Menurut Nurjannah (2005 : 30) pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa factor predisposisi, factor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart & Sundeen, 1998). Cara pengkajian lain berfokus pada 5 dimensi yaitu: fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan umumnya dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk tekhnis pengkajian agar mempermudah dalam pengkajian, isinya meliputi: a. Identitas Dalam pengkajian kita mencantumkan identitas klien (nama klien, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan) dan identitas penanggung jawab (nama, umur, alamat, pekerjaan). b. Keluhan utama dan alasan masuk. Pengkajian alasan masuk kita kaji apa yang menyebabkan klien dibawa oleh keluarga ke rumah sakit untuk saat ini, apa yang sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah klien dan bagaimana hasilnya.

19 | P a g e

c. Faktor predisposisi 1) Faktor perkembangan Secara teori, kurangnya stimulasi, kasih sayang dan kehangatan dari ibu (pengasuh) pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya. 2) Faktor biologis Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. 3) Faktor sosiokultural Isolasi sosial dapat terjadi, salah satunya pada tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi. d. Faktor presipitasi 1) Merupakan faktor yang dianggap menyebabkan pasien sakit jiwa atau yang menyebabkan pasien mengalami kekambuhan. 2) Pengalaman yang tidak menyenangkan yang dialami pasien selama fase perkembangan (kegagalan, kehilangan, perpisahan, kematian, trauma selama tumbang) yang pernah dialami klien. 3) Bila tidak ditemukan adanya kejadian atau pengalaman tersebut, tetapi ada riwayat putus obat atau berhenti minum obat, maka dapat dianggap bahwa faktor presipitasi pasien mengalami kekambuhan adalah putus obat. e. Aspek fisik atau biologis. Pada klien menarik diri didapatkan masalah nutrisi, kebersihan diri, dan tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan. f. Aspek psikososial.

20 | P a g e

Meliputi genogram yang dibuat 3 generasi, gambarkan adanya riwayat perceraian, adanya anggota keluarga yang meninggal & penyebab meninggal, pasien tinggal dengan siapa. Kita kaji juga mengenai konsep diri, hubungan sosial dan spiritual pasien. Pengkajian konsep diri, hubungan sosial dan spiritual tidak dapat dilakukan pada pasien yang masih agitasi/gaduh gelisah, bicaranya kacau, ada gangguan memori, pasien yang autistik dan mutisme. g. Status mental Beberapa hal yang perlu dikaji dari status mental yaitu 1) Penampilan fisik : kondisi rambut, kuku, kulit, gigi dan cara berpakaian 2) Pembicaraan : pembicaraan pasien apakah cepat, keras, gagap, membisu, apatis atau lambat 3) Aktivitas motorik : lesu, pasif (hipomotorik), segala aktivitas sehari-hari dengan bantuan perawat atau orang lain, tegang, gelisah, tidak bias tenang (hipermotorik) 4) Alam perasaan : dalam hal ini didapatkan melalui hasil wawancara dengan pasien meliputi adanya perasaan sedih, putus asa, gembira, khawatiran takut (hasil wawancara divalidasi dengan hasil observasi, apakah disforia, eforia) 5) Afek : appropriate (tepat), in appropriate (tidak tepat: datar, tumpul, labil, tidak sesuai) 6) Interaksi selama wawancara : interaksi selama wawancara apakah bermusuhan, tidak kooperatif atau mudah tersinggung, kontak mata selama wawancara. 7) Persepsi : kaji adanya pengalaman halusinasi atau ilusi

21 | P a g e

8) Proses pikir : sirkumtansial, tangensial, kehilangan asosiasi, flight of ideas, blocking, reeming 9) Isi pikir : kaji adanya waham 10) Tingkat kesadaran dan orientasi : bungung, sedasi, stupor 11) Memori : data diperoleh melalui wawancara adakah gangguan daya ingat jangka panjang, gangguan daya ingat jangka pendek dan saat ini 12) Tingkat konsentrasi dan berhitung 13) Kemampuan penilaian 14) Daya tilik diri h. Kebutuhan persiapan pulang Kita kaji apakah dari hasil observasi klien sudah mampu melakukan activity daily live secara mandiri atau masih dengan bantuan selama di rumah sakit dan di rumah i. Mekanisme koping Data dari hasil wawancara meliputi koping adaptif sampai dengan koping maladaptif j. Masalah psikososial dan lingkungan. Adanya penolakan di lingkungan tempat tinggal atau masyarakat, adanya penolakan di tempat kerja atau sekolah, adanya penolakan dari keluarga terhadap pasien k. Pengetahuan Berisi tentang pemahaman pasien mengenai penyakit, tentang

kekambuhan, pemahaman tentang manajemen hidup sehat.

22 | P a g e

l. Aspek medik Diagnosa medis dan program therapy atau pengobatan yang sedang dijalani oleh pasien. (Workshop Standar Asuhan & Bimbingan Keperawatan Jiwa RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang, 2007)

2. Pohon Masalah Pohon masalah pada klien dengan Isolasi sosial : menarik diri, yaitu:

Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri Akibat

Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik

Gangguan sensori/persepsi: halusinasi pendengaran

Gangguan Penyebab pemeliharaan kesehatan

Isolasi sosial: menarik diri Masalah utama

Defisit perawatan diri: Mandi dan berhias

Ketidakefektifan koping keluarga: ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah kronis

Penyebab

23 | P a g e

Gambar 2.2 : Pohon masalah isolasi sosial : menarik diri (Keliat, B. A., 2005:20)

3. Diagnosa Keperawatan Keliat, B. A. (2005 : 20) merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan isolasi sosial : menarik diri, sebagai berikut : a. Isolasi sosial b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi d. Koping individu tidak efektif e. Defisit perawatan diri f. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan 4. Intervensi Keperawatan Menurut (Workshop Standar Asuhan & Bimbingan Keperawatan Jiwa RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang, 2007) strategi pelaksanaan tindakan keperawatan menggunakan SP, yaitu : a. Diagnosa 1. Isolasi Sosial Tujuan: Dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap I. Pasien SP 1 (pasien) : 1.1. Membina hubungan saling percaya 1.2. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosia pasien. 1.3. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain.

24 | P a g e

1.4. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain. 1.5. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang. 1.6. Menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian. SP 2 (pasien) : 2.1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. 2.2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan dua orang. 2.3. Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. SP 3 (pasien) : 3.1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. 3.2. Memberikan kesempatan kepada pasien berkenalan dengan dua orang atau lebih. 3.3. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian. II. Keluarga SP 1 (keluarga) : 1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien. 1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien beserta proses terjadinya. 1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial

25 | P a g e

SP 2 (keluarga) : 2.1. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan isolasi sosial. 2.2. Melatih keluarga cara merawat langsung kepada pasien isolasi sosial. SP 3 (keluarga) : 3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning). 3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.

26 | P a g e

BAB III PENUTUP

A.

Kesimpulan Saat melakukan pengkajian status kesehatan klien dengan gangguan hubungan

social : menarik diri. Pengkajian juga dilakukan dengan melihat status klien (dokumen rekam medis), sehingga dapat diperoleh data yang tepat sesuai dengan kondisi klien dan sesuai masalah yang timbul. Perencanaan asuhan keperawatan terutama dalam perencanaan asuhan

keperawatan pada klien menarik diri, dibuat berdasarkan yang diperoleh dari pengkajian, disesuaikan juga dengan kondisi klien, dengan demikian dapat membantu proses penyembuhan secara optimal. Dokumentasi yang lengkap dalam asuhan keperawatan akan mempermudah perawat dalam intervensi dan implementasi tindakan keperawatan yang sesuai kondisi klien.

B. Saran Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dijadikan sebagai bahan acuan bagi setiap orang yang ingin memahami dan mempelajari tentang Asuhan Keperawatan pada klien dengan isolasi sosial : menarik diri dan semoga dapat memenuhi tugas mata ajar Keperawatan Jiwa 1, serta dapat menambah referensi sumber atau makalah diperpustakaan sekolah tinggi ilmu kesehatan kota sukabumi.

27 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino

Gondoutomo. 2003 Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia : Lipincott-Raven Publisher. 1998 Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999 Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998 Stuart, G.W and Sundeen. Principle and practice of psychiatric nursing. 5thed. St Louis Mosby Year Book.1995 Stuart. G.W and Laraia. Principle and practice of psychiatric nursing.7thed. St Louis Mosby Year Book. 2001

28 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai