Anda di halaman 1dari 10

GUIDELINE EFNS DALAM DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN METASTASE OTAK: LAPORAN GUGUS TUGAS EFNS

Tujuannya adalah untuk menyusun garis pedoman berdasarkan bukti dan mengidentifikasi kontroversi dalam manajemen pasien dengan metastase otak. Pengumpulan data ilmiah didapatkan melalui konsultasi dari perpustakaan cochrane , kumpulan data bibliografi, karya ilmiah dan garis pedoman sebelumnya dariperkumpulan danorganisasi peneliti. Diagnosis jaringan amat diperlukan ketika tumor primer tidak diketahui atau aspek dari CT/MRI tidak khas. Dexametason merupakan kortikosteroid pilihan pada edema otak. Antikonvulsan sebaiknya tidak diberikan untuk profilaksis. Pembedahan harus dipertimbangkan bila terdapat 3 metastase otak, lebih efektif dalam perpanjangan masa bertahan ketika tidak ada penyakit sistemik atau terkontrol dan performa tubuh baik. Radiosurgery stereotaktik harus dipertimbangkan pada pasien dengan metastase diameter 3,5 cm atau lebih. Wholebrain radiotherapy (WBRT) setelah operasi atau radio surgery masih diperdebatkan, dalam hal tidak ada/kontrol kanker sistemik dan skor performa karnofsky 70 atau lebih, seseorang dapat menunda WBRT pertama atau WBRT lebih awal dengan fraksinasi konvensional untuk mencegah neurofoksisitas. WBRT tunggal merupakan terapi pilihan untuk pasien dengan metastase otak tunggal atau multipel yang tidak dimungkinkan untuk operasi atau radiosurgery. Kemoterapi dapat menjadi terapi awal untuk pasien dengan metastase otak dari tumor yang kemosensitif. Kata Kunci: Metastase otak, diagnosis, evidence-based guidelines, pengobatan Latar Belakang Metastase otak merupakan penyebab penting dalam morbiditas dan mortalitas pasien kanker. Metastase otak lebih sering daripada tumor otak primer. Insiden metastase otak meningkat sebagai konsekuensi peningkatan angka harapan hidup penderita kanker dan peningkatan deteksi menggunakan magnetic resonance imaging (MRI). Metastase otak muncul sekitar 20-40% dari pasien kanker, menjadi simptomatic pada 60-75% kasus. Pada dewasa, tumor primer yang sering bermetastase berdasarkan lokasi yaitu paru (minimal 50%), payudara (15-25%), kulit (5-20%), kolonrektum dan ginjal. Tapi secara umu, tumor ganas dapat bermetastase ke otak. Lokasi tumor primer yang tidak diketahui bisa mencapai 15% pasien. Metastase otak lebih sering terdiagnosa pada pasien yang diketahui ganas (tampilan metakronis). Dalam jumlah yang lebih kecil (30%) metastaseotak terdiagnosis bersamaan dengan tumor primer (tampilan sinkronus) atau sebelum ditemukan tumor primer (tampilan prekosius). Performa yang baik (gambar 1), metastase otak soliter, tidak ada metastase sistemik,, tumorprimer terkontrol dan usia muda (<60-65 tahun) merupakan faktor prognosis yang paling penting. Berdasarkan faktor-faktor ini, Kelompok Onkologi Terapi Radiasi (US) telah mengidentifikasi subkelompok pasien dengan prognosis berbeda (Recursive Partitioning

Analysis (RPA)) Kelas I,II, dan III1. Fungsi Neurokognitif merupakan prognosis penting3,4. Prognosis ini sama baik untuk pasien yang diketahui tumor primernya ataupun tidak5. Strategi Pencarian Kami mencari mengikuti database: Perpustakaan Cochrane; Medline-Ovid (januari 1966 sampai sekarang); Medline ProQuest; Medline-EIFL; Embase Ovid(Januari 1990 sampai sekarang); Cancer Net; Sciece Citation Index (ISI). Kami menggunakan kata kunci spesifik dan sensitive, begitu juga kombinasi kata kunci dan publikasi dalam berbagai bahasa Negara diwakili dalam gugus tugas. Kami juga mengumpulkan guideline nasional dan perkumpulan multidisiplin neuro onkologi eropa dan grup (dari italia, perancis, belanda, jerman dan inggris raya). Selain itu kami melakukan investigasi (melalui pertanyaan email) sehubungan dengan sikap anggota gugus tugas dan beberapa masalah kritis, mencermikan perbedaan situasi nasional dan spesialisasi (11 neurolog, 1 ahli bedah saraf, 1 ahli radiologi onkologi dan 1 onkologi medik) Metode dalam konsensus pencarian Bukti-bukti ilmiah dikumpulkan dari literature dievaluasi dan dinilai berdasarkan guideline EFNS 6, dan rekomendasi diberikan berdasarkan karya ilmiah yang sama. Bila tidak teradapat bukti rekomendasi A-C yang cukup, kami memberikan rekomendasi berupa poin baik bila disetujui oleh semua anggota gugus tugas. Ketika menganalisa hasil dan menggambarkan rekomendasi, dalam setiap tahap, perbedaan diselesaikan dengan diskusi, dan bila tetap ada, akan dilaporkan dalam tulisan. Hasil Diagnosis Sakit kepala (40-50%), defisit neurologis fokal (30-40%) dan kejang (15-20%) merupakan gejala yang paling sering muncul. Sejumlah kecil pasien memiliki onset mirip stroke akut, yang lebih sering dihubungkan dengan perdarahan intratumor (melanoma, koriokarsinoma, dan karsinoma ginjal). Perubahan status mental atau perubahan kognisi terlihat pada pasien dengan metastase multiple dan/atau peningkatan tekanan intrakranial, terkadang menyerupai ensefalopati metabolik. MRI dengan kontras lebih sensitive daripada CT dengan kontras (termasuk kontras dosis ganda perlahan) atau MRI tanpa penyangatan dalam mendeteksi metastase otak, khususnya bila terletak di fosa posterior dan sangat kecil7 (eviden kelas 2). dosis ganda atau tiga kali lipat kontras gadolinium lebih baik daripada dosis tunggal, namun peningkatan dosis dapat meningkatkan temuan positif palsu 8 (eviden kelas 3). Tidak ada gambaran patognomonis dalam CT atau MRI yang membedakan metastase otak dengan tumor otak primer (lebih sering glioma maligna dan limfoma) atau kondisi non neoplasma

(abses,infeksi, penyakit demielinasi, dan lesi vaskuler). Lokasi perifer, bentuk sferis, penyangatan melingkar dengan edema peritumor yang menonjol dan lesi multipel, semuanya dicurigai sebagai penyakit metastase, karakteristik ini sangat membantu namun bukan untuk diagnostic, meskipun pada pasien dengan riwayat kanker. MRI diffusion-weighted dapat membantu untuk diagnosa banding dari lesi serebri dengan penyangatan melingkar (difusi terbatas pada abses dibandingkan difusi tidak terbatas pada kista atau glioblastoma nekrois atau metastase), namun temuan tersebut tidak spesifik9,10 (eviden kelas 3). Pada pasien yang secara histology dikonfirmasi atau secara radiologis dicurigai metastase otak dan tidak punya riwayat kanker, CT thorax lebih sensitive daripada radiografi thorax dalam mendeteksi tumor paru (lebih sering non-small lung ca) (evidens kelas 3). CT abdomen kadang-kadang menunjukkan kanker yang tidak terduga. Investigasi lebih lanjut hampir tidak pernah menghasilkan tanpa temuan positif pada riwayat pasien atau tanda local pada pemeriksaan fisik untuk memperkirakan tumor primer11 (eviden kelas 3). PET FDG seluruh tubuh merupakan laat sensitive untuk mendeteksi suatu kemungkinan tumor primer dengan melihat fokus dari ambilan abnormal, sering di paru12 (evidens kelas 3), namun spesifitas dalam diferensiasi tumor ganas dari lesi inflamasi atau tumor jinak relatif rendah. Perawatan suportif Kebanyakan ahli saraf menggunakan deksametason untuk mengontrol edema otak, karena memiliki efek mineralokortikoid yang minimal dan waktu paruh yang panjang. Pasien umumnya diberikan dosis awal 4-8 mg/hari13 (eviden kelas 2). Sampai 75% pasien dengan metastase otak menunjukkan perbaikan neurologis dalam 24-72 jam setelah diberikan deksametason. Kortikosteroid lain juga efektif bila diberikan pada dosis yang poten. Efek samping pemberian deksametason jangka panjang termasuk miopati cukup sering dan berakibat kecacatan. Ketika digunakan sebagai terapi tunggal, deksametason menghasilkan remisi sekitar 1 bulan dan akan meningkat lagi dalam waktu 4-6 minggu ketika pasien tidak mendapat terapi lagi14 Perlunya obat antikonvulsan adalah cukup jelas pada pasien dengan riwayat kejang ketika tumor otak terdiagnosa. Meskipun banyak klinisi secara rutin memberikan obat profilaksis obat antiepilepsi (AED) pada pasien dengan metastase otak , evidens (kelas 1) tidak mendukung praktek seperti itu. Subkomite Standar kualitas dari American Academy of Neurology (AAN) telah melaporkan profilaksis antikonvulsan pada pasien yang baru didiagnosa tumor otak, termasuk metastase otak15. 12 Penelitian, baik randomized controlled trials atau kohort, meneliti kemampuan profilaksis AED (fenitoin, fenobarbital, asam valproat) untuk mencegah kejang pertama kali, telah diperiksa dan tidak ada satupun yang menunjukkan efikasi. Tingkat subterapi dari antikonvulsan sangat umum dan keparahan dari efek samping nampak lebih besar (20-40%) pada pasien tumor otak dibanding populasi umum yang mendapatkan antikonvulsan, kemungkinan disebabkan interaksi obat (eviden kelas 2). Fenitoin, karbamazepin. dan fenobarbital merangsang sistem sitokrom P450 dan 3

memicu metabolisme kortikosteroid dan agen kemoterapi seperti nitrourea, paklitaksel, siklofosfamid, topotekan, irinotekan, tiotepa, adriamisin, dan metrotexat, dan hal ini mengurangi efikasinya. Peran dari antikolvusan profilaksis masih ditujukan spesifik pada kelompok pasien yang berisiko tinggi terjadi kejang, misalnya pada pasien dengan melanoma metastase, lesi hemoragik, dan metastase multipel.Untuk pasien yang melakukanprosedur bedah saraf efikasi profilaksis belum terbukti 16 (eviden kelas 2) dan AAN merekomendasi penghentian AED setelah 1 minggu operasi. Efikasi AED novel (levetiracetam, topiramat, gabapentin, okskarbazepin, dan lamotrigin) dalam mengontrol kejang epilepsy belum diteliti secara luas. Terapi antikoagulan merupakan pengobatan standar untuk tromboemboli vena akut (VTE) pada pasien kanker. Sebagai terapi awal, heparin berat molekul rendah subkutan (LMWH) terbukti efektif dan aman seperti heparin tidak terfraksinasi intravena (UFH)17 (eviden kelas 1). LMWH lebih eektif dari pada antikoagulan oral (warfarin) dalam mencegah VTE berulang pada pasien kanker 18 (eviden kelas 1). Durasi terapi antikoagulan belum secara sesifik ditentukan pada pasien kanker. Profilaksis dengan UFH atau LMWH mengurangi resiko VTE pada pasien dengan operasi besar untuk kanker (eviden kelas 2) Pengobatan metastase otak tunggal Pembedahan Tiga percobaan acak membandingkan operasi reseksi diikuti wholebrain radiotherapy (WBRT) dengan hanya WBRT19,21. Dua studi awal menunjukkan kelebihan pada pasien yang menerima terapi kombinasi (median 9-10 bulan dan 3-6 bulan). Pada studi Patchel, pasien yang mendapat pembedahan menunjukkan relaps local yang lebih rendah (20% vs 52%) dengan waktu fungsional yang lebih lama. Studi ketiga dengan jumlah lebih banyak pasien dengan penyakit sistemik aktif dan nilai karnofsky rendah, tidak menunjukkan keuntungan dengan tambahan pembedahan. Terdapat eviden kelas I bahwa keuntungan operasi reseksi terbatas pada sekelompok pasien dengan penyakit sistemik terkontrol dan performa yang baik. Operasi reseksi pada mayoritas pasien perbaikan gejala yang cepat darihipertensi intrakranial, berkurangnya defisit neurologis fokal dan kejang, dan penurunan dosis steroid cepat. Reseksi total metastase otak dapat mencapai morbiditas yang rendah dengan menggunakan sistem imajing kontemporer, seperti MRI fungsional preoperasi., navigasi neuro intraoperasi dan pemetaan korteks22 (eviden kelas IV). Reseksi kombinasi metastase otak soliter dan karsinoma paru non small cell sinkronis (tingkat I dan II) akan meningkatkan hasil, menghasilkan rerata bertahan sampai 12 bulan, dengan 10-30% pasien bertahan hingga 5 tahun23 (eviden kelas III). Pada pasien dengan relaps local metastase otak tunggal dan performa yang baik, operasi ulangan dapat memperbaiki defisit neurologis dan waktu bertahan semakin panjang22 (eviden kelas III).

Stereotactic Radiosurgery Stereotactic Radiosurgery (SRS) mengijinkan pemberian radiasi dosis tinggi tunggal dengan target 33,5 cm diameter maksimal menggunakan pisau gamma (kobalt multiple) atau akselerator linear (linac) melalui alat stereotaktik. Dosis cepat habis SRS meminimalkan risiko kerusakan jaringan saraf normal. Pasien yang baru di diagnosa metastase otak mengurangi gejala, kontrol tumor local (dilihat sebagai pengkerutan atau berhenti tumbuh) pada 1 tahun sekitar 80-90% dan nilai tengah bertahan dilaporkan 6-12 bulan24,25 (eviden kelas II). Metastase dari tumor yang resisten radiasi seperti melanoma, rend cell carcinoma dan kanker kolon, merespon SRS dengan baik seperti tumor yang sensitif radiasi. Radiosurgery memungkinkan pengobatan metastase otak dihampir semua lokasi. Jenis prosedur radiosurgery, pisau gamma atau linac tidak berpengaruh terhadap hasil27 (eviden kelas II). Harapan hidup dengan radiosurgery dibandingkan dengan yang pembedahan24,25 (eviden kelas II). SRS lebih minimal dalam invasive dibanding pembedahan dan dapat dilihat dari keluaran pasien, dan memberikan biaya yang lebih efektif dibanding pembedahan, disisi lain pasien dengan lesi yang lebih lebar memerlukan pemberian steroid jangka panjang. Radiosurgery efektif untuk pasien dengan metastase otak yang telah kambuh setelah WBRT konvensional28 (eviden kelas II). Radioterapi stereotaktik hipofraksinosi dapat menjadi alternatif dari SRS. Komplikasi akut (awal) dan kronik (lambat) setelah radiosurgery untuk metastase otak relatif baru . Reaksi akut (karena edema) muncul pada 7-10% pasien, lebih sering dalam 2 minggu pengobatan dan termasuk sakit kepala, mual dan muntah, penurunan defisit neurologis dan kejang. Reaksi ini pada umumnya bersifat reversible dengan pemberian steroid, komplikasi kronis termasuk perdarahan dan radionekrosis (1-12%), memerlukan operasi ulang pada 4% pasien. Secara radiografi, peningkatan bertahap pada ukuran lesi yang tidak teradiasi, dengan peningkatan edema dan efek massa, dengan atau tanpa radionekrosis, tidak bisa dilepaskan dari perkembangan tumor: FdG-PET30 dan MR spektroskopi dapat memberi informasi tambahan. Radioterapi seluruh otak setelah pembedahan atau radiosurgery (WBRT ajuvan) Masih menjadi kontroversi apakah WBRT ajuvan, yang secara rasional menghancurkan timbunan metastase mikroskopik pada lokasi tumor asal atau jauh dari lokasi intrakranial, diperlukan setelah operasi reseksi komplit atau radiosurgery. Pengobatan yang memakan waktu, neurotoksisitas jangka panjang dan kemampuan efektivitas pengobatan pada kekambuhan menjadi argument utama dalam menentang WBRT. WBRT ajuvan setelah pembedahan reseksi komplit secara signifikan mengurangi kekambuhan CNS lokal maupun jauh (18% vs 70%), tanpa mempengaruhi harapan keseluruhan atau ketergantungan secara fungsional32 (eviden kelas 1). Keuntungan harapan terbaru untuk tambahan WBRT didapatkan pada sekelompok pasien tanpa penyakit ekstrakranial33. WBRT dalam hubungannya dengan radiosurgery meningkatkan kontrol local dan mengurangi resiko metastase otak jauh baru, tetapi kebanyakan studi (bukan acak) mendukung pandangan bahwa kombinasi 5
29

radiosurgery dan WBRT tidak meningkatkan harapan secara umum, kecuali pada pasien yang tanpa penyakit ekstrakranial26 (eviden kelas 2). WBRT dapat menyebabkan efek sampina awal (kelelahan, alopesia, disfungsi tuba eustasius) dan neurotoksisitas lanjut. Pasien jangka panjang setelah mendapat WBRT kebanyakan terjadi perubahan radiografi pada CT atau MRI, termasuk atrofi kortek, ventrikulomegali dan hiperintens dari substansia alba periventrikulr pada T2 dan gambaran inverse cairan. Sampai 11% pasien mengalami gejala klinis seperti gangguan kehilangan ingatan sampai demensia, gangguan cara melangkah dan inkontinensia urine. Risiko neurotoksistas lanjut lebih tinggi dengan radioterapi hipofraksinasi (ukuran fraksi >2 Gy)34 Radioterapi seluruh otak tunggal Angka harapan tengah setelah WBRT tunggal adalah 3-6 bulan, jadwal fraksinasi yang berbeda berkisar dari 20 Gy dalam 1 minggu sampai 50 Gy dalam 4 minggu, hasilnya dibandingkan 35,36 (eviden kelas 2). Mual, muntah, sakit kepala, demam dan gejala neurologis yang memburuk pada fase awal terapi diobservasi. Pengobatan metastase otak multipel Angka harapan tengah setelah WBRT tunggal adalah 2-6 bulan, paliatif yang baik dari gejala termasuk sakit kepala, defisit motorik, kebingungan dan gangguan nervus kranialis. Pengobatan hipofraksinasi biasa dikerjakan pada 30 Gy dalam 10 fraksi atau 20 Gy dalam 5 fraksi. Pada pasien dengan prognosis buruk, perawatan suportif sering diberikan. Radiosurgery merupakan alternative dari WBRT untuk pasien dengan 3 matastase otak. WBRT bersama radiosurgery memperbaiki ketergantungan fungsional tetapi tidak bertahan pada pasien dengan 2 atau 3 lesi27 (eviden kelas 1). Diantara radiosensitizier baru yang digunakan bersama WBRT standar, moteksafin-gadolinum dan RSR 13 menunjukan kelebihan dalam memperpanjang waktu perkembangan neurologis/neurokognitif pada pasien dengan metastase otak dari kanker paru atau RPA kelas 237,38 (eviden kelas 3), lesi dapat dikases dan pasien relatif muda, dalam kondisi neurologis baik dan penyakit sistemik terkontrol, pembedahan reseksi komplit memberikan hasil yang dapat dibandingkan dengan yang memiliki lesi tunggal (eviden kelas 3) Aturan kemoterapi Kemosensitif merupakan faktor penting respon metastase otak terhadap kemoterapi25: metastase otak sering berespon seperti tumor primer dan metastase ekstrakranial; angka respon yang lebih tinggi diobservasi ketika baru didiagnosa, respon kanker sistemik dan otak menurun pada terapi lini kedua dan ketiga; respon metastase otak terhadap kemoterapi dari kebanyakan tumor kemosensitif ( small cell lung carcinoma, germ cell tumor, dan limfoma) sama seperti yang diobservasi setelah radioterapi. Penetrasi sawar darah otak merupakan faktor pembatas dalam mikrometastase dan agen dengan target
39

hanya

molekul. Kombinasi radioterapi dan kemoterapi dapat meningkatkan respon dan/atau harapan perkembangan, tetapi tidak harapan keseluruhan40-42 (eviden kelas 1) Pengobatan baru Pengobatan baru dari metastse otak masih dalam tahap penelitian, baik secara local maupun sistemik. Modalitas inovasi dari iradiasi local pascaoperasi adalah sistem terapi radiasi gliasite, berisi inflatable balloon yang ditempatkan pada lubang reseksi saat tumor diangkat dan diisi dengan cairan yang mengandung iodin-125. Dosis yang diberikan sampai 60 Gy pada 1 cm dan alatnya dikeluarkan setelah 3-6 hari pengobatan. Studi multilokasi fase 2 terhadap metastase otak tunggal sudah lengkap di amerika dan analisa awal mengindikasikan bahwa prosedur tersebut relatif aman dan angka kekambuhan local menjadi menurun43. Kemoterapi local, menggunakan BCNU-impregnated biodegradable polymer yang ditempatkan pada lubang reseksi saat ini sudah menjalani percobaan klinis di amerika. Obat sitotoksis baru seperti temozolamid, fotemustin, dan capecitabin sedang diteliti, baik tunggal maupun kombinasi, pada metastase otak dari berbagai macam tumor25. Diantara agen target molekul, hasil preeliminer pada metastase otak dari kanker paru non-small cell dilaporkan dengan gefitinib (ZD 1839), suatu penghambat reseptor tirosin kinase faktor pertumbuhan epidermal oral 44. Agen molekuler baru, dengan target angiogenesis dan/atau proliferasi dan/atau invasi dan/atau apoptosis akan tersedia pada percobaan klinis dimasa mendatang. Rekomendasi dan poin penting praktis Diagnosis Ketika gejala neurologis dan/atau tanda muncul pada pasien dengan kanker sistemik, adanya metastase otak harus selalu dicurigai. Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang telaten dengan perhatian khusus terhadap adanya pernyakit sistemik dan kondisi fisik secara umum (perkiraan kondisi) sangat direkomendasikan. Tabel 1. Status performa Karnovsky (KPS) KPS 100 KPS 90 KPS 80 KPS 70 KPS 60 Normal, tak ada keluhan, tidak terbukti sakit Mampu beraktifitas normal, tanda minor atau gejala penyakit Aktifitas normal dengan usaha, beberapa tanda dan gejala penyakit Merawat diri sendiri, tidak mampu beraktifitas normal atau bekerja aktif Memerlukan pertolongan sewaktu-waktu tapi masih mampu merawat hal pribadi 7

KPS 50 KPS 40 KPS 30 KPS 20 KPS 10 KPS 0

Memerlukan pertolongan dan perawatan lebih sering Ketidakmampuan, memerlukan pertolongan khusus Ketidakmampuan berat, indikasi rawat inap meskipun belum mengancam nyawa Sangat sakit, membutuhkan rawat inap, pengobatan suportif sangat diperlukan Kondisi berat, perkembangan penyakit sangat cepat Kematian Computed tomography (termasuk kontras dosis ganda perlahan) kemampuannya dibawah

MRI, tapi masih berguna ketika menunjukkan metastase otak banyak. MRI dengan penyangatan kontras diindikasikan ketika (a) operasi atau radiosurgery menemukan 1 atau 2 metastase pada CT dengan penyangatan dan status performa karnofsky (KPS) 70; (b) CT dengan penyangatan kontras negative tapi dari anamnesa mendukung adanya metastase otak pada pasien dengan keganasan; dan (c) CT tidak mampu mengeliminasi lesis non neoplastik (abses, infeksi, penyakut demielinisasi dan lesi vaskuler). Semua rekomendasi ini merupakan level B. MRI difusi berguna untuk diagnosa banding lesi penyangatan melingkar (rekomendasi level C). EEG diindikasikan pada pasien yang mengalami kejang tapi tidak diklasifikasikan sebagai epilepsi (poin penting). Diagnosis jaringan (dengan operasi terbuka atau stereotaktik) sebaiknya didapatkan ketika (i) tumor primer tidak diketahui (ii) kanker sistemik dikontrol dengan baik dan pasien sudah bertahan lama, (iii) lesi pada MRI tidak menunjukkan tipe metastase otak dan (iv) terdapat dugaan klinis abses (demam, tanda meningeal) (rekomendasi level B). Pada pasien yang tidak diketahui tumor primernya, CT abdomen/dada dan mamografi direkomendasikan, namun evaluasi lebih lanjut tidak diperlukan bia tidak ada gejala atau indikasi dari biposi otak (poin penting). FDG PET dapat berguna untuk mendeteksi tumor primer (poin penting). Studi histopatologi pada metastase otak dapat memberikan informasi berguna dalam memperkirakan organ asal dan memandu diagnostik yang lebih khusus: pewarnaan imunohistokimia untuk mendeteksi jaringan, organ atau antigen spesifik tumor sanagat berguna (poin penting). sitologi cairan serebrospinl diperlukan bila diperkirakan ada meningitis karsinomatous (poin penting). Perawatan suportif Deksametason adalah kortikosteroid pilihan dan dosis dua kali sehari cukup bermanfaat (poin penting). Pada kebanyakan kasus dosis awal tidak lebih dari 4-8 mg/hari, tetapi pasien dengan gejala berat termasuk perubahan kesadaran atau tanda lain dari peningkatan tekanan intrakranial, dapat dimulai dari dosis lebih tinggi 16mg/hari atau lebih (rekomendasi level B). Untuk mengurangi dosis harus setelah 1 minggu mulai terapi; jika memungkinkan steroid diturunkan dalam jangka waktu 2 8

minggu. Bila tidak memungkinkan untuk menghentikan, harus dicari dosis paling kecil yang paling mungkin. Pasien asimtomatis tidak perlu steroid. Steroid dapat mengurangi efek samping akut dari terapi radiasi. semua rekomendasi ini adalah poin penting. Antikonvulsan sebaiknya tidak diresepkan untuk profilaksis (rekomendasi level A). Pada pasien yang menderita kejang epilepsi dan memerlukan terapi pendamping bersama kemoterapi, obat antiepilepsi yang meninduksi enzim harus dihindari (rekomendasi level B) Pada pasien dengan VTE, LMWH cukup efektif dan ditoleransi dengan baik untuk terapi awal maupun profilaksis sekunder (rekomendasi level A). Durasi yang direkomendasikan berkisar 3-6 bulan untuk terapi antikoagulan (poin penting). Profilaksis pada pasien yang akan dioperasi

direkomendasikan (rekomendasi level B) Pengobatan metastase otak tunggal operasi reseksi harus diperitmbangkan pada pasien metastase otak dengan lokasi yang terjangkau, terutama bila ukurannya besar, efek massa dipertimbangkan dan adanya hidrosefalus obstruktif (poin penting). Operasi dipertimbangkan bila penyakit sistemik absen atau terkontrol dan skor performa karnofsky 70 atau lebih (rekomendasi level A). Ketika kombinasi reseksi dari metastase otak tunggal dan sebuah karsinoma paru non-small cell (stage I dan II) adalah layak, maka operasi untuk lesi otak harus menjadi yang pertama, dengan perbedaan antara 2 operasi tidak lebih dari 3 minggu (poin penting). Pasien dengan kebingungan namun penyakit sistemik terkontrol (misalnya metastase tulang dari kanker payudara) atau dengan tumor primer radioresistan (melanoma, renal cell carcinoma, dan kanker kolon) dapat bermanfaat dengan operasi (poin penting). Operasi pada kasus kekambuhan dapat berguna pada pasien tertentu (rekomendasi level C). Radiosurgery stereotaktik dipertimbangkan pada pasien metastase dengan diameter 3-3,5 cm dan/atau berlokasi di area kortek fasih, ganglia basalis, batang otak atau komorbid yang menghalangi operasi (rekomendasi level B). Pisau gamma atau Linear accelerator (Linac) sama efektifnya (rekomendasi level B). SRS mungkin efekyif pada kekambuhan setelah terapi radiasi sebelumnya (rekomendasi level B) Aturan untuk WBRT ajuvan setelah pembedahan atau radiosurgery masih harus diklarifikasi. Pada kasus tanpa penyakit sistemik atau terkontrol dan skor performa karnofsky 70, WBRT awal dapat ditahan bila pemantauan dengan MRI (setiap 3-4 bulan) dilakukan, atau dilakukan WBRT lebih awal dengan fraksi 1,8-2 Gy sampai dosis total 40-55 Gy untuk mencegah neurotoksisitas (poin penting). Radioteraphy seluruh otak tunggal merupakan terapi pilihan untuk pasien dengan penyakit sistemik aktif dan/atau status performa yang buruk dan harus menggunakan regimen hipofraksinasi 9

misalnya 30 Gy pada 10 fraksi atau 20 Gy pada 5 fraksi (rekomendasi level B). Untuk pasien lanjut usia dengan status performa yang buruk, WBRT dapat ditunda dan diberikan perawatan suportif saja (poin penting) Pengobatan metastase otak multipel pada pasien dengan metastase otak minimal 3, status performa baik (KPS70) dan penyakit sistemik terkontrol, SRS merupakan alternatif dari WBRT (rekomendasi level B), operasi reseksi merupakan pilihan ketika lesi berada di tempat yang bisa diakses (rekomendasi level C). Pada pasien dengan metastase otak lebih dari 3, WBRT dengan hipofraksinasi merupakan terapi pilihan (rekomendasi leve B). Pada pasien yang berbaring dapar dipikirkan untuk menahan terapi radiasi aktif dan mengurangi terapi perawatan suportif (poin penting). Aturan Kemoterapi Kemoterapi bisa menjadi pengobatan awal pada pasien metastase otak yang berasal dari tumor sensitif kemo, seperti kanker paru small cell, limfoma, germ cell tumor dan kanker payudara, terutama bila pasien belum pernah dikemo atau bila jadwal kemoterapi masih tersedia (poin penting). Terapi radiasi, dengan atau tanpa kemoterapi masih merupakan pilihan terapi untuk pasien yang memerlukan terapi paliatif dari gejala neurologis (poin penting). Guideline akan diperbaharui dan disesuaikan paling tidak setiap 2 tahun. Konflik Kepentingan Tidak ada satupun anggota gugus tugas termasuk dewan yang memiliki konflik kepentingan.

10

Anda mungkin juga menyukai