Anda di halaman 1dari 9

Acute Mountain Sickness

KELOMPOK VII 03008014 Akbar Sidiq 03008036 Arevia Mega D. Utami 03008072 Cynthia Karamina E. 03008096 Faishal Lathifi 03008114 Hani Amalia 03008124 I Made Surya Dinajaya 03008156 Mariza Wanda Aprila 03008176 Ni Luh Ayudi Martini 03008190 Paramitha Dwi Putri 03008202 Reinita Arlin Puspita 03008232 Stephanie M. C. 03008250 Vida Rahmi Utami 03008252 Vithia Ghozalla 03008260 Yolanda Nababan 03008274 Izzul Akmal Bin Kadarusma 03008298 Nur Zahiera Bt Muhd Najib

JAKARTA 25 JUNI 2009

I. PENDAHULUAN
Tubuh kita diperlengkapi secara optimal untuk hidup di bawah tekanan atmosfer normal. Naik ke puncak gunung yang jauh dari ketinggian permukaan laut atau turun ke dasar samudra dapat menimbulkan efek merugikan bagi tubuh. Tekanan atmosfer secara progresif berkurang seiring dengan peningkatan ketinggian. Di ketinggian 5400 m diatas permukaan laut, tekanan atmosfer hanya 380 mmHg separuh dari nilainya diatas permukaan laut. Karena proporsi O 2 dan N2 dengan udara tidak berubah, P02 udara inspirasi di ketinggian tersebut adalah 21 % dari 380 mmHg, atau 80 mmHg, dengan PO2 alveolus, yaitu 45mmHg. Pada setiap ketinggian diatas 3000 m, PO2 arteri turun dibawah rentang aman daerah kurva mendatar kebagian curam dari kurva O 2-Hb. Akibatnya persen saturasi Hb didarah arteri menurun tajam seiring dengan penambahan ketinggian. Orang yang secara cepat naik ke ketinggian 3000 m atau lebih akan mengalami gejalagejala Acute Mountain Sickness akibat hipoksia hipoksik dan alkalosis yang diinduksi oleh hipokapnia. Peningkatan dorongan ventilasi (bernapas) untuk memperoleh tambahan 0 2 menyebabkan alkalosis respiratorik karena CO2 pembentuk asam lebih banyak yang dikeluarkan daripada yang diproduksi.

II.

LAPORAN KASUS
Lanti, serorang mahasiswi FK USAKTI tingkat II bermaksud menyumbangkan tenaganya

sebagai regu penolong, ketika mendengar adanya musibah hilangnya beberapa anggota MAPALA di puncak gunung sukarno. Bersama-sama rekan seniornya,Lanti pergi ke lereng puncak gunung Sukarno (14.800m) dengan helicopter. Sampai di tempat tujuan, Lanti merasa sakit kepala, pandangan berkunang-kunang, jantung berdebar cepat, kaki dan tangan terasa dingin, Bibir dan ujung jari tampak kebiruan dan nafas terengah-engah. Sampai ketika akan turun dari helicopter, lanti terjatuh. Karena terjatuh dari tempat yang cukup tinggi, Lanti mengalami patah kaki tulang terbuka, disertai perdarahan cukup banyak.

Lanti segera dibawa ke rumah sakit terdekat. Dokter memutuskan untuk melakukan tindakan operasi. Berbagai pemeriksaan sebelum operasi menunjukkan: Tekanan darah Nadi : 90/60mmHg : 110/ menit, teratur

Frekuensi pernapasan : 24/ menit Hb : 8 g/dl

Hasil pemeriksaan EKG terlampir Karena cukup banyak kehilangan darah, dokter minta agar disediakan darah untuk persiapan operasi. Takut akan penularan penyakit AIDS Lanti meminta kesediaan rekan seniornya untuk menjadi donor.

III. PEMBAHASAN
Gejala-gejala dari acute mountain sickness yaitu: Gejala utama Gejala lain-lain : Sakit kepala : Pandangan berkunang-kunang Jantung berdebar cepat Nafas terengah-engah Mual Disfungsi saraf Fatigue (keletihan) Orang yang secara cepat naik ke ketinggian akan mengalami gejala-gejala diatas dikarenakan PO2 atmosfer berkurang sehingga PO2 alveolus dan arteri juga berkurang. Keadaan ini menyebabkan hipoksia. Peningkatan dorongan ventilasi untuk memperoleh tambahan oksigen menyebabkan alkalosis respiratorik karena CO2 pembentuk asam lebih banyak yang dikeluarkan daripada diproduksi. Hipoksia menginduksi hiperkapnia dalam jaringan tubuh, sehingga terjadi sianosis karena oksigen lebih dipusatkan pada otak dan jantung. Selain itu karena pasokan O2 ke otak berkurang mengakibatkan tekanan intrakranial meninggi oleh karena kompensasi mencukupi kebutuhan O2 ke otak maka gejala sakit kepala dan pandangan berkunang-kunang timbul. Hipoksia juga memacu respons kompensasi akut berupa peningkatan ventilasi dan curah jantung sehingga memacu kecepatan denyut jantung. Di samping itu, penurunan penyaluran oksigen terutama ke ginjal akan merangsang ginjal untuk mengeluarkan hormon eritropoietin kedalam darah, dan hormon ini kemudian merangsang eritropoiesis (pembentukan sel darah merah) di sumsum tulang, sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah yang mengangkut oksigen dan memulihkan
5

penyaluran oksigen ke jaringan ke tingkat normal. Jika penyaluran oksigen ke ginjal telah normal, sekresi eritropoietin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jika tekanan darah turun sedemikian rendah, sehingga aliran darah ke jaringan tidak dapat dipertahankan secara adekuat, timbul keadaan yang disebut syok sirkulasi. Syok sirkulasi dikategorikan menjadi 4 golongan: a. Syok Hipovolemik Terjadi karena penurunan volume darah b. Syok Kardiogenik Terjadi karena kegagalan jantung yang melemah untuk memompa darah secara adekuat c. Syok Vasogenik Terjadi karena vasodilatasi luas yang dicetuskan oleh adanya zat zat vasodilator d. Syok Neurogenik Terjadi karena vasodilatasi luas tetapi bukan karena adanya zat zat vasodilator, melainkan karena tonus vaskularisasi berkurang Pemeriksaan EKG dikatakan normal apabila memenuhi syarat dibawah ini: a. Mempunyai irama sinus, yaitu suatu pola penjalaran impuls listrik yang teratur dan berasal dari nodus SA. Syarat suatu EKG dikatakan berirama sinus adalah: Setiap satu gelombang P diikuti satu kompleks QRS Interval PR 0.12-0.20 detik (3-5 mm) P di lead II positif, di lead aVR negatif

Frekuensi denyut jantung 60-100/menit, reguler

Tindakan pertama yang harus dilakukan pada kasus ini antara lain: 1. Kondisi Umum Dengan memperhatikan kondisi umum dari korban, penolong dapat mengetahui ada fraktur atau tidak. Jika didapatkan adanya fraktur, penolong bisa lebih berhati hati dalam menangani korban. 2. Periksa Keamanan Sebelum melakukan pertolongan pada korban, penolong harus memperhatikan keamanan dari lingkungan sekitar, penolong, korban, dan rekan penolong. Apabila keadaan untuk memberikan pertolongan tidak memungkinkan, maka penolong harus memindahkan korban ke tempat yang aman. Sebelum memindahkannya penolong harus memperhatikan apakah pada korban terjadi fraktur atau tidak. Apabila terjadi fraktur, diusahakan melakukan gerakan seminimal mungkin pada tubuh korban untuk menghindari fraktur yang lebih parah.

3. Cek Kesadaran Dengan menepuk bahu dan memanggil korban tersebut, penolong harus memerhatikan kesadaran dari korban.Jika korban tersebut memberi respon maka penolong harus menempatkankan korban dalam recovery pasien tetapi jika korban tidak memberi respon maka penolong harus meminta bantuan pada orang sekitarnya. 4. Meminta Bantuan Dalam kasus ini, Lanti pergi bersama regu penolong lainnya untuk memberikan bantuan, oleh karena itu penolong dapat meminta bantuan kepada temannya selaku regu penolong. 5. Cek Jalan Nafas,Pernafasan dan Sirkulasi Memeriksa jalan nafas dengan chin lift dan head tilt dan pastikan tiada obstruksi jalan pernafasan.Jika ada obstruksi, penolong harus menyingkirkan obstruksi jalan nafas tersebut. Langkah selanjutnya adalah memeriksa pernafasan dengan look, listen and feel.
7

Penolong dapat meihat apakah ada pergerakan toraks, merasakan apakah ada hembusan nafas dari dalam dan mendengar apakah ada bunyi nafas dari korban. Jika ditemukan ada pernafasan spontan, tempatkan korban dalam posisi recovery.Jika tidak ditemukan ada pernafasan spontan dari korban, berikan 2 nafas buatan.Cara nafas buatan adalah dengan mempertahankan posisi chin lift dan head tilt,hidung dijepit sehingga tiada aluran udara yang keluar dan lakukan inspirasi maksimal dan hembuskan nafas sekuat mungkin ke dalam mulut korban selama 1 detik dan pastikan mulut korban tertutup penuh dengan mulut penolong untuk menghindari aliran udara keluar semasa memberi bantuan pernafasan.Kemudian, penolong harus memeriksa sirkulasi dengan palpasi pada arteri karotis di bagian tepi dari leher.Jika ditemukan ada sirkulasi pada korban, penolong memberikan 1 nafas buatan selama 5 detik setiap 2 menit . Jika tidak ditemukan sirkulasi dari korban, lakukan kompresi dada pada korban dengan kecepatan 100 kali permenit sengan ratio 30x kompresi dada : 2x ventilasi.Cara kompresi dada adalah dengan 2 jari di atas prosesus xiphoideus, kedalaman kompresi 4 hingga 5 cm, mengunci tangan ( interlock fingers ).

6. Posisi Pemulihan Apabila korban telah memberi respon nafas, tempatkan korban dalam posisi pemulihan sehingga pernafasan kembali normal.

Jika memungkinkan penanganan fraktur dan perdarahan pada Lanti dapat dilakukan bersamaan dengan tindakan airway,breathing and circulation.Untuk menghentikan perdarahan dan fiksasi fraktur dilakukan balut bidai.

IV.KESIMPULAN Tekanan atmosfer yang rendah pada ketinggian dapat menyebabkan hipoksia yang dapat menimbulkan respons kompensasi akut berupa peningkatan ventilasi dan curah jantung. Perdarahan yang terjadi dapat menyebabkan tekanan darah turun sehingga aliran
8

darah ke jaringan tidak lagi dipertahankan secara adekuat, sehingga bisa timbul syok. Oleh karena itu, perlu segera dilakukan pertolongan pertama yaitu tindakan resusitasi jantung paru untuk membuka jalan pernapasan dan fiksasi fraktur serta penghentian perdarahan.

IV. DAFTAR PUSTAKA 1. Santoso BI. Fisiologi Manusia Edisi ke 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,2001;338-339

Anda mungkin juga menyukai