Anda di halaman 1dari 4

BELAJAR TENTANG CARA BELAJAR DARI CINA

18.03.2008 by admin Category Journal, News TUNTUTLAH ILMU SAMPAI KE NEGERI CHINA. SEBUAH UNGKAPAN YANG SERING KITA DENGAR. BIASANYA KALIMAT ITU DIUCAPKAN OLEH ORANG TUA KEPADA ANAKNYA ATAU GURU KEPADA MURIDNYA SEBAGAI NASIHAT UNTUK MENUNTUT ILMU DENGAN GIAT WALAU KE NEGERI SEBERANG.
JIKA dulu kalimat seperti itu masih bermakna konotatif, kini telah memiliki makna denotatif. Kemajuan ekonomi China yang sedemikian pesat membuat banyak orang berminat untuk pergi menuntut ilmu ke sana. Tak terkecuali pemerintah kita. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas Fasli Jalal menyatakan niatnya untuk belajar tentang pendidikan untuk guru kepada China. Pernyataan itu diutarakannya setelah penutupan The Seventh E-9 Ministerial Review Meeting on Education for All di Bali (12/3) sebagaimana dilansir The Jakarta Post (13/3). China memang menempatkan guru sebagai prioritas dalam sistem pendidikan mereka. Dalam tulisannya, peneliti China Houcan Zhang mengutip komitmen pemerintah pusat China mengenai pentingnya guru, Kunci keberhasilan pembangunan nasional terletak pada pendidikan dan kunci keberhasilan pendidikan terletak pada guru. Selama lebih dari 100 tahun, pendidikan guru secara sistematis telah dilakukan di China dan telah berkontribusi pada terciptanya korps guru di negeri itu. Menurut laporan penelitian Zhang pada 2002, pendidikan guru di China saat ini menekankan pada perubahan pemikiran tentang pendidikan, konsep, materi dan metode pembelajaran, terutama moralitas guru. Semuanya dilakukan sebagai jawaban atas permintaan akan pentingnya mudernisasi pendidikan, orientasi global, dan masa depan. Reformasi pendidikan dan kebutuhan realitas global mendorong pemerintah China untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas guru-guru baru. Pemerintah China menyediakan pendidikan yang berkesinambungan untuk meningkatkan pelayanan guru-guru sekolah, melakukan pemerataan guru hingga ke daerah-daerah terpencil, dan mendorong berkembangnya institusi pelatihan guru. Semua dilakukan sebagai salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari upaya memajukan pendidikan di China. Sejarah Reformasi

China memang telah terkenal menempatkan pendidikan sebagai komponen utama di masyarakat. Salah satin filsuf Cina yang terkenal, Confucius (551-479 SM) sangat menekankan pentingnya belajar. Ia bahkan pernah mengatakan, Orang-orang yang belajarlah yang menjadi pejabat. Pernyataannya itu kemudian menjadi landasan pendidikan di China selama lebih dari 2.000 tahun. Pada awal abad ketujuh, pemerintah China menyelenggarakan program seleksi penerimaan pegawai pemerintah. Program itu merupakan seleksi berbasis kinerja pertama dalam sistem pemerintahan China. Salah satu syarat untuk lolos seleksi adalah calon pegawai harus bisa membaca dan mengingat kisah-kisah China klasik, serta mampu menulis esai dengan cara tertentu. Meski sudah dihapus sejak 1905 karena dinilai sebagai warisan kerajaan, seleksi itu berpengaruh besar dalam budaya masyarakat China, termasuk pendidikan China yang menekankan pentingnya kemampuan menulis dan olah bahasa. Sebelum reformasi pendidikan dicanangkan, sekolah-sekolah di China sangat menekankan pada pentingnya kemampuan intelektual. Murid-murid dituntut untuk bisa memahami semua materi yang diberikan guru, mengerjakan tugas-tugas, dan bahkan memakai waktu mereka di rumah untuk menyelesaikan tugas-tugas dari sekolah. Metode drilling semacam itu memang efektif mengantarkan muridmurid China memenangi berbagai kompetisi internasional. Akan tetapi, di sisi lain, anak-anak China menghadapi berbagai masalah, seperti rendahnya keterampilan praktis, kekakuan dalam menyelesaikan masalah, dan melemahnya pertimbangan moral. Kondisi itu mendorong pemerintah China melakukan reformasi pendidikan yang pertama pada 1985. Tujuan pendidikan saat itu adalah meningkatkan kualitas bangsa dengan menghasilkan orang-orang yang berkualitas. Untuk mencapai tujuan itu, pemerintah mencanangkan pendidikan yang berorientasi pada pendidikan tinggi. Murid-murid hanya dipersiapkan untuk bisa lolos seleksi ke pendidikan yang lebih tinggi dan mencapai perguruan tinggi. Strategi itu dikenal sebagai orientasi ujian. Pada 1993, pemerintah China memublikasikan garis besar reformasi dan pembangunan pendidikan China. Itulah reformasi pendidikan China yang berperan besar menciptakan kemajuan pendidikan China hingga menjadi seperti sekarang. Dalam publikasi tersebut, orientasi ujian yang selama ini dianut diubah menjadi orientasi kualitas esensial. Ada dua hal yang menjadi titik berat dalam pendidikan berorientasi kualitas esensial (EQO-education) yang dicanangkan pemerintah China. Pertama, pendidikan untuk semua (education for all). Artinya, semua anak di China harus mendapat pendidikan. Anak-anak dianggap sebagai penentu masa depan bangsa China. Semua harus memperoleh pendidikan demi kemajuan bangsa di masa depan. Konsekuensinya,

Jangan ada lagi anak-anak di taman kanak-kanak yang dipaksa ikut les tambahan belajar membaca supaya bisa lulus tes masuk sekolah dasar. pemerintah menjadi semakin memerhatikan tersedianya fasilitas pendidikan secara merata. Pemerintah terus memperbaiki sekolah-sekolah yang rusak di pedalaman, meningkatkan peralatan laboratorium di sekolah-sekolah, mengurangi jumlah murid di dalam satu kelas, memperbanyak kelas, memperbanyak tenaga pendidik, dan meningkatkan kesejahteraan para pengajar. Kedua, tujuan pendidikan adalah mengembangkan kepribadian murid secara menyeluruh. Sekolah-sekolah tidak hanya menempa kognisi murid, tetapi juga mengasah intelektual, moral, fisik, sosial, dan estetika. Dengan dicanangkannya EQO-education, peningkatan kreativitas dan kemampuan praktis menjadi penting. Peran psikologi Keberhasilan pencapaian tujuan EQO-education di China tak bisa lepas dari peranan ahli psikologi, khususnya para psikologi pendidikan. Salah satu peran mereka adalah reorganisasi kurikulum dan buku teks dengan berlandaskan pada hasil penelitian eksperimental. Penelitian psikologi dalam bidang kurikulum dan buku teks bertujuan menjawab pertanyaan, pengetahuan apa yang sesuai untuk dipelajari anak-anak menurut usia mereka dan bagaimana mengajarkan pengetahuan itu. Salah satu contoh kontribusi penelitian psikologi adalah temuan bahwa membaca adalah subjek yang penting bagi anakanak di tahun-tahun pertama sekolah dasar. Hal itu karena huruf-huruf bahasa China memiliki karakteristik khusus yang berbeda dari huruf Latin. Berdasarkan studi psikologi tentang membaca dalam bahasa China, ditemukan, kesadaran bentuk-bentuk (morfologi) dan volume membaca adalah dua faktor yang efektif untuk mempermudah pemahaman huruf dan bacaan. Maka, dua faktor itu diajarkan pada anak- anak di tahun-tahun pertama sekolah dasar. Belajar dari China Niat pemerintah Indonesia untuk belajar dari China tentang pendidikan dan distribusi guru patut didukung. Meningkatkan kualitas guru berarti meningkatkan kualitas pendidikan. Menyediakan guru-guru berkualitas di pedalaman berarti mencerdaskan semua anak bangsa di mana pun mereka berada. Namun, selain guru, ada dua hal penting lain yang patut di pelajari dari pendidikan di China. Pertama, komitmen dan konsistensi pemerintah China untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan berdasarkan kebutuhan mereka sendiri. Pencanangan suatu strategi pendidikan diikuti dengan perangkat

kebijakan dan teknis implementasi lapangan. Implementasi sebuah strategi pendidikan dilakukan untuk jangka menengah hingga jangka panjang, tidak cepat berubah, selalu dievaluasi keberhasilannya, dan mempertimbangkan kondisi masyarakat China sendiri. Kedua, kurikulum dan buku teks disusun berdasarkan hasil penelitian. Hal itu menuntut digalakkannya penelitian psikologi untuk pendidikan. Penelitian-penelitian psikologi amat diperlukan untuk menjawab pertanyaan tentang pengetahuan yang sesuai untuk dipelajari anak-anak menurut usia mereka dan bagaimana mengajarkan pengetahuan itu. Karena di teliti di masyarakatnya maka hasil temuan itu memang yang paling sesuai dengan masyarakat China. Kurikulum dan metode tidak semata-mata meniru dari Barat atau Negara lain, tetapi yang sesuai dengan masyarakat China. Kurikulum dan buku teks juga tidak disusun berdasarkan subjek yang ada, tetapi mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan anak-anak sesuai dengan usianya. Jadi, anak-anak tidak terbebani oleh banyaknya mata ajar, tugas-tugas, atau membaca buku yang cara penyajiannya tidak sesuai dengan kemampuan kognitif di usia mereka. Anak-anak seharusnya bisa lebih mudah mengikuti pelajaran karena ilmu yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan mereka dan cara penyampaiannya sesuai dengan kemampuan usia mereka. Jangan ada lagi, misalnya, anak-anak di taman kanak-kanak yang dipaksa ikut les tambahan belajar membaca supaya bisa lulus tes masuk sekolah dasar. Atau jangan ada lagi anak-anak sekolah dasar yang diharuskan mengerjakan lembar kerja yang hurufnya dicetak kecil-kecil seperti buku teks orang dewasa. Jika Indonesia memang berniat untuk menjadi bangsa yang maju, komitmen dan konsistensi pemerintah di bidang pendidikan dan penyusunan kurikulum/buku teks berbasis penelitian psikologi mutlak dilakukan. Segera.

(Rizka Halida/Litbang Media Group) Sumber: MEDIA INDONESIA / SELASA, 18 MARET 2008

Anda mungkin juga menyukai