Anda di halaman 1dari 24

Terapeutik (therapeutic) adalah terapi atau penyembuhan yang bukan hanya teori atau metode tetapi suatu konsep

yang sifatnya penyembuhan sistim metobolisme alami tubuh manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Pengertian Therapeutic Community (TC) Menurut Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Napza Departemen Sosial (2003:24), komunitas terapeutik adalah satu lingkungan dimana sekelompok individu yang sebelumnya hidup terasing dari masyarakat umum, berupaya mengenal diri sendiri serta belajar menjalani kehidupan berdasarkan prinsip-prinsip yang utama dalam hubungan antar individu, sehingga mereka mampu mengubah perilaku yang selama ini tidak sesuai dengan norma-norma sosial ke arah perilaku yang dapat diterima oleh norma masyarakat. Dengan semangat kebersamaan yang tinggi, mereka saling mendukung dalam

mempersiapkan diri mereka untuk kembali ke masyarakat sebagai warga yang dapat berfungsi sosial dan produktif. Therapeutic Community (TC) untuk pengobatan kecanduan didefinisikan sebagai berikut: A Therapeutic Community is a drug-free environment in which people with addictive (and other) problems live together in an organized and structured way in order to promote change and make possible a drug-free life in the outside society. The Therapeutic Community forms a miniature society in which residents, and staff in the role of facilitators, fulfil distinctive roles and adhere to clear rulea, all designed to promote the ttransitional process of the residents. (ottenberg 1993 in Wendy Gibbons,2002:2) 19 Dijelaskan dari pengertian diatas bahwa, Therapeutic Community (TC) adalah lingkungan yang bebas dari narkoba, dimana para pengguna yang mengalami ketergantungan akan narkoba hidup secara bersama secara terorganisasi dan terstruktur yang memiliki tujuan yang sama yaitu berubah dan membuktikan ke masyarakat luar bahwa sudah bersih dari narkoba. Therapeutic Community (TC) membentuk miniatur dari masyarakat, dimana ada penduduk, kemudian staf yang berperan sebagai fasilitator. Dari dua penjelasan menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa Therapeutic Community (TC) yaitu suatu lingkungan terdiri dari korban penyalahgunaan narkoba yang berkumpul secara terorganisasi dan terstruktur yang mempunyai masalah yang sama dan memiliki tujuan yang sama yaitu berubah dan membuktikan ke masyarakat luar sudah bersih dari narkoba, mereka saling bantu dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.

Selain itu Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Napza Departemen Sosial (2003:25) menjelaskan empat struktur dalam Therapeutic Community (the Four Structure) sebagai berikut: 1. Perubahan perilaku (Behaviour Modification) Dalam hal ini pembentukan perilaku yang positif dihasilkan melalui cara atau teknik khusus. Residen mempelajari teknik-teknik yang ada dengan menggunakan tools of the house secara benar. 20 2. Penanganan aspek psikologis dan emosi (Psychological and Emotional) Pengendalian emosi dan psikologi dilakukan melalui kelompok static group (kelompok tetap), teguran oleh rekan sebaya apabila emosi tidak terkendali. Dengan pengendalian emosi dan psikologis ini diharapkan residen mengalami perubahan persepsi, pemahaman diri, pengembangan harga diri dan latihan pengendalian emosi. 3. Penanganan aspek intelektual dan spiritual (Intellectual and Spiritual) Pengembangan pemikiran dan kerohanian residen menggunakan cara memberikan seminar tentang pendidikan bahaya narkotika, bahaya HIV/AIDS,memberikan contoh, rekreasi dan penerapan nilai-nilai agama. Dengan pengembangan pemikiran tersebut diharapkan residen mengalami perubahan pola pikir. 4. Peningkatan keterampilan hidup dan vokasional (Survival and Vocational) Keterampilan kerja dan keterampilan bersosialisasi serta bertahan hidup memiliki konsep pembelajaran dalam lingkungan sosial yang berlandaskan kepada keterampilan diri residen. Pengembangan ini memudahkan proses untuk diterima kembali oleh keluarga, masyarakat, dan lingkungan umum. Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Napza Departemen Sosial (2003:25) menjelaskan lima pilar program Therapeutic Communnity (The Five Pillars) 21 1. Konsep Lingkungan Keluarga Pengganti (Family milieu concept) Konsep lingkungan keluarga pengganti bertujuan untuk menyamakan persamaan dikalangan komunitas supaya bersama-sama menjadi bagian dari sebuah keluarga. Lingkungan sosial dalam Therapeutic Community dianggap sebagai sebuah keluarga di mana setiap staf serta residen merupakan anggota yang mempunyai hak dan kewajiban. 2. Tekanan Teman Sebaya (Peer pressure reversal) Para residen yang sebelumnya mempunyai kecenderungan untuk mengajak rekan sebaya melakukan hal-hal yang negatif dibimbing oleh rekan sebaya lain untuk saling

mendorong dan menciptakan suasana yang kondusif untuk mewujudkan perbuatan yang positif. Proses ini mengutamakan tekanan dari teman sebaya dalam kelompok. 3. Sesi-sesi Teraputik (Therapeutic sessions) Sesi terapi bertujuan untuk meningkatkan harga diri dan perkembangan pribadi dari residen dalam rangka membantu dalam proses kepulihan. Setiap kegiatan yang dilakukan residen selalu diarahkan untuk membentuk perilaku antara lain disiplin, tanggungjawab, dan kepedulian untuk mendukung proses pemulihan mereka. 4. Sesi-sesi Keagamaan dan Spiritual (Religious and spiritual sessions) Kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas keimanan dan keyakinan mereka. Serta untuk meningkatkan nilai-nilai dan pemahaman agama yang mereka anut.22 5. Menjadi Panutan (Role modeling) Menjadi panutan memiliki maksud bahwa setiap residen belajar menjadi panutan bagi residen yang lain sehingga di masa mendatang mampu memberikan keteladanan. Proses pembelajaran menjadi panutan memudahkan residen belajar dan mengajar mengikuti ketauladanan residen yang sudah sukses. Perspektif Therapeutic Community Berdasarkan perspektif Therapeutic Community menurut Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Napza Departemen Sosial (2003:27-51) terbagi menjadi empat prespektif, yaitu: 1. Perspektif Therapeutic Community Terhadap Adiksi Adiksi dipandang Therapeutic Community sebagai gangguan kompleks yang

mempengaruhi berbagai aspek dan fungsi seseorang. Gangguan tersebut dapat berupa munculnya masalah dalam cara berfikir, gangguan perasaan, pola pikir yang tidak realistik dan tidak terorganisasi, nilai-nilai kehidupan yang tidak jelas dan kurang mantap, kurang keterampilan sosial dan vokasional dan kualitas moral dan spiritual yang rendah. Dalam pelaksanaan Therapeutic Community, residen dianggap baru memulai proses pemulihan apabila mempunyai sikap tanggungjawab terhadap perilaku dan gaya hidup, oleh karena itu mereka dibimbing untuk: 23 a. Mampu mengambil keputusan yang benar dan pilihan yang tepat dalam hidup b. Menerima bahwa mencapai pemulihan itu adalah tanggungjawab mereka c. Meningkatkan komitmen untuk berubah

d. Membulatkan tekad untuk terus hidup bebas narkoba, mampu membian gaya hidup yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain. (Depsos,2003:29) Dalam perspektif Therapeutic Community terhadap adiksi, menurut peneliti tidak hanya sugesti yang mempengaruhi untuk kesembuhan individu dalam terbebas dari pengaruh narkoba. Tetapi juga komitmen, tekad yang kuat untuk terus hidup bebas dari narkoba dan mengubah pola hidup itu sendiri. ...bahwa adiksi tidak hanya sugesti, toleransi dan gejala putus zat yang dapat ditangani lewat perawatan

medik, tapi melibatkan pengaruh penyalahgunaan narkoba dalam pikiran, emosi dan perilaku residen.. (Depsos, 2003: 30) 2. Perspektif Therapeutic Community Terhadap Penyalahguna Narkoba Sebagaimana dikemukakan Depsos (2003:31-36) bahwa persepsi Therapeutic

Community didasari oleh empat hal yang ditinjau dari profil umum penyalahguna narkoba, yaitu sebagai berikut: a. Ciri-ciri kognitif dan perilaku para penyalahguna nakoba Ciri kognitif dan perilaku para penyalahguna narkoba, ditandai dari tingkat kewaspadaan mereka yang rendah. Mereka sering terhalang oleh kemampuan berpikir tentang resiko-resiko yang akan timbul yang disebabkan oleh pengalihan perhatian dan 24 perilaku. Ketidakmampuan membuat penilaian yang

tepat merupakan ciri lain, ciri ini sangat nyata dalam konteks mengambil keputusan, memecahkan masalah dan memikirkan konsekuensi dari perbuatan mereka. b. Ciri-ciri persepsi para penyalahguna narkoba Tingkat harga diri (self esteem) yang rendah dan identitas sosial yang negatif merupakan ciri persepsi para penyalahguna narkoba. Pengalaman masa kecil dan lingkungan sosial yang memberikan dampak buruk bagi penyalahguna dapat menyebabkan terbentuknya identitas sosial yang negatif. Bahkan dampaknya mereka tidak mampu mengenal diri mereka sendiri yang sesungguhnya. c. Ciri-ciri emosi para penyalahguna narkoba Penyalahguna narkoba yang kesulitan untuk mengungkapkan, merasakan dan merespon perasaan mereka sendiri. Sehingga berdampak melakukan hal-hal yang negatif apabila tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Emosi yang labil karena mudah tersinggung sehingga mereka memiliki sifat yang tertutup. d. Ciri-ciri sosial penyalahguna narkoba

Sikap merasa berhak untuk memiliki sesuatu, sikap yang tidak bertanggungjawab, pertanggungjawaban terhadap perilaku serta tindakan, dan tindakan yang selalu merusak kepercayaan orang lain merupakan ciri-ciri sosial penyalahguna narkoba. 25 3. Perspektif Therapeutic Community Terhadap Pemulihan Perspektif Therapeutic Community pemulihan adalah poses perubahan identitas dan gaya hidup. Adiksi dipandang sebagai gangguan/penyakit kronis dan karena itu pemulihan lebih bersifat relatif dan makin baik. (Depsos,2003:37). Proses pemulihan merupakan proses yang penting, dimana seorang residen yang benar-benar sembuh dan menemukan kembali identitas diri serta perubahan gaya hidup. Dalam proses pemulihan, motivasi, kesediaan dan komitmen merupakan faktor yang timbul dari dalam diri individu yang sangat penting untuk kelancaran proses pemulihan. Motivasi yang berasal dari faktor luar hanya cukup dapat mendorong seseorang untuk menjalani program perawatan dan rehabilitasi, tapi

belum dapat memastikan kemampuannya untuk memepertahankan pemulihan dalam jangka panjang (Depsos,2003:38) Model Therapeutic Community secara terencana menggabungkan aspek-aspek proses pembelajaran multidimensi sebagai pemulihan, diantaranya: a. Pembelajaran pengetahuan (cognitive learning), seperti mengubah pola

pikir,membetulkan persepsi, memantapkan kemagiran membuat keputusan dan memantapkan kemahiran memecahkan masalah. b. Pembelajaran menyangkut perasaan (emotional learning), seperti belajar

mengungkapkan perasaan (assertiveness training), belajar mengelola perasaan (emotion management). c. Pembelajaran pembentukan perilaku (behavioural learning), seperti usaha

menghapuskan perilaku yang asosial dan antisosial, mengembangkan perilaku yang pro-sosial,26 mempelajari personal.(Depsos,2003:43). dan memantapkan kembali kemahiran antar

4. Perspektif Therapeutic Community Terhadap Peran Keluarga Dalam perspektif Therapeutic Community terhadap peran keluarga memiliki tujuan yaitu: a. Menyediakan wadah bagi orang tua untuk memperoleh dukungan. b. Menyediakan sarana bagi orang tua untuk belajar cara-cara yang efektif untuk menyelesaikan masalah penyalahgunaan narkoba di dalam keluarga. c. Memberdayakan orang tua untuk mampu mengembalikan keharmonisan di dalam keluarga. d. Membina orang tua untuk menjadi pendukung proses pelayanan (Depsos,2003:48) Tujuan tersebut berdasar dari pemikiran bahwa setiap keluarga memberikan pengaruh yang besar terhadap penyalahgunaan narkoba dan pemulihannya. Proses pelayanan yang efektif, khususnya untuk remaja harus melibatkan anggota keluarga terdekat dengan penyalahguna narkoba (Depsos,2003:48). Komponen Program Therapeutic Community Komponen program menurut Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Napza Departemen Sosial (2003:158-207) dapat diklasifikasikan menjadi jadwal harian (daily schedule) dan kelompok (group) di mana intensitas penerapannya dibedakan antara tahap primary dan re-entry (lebih intens dilakukan pada primary). 1. Jadwal Harian (Daily Schedule) Jadwal harian disusun dengan tujuan agar residen dapat kembali ke pola hidup sehat. Dibuat untuk mengatur seluruh kegiatan residen selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Jadwal harian disusun memuat kegiatan atau rutinitas yang dimulai dari bangun pagi hingga tidur kembali dan mengkondisikan residen untuk melakukan aktifitas secara berkelompok. Jadwal harian menuntut agar residen dapat bertanggungjawab serta disiplin atas kegiatan yang telah disusun. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Napza Departemen Sosial (2003:159-162), Jadwal harian (Daily Schedule) terdiri dari beberapa kegiatan diantaranya: a. Bangun pagi (rising timewake up call). Residen harus bangun pagi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Residen dituntut untuk membiasakan diri membereskan tempat tidur.

b. Senam pagi (Morning exercise). Kegiatan olahraga di pagi hari ini bertujuan untuk melemaskan otot dan syarat residen. Senam pagidipimpin oleh residen secara bergantian. c. Mandi (wash up). Kegiatan mandi ini bertujuan agar residen bertanggungjawab atas kebersihan, kesehatan tubuh mereka dan menghargai diri sendiri hingga mulai terbina rasa hormat terhadap diri sendiri. d. Sarapan, makan siang, makan malam (Breakfast, Lunch, Dinner). Merupakan satu kegiatan makan bersama seluruh residen. Dilaksanakan oleh Kitchen Department di bawah pengawasan staf. Residen diharuskan mengenakan pakaian sopan. Langkah pelaksanaan sebagai berikut: i. Sebelum mulai makan harus berbaris/antri (line-up) sampai

seluruh residen berkumpul. ii. iii. iv. v. vi. vii. Residen mengambil makanan dan minuman masing-masing Residen duduk bersama di meja makan Pengumuman (annoucement) Doa bersama Makan Residen mengumpulkan peralatan makan yang telah dipakai pada tempat yang disediakan oleh kitchen departement (gastronomy departement) e. Tidur Siang (Siesta). Waktu yang disediakan untuk tidur siang bagi seluruh residen. Bertujuan untuk memberikan waktu istirahat sejenak, sebelum melanjutkan kegiatan berikutnya. Seluruh residen harus masuk kamar pada waktu tidur siang serta menjaga ketertiban suara. f. Istirahat (Break). Penghentian sejenak dari suatu kegiatan yang sedang berlangsung. Memberikan waktu istirahat sejenak kepada residen sebelum melanjutkan kegiatan berikutnya. Para residen dapat merokok, membuat minuman, dan makan snack sesuai kebiasaan panti. Harus dimulai dan diakhiri bersama-sama, tidak boleh sendirisendiri. g. Olahraga (Sport). Kegiatan olahraga dilakukan sesuai dengan jadwal, dilakukan baik di dalam atau luar ruangan. Olahraga bertujuan agar residen dapat menjaga kekompakan tim, serta mengembangkan minat,hobi dan bakat residen di bidang olahraga. h. Jam Tidur Malam (Curfew). Jadwal waktu yang ditentukan untuk tidur di malam hari. Menetapkan batas waktu untuk tidur (berhentinya seluruh aktifitas) bagi

residen sesuai dengan fasenya. Membiasakan residen untuk menjalankan pola hidup dan waktu istirahat yang sehat dan normal. Sarana pembinaan kedisiplinan serta memberikan struktur pada kehidupan residen. Jam curfew pada setiap fase dan/atau tahap proses pelayanan disesuaikan dengan tanggung jawab yang diberikan. Langkah pelaksanaan sebagai berikut: i. Coordinator on duty memberikan komando pelaksanaan 10

menit sebelum waktu curfew. ii. Residen menghentikan seluruh peralatan dan perlengkapan rumah tersimpan secara benar dan dalam keadaan aman iii. Seluruh residen segera masuk kamar tidur

2.

Kelompok (Group) dan Perangkat Therapeutic Community Kelompok (group) dan perangkat Therapeutic Community merupakan berbagai kegiatan yang menunjang residen baik secara individu maupun kelompok untuk mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Kelompok (group) dan perangkat Therapeutic Community berfungsi untuk membangun kesadaran (awareness) dari dalam diri 30 seorang residen. Kelompok (group) dan perangkat Therapeutic Community merupakan salah satu kesatuan yang saling terkait antara satu dengan lainnya (Depsos,2003:162). Sebagaimana dijelaskan oleh Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Napza Departemen Sosial (2003:163), Kelompok (group) dan perangkat Therapeutic Community, terbagi menjadi beberapa kegiatan: a. House follow up/House chores. Kegiatan ringan seperti merapikan, membersihkan dan mengembalikan segala sesuatunya ke tempat semula. b. Free time/Free and Easy. Waktu di mana residen tidak melakukan kegiatan-kegiatan secara terjadwal. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan waktu luang bagi residen untuk melakukan aktifitas secara bebas. c. Pre-Morning Meeting. Kegiatan ini dilakukan untuk mempersiapkan pelaksanaan morning meeting. Mengidentifikasi serta mempersiapkan isu-isu hangat yang akan dibahas di morning meeting. d. Morning meeting. Diikuti oleh seluruh residen, dipimpin oleh staf untuk membahas hal-hal yang sudah dilakukan selama 24 jam sebelumnya, dan merencanakan hal-hal yang akan dilakukan selama 24 jam kedepan. Tujuan dari morning meeting menurut Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Napza Departemen Sosial (2003:164-165) yaitu:

i.

Tempat dan waktu di mana seluruh residen di dalam satu panti merencanakan dan memulai hari secara bersama-sama di samping mengulas (review) berbagai hal selama 24 jam yang lalu.

ii.

Kesempatan bagi seluruh residen untuk membahas isu, pull up, awareness dan concern.

iii.

Kesempatan

untuk

memberikan

annuncements,

pull

up

serta menginformasikan berita mengenai kejadian di dalam maupun di luar panti, yang berkaitan dengan proses pelayanan. iv. v. Mengidentifikasi suasana dan sikap seisi panti. Melatih residen untuk dapat mengeluarkan pendapatnya di dalam forum. Dalam morning meeting ada beberapa tujuan, yaitu residen dikumpulkan dalam suatu tempat dan waktu yang sama untuk melakukan share, morning meeting sebagai ajang untuk membahas isu yang hangat, serta melatih residen agar berani untuk mengungkapkan pendapatnya di dalam kelompok. i. Langkah pelaksanaan morning meeting menurut Direktorat Pelayanan dan rehabilitasi Sosial Korban Napza Departemen Sosial (2003:165-169) yaitu: Pembacaan falsafah tertulis Therapeutic Community (The Creed) secara bersama-sama. Hal lain dapat dilakukan: Pembacaan doa, pembacaan ikrar panti. ii. Check check/ Belly check. Tergantung pada besarnya group, seluruh atau beberapa residen yang menyediakan diri berbagi pikiran dan perasaannya pada saat itu. Jika ada perasaan yang masih mengganjal akan diselesaikan melalui konseling. iii. Community business. (1) Anncouncements. Ucapan selamat datang bagi anggota dan/atau staf baru; Bagi yang akan homeleave untuk pertama kalinya; General information; Tamu yang akan berkunjung ke panti untuk hari ini; Hari ulang tahun, peringatan hari mulai berhenti meggunakan narkoba (setiap bulan); promosi ke fase program yang lebih tinggi atau penurunan fase program; Sanksi serius selama masih dijalankan. (2) Urusan Departemen. Scedule hari ini (perubahan, pengingatan

kembali); Pekerjaan khusus yang memerlukan perhatian khusus dalam

panti

(misalnya

perbaikan);

Peralatan

dan

perlengkapan

yang

memerlukan perhatian (hapir habis, sudah habis, cara pemakaian dll). iv. Community Concern. Pull up ditujukan kepada perilaku individu atau kelompok, bukan kritik tetapi permintaan untuk menyadari dan

mengidentifikasi perilaku yang negatif, harus disebutkan perilaku seperti apa yang seharusnya dijalankan dan komitmen untuk berubah. v. Acknowledgements. Mengenali dan mengkomunikasikan,

memuji, mengucapkan terima kasih atas perilaku, sikap dan pekerjaan yang baik, performa kerja, bantuan yang telah diberikan dan usaha yang sungguh-sungguh untuk berubah kepada residen secara

individu maupun kelompok. vi. Up Rituals. Commitments, residen dapat menyampaiakan motivasi mereka kepada group dengan melakukan berbagi (sharing) tujuan khusus untuk hari ini, berfokus kepada perubahan sikap dan menghadapi ketakutan residen menyampaikan komitmen. vii. Tema hari ini (diambil dari filosofi tak tertulis/unwritten

philosophy) viii. ix. x. Berita lokal, internasional, olahraga, dan ramalan cuaca Cerita lucu, lagu, puisi dan group games Pemantauan proses morning meeting. Penekanan kepada suasana, mood, dan motivasi secara keseluruhan, emosi yang mendasar atau tersembunyi. xi. Ritual penutupan (closing ritual). Satu bentuk penutupan untuk mengakhiri setiap morning meeting. Dilaksanakan dengan pembacaan serenity

prayer/doa kedamaian 12 step, pembacaan doa, dan meneriakan slogan yang bersemangat (yell).Dalam pelaksanaan morning meeting, terdapat beberapa langkah yang dilakukan, yaitu pembacaan falsafah,check check, Community business, community concern, aknowledgements, up ritual, berita, cerita, pemantauan, dan ritual penutupan. e. Job Function. Kegiatan membersihkan, merapikan, dan mengatur kamar minimal satu kali setiap pagi hari (sesuai program dan kebiasaan) yang dilakukan secara bersama. Terstruktur, hirarkis sesuai struktur rumah/departemen. Penugasan kerja diserahkan kepada departemen masing-masing. Membiasakan residen untuk bekerja secara tim dan terstruktur. Membina rasa tanggungjawab atas pekerjaan

yang ditugaskan. Menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) atas lingkungan tempat tinggalnya. Tidak diperkenankan merokok sebelum waktu job function selesai. f. Group Confrontation/Family Confrontation. Confrontation yang dilakukan dalam group dan bersifat normal. Menciptakan tekanan (pressure) yang cukup besar untuk mendorong residen agar berubah ke arah yang lebih baik sesuai program. Membantu residen untuk bercermin kepada sikap dan/atau perilaku satu sam alian terutama yang menunjang pemulihannya. Menumbuhkan motivasi dan komitmen residen yang bersangkutan untuk senantiasa berusaha agar sikap dan/atau perilakunya lebih menunjang pemulihannya. Prinsip utama confrontation ini adalah bahwa yang diconfront merupakan murni sikap dan/atau perilakunya yang tidak/kurang menunjang pemulihannya. g. Encounter Group. Sebuah sarana di mana seorang residen dapat berbagi secara terbuka mengekspresikan perasaan, pengamatan, dan kepedulian satu dengan yang lain dan meyelesaikan konflik pribadi mereka. Melatih residen berani secara terbuka mengekspresikan perasaannya terhadap residen lain. Melatih residen untuk menerima ekspresi perasaan yang secara keras diberikan. Menyelesaikan konflik pribadi secara terbuka. Mengindari berbicara negatif di belakang orang yang bersangkutan (bad rap) dan dendam. Membuat residen menyelesaikan masalah tanpa harus melakukan kekerasan fisik. h. Wrap up/Evening wrap up. Ritual mengakhiri jalannya kegiatan harian (daily schedule) dalam satu hari. Mencegah adanya perasaan yang mengganjal sebelum residen berangkat tidur. Membina kesadaran (awareness) residen atas

kegiatannya hari ini. Wrap up merupakan tempat dan waktu di mana para residen dapat berbagi perasaan, masalah, pemikiran, pengetahuan, apa saja yang telah dipelajari serta insights (pencerahan, menemukan sesuatu yang

baru, pemahaman baru atau konfirmasi pemahaman) yang didapat dari kegiatan selama satu hari penuh, juga merupakan kesimpulan dari hari yang telah dijalani. Seluruh residen diharuskan untuk mendengarkan residen lainnya yang sedang sharing. i. Static Group.Suatu pertemuan residen dalam satu kumpulan yang dipimpin oleh para konselor yang terlatih tentang rancangan rawatan perkembangan pribadi dan isu-isu yang perlu dibicarakan.

j. Testimonies. Kesaksian atau pengungkapan seorang anggota komunitas di hadapan group tentang pengalaman hidup yang berkaitan dalam menunjang proses pemulihannya. Bersifat jujur dan terbuka tanpa mengarang cerita maupun keadaan. k. Religious Activities. Menumbuhkan kembali kepercayaan residen terhadap agamanya. Mengingatkan kembali kepada residen akan adanya kekuasaan Tuhan serta bagaimana secara baik dan benar menjalankan ajaran-Nya. l. Week End Wrap Up. Merupakan tepat di mana residen dan staf dapat bersamasama melakukan evaluasi atas apa yang telah dicapai selama satu minggu. m. General Cleaning. Kegiatan yang dilakukan dalam rangka membersihkan, merapikan, dan mengatur kembali keadaan fisik dan lingkungan. n. Confrontation. Prinsip dari confrontation adalah menolong residen lain yang sikap atau perilakunya kurang menunjang pemulihannya, bukan untuk

menjatuhkan perasaan orang namun dituntut harus menghargai. o. Coordinator Meeting. Forum pembahasan masalah para residen senior. p. Relapse Prevention Training. Merupakan sarana pembinaan pengetahuan, pemahaman serta kemampuan residen mengenai segala hal yang berkaitan dengan slip relase. q. Sparepart. Peringatan keras kepada residen bahwa sikap dan perilakunya telah mencapai tingkat yang secara prinsip berlawanan dengan nila-nilai program. r. Homeleave. Merupakan sarana bagi residen untuk menjalani proses sosialisasi di luarpanti sesuai dengan tingkat kemajuan pemulihan/recovery yang dicapainya selama menjalani program. s. Time off. Pemberian dispensasi tidak mengikuti jadwal harian (daily schedule), berdasarkan penilaian staf atas kondisi residen yang dipandang tidak

memungkinkan mengikuti kegiatan panti sehari-hari karena alasan kesehatan (fisik maupun psikologis). t. Phase Promotion (Naik Fase). Peningkatan status fase residen karena sikap dan/atau perilaku yang dianggap memenuhi kriteria fase berikutnya. u. Phase Demotion (Penurunan Fase). Penurunan status fase residen karena sikap dan/atau perilaku yang tidak sesuai dengan fasenya saat itu. v. Sanctions Tools. Seperangkat bentuk sanksi berurutan (paling ringan adalah spoken to, yang terberat adalah haircut) yang diberikan kepada residen atas

pelanggaran atas penyimpangan terhadap program pemulihannya melalui suatu panel. Spoken to (ST): menginformasikan secara lisan kepada residen yang bersangkutan mengenai sikap dan/atau perilakunya yang menyimpang (bahasa yang digunakan bersifat umum, tidak terlalu memojokkan/ekspresif). Dealt with (DW): menginformasikan kepada residen yang bersangkutan mengenai sikap dan/atau perilakunya yang menyimpang dan telah dilakukan berulang setelah melalui proses spoken to, dan diberikan sanksi (dapat diberikan menggunakan bahasa yang lebih ekspresif daripada spoken to). Haircut (HC) : peringatan keras yang diberikan kepada residen yang masih melakukan penyimpangan setelah proses sanksi ST dan DW (dapat diberikan menggunakan bahasa yang ekspresif disertai bentakan. w. Pull up. Merupakan suatu perangkat yang dapat membangun kepedulian dan tanggung jawab seorang residen terhadap lingkungannya. Pull up adalah katakata lisan yang keras menegur sikap seseorang atas tindakannya. x. On Chair. Merupakan satu bentuk pembelajaran kepada residen di mana seorang residen duduk di sebuah kursi dan menghadap tembok yang terdapat the creed dan/atau unwritten philosophy. y. Accountibility. Merupakan sebuah bentuk pertangungjawaban tertulis terhadap tugas dan kewajiban yang berkaitan kepada permohonan yang akan diajukan residen. z. Learning Experience. Merupakan sstu bentuk proses pembelajaran yang diberikan kepada residen, yang berkaitan dengan tingkah laku negatif. Proses pembelajaran tersebut dapat berupa: written assignment/theme writing (tugas tertulis/paperwork), Oral assignment (disampaikan secara lisan), pekerjaan fisik lainnya (membersihkan, membereskan dll), bentuk-bentuk sanksi lainnya sesuai pelanggaran dan kebiasaan. aa. Probe. Merupakan satu group terapi yang dibuat untuk mengenali lebih dalam berbagai masalah dan isu yang menghambat perkembangan dan kematangan mental dan emosi residen. bb. Extended Group dan Marathon. Bertujuan membongkar lebih dalam lagi berbagai rahasia dan mendorong residen untuk mengungkap segala rasa sakit dan trauma lama (old traumas and pain), sehingga seorang residen dapat belajar mencari jalan keluarnya.

cc. Ban. Perangkat ini digunakan bila terjadi pelanggaran oleh seorang atau sekelompok residen. Dilakukan dengan cara menarik hak-hak residen. dd. Job Change. Merupakan satu perangkat untuk memberikan tanggung jawab yang lebih dan penghargaan atas performa yang telah ia tunjukkan bagi dirinya sendiri dan kepada komunitas. ee. Jargon/Terminology. Merupakan kumpulan kata-kata yang digunakan dalam menjalankan program Therapeutic Community. Kata-kata ini berfungsi sebagai pembentukan budaya baru yang lebih baik serta menunjang pemulihan dirinya melalui komunitas.

Rehabilitasi Narapidana Pengguna Narkoba 1. Narapidana Pengguna Narkoba Menurut Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Maksud dari hilangnya kemerdekaan, yaitu Warga Binaan Pemasyarakatan harus berada dalam Lapas untuk jangka waktu tertentu, sehingga mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya. Leukefeld (Rias Tanti,2010:1) mengemukakan bahwa Narapidana kasus narkoba adalah narapidana khusus yang memerlukan treatment khusus pula. Treatment khusus tersebut biasanya berupa drugs therapy yang dimaksudkan untuk menghilangkan dan menghentikan keinginan untuk memakai narkoba dan menggantinya dengan perilaku konstruktif lain. Senada dengan pendapat di atas, bahwa tujuan dari pendirian Lapas khusus Narkotika karena adanya pemikiran bahwa narapidana dengan kasus yang berbeda membutuhkan perlakuan (treatment) yang berbeda pula. Oleh karena itu, diperlukan pemisahan narapidana dengan kasus yang berbeda. Narapidana kasus narkoba digolongkan ke dalam beberapa kategori berdasarkan tingkat kasus yang berbeda sebagaiaman di kemukakan oleh Rias (2010:3), sebagai berikut: Narapidana kasus narkoba sendiri masih dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori dengan tingkatan kasus yang berbeda yaitu pengguna, perantara, pengedar sampai dengan produsen. Untuk kategori perantara, pengedar, dan produsen, hampir semua kalangan sepakat bahwa kepada mereka treatment yang dikenakan dapat disamakan dengan pelaku kriminal lain pada umumnya. Sedangkan untuk penyalahguna dengan status pemakai, masih diperdebatkan, apakah kepada mereka layak dilekatkan status sebagai seorang kriminal ataukah justru sebagai korban. Pendapat diatas menjelaskan, bahwa narapidana kasus narkoba digolongkan berdasarkan kasus pidana yang dilakukan. Ada tiga kategori yakni pengguna, perantara dan produsen. Pasal 54 Undang-Undang nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika mewajibkan diberikannya tindakan pengobatan dan perawatan bagi pecandu narkotika. Sedangkan pada Undang-Undang Psikotropika, walaupun

tindakan rehabilitasi tidak bersifat mutlak (wajib) tetapi tetap mengatur tindakan pengobatan dan perawatan bagi pecandunya. Pasal 37 ayat 1 Undangundang Psikotropika menetapkan bahwa pengguna psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan berkewajiban untuk ikut serta dalam pengobatan dan/atau perawatan. Dengan kewajiban tersebut, maka pecandu yang menjalani pidana di Lapas pun wajib mendapatkan pelayanan tersebut. Dengan demikian, sesuai bunyi pasal dimaksud, ketika seorang pecandu menjalani pembinaan di Lapas, maka Lapas pun wajib memberikan layanan atas pengobatan dan perawatan bagi pengguna atau pecandu yang menjadi warga binaannya. 2. Tahapan Rehabilitasi Narapidana Pengguna Narkoba Pelaksanaan rehabilitasi bagi pengguna narkoba bertujuan untuk dapat dipulihkannya kondisi mental psikologis dan kondisi sosial serta pulihnya fungsi kualitas sosial melalui rehabilitasi medis/non medis,pembinaan sikap dan moral sehingga mereka dapat hidup secara wajar ditengah-tengah masyarakat serta menjadi manusia yang berguna, produktif dan berkualitas. Dinas Sosial Propinsi Jawa Barat Sub Dinas Pemulihan Sosial (2003:10) menjelaskan langkah-langkah dalam proses rehabilitasi bagi pengguna narkoba dibagi dalam beberapa tahapan sebagai berikut: a. Tahap Penerimaan b. Tahap ini dilakukan dengan melakukan pemeriksaaan awal untuk menetukkan diagnosis awal atau rencana tindakan yang meliputi wawancara, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang apabila diperlukan. c. Tahap Detoksifikasi d. Fokus utama dalam tahap ini adalah mengatasi kondisi putus zat (withrdawal) sehingga pasien bersih dari metabolit (sisa metabolisme zat). Sasaran dari detoksifikasi adalah klien yang masih menggunakan napza (narkoba) dalam satu minggu terakhir. e. Tahap Pra Rehabilitasi Tahap ini residen sudah selesai menjalani detoksifikasi dari kondisi fisik, mental dan emosional dan secara umum klien sudah teratasi yang

bertujuan mempersiapkan

memantapkan

untuk

mengikuti

program rehabilitasi yang terdiri dari perbaikan kesehatan fisik, menstabilkan kondisi mental dan emosional, membangkitkan motivasi bagi klien yang masih ragu-ragu, penilaian fisik maupun psikologis, membangkitkan motivasi bagi klien yang masih

agu-ragu dalam menjalani rehabilitasi, pengenalan metode program rehabilitasi dan pengenalan program pencegahan kekambuhan. f. Tahap Assesmen Tahap assesmen ini bertujuan untuk mengumulkan data-data residen secara keseluruhan yang berkaiatan dengan latar belakang, masalah klien, pemecahannya sehingga dapat mendapatkan informasi dan data menggenai latar belakang masalah residen yang meliputi bakat, minat, potensi yang dimiliki, kemampuan, harapan dan rencana masa depan, yang dapat digunakan untuk mendukung upaya pemecahan serta upayaupaya lain untuk mengembangkan kemampuan klien. g. Tahap Pembinaan dan Bimbingan Tahap ini meliputi segi fisik dan mental psikologik, dalam hal pembinaan fisik memiliki tujuan agar memulihkan kesehatan dan kesegaran jasmani residen serta mengembangkan displin residen. Sedangkan dalam tahap bimbingan terdiri dari bimbingan mental psikologik, bimbingan moral dan keagamaan, bimbingan sosial, dan pelatihan keterampilan usaha/kerja/sekolah. Bimbingan mental psikologik, bertujuan agar tumbuh dan terbentuknya kondisi psikis, emosional, intergritas, dan disiplin diri serta mantapnya sikap mental klien. Bimbingan moral dan keagamaan, bertujuan meningkatkan kemampuan menjalankan ibadah agama, meningkatkan ketahanan sosial klien terhadap pengaruh buruk lingkungan sosialnya dan mampu berinteraksi sosial secara wajar. Bimbingan sosial bertujuan memulihkan dan mengembangkan tingkah laku positif klien, sehingga mereka mau dan mampu melakukan fungsi dan peranan sosialnya secara wajar dan dapat menjalin relasi dengan anggota keluarga dan masyarakat. Bimbingan keterampilan bertujuan meningkatkan kemampuan residen

dalam berbagai jenis keterampilan usaha/kerja untuk menunjang kebutuham masa depannya dan atau melanjutkan pendidikannya. Dengan demikian tahap dalam melaksanakan rehabilitasi hendaknya disesuaikan dengan tingkatan usia dari residen itu sendiri agar tepat dalam penanganan sehingga program dapat berjalan dengan baik. Menurut Harsono (1995:51) ada empat komponen penting dalam pembinaan narapidana, diantaranya yaitu: a. Diri sendiri, yaitu Narapidana itu sendiri

b. Keluarga, adalah anggota keluarga inti, atau keluarga terdekat c. Masyarakat, adalah orang-orang yang berada di sekeliling Narapidana pada saaat masih di luar Lembaga Pemasyarakatan.dapat masyarakat biasa, pemuka masyarakat, pejabat setempat d. Petugas, dapat berupa kepolisian, pengacara, petugas keagamaan, petugas sosial, petugas Lembaga Pemasyarakatan Pendapat di atas, menjelaskan bahwa dalam pembinaan narapidana terdapat empat komponen penting yang saling berkaitan satu sama lain, yakni diri sendiri, keluarga, masyarakat dan petugas. Rehabilitasi pembinaan narapidana pengguna narkoba harus dilakukan dengan metodemetode yang sesuai dengan azas humanistik, maka metode pembinaan narapidana yang digunakan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah: a. Pembinaan berupa interaksi langsung yang bersifat kekeluargaan b. Pembinaan bersifat persuasif eduktif c. Pembinaan berencana, terus menerus dan sistematis d. Pemeliharaan dan peningkatan langkah-langkah kemanan yang disesuaikan dengan tingkat keadaan yang dihadapi. e. Penedekatan individual dan kelompok (Departemen Kehakiman RI, 1990:20) Pendapat di atas, menjelaskan bahwa metode rehabilitasi pembinaan narapidana sangat memperhatikan latar belakang dan bakat serta harapan narapidana. Rehabilitasi pembinaan tersebut berlangsung secara terus menerus, persuasif dan bertahap di dalam lingkungan kebudayaan masyarakatnya dengan memperhatikan dan meningkatkan langkah-langkah pengamanannya.

Rehabilitasi Community 1.

Narapidana

Pengguna

Narkoba

Melalui

Therapeutic

Proses Konseling Narapidana Pengguna Narkoba Dalam Therapeutic Community

Konseling merupakan bagian penting dalam Therapeutic Community terutama untuk membantu residen mengatasi berbagai permasalahan psikososial yang dialaminya. Konseling adalah suatu proses interaktif yang dicirikan dengan suatu hubungan yang unik antara konselor dan residen yang menuju pada perubahan dalam ciri residen dalam satu atau lebih hal sebagai berikut: a. Perilaku b. Keyakinan-keyakinan (cara-cara menafsirkan atau menguraikan realitas, termasuk tentang diri sendiri). c. Kemampuan untuk mengatasi situasi-situasi kehidupan untuk memaksimalkan kesempatan-kesempatan merugikan. d. Tingkat emosi yang menyusahkan (Depsos,2003:54). Dalam hal ini ada empat ciri perubahan yang terjadi dari residen yang telah melakukan konseling dengan konselor, yakni perubahan perilaku, keyakinan-keyakinan, kemampuan untuk mengatasi situasi lingkungan, dan mengontrol tingkat emosi residen yang berubah-ubah. Setelah konseling baru akan terlihat sangat jelas apa yang dirasakan, dialami oleh residen. Tujuan konseling menurut Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi dan meminimalkan kondisi-kondisi lingkungan yang

Sosial Korban Napza Departemen Sosial (2003:55) terbagi dua,yaitu: i. Tujuan hasil adalah bahwa konseling menuju pada perubahan dalam diri individu/residen. Konseling individual maupun konseling kelompok mengekspresikan maksud pengembangan (berorientasi pada pertumbuhan personal) dan

perbaikan (berorientasi pada pemecahan masalah). ii. Tujuan proses, yaitu berkisar pada pengembangan kepercayaan diri, pengetahuan, keterampilan maupun sikap residen dan juga konselor itu sendiri. Tujuan proses kadang-kadang digambarkan berkenaan dengan kegiatan konselor, pada waktu yang lain berkenaan dengan pengaruh-pengaruh yang dialami oleh residen.

Pendapat

diatas

menjelaskan,

bahwa

tujuan

dari

konseling

yaitu

tujuan hasil dan tujuan proses. Tidak hanya hasil yang dinilai tetapi juga proses bagaimana seorang residen itu dapat mengalami perubahan bagi diri sendiri. Proses konseling menurut Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Napza Departemen Sosial (2003:57-63) terbagi menjadi tiga, yaitu: i. Pengungkapan Tahap Awal (Initial Disclosure) Pada awal konseling, konselor dan residen tidak saling mengenal, walaupun mungkin sebelumnya pernah bertemu dalam satu kesempatan tertentu atau memang sama sekali belum pernah. Tugas yang harus dilakukan oleh konselor pada awal konseling adalah memperhatikan secara hati-hati kata-kata dan tindakan residen, perhatikan sikap badan, ekspresi wajah, dan kontak mata. Konselor mengamati tingkah laku residen yang mengindikasikan isi dan perasaan yang mungkin tidak terucapkan secara verbal. Tanda-tanda kegelisahan, nada suara, gagal dalam memelihara kontak mata. Ada lima kondisi yang dapat membentuk kepercayaan residen terhadap konselor yaitu: a) Empati (empathy), memahami pengalaman atau perasaan orang lain/residen. Empati menunjukkan kecermatan konselor untuk memberikan umpan balik (feedback) mengenai perasaan residen. b) Kesesuaian dan keaslian/kesejatian (congruence or genuineness), terdiri dari kejujuran dan keterbukaan konselor terhadap residen. Konselor menjadi dirinya sendiri dan bertindak konsisten selama proses pertolongan. c) Memandang positif (positive regard) dan memperhatikan residen. d) Tidak menetapkan kondisi tertentu dalam memberikan pertolongan kepada residen, misalnya dengan menyatakan saya akan setuju dengan kamu jika kamu mengerjakan apa yang saya inginkan. e) Kejelasan (conctreeness), menggunakan bahasa yang mudah dipahami untuk menjelaskan situasi kehidupan residen. (Depsos,2003:58) Pendapat diatas menjelaskan bahwa lima kondisi seperti empati, kesesuaian, memandang positif, tidak menetapkan kondisi tertentu dan kejelasan adalah kondisi yang bisa dilakukan seorang konselor agar dapat membentuk kepercayaan residen terhadap diri konselor. Setelah rasa kepercayaan muncul, maka konselor akan lebih mudah untuk memahami apa yang dirasakan, dialami oleh residen. Sehingga proses konseling akan berjalan lancar dan tanpa paksaan.

ii.

Eksplorasi Lebih Mendalam (In-depth Exploration) Pada tahap ini residen sudah mulai memahami permasalahan yang dihadapinya dan mulai untuk mencari pemecah permasalahannya. Senada dengan Residen akan mencari pemahaman yang lebih jelas mengenai kehidupannya dan mulai merumuskan suatu pengertian yang baru tentang harapan dan arah pemecahan mfaasalah (Depsos,2003:59). Residen sudah memiliki pemikiranyang terbuka, dan berpikir jernih untuk mencari solusi permasalahannya.

iii.

Komitmen untuk melakukan kegiatan (Commitment to Action) Tugas pertama pada tahap ketiga ini adalah merumuskan tujuan yang ingin dicapai. Kapan memulai dan kapan mengakhirinya. Komitmen yang kuat dari keduanya untuk menampilkan perilaku/tindakan sesuai dengan tujuan pemecahan masalah yang ingin dicapai harus nampak jelas terlihat.

2. Proses Pelayanan narapidana pengguna narkoba dalam Therapeutic Community Proses pelayanan dalam Therapeutic Community menurut Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Napza Departemen Sosial (2003:96) dilakukan melalui beberapa tahap yaitu intake, induction, primary, re-entry dan after care. Secara lebih rinci tahapan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. Intake Process Proses intake merupakan tahap pertama dilakukan untuk mengenal

calon-residen dan memberikan informasi tentang panti kepada calon residen, keluarganya b. Induction Induction merupakan tahap dimana residen masuk kedalam

lingkungan panti setelah ia menjalani tahap intake. Dalam tahap ini, pekerja sosial dan staf membimbing residen untu menjalani transisi dari kehidupan luar panti ke dalam lingkungan panti untuk menjalani proses pelayanan serta mengkondisikan residen untuk memasuki tahap Primary. c. Primary Stage Tahap primary merupakan tahap dimana residen memasuki proses

pelayanan. Tahap ini bertujuan untuk memperkuat kondisi stabil yang telah dicapai pada tahap induction. Dalam tahap primary terdapat beberapa fase sesuai dengan kemampuan residen untuk menyelesaikan proses pelayanan, meliputi:

i.

Younger member (1-3 bulan): merupakan fase awal pada program primary, terdiri atas para residen yang dinilai telah siap untuk mengikuti proses pelayanan Primary.

ii.

Middle Peer (1-2 bulan): pada fase ini residen diharapkan dapat menunjukkan performa yang cukup baik sebagai role model untuk residen yang berada pada fase dibawahnya serta menunjukkan perkembangan yang memuaskan dalam pelaksanaan program pelayanan sehari-hari.

iii.

Older member (1-2 bulan): merupakan fase akhir program primary, dimana fase ini residen diharapkan menunjukkan kemampuan kepemimpinan yang baik dan mampu menjadi panutan bagi keseluruhan residen yang berada pada fase Primary.

d. Re-entry, yaitu suatu tahap dimana residen dilatih untuk bergabung dengan keluarga, lingkungan masyarakatnya lingkungan sekolah dengan tujuan meningkatkan

kemampuan interaksi residen dengan lingkuangan sosialnya. e. After Care atau pembinaaan lanjut yaitu suatu tahap dimana residen residen telah selesai mengikuti program dan disebut sebagai alumni. Kemudian alumni memasuki masyarakat luas: keluarga, lingkungan tetangga, lingkungan kerja dan lingkungan pendidikan. Pelaksanaan Therapeutic Community Sebagai Perwujudan Dari Community Civics Gerakan Community Civics pada tahun 1907 yang dipelopori oleh W.A Dunn adalah permulaan dari ingin lebih fungsionalnya pelajaran Civics bagi para siswa dengan menghadapkan mereka kepada lingkungan atau kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan ruang lingkup lokal, nasional maupun internasional. Gerakan Community Civics ini disebabkan pula karena pelajaran civic pada ketika itu hanya mempelajari konstitusin dan pemerintah dengan kurang memperhatikan lingkungan sosial (Numan Soemantri, 2001:282). Lembaga rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), dalam programnya meliputi pembinaan moral yang bersifat non formal atau yang sering disebut Community Civics atau pendidikan kemasyarakatan. Dengan adanya pembinaan moral yang terintegrasi dalam kegiatan terapi dan rehabilitasi melalui Community Civics atau pendidikan kemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan, diharapkan para penyalahguna napza diberikan bimbingan mental,sosial dan keterampilan

supaya mereka memiliki kesiapan mental sehingga tidak akan terpengaruh lagi ke dalam penyalahgunaan napza dan dapat berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Berkaitan dengan hal ini Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Psikotropika menjelaskan bahwa rehabilitasi bagi pengguna psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan dilaksanakan pada fasilitas rehabilitasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat. Dalam hal ini fasilitas rehabilitasi yang disediakan oleh pemerintah bagi narapidana pengguna narkoba yaitu Lembaga Pemasyarakatan yang memiliki program rehabilitasi, salah satunya Therapeutic Community. Metode Therapeutic Community adalah merupakan sebuah keluarga terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah-yang sama dan memiliki tujuan yang sama, yaitu menolong diri sendiri dan sesama yang oleh seseorang dari mereka, sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari yang negatif ke arah tingkah laku yang positif. Metode Therapeutic Community ini merupakan metode pembinaan yang dilaksanakan dibeberapa lembaga pemasyarakatan terhadap narapidana tindak pidana narkotika dan psikotropika. Program rehabilitasi terpadu yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah satu wujud dari Community Civics.

Anda mungkin juga menyukai