Anda di halaman 1dari 35

CASE REPORT

Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Akut Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Urinary II

Oleh: KELOMPOK TUTORIAL III Annisa Nur Arifiani (220110100035) Dini Hendrayani Hannifah Fitriani Sherly Marsella Lilis Rahma Yanthi Ratna Ekawati Annisa Rahma (220110100045) (220110100055) (220110100059) (220110100060) (220110100068) (220110100085)

Brigitha Puspa Juwita (220110100091) Devitha Eka Sartika (220110100092) Lia Masudah Danita Suci Lestari Dhea Dezitha (220110100098) (220110100123) (220110100136)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia yang telah diberikan, kami dapat menyusun laporan kasus tentang Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Akut . Laporan kasus yang kami buat, bertujuan agar kita semua dapat lebih memahami mengenai konsep penyakit dan asuhan keperawatan infeksi saluran kemih yang dilakukan oleh perawat. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan kontribusi positif dan bermakna dalam proses keperawatan. Kami menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan. Kami ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Urinary II yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk membuat laporan kasus ini, serta rekanrekan yang telah membantu kelancaran pembuatan laporan ini. Amin.

Jatinangor , 11 April 2013

Kelompok Tutorial III

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii BAB I KASUS PEMICU 1.1 Mind Map ............................................................................................................ 1.2 Learning Objective .............................................................................................. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep Penyakit .................................................................................................. 2.2 Penatalaksanaan ................................................................................................... 2.3 Patofisiologi ......................................................................................................... 2.4 Asuhan keperawatan ............................................................................................ BAB III PENUTUP ................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................

BAB I KASUS PEMICU


Tn. K, berusia 45 tahun datang ke unit hemodialisis (HD) untuk melakukan HD rutinnya yang biasa dia lakukan 2 kali/minggu, tetapi 1 minggu yang lalu klien tidak mengikuti jadwal hemodialisa dikarenakan sakit flu. Saat datang muka klien tampak pucat, oedema anasarka dan mengeluh lemas. Saat dikaji oleh perawat : klien mengeluh cepat cape dan nafasnya terasa sesak saat aktivitas dan diikuti dengan tremor, gatal - gatal di seluruh tubuhnya, kadang kadang suka keluar darah dari hidungnya, kulit tampak kering dan banyak yang mengelupas , rambut tampak kusam dan kemerahan. Dari pemeriksaan didapatkan hasil: BB 56 Kg TB 152 cm, BP 170/100 mmHg, HR 96 x/mnt, RR 24 x/ menit, lab : Hb 8.00 gr%, ureum 312, kreatinin 3.1. Dari riwayat sebelumnya Tn.K bekerja di ruangan ber AC dan minum kurang 4 gelas/hari mempunyai riwayat penyakit hipertensi 15 tahun yang lalu dan tidak terkontrol dan dia telah melakukan HD sejak 2 tahun yang lalu. Saat akan dilakukan HD Tn.K mengatakan kepada dokter dan perawat bahwa ini HD terakhir yang akan ia lakukan karena merasa benci dengan proses HD dan tidak ingin hidup seperti itu terus menerus. Dia juga mengatakan bahwa dia mengerti bahwa hidupnya tergantung pada dialysis. Dia berencana ke Cina untuk mencari alternatif penanganan penyakitnya Terapi : direncanakan tranfusi PRC 2 labu, diet rendah garam, rendah protein dan rendah kolesterol, Hemapo 50iu/kg IV

1.1 Mind Map 1.2 Learning Objective / Learning Outcomes BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Penyakit ISK (Infeksi Saluran Kemih) 1. Definisi

2. Etiologi Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008). a. Glomerulonefritis Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006). Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006). b. Diabetes melitus Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang

menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya (Waspadji, 1996). c. Hipertensi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar, 1998). d. Ginjal polikistik Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa (Suhardjono, 1998).

3. Factor Resiko 4. Manifestasi Klinis Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut: a. Sistem kardiovaskuler Hipertensi

Pitting edema Edema periorbital Pembesaran vena leher Friction sub pericardial b. Sistem Pulmoner Krekel Nafas dangkal Kusmaull Sputum kental dan liat c. Sistem gastrointestinal Anoreksia, mual dan muntah Perdarahan saluran GI Ulserasi dan pardarahan mulut Nafas berbau ammonia d. Sistem musculoskeletal Kram otot Kehilangan kekuatan otot Fraktur tulang e. Sistem Integumen Warna kulit abu-abu mengkilat Pruritis Kulit kering bersisik Ekimosis Kuku tipis dan rapuh Rambut tipis dan kasar f. Sistem Reproduksi Amenore Atrofi testis Mekanisme yang pasti untuk setiap manifestasi tersebut belum dapat diidentifikasi. Namun demikian produk sampah uremik sangat dimungkinkan sebagai penyebabnya. 5. Komplikasi

Komplikasi GGK:
a. Hiperkalemia berat akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme, dan masukan diet berlebih b. Erikarditis, efusi pericardi angiotensin aldosteron c. Hipertensi akibat retensi cairan dan Na serta malfungsi system renin d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan GIT akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama hemodialisa e. Penyakit tulang akibat retensi fosfat, kadar Ca serum yang rendah, metabolism vit D abnormal dan eningkatan kadar alumunium, temponade jantung akibat retensi produk sampah uremik & dialisis yg tdk adekuat

6. Pemeriksaan Diagnostik a. URIN - Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria) - Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan

disebabkanoleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin - Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat - Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1 - Klirens kreatinin: mungkin agak menurun - Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium

- Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada b. DARAH - BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir - Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 78 gr/dl - SDM: menurun, defisiensi eritropoitin - GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2 - Natrium serum : rendah - Kalium: meningkat Magnesium: meningkat

- Kalsium ; menurun - Protein (albumin) : menurun c. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg 1. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas. 2. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif 3. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa (Doenges, E Marilynn, 2000, hal 628- 629)

Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah: 1. Radiologi Pemeriksaan ini ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi gagal ginjal kronik 2. Foto polos abdomen

Pemeriksaan foto polos abdomen ini sebaiknya dilakukan tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai tomogram memberikan keterangan yang lebih baik. 3. Pielografi intra vena (PIV) Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadan tertentu, misalnya pada: usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat. 4. USG Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih serta prostat. 5. Renogram Dilakukan untuk menilai fungsi ginjal kiri dan kanan, lokasi gangguan (vaskular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal. 6. Pemeriksaan radiologi jantung Mencari adanya kardiomegali dan efusi pericardial. 7. Pemeriksaan radiologi tulang Mencari osteodistrofi (terutama falanx atau jari) dan kalsifikasi metastatik. 8. Pemeriksaan radiologi paru Mencari uremic lung, yang belakangan ini dianggap disebabkan oleh adanya bendungan pada paru. 9. Pemeriksaan pielografi retrograde Pemeriksaan ini dilakukan apabila dicurigai adanya obstruksi yang reversibel. EKG dilakukan untuk melihat kemungkinan: a. Hipertropi ventrikel kiri b. Tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah) c. Aritmia

d. Gangguan elektrolit (hiperkalemia) 10. Biopsi ginjal Pemeriksaan ini dilakukan bila ada keraguan diagnostik gagal ginjal kronik atau perlu diketahui etiologi dari penyakit ini. 11. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya gagal ginjal kronik, menetukan ada tidaknya kegawatdaruratan, menentukan derajat gagal ginjal kronik, menetapkan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi. Dalam menetukan ada tidaknya gagal ginjal, yang lazim diuji adalah laju filtrasi glomerulus. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan tes klirens kreatinin (TKK). TKK memerlukan pemeriksaan kreatin serum. Pemeriksaan kreatin serum ini sangat memadai untuk menilai faal glomerulus. Kreatin diproduksi di otot dan dikeluarkan melalui ginjal. Bila ada peninggian kreatin dalam serum berarti faal pengeluaran di glomerulus berkurang. Hanya bila ada penyakit otot dan hipermetabolisme, kreatin akan meningkat karena produksi yang berlebihan. Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat dilakukan untuk menguji faal glomerulus adalah pemeriksaan ureum darah atau nitrogen urea darah.

2.2 Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostatis selama mungkin. Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama terdiri dari tindakan konservatif yang ditujukan untuk meredakan atau memperlambat perburukan progresif gangguan fungsi ginjal. Tindakan konservatif dimulai bila penderita mengalami azotemia. Tahap kedua pengobatan dimulai kertika tindakan konservatif tidak lagi efektif dalam mempertahankan kehidupan.

a. Penatalaksanaan Konservatif Prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan konservatif sangat sederhana dan didasarkan pada pemahaman mengenai batas-batas eksresi yang dapat dicapai oleh ginjal yang terganggu. Selain itu, terapi di arahkan pada pencegahan dan pengobatan komplikasi yang terjadi. a) Pengaturan Diet Protein Penderita azotemia biasanya dibatasi asupan proteinnya meskipun masih diperdebatkan seberapa jauh pembatasan harus dilakukan. Protein dibatsi karena urea, asam urat, dan asam organic-hasil pemecahan makanan dan protein jaringan-akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus memi;liki nilai biologis tinggi (produk susu, telur, daging). Protein yang mengandung nilai biologis yang tinggi adalah substansi protein lengkap dan menyuplai asam amino utama yang diperlukan untuk penambahan dan perbaikan sel. Jumlah protein yang diperbolehkan adalah 0,6 g/kg/hari untuk pasien gagal ginjal berat pradialisis yang stabil (GFR< 24ml/menit). Sedangkan jumlah protein yang diperbolehkan untuk pasien yang menerima dialysis yang teratur dapat dibebaskan hingga 1g/kg/hari. Selain itu, suplemen karbohidrat dapat diberikan untuk memastikan kalori yang memedai untuk mencegah pemecahan protein tubuh. Suplemen vitamin B kompleks, piridoksin, dan asam askorbat harus diberikan bersama regimen ini. Oleh karena itu, status nutrisi pasien harus dipantua untuk memastikan bahwa berat bdan dan indicator lainnyan seperti albumin serum tetap stabil (3 g/dL). b) Pengaturan Diet Kalium Jumlah yang diperbolehkan dalam diet adalah 40-80 mEq/hari. Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obatobatan atau maaknan yang tinggi kandungan kalium seperti tambahan

garam (yang mengandung ammonium klorida dan kalium klorida), ekspektoran, kaloium sitrat, dan makanan sup, pisang, dan jus buah murni. c) Pengaturan Diet Natrium dan Cairan Jumlah natrium yang biasanya diperbolehkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g natrium), tetapi asupan natrium yuang optimal harus ditentukan secara individual pada setiap pasien untuk mempertahankan hidrasi yang baik. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan terjadinya retensi cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi, dan gagal jantung kongestif. Asupan cairan membantu regulasi yang hati-hati dalam gagal ginjal lanjut, karena haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat diyakini mengenai keadaan hidrasi pasien. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edem, dan intoksitasi cairan. Sedangkan asupan yang kurang dari optimal dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan pemburukan fungsi ginjal. Biasanya cairan yang diperbolehkan adalah 500-600ml untuk 24 jam. d) Pencegahan dan Pengobatan Komplikasi Hipertensi Ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif kontrol volume intravaskuler. Obat penghambat ACE (missal, kaptopril) dapat bermanfaat untuk pasien hipertensi esensial. Obat tersebut juga dapat menurunkan proteinuria, tekanan intraglomerulus dan memperlambat perkembangan gagal ginjal kronis Bila penderita sedang menjalani hemodialisis, maka perlu menghentikan pemberian obat antihipetensi sebelum pengobatan untuk mencegah hipotensi dan syok dengan keluarnya cairan intravaskuler melalui vasoknstriksi vascular yang normal. Penambahan obat antihipertensi lain seperti penyekat kanal kalsium atau minoksidil (Linoten) biasanya dapat mengontrol tekanan darah. Bila

semua cara gagal, masih dapat dipertimbangkan nefrektomi bilateral sebagai saran terakhir. Namun, tindakan tersebut dapat memperberat anemia karena ginjal stadium akhir masih memproduksi sedikit eritropoetin. Akhirnya, penatalaksanaan yang paling efektif yaitu dengan mengatur asupan natrium dan cairan serta dialysis intermiten, karena hipertensi pada kebanyakan pasien uremia disebebkan oleh kelebihan beban cairan. Hiperkalemia Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialysis yangadekuat disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien diharuskan diet rendah kalium. Kadang-kadang Kayexelate, perlu diberikan secara oral. Anemia Anemia pada gagal ginjal ditangani dengan Epogen (Eritropoetin manusia rekombinana, EPO). Terapi epogen diberikan utnuk memperoleh nilai hematokrit sebesar 33-38%, yang biasanya memulihkan gejala anemia. Epogen diberikan secara intravena atau subkutan (25-125 U/kgBB) tiga kali seminggu. Naiknya hemtokrit memerlukan waktu 26minggu, sehingga Epogen tidak diindiaksikan untuk pasien yang memerlukan koreksi anemia dengan segera. Efek samping terapi ini mencakup hipertensi (terutama tahap awal penanganan), peningkatan bekuan pada tempat akses vaskuler, kejang dan penipisan cadangan besi tubuh. Asidosis Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronis biasanya tanpa gejala dan tidak memerlukan penanganan; namun demikian, suplemen natrium bikarbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika kondisi ini menimbulkan gejala. Asidosis metabolik kronik yang

ringan pada penderita uremia biasanya akan menjadi stabil pada kadar bikarbonat plasma 16-20 mEq/l. Osteodistrofi ginjal Untuk mencegah timbulnya hiperparatiroidisme sekunder dan segala akibatnya adalah dengan diet rendah fosfat dengan pemberian agen yang dapat mengikat fosfat dalam usus. Diet rendah protein biasanya juga rendah fosfat.dahulu, gel antasida alumunium sering digunakan untuk pengobatan. Namun demikian, sekarang diketahui bahwa regimen ini dapat menimbulkan intoksikasi aluminium akibat penimbunan bertahap aluminium dalam jaringan, dengan gejala neurologis dan osteomalasia. Sehingga diganti dengan pemberian natrium karbonat dosis tinggi. Antasid mengandung magnesium juga harus dihindari untuk mencegah toksisitas magnesium. Kalsium karbonat (1-2g) dan antasid pengikat fosfat harus diminum bersama dengan makanan agar efektif. Komplikasi utama pada pasien yang meminum kalsium karbonat sebagi pengikat fosfat adalah timbulnya hiperkalsemia. Sehingga kadar fosfat serum harus dipantau setidaknya setiap bulan untuk memastikan bahwa hasil akhir kalsium fofat dalam rentang normal (<60) untuk menghindari kalsifikasi metastatik. Apabila terjadi keterlibatan rangka yang parah akibat kurangnya atau walaupun terapi preventif dengan agen pengikat fosfat, maka diindikasikan terapi vitamin D atau partiroidektomi subtotal. Hiperurisemia Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada gagal ginjal lanjut biasanya adalah alopurinol, yang mengurangi kadar asam urat dengan menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan oleh tubuh.

Penatalaksanaan lanjutan 1. Dialysis

a. Peritoneal dialysa Ketika ginjal mengalami kerusakan maka ginjal tidak dapat membersihkan tubuh dari sisa-sisa metabolisme. Sisa-sisa metabolisme dan kelebihan air menumpuk dan lama kelamaan menjadi banyak di dalam darah yang disebut uremia.

Gagal ginjal kronik berarti kehilangan fungsi ginjal yang bisa terjadi secara cepat atau lambat dalam beberapa tahun. End Stage Renal Disease (ESRD) terjadi ketika ginjal mengalami kerusakan tahap akhir, dimana ginjal tidak dapat bekerja dengan baik untuk menjaga keseimbangan zat-zat kimia tubuh yang diperlukan untuk hidup. Pada saat ini pasien memerlukan dialysis sebagai terapi pengganti. Terapi pengganti fungsi ginjal (dialysis) : 1.Hemodialisis (HD) 2.Peritoneal Dialisis (PD : a.Acute Peritoneal Dialisis (PD Acute) b.Kronis Peritoneal Dialisis (CAPD) Continous : Terus menerus selama 24 jam Ambulatory : Bebas bergerak Peritoneal : Peritoneum sebagai membran semi permeable

Dialysis : Membersihkan tubuh dari zat sisa-sisa metabolisme dan kelebihan cairan. Atau disebut DPMB (Dialysis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan)

CAPD

Hemodialisa

Dialysis adalah pemisahan partikel-partikel besar dari partikelpartikel yang lebih kecil melewati membrane semipermeable. Fungsi dialysis : 1.Mengeluarkan produk-produk sisa metabolisme 2.Mengeluarkan kelebihan air 3.Membantu menjaga keseimbangan zat-zat kimia tubuh Di dalam dialysis baik HD maupun CAPD diperlukan suatu membran dengan lubang / pori-pori yang halus untuk menyaring sisa-sisa metabolisme tersebut dari darah. Membran ini disebut membran semi permeable. Pada HD, menggunakan ginjal buatan (dialyzer) yang berfungsi sebagai membran semi permeable. Sedangkan pada PD menggunakan membran peritoneum sebagai filter untuk menyaring sisa-sia metabolisme tersebut. Peritoneal Dialisis Peritoneal dialysis adalah suatu proses dialysis di dalam rongga perut yang bekerja sebagai penampung cairan dialysis, dan peritoneum sebagai membrane semi permeable yang berfungsi sebagai tempat yang dilewati cairan tubuh yang berlebihan & solute yang berisi racun yang akan dibuang. Anatomi Membran Peritoneum Rongga Peritoneum Rongga peritoneum adalah bagian dari perut yang membungkus organ-organ, seperti lambung, ginjal, usus, dll. Di dalam rongga perut ini terdapat banyak sel-sel darah kecil (kapiler) yang berada pada satu sisi dari membran peritoneum dan cairan dialysis pada sisi yang lain. Rongga peritoneum berisi + 100ml cairan yang berfungsi untuk lubrikasi / pelicin dari membran peritoneum. Pada orang

dewasa normal, rongga peritoneum dapan mentoleransi cairan > 2 liter tanpa menimbulkan gangguan. Membran Peritoneum Membran peritoneum merupakan lapisan tipis bersifat semi permeable. Luas permukaan + 1,55m2 yang terdiri dari 2 bagian, yaitu: 1.Bagian yang menutupi / melapisi dinding rongga perut (parietal peritoneum), + 20% dari total luas membran peritoneum. 2.Bagian yang menutup organ di dalam perut (vasceral peritoneum), + 80% dari luas total membran peritoneum. Total suplai darah pada membran peritoneum dalam keadan basal + 60 100 ml/mnt. Prinsip Dasar PD Kateter CAPD (tenchoff catheter) dimasukkan ke dalam rongga peritoneum melalui teknik operasi. Konsentrasi adalah kata-kata yang sering kita dengar di dalam cairan CAPD. Proses PD Cairan dialysis 2 L dimasukkan dalam rongga peritoneum melalui catheter tunchoff, didiamkan untuk waktu tertentu (6 8 jam) dan peritoneum bekerja sebagai membrane semi permeable untuk mengambil sisa-sisa metabolisme dan kelebihan air dari darah. Osmosis, difusi dan konveksi akan terjadi dalam rongga peritoneum. Setelah dwell time selesai cairan akan dikeluarkan dari rongga peritoneum melalui catheter yang sama, proses ini berlangsung 3 4 kali dalam sehari selama 7 hari dalam seminggu.

Difusi

Membrane peritoneum menyaring solute dan air dari darah ke rongga peritoneum dan sebaliknya melalui difusi. Difusi adalah proses perpindahan solute dari daerah yang berkonsentrasi tinggi ke daerah yang berkonsentrasi rendah, dimana proses ini berlangsung ketika cairan dialisat dimasukkan ke dalam rongga peritoneum. Konsentrasi cairan CAPD lebih rendah dari plasma darah, karena cairan plasma banyak mengandung toksin uremik. Toksin uremik berpindah dari plasma ke cairan CAPD. Osmosis Osmosis adalah perpindahan air melewati membrane semi permeable dari daerah solute yang berkonsentrasi rendah (kadar air tinggi) ke daerah solute berkonsentrasi tinggi (kadar air rendah). Osmosis dipengaruhi oleh tekanan osmotic dan hidrostatik antara darah dan cairan dialisat. Osmosis pada peritoneum terjadi karena glukosa pada cairan CAPD menyebabkan tekanan osmotic cairan CAPD lebih tinggi (hipertonik) dibanding plasma, sehingga air akan berpindah dari kapiler pembuluh darah ke cairan dialisat (ultrafiltrasi) Kandungan glucose yang lebih tinggi akan mengambil air lebih banyak. Cairan melewati membrane lebih cepat dari pada solute. Untuk itu diperlukan dwell time yang lebih panjang untuk menarik solute. Untuk membantu mengeluarkan kelebihan air dalam darah, maka cairan dialisat menyediakan beberapa jenis konsentrasi yang berbeda : Baxter : 1,5%, 2,5%, 4,25% Frescenius : 1,3%, 2,3%, 4,25%

Perpindahan cairan pada CAPD dipengaruhi : Kualitas membrane Ukuran & karakteristik larutan Volume dialisat Proses dialysis pada CAPD terjadi karena adanya perbedaan : 1.Tekanan osmotic 2.Konsentrasi zat terlarut antara cairan CAPD dengan plasma darah dalam pembuluh kapiler Pada saat cairan dialisat dimasukkan dalam peritoneum, air akan diultrafiltrasi dari plasma ke dialisat, sehingga meningkatkan volume cairan intra peritoneal. Peningkatan volume cairan intraperitoneal berbanding lurus dengan konsentrasi glukosa dari cairan dialisat. Kecepatan transport air dan zat terlarut dapat diestimasi secara periodic melalui PET test (Peritoneal Equilibrum Test) Standar konsentrasi elektrolit cairan CAPD: Na (132 meq /lt) Cl ( 102 meq /lt) Mg (0,5 meq /lt) K (0 meq /lt) Keuntungan CAPD dibandingkan HD : 1.Dapat dilakukan sendiri di rumah atau tempat kerja 2.Pasien menjadi mandiri (independen), meningkatkan percaya diri 3.Simpel, dapat dilatih dalam periode 1-2 minggu. 4.Jadwal fleksibel, tidak tergantung penjadwalan rumah sakit sebagaimana HD 5.Pembuangan cairan dan racun lebih stabil 6.Diit dan intake cairan sedikit lebih bebas

7.Cocok bagi pasien yang mengalami gangguan jantung 8.Pemeliharaan residual renal function lebih baik pada 2-3 tahun pertama Kelemahan CAPD : 1.Resiko infeksi Peritonitis Exit site Tunnel 2.BB naik karena glukosa, pada cairan CAPD diabsorbsi Penilaian HD atau CAPD : 1.Penilaian bersifat individual 2.Adakah faktor kelainan yang menyebabkan CAPD lebih bermanfaat dibanding HD ? Kesulitan akses vaskular, penyakit cardiovaskular yang berat Jarak rumah dengan center HD, pekerjaan Kontra indikasi CAPD : 1.Hilangnya fungsi membran peritoneum 2.Operasi berulang pada abdomen, kolostomi, 3.Ukuran tubuh yang besar (kemungkinan dengan PD yang adekuat tidak tercapai) 4.Identifikasi problem yang potensial timbul sebelum CAPD dimulai a.Apakah pasien perlu seorang asisten (keterbatasan fisik / mental) b.Adakah hernia c.Penglihatan kurang 5.Malnutrisi yang berat

b. Hemodyalisa 2. Transplantasi

2.3 Patofisiologi 2.4 Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian 1) Identitas Klien a. Nama b. Umur c. Pekerjaan d. Jenis Kelamin e. Alamat f. Agama g. Suku Bangsa : Tn. K : 45 Tahun : Bekerja di ruang ber-AC : Laki-laki :::-

h. Status pernikahan : i. Diagnosa Medis 2) Keluhan Utama Klien mengeluh lemas. 3) Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien mengeluh cepat capek dan napas terasa sesak saat aktifitas dan diikuti dengan tremor, gatal-gatal diseluruh tubuh, kadang keluar darah dari hidung, kulit tampak kering dan mengelupas, rambut r=tampak kusam dan kemerahan. b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Tn. K bekerja di ruangan AC dan minum kurang dari 4 gelas. Riwayat hipertensi 5 tahun yang lalu. c. Riwayat Kesehatan Keluarga ( perlu dikaji) d. Riwayat pengobatan HD rutin 2x seminggu sejal 2 tahun yang lalu. e. Riwayat Psikososial : Gagal Ginjal Kronik

Klien mengatakan kepada dokter dan perawat, ini HD terakhir yang akan dilakukan karena merasa benci dengan proses HD dan tidak ingin hidup seperti ini terus-menerus. Dia juga mengatakan bahwa dia mengerti bahwa hidupnya tergantung pada dialisis. Dia berencana ke Cina untuk mencari alternatif penanganan penyakitnya. 4) Kebutuhan Dasar a. Pola makan : - (perlu dikaji)

b. Pola napas : terasa sesak saat aktivitas, RR 24x/mt c. Pola eliminasi d. Aktivitas : - (perlu dikaji)

: lemas, cepat capek, napas terasa sesak saat aktivitas

e. Pola tidur : - (perlu dikaji) 5) Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum, Antropometr Compos mentis BB : 56 kg TB : 152 cm b. TTV RR TD HR Suhu : 24 x/mt : 170/100 mmHg : 96 x/mt :-

c. Pemeriksaan Persistem Sistem Respirasi Napas terasa sesak saat aktivitas, RR 24 x/mt. Sistem Kardiovaskular Inspeksi : muka tampak pucat, edema-anasarka. BP : 170/100 mmHg, HR : 96 x/mt. Sistem Neurobehaviour Inspeksi : Tremor Sistem Imun dan Hematologi

Inspeksi : kadang keluar darah dari hidung Sistem Digestive (perlu dikaji) Sistem Persepsi Sensori (perlu dikaji) Sistem Muskuloskeletal (perlu dikaji) Sistem Integumen Inspeksi : Gatal-gatal diseluruh tubuh, kulit tampak kering mengelupas, rambut tampak kusam dan kemerahan. Sistem Endokrin (perlu dikaji) Sistem Urinari (perlu dikaji) Sistem Reproduksi (perlu dikaji) 6) Pemeriksaan Diagnostik Hb 8 gr % Ureum 312 Kreatinin 3,1 7) Terapi Direncanakan transfusi PRC 2 labu, diet rendah garam, rendah protein, diet rendah kolesterol, hemapo 50 IU/mg IV. dan

2. Analisa Data

3. Diagnosa Keperawatan

4. Rencana Asuhan Keperawatan

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GAGAL GINJAL

NO 1.

DIAGNOSA Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal DS : Klien

TUJUAN Tupan : Setelah perawatan selama 5x24 jam, pasien tidak menunjukan peningkatan cairan dan menunjukan keseimbangan cairan.

INTERVENSI Mandiri

RASIONAL

a. Batasi pemasukan cairan

a. Untuk mencegah tertahannya cairan dalam tubuh b. Untuk mengurangi

b. Diet natrium c. Monitor denyut jantung, tekanan darah, CVP catat

cairan tertahan di dalam tubuh c. Takikardi dan hipertensi terjadi karena (1) kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urin, (2) pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/ hipotensi atau perrbahan fase oliguria, gagal ginjal, dan (3) perubahan pada system rennin-angiotensin. Selain itu untuk mengidentifikasi status gangguan cairan dan elektrolit. d. Perlu dilakukan untuk

Tupen : Setelah perawatan selama

intake & output cairan, termasuk cairan tersembunyi seperti aditif antibiotic, ukur IWL, timbang BB tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama.

mengeluh sesak 2x24 jam, tandanafas tanda kelebihan cairan berkurang. DO : Kriteria hasil :

HD 2x seminggu Pucat Edema anasarka BB = 66 kg TB = 152 cm

- Intake dan output seimbang - BB stabil - Tidak ada asites - BJ urin dalam batas normal

TD : 170/100 mmHg HR : 96 x/menit RR : 24 x/menit

d. Catat pemasukan dan pengeluaran cairan. termasuk cairan tersembunyi seperti aditif antibiotik. Ukur kehilangan GI dan perkiraan kehilangan tak kasat mata, seperti berkeringat e. Pantau berat jenis urin.

menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan, dan penurunan resiko kelebihan cairan.

e. Mengukur kemampuan ginjal utnuk mengkonsentrasikan urin sesuai zat apa saja yang seharusnya ada dalam urin dan zat apa saja yang seharusnya tidak ada dalam urin. f. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya dehidrasi sel. g. Peningkatan atau penurunan kalium

f. Monitor dehidrasi cairan dan berikan minuman bervariasi g. Monitor EKG

dihubungkan dengan disthrithmia. hipokalemia bisa terjadi akibat pemberian diuretic. h. Untuk mengetahui derajat edema telah mencapai organ lain. i. Dapat menunjukkan perpindahan cairan,

h. Auskultasi paru dan bunyi jantung

akumulasi toksin, asidosis, ketidakseimbanagan

i. Kaji tingkat kesadaran : selidiki perubahan mental, adanya gelisah.

elektrolit, atau terjadinya hipoksia.

1. Kedua nilai mungkin


Kolaborasi

meningkat, kreatinin adalah indikator yang lebih baik untuk fungsi ginjal karena tidak dipengaruhi oleh hidrasi, diet, dan katabolisme jaringan. Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi/ gagal ginjal. 2. Integritas fungsi tubular hilang dan

a. Monitor pemeriksaan laboratorium, contoh: 1. BUN, kreatinin;

2. Natrium dan kreatinin urin;

menyebabkan reapsorpsi natrium terganggu, mengakibatkan peningkatan

ekskresi natrium. Kreatinin urin biasanya menurun sesuai dengan peningkatan kreatinin serum. 3. Hiponatremia dapat diakibatkan dari kelebihan cairan 3. Natrium serum; atau ketidakmampuan ginjal untuk menyimpan natrium. Hipernatremia menunjukkan defisit cairan tubuh total. 4. Kekurangan 4. Kalium serum; ekskresi ginjal dan/atau retensi selektif kalium untuk mengekskresikan kelebiahn ion hydrogen (memperbaiki asidosis) menimbulkan 5. Hb/Ht;

hiperkalemia. 5. Penurunan nilai dapat mengindikasikan hemodilusi (hipervolemia); namun selama b. Rongent Dada gagal lama, anemia sering terjadi sebagai akibat c. Berikan Obat sesuai indikasi : Diuretik : Furosemid, Manitol; Antihipertensi : Klonidin, Metildopa d. Masukkan/pertaha nkan kateter tak menetap sesuai indikasi e. Siapkan untuk dialisa sesuai indikasi d. Untuk mengeluarkan cairan yang tidak dapat dikeluarkan melalui berkemih. e. Untuk memantau elektrorit dalam tubuh terhadap zat-zat berbahaya yang dihasilkan tubuh.
2. Intoleransi aktivitas b.d. Tupan : Setelah

kehilangan/penurun an produksi SDM. b. Untuk mengetahui keadaan edema yang telah mencapai paru-oaru. c. Untuk menguramgi derajat edema.

a. Kaji tingkat kelelahan, tidur ,

a. Kelelahan menunjukan adanya kebutuhan energy

penurunan produksi energi metabolic (anaerob), anemia, retensi produk sampah (ureum)

perawatan selama 7x24 jam klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi.

istirahat

yang berlebih sedangkan metabolisme dalam tubuh tidak terpenuhi. b. Untuk menentukan

b. Kaji kemampuan toleransi aktivitas

aktivitas apa yang tepat untuk klien yang sesuai dengan toleransi tubuh

DS :

Tupen : Setelah perawatan selama 1x24 jam, intetoleransi aktivitas berkurang. Kriteria hasil :

klien. c. Identifikasi faktor yang menimbulkan keletihan d. Rencanakan periode istirahat adekuat e. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, anjurkan aktifitas alternative sambil istirahat c. Untuk mencegah terjadinya keletihan karena faktor tersebut. d. Untuk mengurangi pemakaian energy secara berlebih. e. Untuk melatih klien untuk tetap beraktivitas.

Klien mengeluh lemas dan cepat capek Klien mengeluh napas serasa sesak saat bernapas
DO :

Hb normal

EKG normal

Pucat TD : 170/100 mmHg HR : 96 x/menit RR : 24 x/menit Hb : 8 gr%

Klien melapor kan perbaika n energi.

Klien mampu melaksa nakan aktivitas yang

Ureum : 312 Kreatinin : 3,1

diingink an sesuai dengan kemamp uan secara bertahap .

3.

Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan efek uremia.

Tupan : Mempertahankan kulit utuh. Tupen :

Mandiri

a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vascular. Perhatikan kemerahan, ekskoriasi.observ asi erhadapa ekimosis, purpura.

a. Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus/infeksi.

Setelah 3x24

DS : Pasien mengeluh gatal-gatal di seluruh tubuhnya.

jam perawat an gatalgatal mulai

b. Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhisirkulasi dan intregitas jaringan pada tingkat selular. c. Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek. d. Menurunkan tekanan pada edema, jaringan

DO :

HD 2x seminggu Kulit tampak kering dan banyak mengelupas Rambut

berkuran b. Pantau masukan g dan cairan dan hidrasi kulit kulit dan klien tidak terlihat kering. membrane mukosa.

c. Inspeksi area tergantung

dengan perfusi buruk untuk menurunkan

tampak kusam dan kemerahan Hb : 8 gr% Ureum : 312 Kreatinin : 3,1

terhadap edema. d. Ubah posisi dengan sering; gerakan pasien dengan perlahan beri bantalan pada tonjolan tulang, pelindung siku atau tumit.

iskemia. Peninggian meningkatkan aliran balik statis vena terbatas/pembentukan edema. e. Sodakue, mandi dengan tepung menurunkan gatal dan mengurangi pengeringan daripada sabun. Lotion dan salep mungkin diinginkan untuk menghilangkan

e. Berikan perawatan kulit. Batasi penggunaan sabun. Berikan salep atau krim (misal lanolin, aquaphor).

kering, robekan kulit. f. Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit g. Meskipun dialysis mengalami masalah kulit yang berkenaan dengan uremik, gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute ekskresi untuk produk sisa,misal

f.

Pertahankan linen kering bebas keriput

Kristal fosfat (berkenaan dengan hiperparatiroidisme pada penyakit tahap akhir). h. Menghilangkan ketidaknyamanan dan

g. Selidiki keluahan gatal

menurunkan risiko cedera dermal.

i. Mencegah iritasi dermal h. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untukmemberika n tekanan (daripada garukan) pada area pruritus. Pertahankan kuku pendek; berkikan sarung tangan selama tidur bila perlu. i. Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar.
Kolaborasi Berikan matras busa 4. Perubahan pola nafas Menurunkan tekanan lama pada jaringan, yang dapat membatasi perfusi selular yang menyebabkan iskemia/nekrosis.

langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.

Tujuan:

Mandiri

a. Menyatakan

berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik

Pola nafas kembali normal / stabil

a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles

adanya pengumpulan secret b. Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2

b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam

c. Mencegah terjadinya sesak nafas d. Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

c. Atur posisi senyaman mungkin

d. Batasi untuk beraktivitas

BAB III PENUTUP Simpulan

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai