Anda di halaman 1dari 45

LAPORANKEPANITERANKLINIK

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT Balai Pengobatan dan Pemberantasan Penyakit Paru (BP4)

Disusun oleh : 1. Indra Yeni 2. Rio Karsontani 3. Christian Adi . N 4. Ardy Bayu Sutrisno 5. Adnan Adinata . C 6. Rosana . Wijayanti 1999.04.0133 2001.04.0.0120 2002.04.0.0007 2005.04.0.0137 2005.04.0.0138 2006.04.0.0158

Tanggal Pelaksanaan Kegiatan : 1, 2, dan 3 November 2010

FAKULTASKEDOKTERANUMUM U NI V E R S I T A S H A N G T U A H SURABAYA T A H U N 2010

KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur atas kehadiran allah Swt, kami Dokter Muda angkatan XXX E telah menyelesaikan laporan tentang kegiatan kepaniteran di Balai Pengobatan dan Pemberantasan Penyakit Paru (BP4) RS. Karang Tembok Surabaya . Laporan ini merupakan ringkasan dari materi kuliah dan semuakegiatan yang mencakup anmanesa, pemeriksaan penderita Tuberculosa, diagnose di Laboratorium Klinik milik BP4 dan juga penyuluhan kesehatan di jalan Karang Tembok, Surabaya pada tanggal 1,2,dan 3 November Tahun 2010 . Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari yang di harapkan. Oleh karena itu, kami sangat berterima kasih bila ada saran dan kritik yang bertujuan untuk menyempurnakan isi laporan ini, Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada : 1. 2. 3. Dr. Dyah Wiryastini, MARS sebagai Kepala BP4 / RS Karang Tembok. Laboratorium Ilmu Kesehatan FK Universitas Hang Tuah Surabaya. Semua pihak yang telah membantu kami menyelesaikan laporan ini.

Terima kasih atas perhatiannya Semoga laporan ini bermanfaat.

Surabaya, November 2010

Penyusun

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..i DAFTAR ISI..ii BAB 1. PROGRAM PEMBERANTASAN TB PARU1 A. PENDAHULUAN.1 B. LATAR BELAKANG...2 C. TUJUAN PROGRAM P2 TB- PARU ..3 D. STRATEGI PENANGGULANGAN TB NASIONAL .3 E. METODE PELAKSANAAN ..3 BAB II. PENYAKIT TUBEKULOSIS ..5 A. DEFINISI .5 B. EPIDEMIOLOGI .5 C. PREVALENSI .6 D. KOMPLIKASI PADA PENDERITA TUBERKULOSIS 6 E. GEJALA- GEJALA TUBEKULOSIS ..7 F. DIAGNOSA PENYAKIT TUBEKULOSIS ..8 G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ...9 H. PENGARUH HIV ..10 BAB III. TATA LAKSANA TUBERKULOSIS ..11 BAB IV. PERMASALAHAN, PEMECAHAN MASALAH SERTA SARAN-SARAN 22 A. PERMASALAHAN DALAM KEGIATAN DI BP4 ..22 B. PEMECAHAN MASALAH .22

C. SASARAN .22 BAB V. KESIMPULAN ..24

BAB I PROGRAM PEMBERANTASAN TB PARU

A.

PENDAHULUAN Untuk mewujudkan Indonesia sehat 2010, pemerintah melaksanakan pembangunan kesehatan, yang merupakan bagian dari pembangunan Nasional secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pelaksanaan program pemberantas Tuberkulosis ( P2TB ) paru telah dimulai sejak diadakan symposium pemberantasan TB di ciloto pada tahun 1969. Dan saat ini , untuk pelaksanaan nya di tingkat masyarakat sebagai sarana pelayanan kesehatan dikenal adanya balai Pengobatan dan Pemberantasan Penyakit Paru ( BP4 ), dengan program dan kegiatannya yang mempunyai peranan penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit TB paru. Sejak tahun 1995, WHO telah merekomondasikan penggunaan strategis DOTS ( Directly Observed Treatment ) dalam program pemberantas penyakit Tuberkulosis Paru. Kemudian telah berkembang seiring dengan pembentuknya GERDUNAS- TB, maka program pemberantas Penyakit Tuberkulosis Paru dengan strategis DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi . Bank Dunia

menyatakan strategis DOTS merupakan strategis kesehatan yang paling cost effective. Sejak tahun 1995/1996, Program Pemberantas Tuberkulosis Paru ( P2TB Paru ) melaksanakan strategis DOTS secara bertahap yang telah

direkomondasikan WHO dengan membertimbangkan kebijaksanaan yang ada , seperti :

1. Evaluasi program TBC yang dilaksanakan bersama oleh Indonesia dan WHO pada April 1994. ( Indonesia WHO joint evaluasion on National TB Program ) 2. Lokakarya Nasional program P2TBC pada September 1994. 3. Dokumen Perancanaan ( Plan of action ) pada bulan September 1994. 4. Rekomendasi Komite Nasional Penanggulangan TBC Paru ( KOMNAS TBC, 9 September 1996 ). 5. Gerdunas TBC (Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis ) 24 Maret 1999.

B.

LATAR BELAKANG Penyakit TB Paru menyerang sebagai besar kelompok usia produktif kerya Sumber daya manusia adalah komponen pembanguna bangsa, Penderita TB kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi lemah .Sejalan dengan program pemerintah mengetaskan kemiskinan , penderita TB perlu disembuhkan , Pada masa lalu, penderita yang diobati gratis melalui puskesmas jumlah nya terbatas dan angka kesembuhannya rendah. Karena pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup dimasa lalu telah menimbulkan resisensi (kebal ) kuman TB terhadap obat. Diharapkan jangan sampai terjadi Multi Drug Resistance ( MDR ) . Penyakit Tuberkulosis kembali muncul kepermukaan dan menjadi perhatian dunia seiring dengan meningkatnya penyebaran infeksi HIV/AIDS. Dengan meningkatnya.infeksi HIV/AIDS di Indonesia penderita TB akan meningkat pula, sehingga perlu dilakukan peningkatan mutu program P2 TB Paru. Sehingga

perlu dilakukan peningkatan muta TB Paru.Alasan utama dilaksanakannya strategis baru TB ialah karena program TB dalam mengatasi berbagai masalah TB di Indonesia.

C.

TUJUAN PROGRAM P2 TB- PARU 1. Tujuan jangka panjang Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit TB dengan cara memutuskan rantai penularan, sehingga penaykit TB tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. 2. Tujuan jangka pendek Tercapainnya angka kesembuhan minimal 85% dari semua penderita baru BTA positif yang ditemukan. Tercapainya cakupan penemuan penderita secara bertahap sehingga pada tahun 2005 dapat mencapai 70% dari perkiraan semua penderita baru BTA positif. Mencegah peningkatan resistensi terhadap obat TB di masyarakat Menguragi penderita manusia akibat penyakit TB.

D.

STRATEGI PENANGGULANGAN TB NASIONAL Berdasarkan rekomondasi WHO 1. Peningkatan Kualitas pelayanan 2. Pengembangan secara bertahap keseluruh puskesmas dan Unit pelayanan baik pemerintah maupun swasta seperti Rumah Sakit, Klinikdan Dokter praktek swasta. 3. Peningkatan kesadaran dan kerjasama semua pihak melalui kegiatan edukasi dan peningkatan peran serta masyarakat dan LSM, seperti ; PPTI, PKK serta kerjasama lintas seksorad dan lintas program.

4. Dati II sebagai titik berat manajemen program dan pengendali system percatatan pelaporan. 5. Kegiatan penelitian dan pengembangan dengan melibatkan unsure terkait dibawah koordinasi Badan LIT bangkes.

E.

METODE PELAKSANAAN Metode dan materi yang diperoleh selama mengunjungin BP4 adalah : Penjelasan singkat tentang keberadaan BP4 dan perkembangannya Tanya Jawab dengan pembimbing tugas terkait Observasi pemeriksaan sampai dengan terapi pada penderita Tuberkulosis Meninjau semua kegiatan laboratorium dan pemeriksaan foto rontgen di BP4.

Jadwal Kegiatan
Senin 1 November 2010 Pengarahan dan pengenalan fasilitas Balai Pengobatan dan Pencegahan oleh Kepala BP4 Surabaya Observasi di Rawat Inap Pembacaan hasil foto rontgen Penderita Selasa 2 November 2010 Pengobatan penderita Tuberkulosisi dengan system DOTS Observasi pemeriksaan penderita di poli II Diskusi mengenai Tuberkulosis pada anak

Rabu 3 November 2010 Observasi Laboratorium BP4 pewarnaan Tuberkulosis Diskusi mengenai Tuberkulosis Paru dengan system DOST

Struktur Organisasi BP4 Surabaya


Kepala K
Sub Bang TU

UR Kepengawasan

UR Umum

UR Keunagan

Seksi Dignosa

Seksi Pengobatan

Sie Penumpang Media

Laboratorium

Apotik

Laporan Medis

Rontgen

Pengobatan Pembuatan penyimpanan administrasi dan Rehabilitasi

Pemeriksaan Kamar Periksa Kasus - Man tauy test - Faal Paru

Pencegah pemberantasan dan Rehabilitasi

BAB II PENYAKIY TUBERKULOSIS A. DEFINISI

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis . Kuman tersebut biasanya masuk dalam tubuh manusia melalui udara pernapasan dalam paru. Kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh yang lain, melalui system peredaran darah, system saluran limfe, melalui saluran nafas ( bronfus ) atau pentebaran langsung kebagian tubuh yang lainnya.

B.

EPIDEMIOLOGI Daya penularan dari seorang penderita tuberculosis paru ditentukan oleh banyaknya kuman yang terdapat dalam paru penderita, penyebaran dari kuman kuman tersebut serta dikeluarkan bersama dahak berupa druplet dan berada diudara disekitar penderita tuberculosis. Penderita tuberculosis paru yang mengandung banyak sekali kuman dapat terlihat langsung oleh mickroskop pada sediaan dahaknya ( penderita BTA positif ) adalah sangat menular. Penderita yang kumannya tidak dapat dilihat langsung dengan mickroskop pada sediaan dahaknya ( penderita BTA negative )Adalah sangat kurang menular. Biasanya penyakitnya lebih ringan dari penyakit BTA positif. Penderita tuberculosis Ekstra Paru tidak menular, Kecuali penderita itu penderita tuberculosis Paru. Penderita tuberculosis BTA positif mengeluarkan kuman-kuman ke udara dalam bentuk droplet yang sangat kecil paa waktu batuk dan bersin. Droplet yang sangat kecil ini mongering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman Tuberkulosis dan tetap bertahan di udara selama beberapa jam.

Droplet yang mengandung kuman ini dapat terisap oleh orang lain, Jika kuman tersebut sudah menetap dalam paru dari orang yang menghisapnya, mereka mulai membelah diri atau berkembang biak dan terjadilah infeksi , ini adalah cara bagaimana infeksi tersebut menyebar dari satu orang ke orang lain, Orang yang serumah dengan penderita tuberculosis Paru BTA paositif adalah orang yang besar kemungunannya terpapar dengan kuman Tuberkulosis. Dalam program pemberantasan TB , ada 2 macam klasifikasi :

1. TB Paru Tuberkulosis paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80 % dari semua penderita .Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru ini merupakan satu-satunya bentuk dari tuberkulaosis yang mudah menular. 2. TB EKstra Paru Merupakan tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru. Organ organ lain tersebut biasanya adalah pleura, kelenjar limfe, persendian, tulang belakang, saluran kencing, , susunan saraf dan perut, Sebenarnya tuberculosis dapat menyerang organ apa saja dari tubuh.

C.

PREVALENSI

Di Indonesia tuberculosis merupakan penyebab kematian ketiga, Infection Rte dari penyakit tuberculosis adalah 50% pada semua umur, 23,6 % pada umur 1-6 tahun , 42 % pada umur 7-14 tahun, dan 76 % pada umur 15 tahun. Sedangkan Annual Infection Rate sebesar 3 % Prevalensi sputum positif 0,6 % dan Mortality Rate sebesar 38,8 per 100.000 penduduk. Sebagian besar orang yang telah erinfeksi , 80-90 % belum tentu menjadi sakit tuberculosis . Untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh mereka tersebut biasanya berada dalam keadaan dormant atau tidur , dan keberadaan kuman dormant tersebut dapat diketahui dengan tes Tuberkulin.Mereka yang

menjadi sakit disebut sebagai penderita Tuberkulosis ,biasanya dalam waktu paling cepat sekitar 3-6 bulan setelah terjadi infeksi . Mereka yang menjadi sakit, tetapi mempunyai resiko untuk penderita Tuberkulosis sepanjang sisa hidup mereka.

D.

KOMPLIKASI PADA PENDERITA TUBERKULOSIS Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut : 1. Hemoptisis berat ( perdarahan dari saluran nafas bawah ) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. 2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial. 3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat ) dan fibrosis ( pembentukan Jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaksi ) pada paru. 4. Pneumothorax ( adalah udara didalam rongga pleura ) spontan : kolaps spontankarena kerusakan jaringan paru. 5. Penyebaran infeksi keorgan lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal,dan sebagainya.

E.

GEJALA-GEJALA TUBERKULOSIS Gejala-gejala paling umum pada penderita tersangka tuberculosis paru adalah :

A.

Bentuk yang terus-menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih ,

setiap orang yang dating ke Unit Pelayanan Kesehatan denagn gejala utama ini harus dianggap sebagai seorang suspek tuberculosis atau penderita tersangka TB dan harus segera diperiksakan dahaknya di laboratorium. B. Mengeluarkan dahak yang bercampur darah ( hemoptoe ) , sesak nafas dan

nyeri pada dada. C. Lemah badan , kehilangan nafsu makan, berat badan menurun, rasa kurang

enak badan ( malaise ), berkeringat malam tanpa disertai kegiatan, demam, meriang, selam lebih dari 1 bulan. Gejala-gejala tersebut dapat diperkuat dengan riwayat kontak langsung denagn penderita. Gejala-gejala dari Tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terkena, Neri dada pada TB pleura ( Pleuritis ) , pembesaran kelenjar limfe ( Limfadenitis TB ) , dan pembengkokan dari tulang belakang ( Spondylitis TB) merupakan tanda tanda yang sering dijumpai dari tuberculosis ekstra paru.

F.

DIAGNOSA PENYAKIT TUBERKULOSIS.

Diagnosa TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemunya BTA pad apemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan rontgen dada atau pemeriksaan sebagai penderita dahak SPS ulang, Bila hasil rontgen mendukung TB maka penderita diagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB maka pemeriksaan dahak SPS diulangi. Apabila fasilitas memungkinkan maka dapat dilakukan biakan kuman. Bila ketiga specimen dahak hasilnya negative , diberikan antibioctic spectrum luas selama 1-2 minggu , Bila tidak ada perubahan namun gejala klinia tetap mencurigakan TB maka ulangi periksaan dahak SPS .

Diagnosis TB pada anak-anak dapat ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB pada dahak, bilasan lambung. Biopsy dll.Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang didapatkan sehingga diagnosis TB anak dicurigai menderita TB bila terdapat 3 tanda dari tanda-tanda sebagai berikut ; 1. 2. Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TB BTA positif : Terdapat reaksi kemerahan lebih cepat ( dalam 3-7 hari ) setelah imunisasi dengan BCG : 3. Berat badan turun tanpa sebab jelas atau tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah penanganan gizi yang baik ( failure to thrive ) ; 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Sakit dan demam lama atau berulang , tanpa sebab yang jelas : Batuk-batuk lebih dari 3 minggu. Pembesaran kelenjar Limfe superficial yang spesifik : Skrofuloderma : Konjungtivitas filiktenularis; Tes Tuberkulosis yang positif ( > 10 mm) ; Gambaran foto rontgen sugestif TB.

G.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Terdapat 3 jenis pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis seorang penderita TB paru , yaitu :

1. Pemekrisaan BakteriologisTanda pasti penderita tuberculosis ditetapkan dengan : Kultur, namun harganya sangat mahal dan memerlukan waktu 6-8 minggu. Pemeriksaan dahak3 kali dalam 2 hari berturut-turut ( sewaktu- pagisewaktu ) keuntungannya lebih cepat dan lebih murah yaitu berupa pemeriksaan mikrroskopis dari dahak yang telah dibuat sediaan hapus dan diwarnai Ziehi Neelsen. Bila kuman Basil Tahan Asam ( BTA) dijumpai 3 dari 3 kali pemeriksaan maka penderita tersebut BTA positif / menular. 2. Pemeriksaan Radiologis ( Rontgen ) Dilakukan bila penderita 3 kali pemeriksaan BTA negative , sedangkan secara klinis mendukung tuberculosis. Pemeriksaan radiologis belum merupakan diagnose pasti Pemeriksaan rontgen thorax mungkin berguna pada penderita suspek yang belum pernah diobati sebelumnya dengan hasil pemeriksaan dahaknya negative. 3. Uji Tuberkulosis ( Mantoux ) Uji Tuberculin, tidak mempunyai arti dalam menentukandiagnosis TBC pada orang dewasa , sebab sebagianbesar masyarakat sudah terinfeksi dengan Mycobacterium Tuberkulosis karena tingginay prevalensi TBC. Suatu uji Tuberculin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan Mycobacterium Tuberculosis.

H.

PENGARUH HIV Penderita dengan HIV memiliki kekebalan tubuh yang menurun sehingga ketika terinfeksi oleh TB , Maka akan mempercepat kematiannya dalam waktu 1 tahun saja , Dikarenakan cytokine yang dikeluarkan oleh sel Imifosit mailah memilu

perkembangan TB . Oleh karena itu penderita HIV dengan TB harus di tangani terlebih dahulu TBnya dengan catatan CD4 penderita HIV 400 ribu .

BAB 3 TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS


Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan menggunakan strategi DOTS. Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien. Penatalaksanaan penyakit TB merupakan bagian dari surveilans penyakit; tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelola sarana bantu yang dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak lanjutnya . 1. PENEMUAN PASIEN TB Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah paertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bekmakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegah penularan TB yang paling efektif di masyarakat. Strategi penemuan Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB.

Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.

Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.

Gejala klinis pasien TB Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari sa bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronchitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Pemeriksaan dahak mikroskopis Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakkan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berapa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SWS), S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. P (Pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.

S (Swaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Pemeriksaan Biakan Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biarkan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistansi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi: 1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis 2. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak. 3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda. Pemeriksaan Tes Resistensi Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar internasional, dan telah mendapatkan pemantapan mutu (Quality Assurance) oleh laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan simpulan yang benar sehingga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR dapat di cegah. 2. DIAGNOSIS TB Diagnosis TB paru Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,biarkan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

Tidak dibenarkan mendignosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak perlu memberikan gambaran yang khas pada TB paru , sehingga sering terjadi overdiognosis

Gambaran kelainan radiologic Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostic untuk suspek TB paru. Diagnosis TB ekstra paru.

Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura( Pleuritis ) , pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus ) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.

Bahan 4.1 Alur Diagnosis TB Paru Suspek TB Paru Pemeriksaan dahak mikroskopis Sewaktu, Pagi, Sewaktu ( SPS )

Hasil BTA +++ ++-

Hasil BTA +--

Hasil BTA ---

Antibiotik Non- OAT

Tidak ada perbaikan

ada perbaikan

Foto toraks dan pertimbangan dokter

Pemeriksaan dahak mikroskopis

Catatan: Pada keadaan-keadaan tertentu dengan pertimbangan kegawatan dan medis


spesialistik, alur tersebut dapat digunakan secara lebih fleksibel.

Indikasi pemeriksaan foto toraks Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks, Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai indikasi sebagai berikut : Hanya 1 dari 3 spesipen dahak SPS hasilnya BTA positif . Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada perlu dilakukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif ( lihat bahan alur ).

Ketiga spesipen dahak hasilnya tetap negative setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTS negative dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT . ( lihat bahan alur ).

Pasien ini diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan menanganan khusus ( seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural ) dan pasien mengalami hemoptisis berat ( untuk menyingkir bronkiektasis atau aspergiloma ).

3.

KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu definisi kasus yang meliputi empat hal, yaitu : 1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru ; 2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis ) :BTA positif atau BTA negative ; 3. Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat. 4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati.

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah 1. 2. 3. 4. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai Registrasi kasus secara benar Menentukan priorities pengobatan TB BTA positif Analisis kohort hasil pengobatan

Beberapa istilah dalam definisi khasus : 1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didignosis oleh dokter.

2.

Kasus TB pasti ( definitive ) ; pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada Fasilitas biak, sekurang

kuranganya 2 dari 3 spesimen dahak SPSS hasilnya BTA positif. Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategari diagnostic sangat diperlukan untuk: 1. Menghindari terapi yang tidak adekuat ( undertreatment) sehingga mencegah timbulnya resistensi. 2. Menghendari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment ) sehingga meningkatan pemakaian sumber- daya lebih efektif ( cost effective ) 3. a. Mengurangi efek samping Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena : 1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberculosis yang

menyerang jaringan ( parenkim )paru. Tidak termasuk pleura ( selaput paru ) dan kelenjar pada hilus. 2) Tuberkulosis ektra paru, Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru ,misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (

pericardium ) kelenjar limfe, tulang, persendihan , kulit , usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis , yaitu pada TB Paru : 1) Tuberkulosis.paru BTA positif. a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukn gambaran tuberkulosis . c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

d) 1 atau lebih specimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotic non OUT. 2) Tuberkulosis paru BTA negative Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kreteria diagnostikTB paru BTA negative harus meliputi : a. Paling tidak 3 spesimen dahak sps hasilnya BTA negative. b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis. c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OUT. d. Ditentukan ( dipertimbangkan ) oleh dokter untuk diberi pengobatan. c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit. 1) TB paru BTA negative foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. 2) Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas ( misalnya proses far advanced ), dan atau keadaan umum pasien buruk. 3) TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu : a) TB ekstra paru ringan , misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilaterial, tulang ( kecuali tulang belakang ) , sendi, dan kelenjar adrenal. b) TB ekstra paru berat, misalnya : menginitis, milier, perikarditis, peritonitis,pleuritis, eksudativabilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin. Catatan :

Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.

Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ , maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

d.

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien yaitu : 1) Baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah penah menelan OAT kurang dari satu bulan ( 4 minggu )

2) Kambuh ( Relap ) Adalah pasien tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberculosis dan dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif ( apusan atau kultur). 3) Pengobatan setelah putus berobat (Default ) Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif 4) Gagal ( Failere ) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau lebih selama pengobatan. 5) Pindahan ( Transfer In ) Adalah pasien dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

6) Lain-lain : Adalah sumua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini adalah termasuk Kasus Kropik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan BTA positif setelah selesai pengobatan ulang. Catatan: TB paru BTA negative dan TB ektra paru, dapat juga mengalami kambuh , gagal , default maupun menjadi kasus kronik. Melkipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan ), radiologic, dan pertimbangan medis spesialistik.

4.

PENGOBATAN TB Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegahan kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Jenis , sifat dan dosis OAT Dosis yang direkomendasikan

Jenis OAT

Sifat Harian 5

( mg/kg ) 3x seminggu 10 (8-12) 10 (8-12) 35 (30-40)

Isoniazid (H)

Bakterisid (4-6) 10

Rifampicin

Bakterisid

(8-12) 25

Pyrazinamide (Z)

Bakterisid

(20-30) 15

Streptomycin (s) Ethambutol (E)

Bakterisid Bakteriostatik

(12-18) 15 30

(15-20)

(20-35)

Prinsip pengobatan Pengobatan tuberculosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan katagari pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal( monoterapi ). Pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tetap ( OAT- KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin keputusan pasien menelan obat,dilakukan pengawasan langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang pengawas Menelan obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap , yaitu tahap awal ( intensif) dan lanjutan.

Tahap awal ( intensif) o Pada tahap awal ( intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. o Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurung waktu 2 minggu. o Sebagian besar pasien TB BTA positef menjadi BTA negative(konversi) dalam 2 bulan. Tahap Lanjutan o Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama o Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Paduan OUT yang digunakan di Indonesia

WHO dan IUATLD ( Internasional Union Against Tuberkulosis and Lung Disease) merekomandasikan paduan OAT standar , yaitu:

Kategori1 : o o o 2HRZE/4H3R3 2HRZE/4HR 2HRZE/6H3

Kategori :2 o o 2HRZESE3/HRZE/5H3R3 2HRZESE3/HRZE/5HRE

Kategori :3 o o o 2HRZ/4H3R3 2HRZ/4HR 2HRZ/6H3 Paduan OUT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia : Kategori 1 : 2HRZE/4(HR)3. Kategori 2 : 2HRZES/ (HRZE) / 5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.

Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazimid dan Etambutol yang dikemas dalm bentuk blister.

Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. KDT mempunyai bebrapa keuntungan dalam pengobatan TB: 1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping. 2) mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya resistansi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep. 3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien Paduan OAT dan peruntukannya. a. Kategori-1 Paduan oat ini diberikan untuk pasien baru: Pasien baru TB paru BTA positif. Pasien TB paru BTA negative foto toraks positif Pasien TB ekstra paru

Tabel 4.2a. Dosis paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE) / 4(HR)3

Tahap Intensif tiap hari Berat Badan selama 56 hari RHZE (150/75/400/275) 30 - 37 kg 38 - 54 kg 55 - 70 kg 71 kg 2 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT

Tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu RH (150/150) 2 tablet 2KDT 3 tablet 2KDT 4 tablet 2KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 4.2b. Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/ 4H3R3


Dosis perhari / kali Tablet Tahap pengobatan Lama Pengobatan Isoniasid @ 300 mgr Intensif Lanjutan 2 Bulan 4 Bulan 1 2 Kaplet Rifambisin @450 mgr 1 1 Tablet Etambutol @250 mgr 3 -

Jumlah hari/kali menelan obat 56 48

Tablet Pirazinamid @500 mgr 3 -

b.

Kategori-2 Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya : Pasien kambuh Pasien gagal

Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default).

Tabel 4.3a. Dosis paduan OAT KDT Kategori 2 :2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.


Tahap Lanjutan 3 kali seminggu RH ( 150/150) + E (400) Selama 20 minggu 2 Tab 2KDT +2 tab Etambutol 3 Tab 2KDT + 3 tab Etambutol 4 Tab 2 KDT + 4 tab Etambutol 5 Tab 2KDT + 5 tab Etambutol

Tahap Intensif tiap hari BERAT BADAN Selama 56 hari 30-37 kg 2 tab 4KDT +500 MG streptomisin inj. 3 tab 4KDT +750 MG streptomisin inj. 4 tab 4KDT +1000 MG streptomisin inj. 5 tab 4KDT +1000 MG streptomisin inj. Selama 28 hari 2 tab 4KDT RHZE(150/75/400/275)+S

38-54 kg

3 tab 4KDT

55-70 kg 71 kg

4 tab 4KDT

5 tab 4KDT

Tabel 4.3b. Dosis paduan OAT KDT Kategori 2 :2 HRZES/HRZE/5II3R3E3. Etambutol Tahap pengobat an Lama Pengobat an Tablet Isoniasi d@ 300mgr Tablet Rifampis in@450 mgr Tablet Pirazinami d@500 mgr Tablet @250 mgr Tablet @400 mgr Srepto misin injeksi Jumla h hari/ kali menel an obat Tahap Insentif ( dosis harian) Tahap Lanjutan ( dosis 3 x seminggu) 4 bulan 2 1 1 2 60 2 bulan 1 bulan 1 1 1 1 3 3 3 3 0,75gr 56 28

Catatan: Untuk pasien yang berumur 60 tahun keatas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4ml.( 1 ml= 250mg).

Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan memeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan system skor.Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan (6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (Obat Anti Tuberkulosis).Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostic lainnya sesuai indikasi. Seperti bilasan lambung, patologi, fungsi lumbal, pungsi pleura,foto tulang dan sendi,funduskopi, CT-Scan dan lain-lainnya. Tabel 4.5 Sisrem skroring (scoring system ) gejala dan pemeriksaan penunjang TB
Parameter 0 1 2 Laporan keluarga,BTA Kontak TB Tidak Jelas negatif atau tidak tahu, BTA tidak jelas Positif( 10 mm, atau 5 Uji Tuberkulin Negatif mm pada keadaan imunosupresi ) BTA positif 3 Jumlah

Berat Badan/ Keadaan Gizi DemamTanpa sebab jelas Batuk Pembesaran kelenjar limfe koli, aksila, inguinal Pembengkakan tulang/ sendi panggul, lutut, falag. Foto toraks toraks. Jumlah Normal/ Tidak Jelas

Bawah garis merah (KMS) atau BB/U < 80% 2minggu 3 minggu

Klinis gisi buruk (BB / U < 60 % )

1 cm, jumlah>1, tidak nyeri

Ada pembengkakan

Kesan TB

Catatan: Diagnosis denag system scoring ditegakkan oleh dokter. Batuk dimaksukan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk klonik lainnya seperti asma, Sinusitis. Dan lain-lain. Jika dijumpai SKROFULODERMA** (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis tuberculosis. Berat Badan dinilai saat pasien datang (moment opname).> lampirkan lebel badan badan Foto toraks toraks alat diagnostic utama pada TB anak. Semua anak dengan reaksi cepat BCG( reaksi local timbul < 7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan system scoring TB anak.

Pasien Usia Balita yang dapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.

Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk klonik lainnya seperti asma, sinuasitis, refluks gastroesofageal dan lainnya.

** Skrofuloderma adalh sesuatu bentuk reaktivisi infeksi TB, diawali oleh suatu limfadenitis atau osteomielitis yang membentuk abses dingin dan melibatkan kulit diatasnya, kemudian pecah, dan membentuk sinus dipermukaan kulit.

Skrofuloderma ditandai olah massa yang padat atau fluktuatif , sinus yang mengeluarkan cairan, ulkus dengan dasar bergranuasi dan tidak beraturan serta tepi bergaung, serta sikatriks yang menyerupai jembatan ,Biasanya ditemukan di daerah leher atau Wajah, tetap dapat juga dijumpai diekstremitas atau trunkus.

Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan dibawah ini : 1. Tanda Bahaya : Kejang , Kuku kuduk Penurunan kesadaran Kegawatan lain, misalnya sesak nafas

2. Foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura 3. Gimbbus, KOksitis

Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan system scoring. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan6 (6) ,harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan dapat OUT(obat anti TB).Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis dicurigai TB maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya. Seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi limbal, pungsi pleura,foto tulang dan sendi, funduskopi,CT -Scan, dan lainlainnayasesuai indikasi. Sumber penularan dan Case FINDING TB anak

Apabila kita menemukan seorang anak dengan seorang anak denagn TB , maka harus dicari sumberpenularan yang menyebabkan TB aktife dan kontrak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum ( pelacakan sentripetal ) Bila telah ditemukan sumbernya, perlu pula dilakukan pelacakan sentrifugal, yaitu mencari anak lain di sekitarnya yang mungkin tertular , dengan cara uji tuberculin. Sebaliknya ,jika ditemukan pasien TB dewasa aktif,Maka anak disekitarnya atau yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tdaknyainfeksi TB(pelacakan sentrifugal). Pelacakan tersebut dilakukan dengancara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberculin. Bagan4.2. Alur tatalaksana pasien TB anak pada unik pelayanan kesehatan dasar Diagnosis TB dengan pemeriksaan selengkap mungkin (Skor 6 sebagai antry point )

Beri OAT 2 bulan terapi,

Ada perbaikan klinis

Tidak ada perbaikan klinis

Terapi TB diteruskan sampai 6 bulan

Terapi TB diteruskan sambil mencari penyebabnya

Untuk RS Fasilitas terbatas, Rujuk ke RS dengan fasilitas lebih lanjud

Setelah member obat selama6 bulan ,OAT dihentikan dengan melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain ,Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan yang berarti, maka pengobatan dihentikan. OAT Kategori Anak.

Prensip dasar TB adalah minimal 3 macem obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan,OAT pada anak diberikan setiap hari , baik tahap intensif, maupun lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan. Tabel 4.6a.Dosis OAT KDR anak Berat Badan (kg) 2 BULAN TIAP HARI Rhz (75/50/150) 5-9 10-14 15-19 20-32 1 tablet 2 tablet 3 tablet 4tablet 4 bulan tiap hari RH (75/50). 1 tablet 2 tablet 3 tablet 4tablet

Keterangan: Bayi dengan berat badan kurang dari 5% kg dirujuk ke rumah sakit Anak dengan BB33 KG, dirujuk kerumah sakit Obat harus diberikan secara utuh , tidak boleh dibelah OAT KDT dapat dilakukan dengan cara : ditelan secara utug atau digerusatau digerus sesaat sebelum diminum. Tabel 4.7. Dosis Obat Antituberkulosis pada anak
Dosis harian (mg/kgBB/ hari Dosis maksimal (mg perhari)

Nama obat

Efek samping

Isoniazid

5-15*

300

hepatitis ,neuritis,perifer, hipersensitivitas gastrointentinal,reaksi kulit, hepatitis,trombositopenia, peningkatan ezim hati, caiiran tubuh berwarna orenye kemerahan. toksisitas hati, aralgia, gastrointestinal

Rifampisin**

20-Oct

600

Pirazinamid

15-30

2000

28 neuritis optik, ketajaman mata berkurang,buta warna merah-hijau, penyempitan lapang pandang,hipersensitivitas, gastrointestinal Ototoksik, nefrotoksin

Etambutol

15-20

1250

Streptomisin

15-40

1000

*Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg?kgBB/ hari. **Rifambisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat menganggu bioavilabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui system gastrointestinal pada saat perut kosong( satu jam sebelum makan ). Pengobatan Pencegahan( Profilaksis) untuk anak Pada semua anak , terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TB dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan system scoring, Bila hasil evaluasi dengan scoring system didapat skor<5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kgBB/ hari selama 6 bulan Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, Imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai. 6. PENGAWASAN MENELAN OBAT Salahsatu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawas langsung,Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO. a. Persyaratan PMO Seseorang yang dikenal , dipercaya dan disetujui,baik oleh petugas kesehatan maupun pasirn, selain ini harus disegani dan dihormati oleh pasien. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

Bersedia membantu pasien dengan sukarela Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-bersama dengan pasien. b. Siapa yang bisa jadi PMO Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan , misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pakarya, Sanitarian, Juru Immunisasi,dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan , guru, anggota PPTI,PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. c. Tugas seorang PMO Mengawas pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat dengan teratur. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan. Memberi penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera diperiksakan diri Pelayanan Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan. d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya: TB disebabkan kuman ,bukan penyakit keturunan atau kutukan TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara ke unut

penyegahannya Cara pemberikan obat kepada pasien (tahap intensif dan lanjutan)

Pentingnya pengawasan supaya pasienberobat secar teratur Kemungkinan terjadi efek samping, obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke UPK.

7.

PEMANTAUAN DAN HASIL PENGOBATAN TB a. Pemantauan kemajuan pengobatan TB Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilakukan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah(LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan specimen sebanyak dua kali(sewaktu dan pagi).Hasil pemeriksaan dinyatakannegatif bila ke 2 spesimen tersebut negative. Bila salah satu pasien specimen positif atau kedunya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positf. Tidak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak mikroskopis dapat dilihat pada table dibawah ini.

Tabel4.8.Tindaka Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak

TIPE PASIEN TB

URAIAN

HASIL BTA

TINDAK LANJUT

Pasien baru

Akhir tahap

Negatif

Tahap lanjutan dimulai

BTA positif dengan pengobatan kategori 1

Intensif Positif

Dilanjutkan dengan OAT sisipan selama 1 bulan,Jika setelah sisipan masih tetap positif, tahap lanjutan tetap diberikan. OAT dilanjutkan Gagal ,ganti dengan OAT Kategori 2 mulai awal

Sebulan sebelum Akhir Pengobatan

Negatif Positif Negatif dan minimal satu pemeriksaan sebelumnya negatif

Akhir Pengobatan ( AP) Pasien baru BTA negatif & foto toraks mendukung TB dengan pengobatan kategori 1

Sembuh

Negatif Akhir Intensif Positif

Berikan pengobatan tahap lanjutan sampai selesai , kemudian pasien dinyatakan Pengobatan Lengkap Ganti dengan katagori 2 mulai dari awal Teruskan pengobatan dengan tahap lanjutan Beri sisipan 1 bulan,Jika setelah sisipan masih tetap positif , teruskan pengobatan tahap lanjut,Jika ada fasilitas , rujuk untuk uji kepekaan obat Lanjutan pengobatan hingga selesa Pengobatan gagal, disebut kasus kronik, bila mungkin lakukan uji kepekaan obat, bila tidak rujuk unik pelayanan spesialistis Sembuh Pengobatan gagal, disebut kasus kronik, jika mungkin lakukan uji kepekaan obat, bila tidak rujuk unik pelayanan spesialistis

Negatif Akhir Intensif Positif

Pasien BTA positif dengan penobatan kategori 2

Negatif Sebulan sebelum Akhir Pengobatan

positif

Negatif Akhir Pengobatan ( AP)

Positif

Tatalaksana Pasien yang berobat tidak teratur

Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 bulan: Lacak pasien Diskusikan dengan pasien untuk mencari penyebab berobat tidak teratur Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan: Tindakan -1 Lacak pasien Diskusikan dan cari masalah Periksa 3 kali dahak (SPS) dan lanjutkan pengobatan sementara menunggu hasilnya Bila hasil BTA negatif atau TB extra paru: Tindakan-2 Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai Kategori-1 : mulai kategori-2 Kategori- 2: rujuk,mungkin kasus kronik

Bila satu atau lebih ghasil Lama pengobatan BTA positif sebelunya kurang dari 5 bulan *) Lama pengobatan sebelumnya lebih dari 5 bulan

Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih 2 bulan (Default )

Periksa 3 kali dahak SPS Didiskusikan dan cari masalah Hentikan pengobatan sambil menunggu hasil pemeriksaan dahak

Bila hasil BTA negatif atau TB extra paru:

Pengobatan dihentikan , pasien diobservasi bila gejalanya semakinparah penuh dilakukan pemeriksaan kembali (SPS) dan atau biakan)

Bila satu atau lebih hasil BTA positif

Kategori-1 Kategori-2

Mulai kategori-2 Ruju, mungkin khusus kronik

Tabel 4.9. Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur

Keterangan : *) tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan: Lanjutkan pengobatan dulu sampai seluruh dosis selesai dan 1 bulan sebelum akhir pengobatan harus diperiksa dahak

b. Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif Sembuh Pasien telah pentelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak ( follow up ) hasilnya negative pada akhir Pengobatan ( AP) dan minimal satu pemeriksaan follow up sebelumnya negative. Pengobatan Lengkap Adalah pasienyang telah menyelesaikan pengobatanyasecara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal. Meninggal Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun. Pindah Adalah pasien yang pindah berobat keunit dengan register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.

Default( Putus berobat) Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih semala pengobatan. 8. PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS a. Kehamilan Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya.Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan.kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier .placenta keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan kesei,bangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan.Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancer dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB. b. Ibu menyusui dan bayinya Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya . Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui . Seorang ibu menyusui yang menderita OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui .Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya. c. Pasien TB pengguna kontrasepsi Rifambisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pilKB ,suntiak KB,susuk KB),sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut ,Seorang pasien TB sebaiknya menggunakan kontrasipsi non- hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung ekstrogen dan dosis tinggi (50%).

d.

Pasien TB dengan HIV/AIDS Tatalaksana pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalh sama seperti pasien TB lainnya,Obat TB pada pasien HIV/AIDS Sama efektifnya denagn pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS . Prinsip pengobatan pasien TB HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB.Pengobatan ARV (antiretroviral ) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standarWHO. Penggunaan suntikan streptomisin harus

memperhatikanPrinsip-prinsip Unevarsal Precaution ( Kewaspadaan keamanan Universal ) pengobatan pasien TB HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu UPK untu mencaga kepatuhan pengobatan yang teratur. Pasien TB yang beresiko tertinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayan VCT( Valuntary Caunceling and TESTING= Konsul sukarela dengan test HIV). e. Pasiennya TB dengan hepatitis akut Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan,Pada keadaan dimana pengobatan TB sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin( s) dan Etambutol (E) maksimal3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan deng Rifambisin ( R) dan isoniasid (H) selama 6 bulan. f. Pasien TB dengan kelainan Hati kronik Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan TB,KalauSGOT dan SGPT meningkatan lebih dari 3 kali.OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan , harus dihentikan , Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali , pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat, Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid ( z) tidak bolah digunakan ,Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE. g. Pasien TB dengan gagal gonjal

Isoniasid (H) Rifampisin (R) dan Pirasinamid (z) dapat diekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksin.OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gagal ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal,oleh karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal.Apabila fasilitas

pemantauan faal ginjal tersedia,Etambutol dan STREPTOMISIN tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal .Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.

BAB V PERMASALAHAN ,PEMECAHAN MASALAH SERTA SARAN-SARAN

A.

PERMASALAHAN DALAM KEGIATAN DI BP4 Terbatasnya dana operasinal pada masing masing seksi terlalu mahalnya biaya foto rontgen paru bagi penderita kurang mampu. Penderita yang datang biasanya dalam keadaan stadium lanjut (parah), karena penyuluhan yang kurang pada penderita tuberculosis sehingga masyarakat luas masih banyak yang kurang mengerti Penderita sering kali drop out dalam fase pengobatan panjang, karena minum obat waktunya lama ataupun karena side effecy obat yaitu mual ,gatal, pusing, Keahlian petugas dirasa kurang dalam masing-masing bidang.

B.

PEMECAHAN MASALAH Untuk memperoleh dana tambahan dapat diupayakan kerjasama denagn pihak swsta. Diadakan penyuluhan ditingkat-tingakt RT oleh petugas kesehatan/

puskesmastentang gejala awal penyakit tuberkulosisHal ini dimaksudkan agar masyarakat lebih mengenal secara luas bagaimana penyakit tuberkuosis dan segala dampaknya.

Pada awal pengobatan, dokter/petugas kesehatan harus menjelaskan tentang proses pengobatan tuberculosis dan segala akibat yang berhubungan dengan pengobatan tuberculosis.

C.

Pelatihan khusus bagi petugas sesuai dengan seksinya.

SARAN-SARAN Petugas kesehatan/puskesmas harus lebih sering memberikan penjelasan kepada masyarakat lewat RT, media massa maupun elektronik agar masyarakat lebih mengerti tentang penyakit TB Paru. Masyarakat segera berobat apabila dirinya atau sanak keluarganya

mengalami gejala awal tuberculosis agar lebih mudah pengawasannya.

BAB IV KESIMPULAN Sebagai unit pelaksana teknis bidang penngobatan dan pemberantasan penyakit paru dalam lingkungan Departemen Kesehatan,Balai Pengobatan dan Pemberantasan Penyakit Paru ( BPA) berkewajiban untuk menangani segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit paru. Adapun lingkup kerjanya pada penderita dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium, Rontgen,diagnosis terkadang dengan pemeriksaan khusus yaitu Mantouxtes,faal paru serta pengobatan penderita tuberculosis,Usaha-usaha tersebut tercemin dari kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing seksi Balai Pengobatan dan Pemberantasan Penyakit Paru mempunyai program menurunan angka kesakitan dan kematian,hendaknya didukung oleh semua pihak dalam hal ini dengan cara penerapan teknologi kesehatansecara tepat oleh petugas kesehatan yang didukung oleh peran serta aktif masyarakat,instansi terkait serta lintas sektoral.

Anda mungkin juga menyukai