Anda di halaman 1dari 9

ACARA III TIPE BIBIT

A . Pendahuluan 1 . Latar Belakang Pengertian bibit sebelum UU RI No.12 1992 adalah benih yang telah berkecambah menjadi tanaman kecil. Namun pengertian bibit yang dimaksud saat ini ialah tanaman kecil (belum dewasa) yang berasal dari pembiakan generatif (dari biji), vegetatif, kultur jaringan, atau teknologi perbanyakan lainnya. Sedangkan pengertian perkecambahan benih adalah proses munculnya / keluarnya radikula dari dalam biji yang diawali oleh masuknya air ke dalam biji (imbibisi). Perkecambahan biji ada dua jenis yaitu epigeal dan hipogeal. Ciri perkecambahan epigeal antara lain kotiledon terangkat ke atas permukaan tanah karena pemanjangan hipokotil, testa akan tanggal dan kotiledon menghijau. Misal pada Phaseolus vulgaris. Sedangkan tipe hipogeal cirinya yaitu kotiledon tetap berada di dalam tanah, hipokotil tumbuh sedikit atau tidak sama sekali, tunas terminal terdorong ke permukaan tanah karena adanya pemanjangan epikotil. Misal Pisum sativum, Zea mays. Proses penyerapan air atau imbibisi berguna untuk melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperma. Hal ini

menyebabkan pecah atau robeknya kulit biji. Selain itu, air memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam biji. Dengan masuknya air ke dalam biji, enzim akan bekerja dengan aktif. Jika embrio terkena air, embrio menjadi aktif dan melepaskan hormon giberelin (GA). Hormon ini memacu aleuron untuk membuat (mensintesis) dan mengeluarkan enzim. Enzim yang dikeluarkan antara lain: enzim -amilase, maltase, dan enzim pemecah protein. Setelah itu terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh dan asimilasi dari bahan-bahan tersebut di atas pada daerah meristematik untuk menghasilkan energi bagi pertumbuhan sel-sel baru. Pertumbuhan kecambah

melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik tumbuh. 2 . Tujuan Tujuan dari acara III Tipe Bibit adalah agar mahasiswa dapat mengetahui perbedaan antara tipe bibit epigeal dan hipogeal. B . Tinjauan Pustaka Sampai sekarang pengertian bibit masih sering dirancukan dengan pengertian benih (seed) dan tanaman induk (parent stock). Banyak orang yang tertukar untuk mengistilahkan bibit pada benih. Pengertian bibit juga sering tertukar dengan tanaman induk penghasil benih atau bibit. Pengertian bibit yang dimaksud ialah tanaman kecil (belum dewasa) yang berasal dari pembiakan generatif (dari biji), vegetatif, kultur jaringan, atau teknologi perbanyakan lainnya. Selain itu, bibit juga dapat diperoleh dari kombinasi cara-cara perbanyakan tersebut (Setiawan 2009). Bibit (seedling) adalah tumbuhan muda yang makanannya tergantung kepada persediaan bahan makanan yang terdapat (tersimpan) di dalam biji. Secara umum, bibit adalah tumbuhan muda yang tumbuh dari biji. Ini adalah pengertian bibit ditinjau dari segi perkembangbiakan tumbuhan secara generative (reproduksi seksual). Pada kondisi yang menguntungkan suatu biji akan berkecambah (Lando 2002). Perkecambahan biji dapat dibekan menjadi 2, yaitu perkecambahan epigeal adalah apabila terjadi pembentangan ruas batang di bawah daun lembaga atau hipokotil sehingga mengakibatkan daun lembaga dan kotiledon terangkat ke atas tanah, misalnya pada kacang hijau (Phaseoulus radiatus). Perkecambahan hipogeal adalah apabila terjadi pembentangan ruas batang teratas (epikotil) sehingga daun lembaga ikut tertarik ke atas tanah, tetapi kotiledon tetap di bawah tanah. Misalnya pada biji kacang kapri (Pisum sativum) (Pratiwi 2006). Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu.

Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 persen. Benih mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia. Pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan atau bakteri (Sutopo 2002). Pada tahap pertumbuhan selanjutnya, radikel bertumbuh menjadi primary roots (ditambah dengan roots hair) yang kemudian keluar secondary roots (akar lateral atau radial). Pada beberapa tanaman, seperti jagung, dalam waktu relatif bersamaan, juga keluar seminal roots yang berasal dari seminal roots initial yang terletak dalam embryonic axis. Pada monokotil, kemudian dibentuk adventives roots yang keluar dari daerah mesokotil yang berasal dari daerah perisikel. Akar adventif yang kemudian disebut akar serabut inilah yang mempertahankan kehidupan dan meneruskan pertumbuhan selanjutnya dari pada bibit atau tanaman jagung (Kamil 2009). C . Metodologi Praktikum 1 . Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum acara III Tipe Bibit ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 24 April 2013 pada pukul 15.30 WIB. Bertempat di samping rumah kaca C Fakultas Pertanian UNS Surakarta. 2 . Alat dan Bahan Praktikum Alat a. Cethok b. Pot / polibag Bahan a. Media tanam : tanah dan pupuk kandang b. Bahan tanam : benih kacang tanah (Phaseolus vulgaris) dan benih jagung (Zea mays) 3 . Cara Kerja a. Mengisi polibag dengan media tanam hingga 1/3 bagian b. Menanam masing-masing benih pada polibag dengan kedalaman 3 cm kemudian disiram. Dalam satu polibag ditanam masing-masing 5 benih.

c. Mengamati pertumbuhan bibit dan menggambar bibit yang tumbuh serta dibuat bagian-bagiannya pada hari ke 3, 5 dan 7. D . Hasil Pengamatan dan Pembahasan 1 . Hasil Pengamatan Tabel 3.1 Pertumbuhan Bibit Epigeal dan Hipogeal
Tinggi Tanaman Komoditas UL 3 Kacang Tanah 1 2 3 Jagung 1 2 3 0 0 0 0 0 0 Hari ke5 3 4 0,5 20 17 11,5 7 7 7 1 25,5 20 12 3 0 0 0 0 0 0 Panjang Akar Hari ke5 8 11 3 3 3 2 7 12 12 7 3 4 3 3 0 0 0 0 0 0 Jumlah Daun Hari ke5 0 0 0 0 0 0 7 3,5 8,5 2 13 16 4

Sumber : Laporan Sementara

3 HST

5 HST

7 HST

Gambar 3.1 Tipe Bibit Epigeal

3 HST

5 HST

7 HST

Gambar 3.2 Tipe Bibit Hipogeal 2 . Pembahasan Perkecambahan biji ada dua jenis yaitu epigeal dan hipogeal. Ciri perkecambahan epigeal antara lain kotiledon terangkat ke atas permukaan tanah karena pemanjangan hipokotil, testa akan tanggal dan kotiledon menghijau. Misal pada Phaseolus vulgaris. Sedangkan tipe hipogeal cirinya yaitu kotiledon tetap berada di dalam tanah, hipokotil tumbuh sedikit atau tidak sama sekali, tunas terminal terdorong ke permukaan tanah karena adanya pemanjangan epikotil. Misal Pisum sativum, Zea mays. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan tanaman antara lain adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain kemasakan benih, ukuran benih, dormansi, hormon. Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai, tidak mempunyai viabilitas tinggi. Diduga pada tingkatan tersebut benih belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan juga pembentukan embrio yang belum sempurna. Di dalam jaringan penyimpanannya, benih memiliki karbohidrat, protein, lemak dan mineral. Bahan-bahan ini diperlukan sebagai bahan baku dan energi bagi embrio pada saat perkecambahan. Diduga bahwa benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan lebih banyak dibandingkan dengan benih yang kecil, mungkin pula embrionya lebih besar. Suatu benih dikatakan dorman apabila benih itu sebenarnya viabel (hidup) tetapi tidak mau berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan lingkungan yang memenuhi syarat bagi perkecambahannya. Tidak semua hormon tumbuhan (fitohormon) bersifat mendukung proses perkecambahan, adapula beberapa

fitohormon yang menghambat proses perkecambahan. Fitohormon yang berfungsi merangsang pertumbuhan perkecambahan antara lain : auksin, yang berperan untuk : mematahkan dormansi biji dan akan merangsang proses perkecambahan biji. Perendaman biji dengan auksin dapat membantu menaikkan kuantitas hasil panen serta dapat memacu proses terbentuknya akar. Giberelin, yang berperan dalam mobilisasi bahan makanan selama fase perkecambahan. Sitokinin, yang akan berinteraksi dengan giberelin dan auksin untuk mematahkan dormansi biji. Fitohormon yang berfungsi sebagai

penghambat perkecambahan antara lain : etilene, yang berperan menghambat transportasi auksin secara basipetal dan lateral. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi perkecambahan

diantaranya air, temperatur, oksigen, dan cahaya. Fungsi atau peran air pada perkecambahan biji antara lain : 1. Air yang diserap oleh biji berguna untuk melunakkan kulit biji, menyebabkan pengembangan embrio dan endosperma hingga kulit biji pecah atau robek. 2. Sebagai fasilitas masuknya oksigen ke dalam biji melalui dinding sel yang di-imbibisi oleh air 3. Mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan sejumlah proses fisiologis dalam embrio seperti pencernaan, pernapasan, asimilasi dan pertumbuhan. 4. Sebagai alat transportasi larutan makanan dari endosperma kepada titik tumbuh pada embryonic axis, yang mana diperlukan untuk membentuk protoplasma baru. Temperatur merupakan syarat penting yang kedua bagi perkecambahan benih. Tetapi ini tidak bersifat mutlak sama seperti kebutuhan terhadap air untuk perkecambahan, dimana biji membutuhkan suatu level hydration minimum yang bersifat khusus untuk perkecambahan. Faktor oksigen berkaitan dengan proses respirasi. Pada saat

perkecambahan berlangsung, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan karbon dioksida, air dan

energi yang berupa panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan mengakibatkan terhambatnya proses perkecambahan benih. Hubungan antara pengaruh cahaya dan perkecambahan benih dikontrol oleh suatu sistem pigmen yang dikenal sebagai fitokrom, yang tersusun dari chromophore dan protein. Chromophore adalah bagian yang peka pada cahaya. Fitokrom memiliki dua bentuk yang sifatnya reversible (bolak-balik) yaitu fitokrom merah yang mengabsorbsi sinar merah dan fitokrom infra merah yang mengabsorbsi sinar infra merah. Berdasarkan pengamatan kelompok 16, pada benih jagung dan kacang tanah pada hari ke-3 masih dalam proses perkecambahan sehingga belum dapat diukur tinggi tanaman, panjang akar, dan jumlah daun. Tinggi tanaman paling tinggi ditunjukkan pada hari ke-7 baik pada benih jagung ataupun kacang tanah. Begitupun panjang akar dan jumlah daun tertinggi ditunjukkan pada hari ke-7 berdasarkan hasil pengamatan baik pada benih kacang tanah dan jagung. Berbagai tipe perkecambahan yang dialami biji penting diketahui dan dipahami agar dapat menumbuhkan benih pada kondisi optimum dengan baik. Oleh karena itu, perlu adanya pembelajaran mengenai perkecambahan yang menerangkan proses perkecambahan biji yang dialami pada beberapa biji. E . Kesimpulan dan Saran 1 . Kesimpulan a. Bibit (seedling) adalah tumbuhan muda yang makanannya tergantung kepada persediaan bahan makanan yang terdapat (tersimpan) di dalam biji. Perkecambahan biji ada dua jenis yaitu epigeal dan hipogeal. b. Ciri perkecambahan epigeal antara lain kotiledon terangkat ke atas permukaan tanah karena pemanjangan hipokotil, testa akan tanggal dan kotiledon menghijau. c. Tipe hipogeal cirinya yaitu kotiledon tetap berada di dalam tanah, hipokotil tumbuh sedikit atau tidak sama sekali, tunas terminal terdorong ke permukaan tanah karena adanya pemanjangan epikotil.

d. Berdasarkan pengamatan kelompok 16, pada benih jagung dan kacang tanah pada hari ke-3 masih dalam proses perkecambahan sehingga belum dapat diukur tinggi tanaman, panjang akar, dan jumlah daun. e. Tinggi tanaman paling tinggi ditunjukkan pada hari ke-7 baik pada benih jagung ataupun kacang tanah. Begitupun panjang akar dan jumlah daun tertinggi ditunjukkan pada hari ke-7 berdasarkan hasil pengamatan baik pada benih kacang tanah dan jagung. f. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan tanaman antara lain adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain kemasakan benih, ukuran benih, dormansi, hormon. g. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi perkecambahan diantaranya air, temperatur, oksigen, dan cahaya. 2 . Saran Saran pada praktikum acara III ini antara lain agar meningkatkan fasilitas pada laboratorium demi kelancaran dan kemajuan praktikum ke depannya. Namun secara keseluruhan praktikum berjalan cukup baik dan dapat dipahami praktikan.

DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi. 2006. Biologi.Jakarta:Erlangga

Lando, M. 2002. Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Air Benih Kedelai. J. Penelitian Tropika 8(1): halaman 12-23 Soetopo, L. 2002. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Abidin,Z. 1987. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa, Bandung. Akbar, Joni et al. 2010. Proses Perkecambahan Pada Tanaman Padi (Pertumbuhan Vegetatif Tahap O). Padang: Universitas Andalas. Darjadi, L. dan Hardjono, 1972. Sendi-Sendi Silvikultur. Jakarta: Dirjen Kekutanan Fahmi, Zaki Ismail. 2010. Studi Teknik Pematahan Dormansi dan Media Perkecambahan Ilyas, S. dan W.T. Diarni. 2007. Persistensi dan pematahan dormansi benih pada beberapa varietas padi gogo. Jurnal Agrista 11 (2): 92-101. Kamil, J. 1979. Teknologi Benih 1. Padang: Angkasa Raya. Kuswanto, H. 1996. Dasar-dasar Teknologi Produksi dan Sertifikasi Benih. Yogyakarta: Penerbit Andi Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Lambers, H., F. Stuart Chapin III., Thijs, L. Pons. 1998. Plant Physiologycal Ecology. New York: Springer Noorhidayah, Agus Akhmadi dan Priyono. 2008. Proses Perkecambahan Benih Akar Kuning (Coscinium fenestratum (Gaertn.) Colebr.). WANA BENIH, (9): 2. Pramono, Eko. Bahan Kuliah Dasar-dasar Teknologi Benih. Fakultas Pertanian Universitas Lampung Sahupala. 2007. Teknologi Benih. Ambon : Panitia Implementasi Program NFP-FAO. (Diunduh dari www.scribd.com pada 2 Juni 2011). Salisbury, F dan Cleon W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung : ITB. Sastamidharja, Dardjat dan Arbayah Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sutopo, L., 1993. Teknologi benih. Jakarta: Rajawali Sutrisno dan Abdul Hanan. 1999. Skarifikasi untuk Memacu Perkecambahan Biji Empat Jenis Cassia sp.. Bogor: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai