Anda di halaman 1dari 7

SERANGAN PARMARION PADA ANGGREK DAN PENGELOLAANNYA

A . Pendahuluan 1 . Latar Belakang Anggrek merupakan salah satu tanaman asli Indonesia, nama umum untuk semua tumbuhan dari famili Orchidaceae (keluarga anggrekanggrekan), memiliki ragam bentuk yang unik, indah, dan beragam pula warnanya. Famili ini merupakan salah satu kelompok tumbuhan berbunga terbesar di antara tumbuhan berbunga, diperkirakan di seluruh dunia ada 15.000-20.000 spesies anggrek dengan 9000 genus (marga) yang menghuni rimba belantara dan tersebar di 750 negara. Kurang lebih 5.000 spesies di antaranya tersebar di Indonesia. Sebagian besar tanaman anggrek ditemukan di wilayah tropis dan hidup sebagai epifit atau menumpang pada tanaman lain tanpa merugikan tanaman inangnya, terutama yang berasal dari daerah tropika. Secara garis besar klasifikasi tanaman anggrek terbagi atas 5 subfamili, 16 tribe (suku), dan 28 subtribe. Klasifikasi tanaman anggrek didasarkan pada keistimewaan bunga, khususnya pada bagian alat reproduksi. Sebagai tanaman yang perkembangannya sangat tergantung pada kondisi dan situasi lingkungan, anggrek sangat mutlak membutuhkan perlindungan dari gangguan hama maupun serangan penyakit agar anggrek tumbuh sehat dan produktif. Salah satu serangan hama yang cukup merugikan bagi pertumbuhan dan produktifitas tanaman anggrek adalah serangan siput setengah telanjang atau Parmarion pupillaris. Hama ini menyerang pseudobulb dan tunas anggrek yang masih muda. Bagian tanaman yang terserang akan terlihat rusak compang-camping. Pada pembahasan ini kita akan lebih fokus terhadap identifikasi gejala dan tanda serangan hama Parmarion pupillaris pada anggrek dan cara pengelolaan atau pengendalian serangan hama tersebut terhadap pertumbuhan tanaman anggrek. 2 . Rumusan

a. Pengenalan ciri morfologis Parmarion pupillaris terhadap serangan pada tanaman anggrek b. Identifikasi gejala dan tanda serangan pada tanaman anggrek berdasarkan ciri morfologis Parmarion c. Pengelolaan atau pengendalian serangan Parmarion pada tanaman anggrek 3 . Tujuan a. Mengetahui gejala dan tanda serangan Parmarion pupillaris atau siput setengah telanjang pada tanaman anggrek b. Mengidentifikasi gejala dan tanda serangan Parmarion pada anggrek berdasarkan ciri morfologis Parmarion pupillaris c. Mengetahui cara pengelolaan atau pengendalian serangan Parmarion pupillaris berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan B . Tinjauan Pustaka 1 . Anggrek Famili Orchidaceae merupakan salah satu famili merupakan salah satu grup terbesar di antara tumbuhan berbunga. Penyebaran anggrek sangat luas, baik di daerah Artik (kutub utara) maupun di Antartika (kutub selatan). Keadaan habitat yang sangat berbeda-beda itu membuat penampilan anggrek alam sangat bervariasi dalam bentuk, tipe, dan ukurannya (Iswanto 2002). Anggrek (Orchidaceae) merupakan salah satu tanaman hias yang sangat indah dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Tanaman anggrek saat ini yang paling popular diperjualbelikan adalah dendrobium (Sarwono 2002). Keistimewaan anggrek ini sebagai bunga potong adalah mudah ditanam, berbunga terus-menerus, warna bunga bervariasi, berbatang lentur sehingga mudah dirangkai dan kesegaran bunga tahan lama. Salah satu perbanyakan vegetatif pada tanaman anggrek adalah dengan menanam satu ujung tunas anggrek dalam media buatan secara in vitro (Ashari 1995).

Anggrek berdasarkan tipe pertumbuhannya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tipe monopodial dan tipe simpodial. Tipe monopodial memiliki pertumbuhan batang yang tidak terbatas, tangkai bunga keluar di antara dua ketiak daun. Contoh tipe monopodial adalah Vanda, Arachnis, Renanthera, Phalaenopsis, dan Aranthera. Tipe simpodial memiliki pertumbuhan batang (pseudobulb) terbatas, tangkai bunga keluar pada ujung batang, contohnya yaitu Dendrobium sp dan Cattleya sp, atau dari sisi/samping umbi semu yang telah dewasa, contohnya Oncidium sp (Gunawan 1986). 2 . Parmarion pupillaris Siput setengah telanjang menunjukkan kemampuan merusak yang tinggi, terutama pada tanaman muda. Tanaman yang banyak mengalami kerusakan adalah tanaman cruciferae (kubis, kol, dan sawi), cabe merah (keriting), tomat dan anggrek. Parmarion pupillaris lebih suka tinggal di atas tanaman pada ketiak daun atau tersembunyi antara daun-daun yang rapat posisinya, seperti pada tanaman cruciferae umumnya atau di permukaan tanah di bawah tanaman yang sudah menutup tanah (Apriyanto et al. 2003). Parmarion menyerang tanaman anggrek pada malam hari, bagian tanaman yang diserang adalah daun dan pucuk-pucuknya. Siput memakan daun dan membuat lubang-lubang tidak beraturan. Seringkali ditandai dengan adanya bekas lendir sedikit mengkilat dan kotoran. Akar dan tunas anakan juga diserang, seringkali merusak persemaian atau tanaman yang baru saja tumbuh. Siput juga memakan bahan organik yang telah membusuk ataupun tanaman yang masih hidup (Aniorchid 2008). Siput tidak memiliki cangkok, berukuran panjang 5 cm, berwarna coklat kekuningan atau coklat keabuan. Rumah pada punggungnya kerdil dan sedikit menonjol. Siput tidak beruas, badannya lunak, bisa mengeluarkan lendir, berkembang biak secara hermaprodit namun sering juga terlihat mereka mengadakan perkawinan dengan sesama. Siput menyukai kelembaban. Telur diletakkan pada tempat tempat yang lembab.

Siput biasanya pada waktu siang hari bersembunyi di tempat yang teduh dan aktif mencari makan pada malam hari. Alat untuk makan berbentuk seperti lidah yang kasar seperti parut yang disebut radula (Chairani 2008). Pengendalian secara mekanis dilakukan bilamana serangga hama dijumpai dalam jumlah terbatas. Misalnya pada pagi dan sore hari kumbang gajah dapat dijepit dengan jari tangan dan dimatikan. Demikian pula kutu tempurung pada daun anggrek dapat didorong dengan kuku, tetapi harus dilakukan secara hati-hati lalu dimatikan. Keong besar atau yang kecil dengan mudah dapat ditangkap pada malam hari dan dimusnahkan. Dengan membersihkan sampah dan gulma, maka keong tidak mempunyai kesempatan untuk bersarang dan bersembunyi. Pengendalian secara mekanis juga dilakukan pada bagian tanaman yang menunjukkan gejala serangan penyakit, yaitu dengan memotong dan memusnahkan bagian tanaman yang terserang (Hanum 2008). C . Pembahasan Parmarion pupillaris umumnya memiliki ciri morfologis yang mencolok pada bagian rumah atau cangkang pipih rudimenter yang mungil pada punggungnya dan sedikit menonjol, warna tubuhnya coklat kekuningan, ada yang coklat keabuan. Panjang cangkang siput ini adalah 5 cm, tubuhnya tidak beruas, badannya lunak, bisa mengeluarkan lendir, mempunyai alat makan berbentuk lidah yang kasar seperti parut yang disebut radula. Siput dewasa berukuran 10 12 mm, diameter 14 18 mm dengan 5 6 alur-alur lingkaran, solid, buram, berwarna cokelat kemerahan, atau hijau kekuningan, kadang-kadang mempunyai strip cokelat kemerahan sekeliling bagian luarnya. Siput jenis ini merupakan polifag atau pemakan segala tanaman, sering merusak persemaian atau tanaman yang baru saja tumbuh seperti kol, sawi, tomat, tembakau, ubi jalar, kentang, termasuk anggrek. Parmarion pupillaris lebih suka tinggal di atas tanaman pada ketiak daun atau tersembunyi antara daun-daun yang rapat posisinya. Cara berkembang biaknya secara hermaprodit.

Parmarion pupillaris pada daun anggrek

Gejala yang timbul akibat serangan parmarion antara lain adanya lubang-lubang yang tidak beraturan pada daun anggrek, tanda yang spesifik adalah adanya bekas lendir mengkilat pada bekas bagian tanaman yang diserang, hal ini dikarenakan siput selalu mengeluarkan lendir pada saat berjalan. Siput biasanya pada waktu siang hari bersembunyi di tempat yang teduh dan aktif mencari makan pada malam hari. Parmarion pupillaris menyerang anggrek yang tumbuh pada media yang lembab pada bagian akar, daun, dan bunga, biasanya siput ini ditemukan pada anggrek yang sudah tua. Tanda serangannya dapat mudah dikenali dari lendir dan feses yang mengering.

Cara pengendaliannya dengan ditangkap pada malam hari dan dimusnahkan. Dengan membersihkan sampah dan gulma, maka keong tidak mempunyai kesempatan untuk bersarang dan bersembunyi. D . Kesimpulan Parmarion pupillaris menyerang anggrek yang tumbuh pada media yang lembab, biasanya siput ini menyerang anggrek yang sudah dewasa / tua. Akar dan tunas anakan juga diserang, seringkali merusak persemaian atau tanaman yang baru saja tumbuh. Gejala yang timbul akibat serangan parmarion antara lain adanya lubang-lubang yang tidak beraturan pada daun anggrek, tanda yang spesifik adalah adanya bekas lendir mengkilat pada bekas bagian tanaman yang diserang dan feses yang mengering, hal ini dikarenakan siput selalu mengeluarkan lendir pada saat berjalan. Cara pengendaliannya dengan ditangkap pada malam hari dan dimusnahkan. Dengan membersihkan sampah dan gulma, maka keong tidak mempunyai kesempatan untuk bersarang dan bersembunyi.

DAFTAR PUSTAKA

Aniorchid. 2008. Anggrek Jenis Lain. http://www.anisorchid.com. Diakses 15 Desember 2012. Apriyanto, D., B. Toha, dan I. Manti. 2003. Ledakan Populasi Spesies Respo, Filicaulis bleekeri di sentra produksi sayur Rejang Lebong, Bengkulu. J. Perlin. Tan. Indon. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol (5) : 1, hal 7 11. (diterima untuk publikasi). Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press : Jakarta. Chairani. 2008. Budidaya Anggrek Dendrobium. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan : Jakarta. Gunawan, L. W. 1986. Budidaya Anggrek. Penebar Swadaya : Jakarta. Hanum. 2008. Teknik Budidaya Tanaman. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan : Jakarta. Iswanto, H. 2002. Petunjuk Perawatan Anggrek. Agro Media Pustaka : Jakarta. Sarwono, B. 2002. Menghasilkan Anggrek Kualitas Prima. Agro Media Pustaka : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai