Anda di halaman 1dari 3

A. Identitas Diri (Self Identity ) Identitas diri merupakan komponen yang membentuk konsep tentang diri pada seseorang.

Oleh karena itu, sebelum mendefinisikan identitas diri, maka kami akan memaparkan terlebih dahulu mengenai pengertian konsep diri. Menurut Stuart (terjemahan Egi, Ramona, 2002 : 186) konsep diri didefiniskan sebagai semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan dengan realitas dunia. Berdasarkan pengertian di atas, konsep diri seseorang akan terbentuk didasari penilaian seseorang terhadap pengalaman dalam diri dan orang terdekat serta lingkungan tempat seseorang tinggal. Komponen-komponen yang membentuk konsep diri adalah sebagai berikut : Citra tubuh, yaitu kumpulan sikap individu yang disadari atau tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Ideal diri, yaitu persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu. Harga diri, yaitu penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilakunya dengan ideal diri. Performa peran, yaitu serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Identitas diri, yaitu prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggungjawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi dan keunikan individu. Prinsip tersebut sama artinya dengan otonomi yang mencakup persepsi seksualitas seseorang.

Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan, tetapi merupakan tugas utama pada masa remaja. Proses pembentukan diri merupakan suatu proses yang melibatkan manusia secara keseluruhan dalam rentang sejarah kehidupan pribadinya, yang merupakan rangkaian dari kegiatan masa lalu maupun masa depannya. Namun manusia bukan hanya terbentuk secara fasif oleh pengalamannya, melainkan juga menjadi subjek yang mengolah pengalaman, bahkan memilih untuk mendapatkan pengalaman tertentu. Sebagai makhluk sosial, manusia terpanggil untuk mengembangkan diri, mengadakan dialog terus-menerus dengan dirinya sendiri, dan saling berinteraksi dalam menggapai realitas. B. Diri Seseorang dalam Dunia Sosial a. Konsep diri: Siapakah Aku? Siapakah aku? Pertanyaan ini amat sederhana tapi jawaban-nya amat kompleks. Ketika menjawab aku adalah..dst maka ini berarti kita telah menjabarkan konsep diri kita menurut saya. Tapi siapa saya? Cukupkah saya dijelaskan dari perspektif saya? Elemen-elemen konsep diri (Self-concept), kepercayaan-kepercayaan khusus yang telah kita definisikan melalui siapakah kita disebut skema diri (self-schema). Self-schema yaitu kepercayaan tentang diri yang mengor-ganisasikan dan membimbing diri menuju proses pembentukan dunia kita. Skema diri kita berpengaruh terhadap bagaimana kita memproses informasi yang kita peroleh. Misalnya, jika atletik sebagai sentral dari konsep diri kita, maka kita cenderung menasehati orang lain dengan hal-hal yang berkaitan dengan tubuh dan keterampilan. Kita juga akan cepat mengingat olahraga yang terkait dengan pengalaman. Bagaimana diri mempengaruhi memori disebut sebagai self-reference effect, yaitu kecenderungan untuk memproses secara efektif dan efesien ketika ada informasi yang berkaitan dengan konsep diri kita. Konsep diri tidak hanya skema dari kita siapa diri kita saat ini tetapi juga mungkin akan menjadi siapa diri kita atau disebut sebagai possible selves. Penampilan menarik, atletis, pintar, kaya dan dicintai belum tentu memiliki harga diri tinggi (high self-esteem) akan tetapi, dengan memiliki itu semua seseorang akan merasa lebih nyaman. b. Perkembangan Diri Sosial Diri menjadi fokus utama psikologi sosial karena diri membantu mengorganisasikan dan membimbing perilaku sosial kita. Perbandingan sosial Konsep diri kita tidak hanya identitas atau atribut pribadi namun juga mencakup identitas sosial. S ocial identity yaitu ketika kita merupakan bagian dari kelompok kecil yang dikelilingi oleh kelompok yang lebih luas maka kita baru menyadari identitas sosial kita, Namun ketika kita berada pada kelompok yang lebih luas, kita kurang memikirkan hal tersebut. Selain itu perbandingan sosial juga membentuk identitas kita seperti kaya atau miskin, pandai atau bodoh, dan tinggi atau pendek. Ketika kita membandingkan diri kita dengan sekeliling, kita sadar bahwa pada dasarnya kita berbeda. Dengan demikian social comparison, yaitu mengevaluasi kemampuan dan pendapat seseorang dengan cara membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Pengalaman kesuksesan & kegagalan

Konsep diri juga didukung oleh pengalaman sehari-hari. Misalnya, setelah mengalami kesuksesan akademik, siswa berusaha meningkatkan nilai akademiknya untuk lebih baik lagi. Sedangkan untuk pengalaman kegagalan misalnya, seorang siswa yang nilainya senantiasa merosot untuk mengembangkan dirinya ia belajar dengan keras guna memperoleh prestasi yang lebih baik. Penilaian orang lain Dorongan untuk meningkatkan konsep diri tampak ketika kita melihat diri kita sendiri yang terrefleksi dari penilaian orang lain. Ketika orang lain berpikir baik tentang kita, hal ini akan membantu cara berfikir kita bahwa kita juga baik.

c. Membangun Diri Kita semua memiliki ingatan yg berkaitan dengan diri kita, diri kita di masa lalu kita nilai lebih buruk karena kita tumbuh dan berkembang. Kita bisa membayangkan bagaimana diri kita di masa depan, jika ada model yang sesuai dengan apa yang kita inginkan, kita bisa melewati semua pengorbanan yang dibutuhkan untuk membangun diri kita menjadi lebih baik. Self-Efficacy (efikasi diri) Yaitu kemampuan kita dalam menghadapi tantangan dan kesulitan dalam kehidupan. Ketika permasalahan muncul, rasa efikasi diri muncul begitu kuat untuk membantu menenangkan kita serta mencari solusi daripada semakin memperkeruh suasana. Self control: kemampuan untuk menunda keinginan demi tujuan yang lebih baik (dari penelitian tampak bahwa semakin abstrak tujuannya semakin kuat self control) Learned helplessness versus self-determination Less-helplessness (rasa keputusasaan) yaitu ketika entah itu hewan maupun manusia depresi dan merasa tertindas kemudian mereka menjadi pasif karena mereka percaya bahwa apa yang dilakukannya sia-sia. Sedangkan self-determination yaitu perasaan efikasi dan kemampuan seseorang dalam mengontrol kehidupannya. Misalnya seorang pasien yang baik ia tidak akan sering mendentangkan bel panggilan, tidak banyak bertanya, dan selalu berusaha untuk memanajemen diri sebaik-baiknya. d. Self-serving Bias Self-serving bias yaitu kecenderungan untuk menerima dan memaafkan dirinya dengan rasa senang hati. Banyak opini yang mengatakan bahwa hampir semua orang menderita hanya karena harga diri yang rendah atau perasaan merasa rendah diri, namun kenyataan tak semuanya seperti itu. Misal meskipun kita mengalami kegagalan kita tetap menerima dengan lapang dada. Self-serving bias juga tampak ketika seseorang mencoba membandingkan dirinya dengan orang lain. Seseorang selalu merasa lebih daripada yang lain. Misal para bisnisman merasa dirinya yang paling unggul diantara lawan bisnisnya, misal lagi seorang milyuner merasa bahwa dirinya yang paling kaya dibanding dengan hartawan-2 lain. Padahal anggapan semacam itu hanyalah subyektif dari pelaku itu sendiri dan orang lain belum tentu mengakui. e. Presentasi Diri : Mengelola Diri dalam Berbagai Konteks Sosial Self-presentation (presentasi diri) mengacu pada keinginan untuk menunjukkan image seseorang yang diinginkan baik kepada khalayak pribadi maupun umum. Sebuah hubungan berjalan baik jika kita bisa menerima dan menyesuaikan diri dengan pilihan presentasi diri orang lain Self-handicapping, yaitu menjaga image diri dengan perilaku dan tindakan yang bersifat menghibur diri untuk menutupi kelemahannya. Sebagai contoh seseorang yang akan wawancara kerja, justru mengadakan pesta besar-besaran bukan mempersiapkan diri, mahasiswa yang akan ujian justru main games daripada belajar. Ketika dalam ujian ia berhasil, ia akan membesar-besarkan bahwa meskipun tidak belajar ia ternyata mampu, sedangkan jika ia gagal, ia mengatribusikan kegagalannya kepada hal-hal yang bersifat sementara dan remeh. Misal saya gagal karena badanku agak lelah dan capek waktu ujian atau karena tadi malam kurang tidur , dan lain-lain daripada mengakui ketidakmampuannya. ASPEK IDENTITAS SOSIAL : GENDER A. Identitas Gender Identitas gender (atau dikenal sebagai identitas gender core) mengacu pada satu identitas sosial yang dipilih dari antara identitas gender mengakui hadir dalam masyarakat, yang mewakili jenis kelamin seseorang dan aspirasi gender. Identitas gender adalah perasaan internal seseorang terhadap gender mereka sendiri. Dimana gender itu merupakan sesuatu yang yang menbedakan jenis kelamin kelamin seseorang, laki- laki atau perempuan. Ada beberapa syarat-syarat dalam aspek-aspek social dari gender (jenis kelamin) yaitu, sebagai berikut : Gender Identity ( Identitas Gender ) : yaitu perasaan internal seseorang terhadap gender mereka sendiri. Gender Expression ( Ekspresi Gender ): yaitu penampilan luar seseorang dari karakteristik gender. Gender Expectations ( Harapan Gender ) : sebelum seorang anak lahir, cenderung terjadi harapan, seperti "anak laki-laki akan memakai pakaian berwarna biru dan bermain dengan truk, anak perempuan akan mengenakan pakaian berwarna pink dan bermain dengan boneka. Dan harapan-harapan gender lainnya berlanjut sepanjang hidup kita. Gender Assignment ( Tugas Gender ) : yaitu mengklasifikasi seorang individu, biasanya pada kelahiran, sebagai "perempuan" atau "laki-laki."

Gender Role ( Peran Gender ) : yaitu seperangkat norma-norma perilaku yang dirasakan dan harapan yang terkait terutama dengan perempuan atau laki-laki, dalam suatu kelompok sosial tertentu atau sistem.

B. Gender dalam Dunia Sosial a. Persamaan & Perbedaan Gender Dalam psikologi gender diartikan sebagai karakter baik secara biologis maupun sosial yang dipengaruhi oleh definisi peran perempuan dan laki-laki, sedangkan istilah seks hanya mengacu pada biologis saja. Independence versus connectedness ( kemerdekaan/ kebebasan vs berhubungan )

Perbedaan gender terkadang sudah ditanamkan sejak kecil meskipun tanpa kita sadari. Sebagai contoh ketika masih kecil anak lakilaki sudah berusaha keras untuk bisa bebas dari ibunya dan berusaha mencari identitas dirinya, sedangkan anak perempuan selalu ingin berhubungan dan bergabung dengan orang lain. Begitu juga peran dalam kelompok, anak laki-laki cenderung terlibat dalam aktivitas kelompok yang lebih luas dibandingkan anak perempuan. Social dominance

Kita tidak dapat memungkiri bahwa di berbagai negara, kekuasaan laki-laki masih dirasakan yang paling dominan. Laki-laki cenderung berperan sebagai pemimpin sedangkan wanita sebagai motivator sebuah tim dalam aktivitas sosial. Terdapat keyakinan bahwa meskipun wanita memperoleh persamaan status dengan kaum laki-laki, wanita tetap tidak akan merasa sebebas kaum laki-laki Aggression (kekerasan)

Aggression ( agresi ) yaitu perilaku fisik atau verbal yang bertujuan menyakiti seseorang. Di dalam eksperimen laboratorium, hal ini berarti secara sengaja. Misalnya, menyengatkan aliran listrik ke tubuh seseorang atau hanya sekedar berkata-kata yang menyakitkan perasaan orang lain, hal ini sudah dikatakan bersikap agresi. Melalui pandangan umum, perilaku seperti berburu, berkelahi, dan berperang umumnya adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh laki-laki. Oleh karena itu, berdasarkan survei, laki-laki cenderung agresif daripada perempuan, sehingga ada kecenderungan kekerasan yang dilakukan kaum laki-laki terhadap perempuan. Seksual

Perbedaan laki-laki dan perempuan dalam seksualitas juga tampak. Misalnya pada kenyataannya laki-laki cenderung lebih berinisiatif untuk merangsang pasangannya ketika akan melakukan hubungan seksual. Begitu juga meskipun laki-laki tanpa perempuan, mereka tetap memiliki alternatif lain untuk berhubungan seksual, sedangkan perempuan lebih pasif. b. Budaya & Gender Pengaruh budaya secara mencolok diilustrasikan oleh perbedaan peranan gender sepanjang masa dan di manapun juga. Budaya sebagaimana didefinisikan yaitu ide-ide , sikap, dan tradisi-tradisi yang selalu dijalankan dan dilestarikan oleh sekelompok luas orang-orang dan diturunkan dari generasi ke generasi. Kita dapat melihat ide, sikap, dan tradisi sangat berpengaruh terhadap pembentukan perilaku kaum laki-laki maupun perempuan. Di negara manapun, perempuan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menyelesaikan pekerjaan rumah dan pengasuhan anak, sedangkan laki-laki bidang pekerjaannya lebih bersifat kepemimpinan. Peran Gender Peran gender berbeda-beda tergantung budaya

Dalam masyarakat nomaden dan food-gathering, laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama untuk memperoleh pendidikan dan keduanya mengerjakan tugas yang sama. Lain lagi bagi masyarakat petani, perempuan bekerja di sawah serta mengasuh anak, sedangkan laki-laki berkelana dengan bebas. Bagi masyarakat industri peranan sangat banyak dan berbeda. Contoh: Di Korea Selatan perempuan menduduki posisi manajer hanya berkisar 2%, di AS 17%, di Austria 28%, dan Switzerland sebaesar 48%. Bahkan di Amerika Utara hampir semua dokter dan dokter gigi dari kaum laki-laki, sedangkan di Rusia hampir semua dokter dari kaum perempuan, dan di Denmark kebanyakan dokter gigi adalah wanita. Peran gender berbeda-beda dari waktu ke waktu

Perubahan perilaku selalu mengiringi perubahan sikap. Sekitar tahun 1960 dan 1995, proporsi wanita menikah berusia 40 tahun di AS yang bekerja meningkat dua kali lipat dari 38% menjadi 76%. Begitu juga yang terjadi di Kanada, Australia, dan Britania. Perubahan juga tampak pada tahun 1970 yaitu meningkatnya jumlah para wanita yang dididik menjadi pengacara, dokter, dan dokter gigi. Variasi peranan gender sepanjang masa dan budaya apapun mengisyaratkan bahwasanya sebenarnya evolusi dan biologi tidak mengubah peranan gender hanya masyarakat saja yang mengkonstruksikan perbedaan itu. Identitas sosial adalah bagian dari konsep diri individu yang berasal dari pengetahuannya selama berada dalam kelompok sosial tertentu dengan disertai internalisasi nilai-nilai, emosi, partisipasi, rasa peduli dan bangga sebagai anggota kelompok tersebut. Dimana posisi kita pada satu waktu, yang merupakan pilihan (fokus) kita sendiri, akan menentukan bagaimana kita memandang dan bereaksi terhadap orang lain Dalam sisi personal kita membandingkan diri kita dengan kelompok kita sendiri (perbandingan intragroup), sementara dalam sisi social kita membandingkan diri kita dengan anggota kelompok lain (perbandingan intergroup) Walaupun kita berusaha untuk memelihara dan mempertahankan persepsi diri yang konsisten, pada dasarnya identitas diri kita berubah-ubah sesuai dengan situasi yang kita hadapi

Anda mungkin juga menyukai