Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS KERAGAMAN LARGE MATTURITY HASIL TANGKAPAN BUBU KAWAT TERHADAP KEBERLANGSUNGAN SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL

I PENDAHULUAN Alat tangkap bubu kawat merupakan salah satu alat tangkap ikan yang cocok dioperasikan di perairan karang. Bubu ada berbagai jenis antara lain; bubu apung (jIoating jishpot), bubu dasar (ground jishpot) dan bubu hanyut (drifiing jishpot). Bubu bersifat pasif, artinya bertugas sebagai perangkap menunggu ikan yang masuk.Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang berupa jebakan, dan bersifat pasif. Bubu sering juga disebut perangkap traps dan penghadang guiding barriers . Dalam operasionalnya, bubu terdiri dari tiga jenis, yaitu : Bubu yang daerah operasionalnya berada di dasar perairan. Bubu yang dalam operasional penangkapannya diapungkan. Bubu yang dalam operasional penangkapannya dihanyutkan. Salah satu bubu yang digunakan untuk menangkap berbagai jenis biota yaitu bubu kawat dengan konstruksi tetap, sehingga dalam pengoperasiannya nelayan membutuhkan kapal yang besar untuk membawa bubu dalam jumlah yang banyak dari fishing base ke daerah penangkapan. Efisiensi penempatan bubu diatas kapal dapat diatasi dengan memodifikasi konstruksinya, diantaranya dengan cara dilipat. Salah satu altematif adalah bubu lipat berbentuk prisma segiempat beraturan, terbuat dari rangka besi masif dan badan jaring. Alat ini terbuat dari anyaman bambu,anyaman rotan, anyaman kawat. Bentuknya bermacam-macam, ada yang seperti selinder, setengah lingkaran,empat persegi panjang, segitiga memanjang, dan sebagainya.dalam pengoperasian dapat memakai umpan atau tanpa uampan. Merupakan alat tangkap ikan pasif dengan jenis yang beragam, berbentuk anyaman dengan bentuk bubu kawat yang bervariasi. Ada yang seperti sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang, segitiga memanjang (kubus) atau segi banyak, bulat setengah lingkaran, dll. Bahan bubu umumnya dari anyaman bambu (bamboo`s splitting or-screen).Secara umum, bubu terdiri dari bagian-bagian badan (body), mulut (funnel) atau ijeh, pintu.Berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan terkurung.Berbentuk seperti corong, merupakan pintu dimana ikan dapat masuk tidak dapat keluar.

Sebelum alat penangkap dimasukan kedalam perairan maka terlebih dahulu menentukan daerah penangkapan.penentuan daerah penangapan tersebut

didasarkan pada tempat yang diperkirakan banyak ikan demersal ,yang biasanya ditandai dengan banyaknya terumbu karang atau pengalaman dari nelayan. Dalam operasional penangkapannya bisa tunggal (umumnya bubu berukuran besar), bisa ganda (umumnya bubu berukuran kecil atau sedang) yang dalam pengoperasiannya dirangkai dengan tali panjang yang pada jarak tertentu diikatkan bubu tersebut. Bubu dipasang di daerah perairan karang atau diantara karangkarang atau bebatuan. Bubu dilengkapi dengan pelampung yang dihubungkan dengan tali panjang. Setelah bubu diletakkan di daerah operasi, bubu ditinggalkan. Bagi bubu kawat yang tidak manggunakan umpan, setelah tiba di daerah penangkapan,maka dilakukan penurunan pelampung tand dilanjutkan penurunan bubu beserta pemberatnya,sedangkan bubu yang menggunakan umpan (biasanya dari ikan) terlebih dahulu dimasukan umpan alu di masukan kedalam

perairan.setelah dianggapposisinya sudah baik maka pemasangan bubu dianggap selesai., untuk kemudian diambil 2-3 hari setelah dipasang, kadang hingga beberapa hari. Dalam operasi penangkapan, bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang atau diantara karang-karang atau bebatuan. Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang kualitas baik, seperti Kwe (Caranx spp), Baronang (Siganus spp), Kerapu (Epinephelus spp), Kakap ( Lutjanus spp), kakatua (Scarus spp), Ekor kuning (Caeslo spp), Ikan Kaji (Diagramma spp), Lencam (Lethrinus spp), udang penaeld, udang barong, kepiting, rajungan, dll. II METODOLOGI 1. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa wawancara dan observasi. a. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab kepada nara sumber. Sebagai bantu, peneliti menggunakan pedoman wawancara dengan pertanyaan bersifat terbuka. b. Observasi, yaitu peneliti melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian

2. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitan ini yaitu data primer dan sekunder. a. Data dan informasi yang berkaitan dengan keraraman hasil tangkapan, seperti jenis ikan, panjang ikan serta berat ikan b. Data dan informasi yang berkaitan dengan penelitian dari intasi yang mencakup dengan penelitian. 3. Analisi Data Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan perhitungan rata-rata, simpangan baku, serta kisaran ukuran panjang dan berat dengan rumus ( Ronald E. Walpole, 1995). A. A. Nilai Rata-rata

Dimana : X Xi I n = rata-rata = data panjang dan berat = banyaknya data ukuran dan berat = banyaknya data

B. B. Simpangan Baku

Dimana

S Xi x n ( X Si)

: simpangan baku : banyaknya data ke-i : nilai rata-rata : banyaknya data

C. Kisaran Ukuran

Dimana : x : nilai rata-rata hasil tangkapan jenis ke-i Si : simpangan baku Untuk mendeskripsikan hasil penelitian data yang peroleh ditabulasikan dalam bentuk tabel dan dilakukan pengolahan dengan menggunakan perhitungan nilai rata-rata, simpangan baku serta kisaran ukuran dari panjang dan berat hasil tangkapan untuk setiap jenis ikan. Tabel 1. Tabel penyajian data Jenis ikan 1 2 3 : n Nilai rata-rata Bubu Kawat Panjang Berat Y11 Y21 Y12 Y22 Y13 Y23 : : YPn YBn

Simpangan baku

Kisaran ukuran

( X Si)

( X Si)

Keterangan tabel YPn YBn n : Data panjang ikan ke-n : data berat ikan ke-n : jenis ikan ke-n Nilai rata-rata panjang atau berat setiap jenis ikan diperoleh melalui perhitungan jumlah panjang atau berat ikan yang diteliti dibagi dengan jumlah ikan keseluruhan, nilai simpangan baku panjang dan berat siperoleh dengan perhitungan jumlah panjang dan berat dikurang rata-rata panjang dan berat ikan kemudian di akar kuadrat kan kemudian dibagi dengan jumlah ikan keseluruhan dikurang satu sedangkan untuk mencari kisaran ukuran panjang dan berat diperoleh melalui perhitungan rata-rata panjang dan berat perjenis ikan ditambah dan dikurang dengan simpangan baku panjang dan berat perjenis ikan. Diperoleh data keragaman pertiap jenis ikan dengan menggunakan rumus yang terlihat pada tabel di atas.
Diposkan oleh Yunias Sondoro di 02:33 Jumat, 09 September 2011

http://yunias19ocean.blogspot.com/2011_09_01_archive.html

Ilmu Kelautan Pengaruh Oseanografi Terhadap Alat Tangkap Pasif


Posted on November 4, 2012 by sugandikel

Perubahan Iklim dan Pengaruhnya terhadap Penangkapan Ikan Minimnya perusahaan perikanan yang mampu melengkapi armada penangkapannya dengan peralatan berteknologi maju, membuat nelayan pada umumnya hanya mengandalkan intuisi dan pengalaman dalam mendeteksi area yang diperkirakan banyak ikannya. Berbeda dengan negara Thailand, Filipina dan Malaysia yang memiliki perangkat acoustic (echosounder) terpasang pada armada penangkapannya, didukung informasi citra remote sensing (penginderaan jauh satelit), sehingga dapat mengetahui dengan jelas dan pasti posisi (koordinat) lintang-bujur kawanan ikan secara up to date. Padahal, untuk mengatasi masalah tersebut peneliti dan ahli teknologi bidang kelautan dan perikanan dengan dukungan pemerintah hanya perlu membangun satu instalasi bank data yang bekerja men-download citra darat satelit yang berisi: data klorofil dan data parameter oseanografi (suhu, salinitas, arus, gelombang dan lain-Iain) di perairan Indonesia, kemudian diolah menjadi peta estimasi (pendugaan) fishing ground (daerah penangkapan ikan) yang up to date. Selanjutnya peta estimasi tersebut langsung di-relay ke armada penangkapan. Untuk keakuratan estimasi fishing ground, yang perlu dilakukan mengkolaborasikan data acoustic, citra satelit remote sensing dan data oseanograifi dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Langkah dasarnya dengan metode remote sensing satelit, secara ex situ kita harus menemukan perairan yang memiliki klorofil (plankton). 2. Kemudian, menganalisis hubungannya dengan data oseanografi (suhu, salinitas dan arus) yang juga didapatkan dari satelit dan instrumen oseanografi yaitu argo float. 3. Kemudian hasil analisis data dari dua instrumen tersebut (satelit dan argo float) dibuat peta estimasi fishing ground yang up to date. Selanjutnya peta estimasi tersebut direlay ke armada penangkapan. Berbekal peta estimasi tersebut armada segera menuju lokasi yang telah diestimasi, lalu mengkolaborasikan peta tersebut dengan data acoustic yang didapatkan dengan echosounder secara in situ (langsung) pada perairan, kemudian dilakukan pemanfaatan (penangkapan) ikan. Parameter oseanografi sangat penting dianalisis untuk penentuan fishing ground. Nontji (1987) menyatakan suhu merupakan parameter oseanografi yang mempunyai pengaruh sangat dominan terhadap kehidupan ikan khususnya dan sumber daya hayati laut pada umumnya. Sebagian besar biota laut bersifat poikilometrik (suhu tubuh dipengaruhi lingkungan) sehingga suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme (Nybakken, 1988). Hampir semua populasi ikan yang hidup di laut mempunyai suhu optimum untuk kehidupannya, maka dengan mengetahui suhu optimum dari suatu spesies ikan, kita dapat menduga keberadaan kelompok ikan, yang kemudian dapat digunakan untuk tujuan perikanan (Hela dan Laevastu, 1970). Salinitas adalah kadar garam seluruh zat yang larut dalam 1.000 gram air laut, dengan asumsi bahwa seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida, semua brom dan lod diganti dengan khlor yang setara dan semua zat organik menga1ami oksidasi sempuma (Forch et al,1902 dalam Sverdrup et al, 1942). Salinitas mempunyai peran penting dan memiliki ikatan erat dengan kehidupan organisme perairan termasuk ikan, dimana secara fisiologis salinitas berkaitan erat dengan penyesuaian tekanan osmotik ikan tersebut. Arus sangat mempengaruhi penyebaran ikan, Lavastu dan Hayes (1981) menyatakan hubungan arus terhadap penyebaran ikan adalah arus mengalihkan telur-telur dan anak-anak ikan petagis dan spawning ground (daerah pemijahan) ke nursery ground (daerah pembesaran) dan ke feeding ground (tempat mencari makan). Migrasi ikan-ikan dewasa disebabkan arus, sebagai alat orientasi ikan dan sebagai bentuk rute alami; tingkah laku ikan dapat disebabkan arus, khususnya arus pasut, arus secara langsung dapat mempengaruhi distribusi ikan-ikan dewasa dan secara tidak langsung mempengaruhi pengelompokan makanan, atau faktor lain yang membatasinya (suhu); arus mempengaruhi lingkungan alami ikan, maka secara tidak langsung mempengaruhi kelimpahan ikan tertentu dan sebagai pembatas distribusi geografisnya. Jadi, dengan mengetahui nilai suhu, salinitas dan arus pada perairan, akan dapat dianalisis fenomena yang merupakan daerah potensi ikan. Hydro Acoustic merupakan suatu teknologi pendeteksian bawah air dengan menggunakan suara atau bunyi untuk melakukan pendeteksian. Sebagaimana diketahui bahwa kecepatan suara di air adalah 1.500 m/detik, sedangkan kecepatan suara di udara hanya 340 m/detik, sehingga teknologi ini sangat efektif untuk deteksi di bawah air. Teknologi hydro-acoustic dengan perangkat echosounder paling tepat digunakan untuk pendugaan stok ikan pada suatu perairan, karena dapat memberikan informasi yang detail mengenai: kelimpahan ikan (fish abundance), kepadatan (fish density), sebaran (fish distribution), posisi kedalaman renang, (swimming layers), ukuran dan panjang (size and length), orientasi dan kecepatan renang, serta variasi migrasi diumal-noktural ikan (Kompas, 1/11/2004). Remote Sensing biasa juga disebut Sistem Penginderaan Jauh merupakan suatu teknologi yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik untuk mendeteksi dan mengetahui karakteristik objek di permukaan bumi, baik daratan maupun permukaan laut dan perairan tanpa melakukan kontak langsung dengan objek yang diteliti tersebut (lillesand dan Kiefer,

1979). Ada dua tipe remote sensing yaitu pasif dan aktif, dengan metode ini dihasilkan citra satelit yang merupakan data dari klorofil, arus, suhu dan posisi koordinat pada permukaan perairan yang dideteksi. Data citra dari satelit tersebut diproses dan dianalisis, kemudian dikolaborasikan dengan data acoustic dan data dari instrumen argo float untuk estimasi fishing ground. Secara umum prinsip kerja satelit-satelit ini adalah dengan memancarkan pulsa gelombang elektromagnetlk ke arah permukaan laut di bawahnya lalu menerima kembali pantulannya (remote sensing aktif). Waktu perjalanan gelombang elektromagnetik tersebut, dikonversi untuk mendapatkan jarak antara satelit dan muka laut. Sejumlah koreksi harus diterapkan terhadap data mentah, sebelum dapat diterapkan dalam bidang oseanografi. Kondisi sumberdaya ikan Indonesia pada masa yang lalu tidak kita bicarakan dalam tulisan ini, yang pasti masa-masa kejayaan melimpahnya sumberdaya ikan di daerah/negara kita telah lewat. Lalu bagaimana keadaan sumberdaya itu sekarang ini. Dari data statistik pemanfaatan sumberdaya ikan nampak jelas terlihat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat signifikan terutama di daerah yang padat nelayannya dan memiliki intensitas penangkapan yang tinggi seperti pantai utara jawa, selat malaka dan selatan sulawesi (termasuk disebagian sebesar wilayah perairan sultra) tetapi anehya income yang dihasilkan dari sektor ini (Perikanan Tangkap ) relatift kecil dan menjadi paradoks perikanan tangkap kita. Produksi perikanan laut dalam dasawarsa terakhir mengalami peningkatan rata-rata 4,95 persen per tahun namun ini masih rendah dari yang diharapkan yaitu sekitar 6 persen per tahun. Salah satu faktor penyebabnya disinyalir adalah banyaknya kapal-kapal asing yang berseliweran(beroperasi) di perairan kita, kapal asing ini beroperasi tidak hanya di perairan ZEE tetapi juga di perairan nusantara menurut data ada sekitar 5000 kapal asing milik Thailand, Filipina, Taiwan, Korea dan RRC beroperasi diperairan kita, Berdasarkan asumsi yang dilansir FAO, kerugian negara akibat illegal fishing mencapai 30 trilyun rupiah pertahun. Dengan tingkat kerugian mencapai 25% dari total potensi perikanan yang kita miliki. Potensi lestari (MSY/maximum suistanable yield) perairan kita 6,4 juta ton per tahun sedangkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB/Total Allowable Catch/TAC) adalah sebesar 5,12 juta ton per tahun atau 80% dari MSY . Menurut data tahun 2003 total hasil tangkapan ikan adalah 4,4 juta ton per tahun sehingga produksi masih terdapat peluang pengembangan 720.000 ribu ton per tahun ini terutama pada perairan-perairan seperti Laut Banda, Laut Arafuru (kecuali udang), Laut Maluku dan Laut Sulawesi. Apabila kita menganalisis data perikanan tangkap Indonesia ini maka kedepan kita tidak bisa lagi berharap hasil devisa sektor kelautan dan perikanan berasal dari perikanan tangkap hendaknya mulai sekarang harus ada usaha-usaha subtitusi kearah lain seperti misalnya budidaya laut (Marine Culture) dan lain sebagainya. Daerah Pelabuhan Ratu dikenal sebagai basis utama perikanan tangkap di pantai Selatan Propinsi Jawa Barat. Keberadaan Pelabuhan Ratu yang terletak dan langsung berhadapan dengan Samudera Hindia sangat strategis bagi perkembangan perikanan dan kelautan. Hal ini mengingat potensi perikanan yang besar, khususnya perikanan pelagis baik yang merupakan sumberdaya alami perairan teluk pelabuhan ratu maupun sumberdaya ikan yang bermigrasi (ruaya diurnal dan nocturnal) dari dan ke perairan teluk pelabuhan ratu. Pengembangan perikanan dan kelautan yang diarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan, dilaksanakan dengan langkah meningkatkan produksi dan produktifivas nelayan. Meningkatnya hasil tangkapan nelayan sangat ditentukan dengan karakteristik alat dan metode penangkapan, dalam hal ini dimensi, desain, sifat pengoperasian dan keahlian nelayan dalam mengoperasikan alat tangkat tersebut.

Unit penangkapan ikan yang dioperasikan oleh nelayan di Pelabuhan Ratu sangat beragam. Keberagaman alat tangkap tersebut sesuai dengan jenis ikan yang menjadi target penangkapan, daerah penangkapan dan teknologi penangkapan ikan. Alat tangkap ikan yang terdapat di Pelabuhan Ratu secara umum masih bersifat tradisional. Hal ini terlihat dari teknologi dalam metode penangkapannya dan karakteristik (dimensi dan disain) alat tangkap tersebut. Alat tangkat tersebut antara lain jaring insang (gill net), jaring angkat (lit net), pukat kantong (seine net) dan pancing (hand line). Unit penangkapan ikan utama di pelabuhan ratu adalah pukat payang, jaring insang, bagan (bagan apung/raft lift net, bagan perahu/boat lift net dan bagan tetap/stationery lift net), pancing rawai, jaring rampus dan pukat dogol. Selain itu terdapat juga unit penangkapan jaring kopet, pukat pantai dan pukat cincin. Perkembangan unit penangkapan di atas, yang mengalami peningkatan sangat pesat adalah alat tangkap bagan dan jenis pancing. Unit penangkapan ikan jaring angkat merupakan jenis alat tangkap yang secara komersial penting dan sangat umum di Indonesia. Salah satu jenis alat tangkap dalam jaring angkat yang penting adalah bagan (Kawamura, 1981 dalam Ta`alidin 2000). Bagan apung yang terdapat di Pelabuhan Ratu termasuk dalam klasifikasi portable lift nets (jaring angkat yang dapat dipindahpindahkan). Secara sederhana dalam metode pengoperasian alat tangkap bagan termasuk tradisional, dengan penggunaan lampu petromaks sebagai alat bantu yang bertujuan mengumpulkan ikan atau biota laut lainnya yang bersifat fototaxis positif dan karena faktor food and feeding habits dari biota tersebut. Hal ini selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh Flores dan Shibata (1988), unit penangkapan ikan yang digolongan jenis jaring angkat (lift net) ini di Indonesia masih bersifat tradisional dan merupakan kegiatan perikanan skala kecil (Small Scale Fisheries). Teknologi yang digunakan dalam pemanfaatan sumber daya tuna disesuaikan dengan sifat dan tingkah laku ikan sasaran. Tuna merupakan ikan perenang cepat yang bergerombol. Oleh karena itu, alat penangkap ikan yang digunakan haruslah yang sesuai dengan perilaku ikan tersebut. Ada lima macam alat penangkap tuna, yaitu osena, huhate, handline. pukat cincin, dan jaring insang. Rawai tuna (tuna longline) Rawai tuna atau tuna longline adalah alat penangkap tuna yang paling efektif. Rawai tuna merupakan rangkaian sejumlah pancing yang dioperasikan sekaligus. Satu tuna longliner biasanya mengoperasikan 1.000 2.000 mata pancing untuk sekali turun. Rawai tuna umumnya dioperasikan di laut lepas atau mencapai perairan samudera. Alat tangkap ini bersifat pasif, menanti umpan dimakan oleh ikan sasaran. Setelah pancing diturunkan ke perairan, lalu mesin kapal dimatikan. sehingga kapal dan alat tangkap akan hanyut mengikuti arah arus atau sering disebut drifting. Drifting berlangsung selama kurang lebih empat jam. Selanjutnya mata pancing diangkat kembali ke atas kapal. Umpan longline harus bersifat atraktif. misalnya sisik ikan mengkilat, tahan di dalam air, dan tulang punggung kuat. Umpan dalam pengoperasian alat tangkap ini berfungsi sebagai alat pemikat ikan. Jenis umpan yang digunakan umumnya ikan pelagis kecil, seperti lemuru (Sardinella sp.), layang (Decopterus sp.), kembung (Rastrelliger sp.), dan bandeng (Chanos chanos). Huhate (pole and line) Huhate atau pole and line khusus dipakai untuk menangkap cakalang. Tak heran jika alat ini sering disebut pancing cakalang. Huhate dioperasikan sepanjang siang hari pada saat terdapat gerombolan ikan di sekitar kapal. Alat tangkap ini bersifat aktif. Kapal akan mengejar gerombolan ikan. Setelah gerombolan ikan berada di sekitar kapal, lalu diadakan pemancingan.Terdapat beberapa keunikan dari alat tangkap huhate.

Bentuk mata pancing huhate tidak berkait seperti lazimnya mata pancing. Mata pancing huhate ditutupi bulu-bulu ayam atau potongan rafia yang halus agar tidak tampak oleh ikan. Bagian haluan kapal huhate mempunyai konstruksi khusus, dimodifikasi menjadi lebih panjang, sehingga dapat dijadikan tempat duduk oleh pemancing. Kapal huhate umumnya berukuran kecil. Di dinding bagian lambung kapal, beberapa cm di bawah dek, terdapat sprayer dan di dek terdapat beberapa tempat ikan umpan hidup. Sprayer adalah alat penyemprot air. Pemancingan dilakukan serempak oleh seluruh pemancing. Pemancing duduk di sekeliling kapal dengan pembagian kelompok berdasarkan keterampilan memancing. Pemancing I adalah pemancing paling unggul dengan kecepatan mengangkat mata pancing berikan sebesar 50-60 ekor per menit. Pemaneing I diberi posisi di bagian haluan kapal, dimaksudkan agar lebih banyak ikan tertangkap. Pemancing II diberi posisi di bagian lambung kiri dan kanan kapal. Sedangkan pemancing III berposisi di bagian buritan, umumnya adalah orang-orang yang baru belajar memancing dan pemancing berusia tua yang tenaganya sudah mulai berkurang atau sudah lamban. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat pemancingan dilakukan jangan ada ikan yang lolos atau jatuh kembali ke perairan, karena dapat menyebabkan gerombolan ikan menjauh dari sekitar kapal. Umpan yang digunakan adalah umpan hidup, dimaksudkan agar setelah ikan umpan dilempar ke perairan akan berusaha kembali naik ke permukaan air. Hal ini akan mengundang cakalang untuk mengikuti naik ke dekat permukaan. Selanjutnya dilakukan penyemprotan air melalui sprayer. Penyemprotan air dimaksudkan untuk mengaburkan pandangan ikan, sehingga tidak dapat membedakan antara ikan umpan sebagai makanan atau mata pancing yang sedang dioperasikan. Umpan hidup yang digunakan biasanya adalah teri (Stolephorus spp). Pancing ulur (handline) Handline atau pancing ulur dioperasikan pada siang hari. Konstruksi pancing ulur sangat sederhana. Pada satu tali pancing utama dirangkaikan 2-10 mata pancing secara vertikal. Pengoperasian alat ini dibantu menggunakan rumpon sebagai alat pengumpul ikan. Pada saat pemancingan, satu rumpon dikelilingi oleh lima unit kapal, masing-masing kapal berisi 3-5 orang pemancing. Umpan yang digunakan adalah ikan segar yang dipotong-potong. Hasil tangkapan utama pancing ulur adalah tuna (Thunnus spp.). Pukat cincin (purse seine) Pukat cincin atau purse seine adalah sejenis jaring yang di bagian bawahnya dipasang sejumlah cincin atau gelang besi. Dewasa ini tidak terlalu banyak dilakukan penangkapan tuna menggunakan pukat cincin, kalau pun ada hanya berskala kecil. Pukat cincin dioperasikan dengan cara melingkarkan jaring terhadap gerombolan ikan. Pelingkaran dilakukan dengan cepat, kemudian secepatnya menarik purse line di antara cincin-cincin yang ada, sehingga jaring akan membentuk seperti mangkuk. Kecepatan tinggi diperlukan agar ikan tidak dapat meloloskan diri. Setelah ikan berada di dalam mangkuk jaring, lalu dilakukan pengambilan hasil tangkapan menggunakan serok atau penciduk. Pukat cincin dapat dioperasikan siang atau malam hari. Pengoperasian pada siang hari sering menggunakan rumpon atau payaos sebagai alat bantu pengumpul ikan. Sedangkan alat bantu pengumpul yang sering digunakan di malam hari adalah lampu, umumnya menggunakan lampu petromaks. Gafa et al. (1987) mengemukakan bahwa payaos selain berfungsi sebagai alat pengumpul ikan juga berfungsi sebagai penghambat pergerakan atau ruaya ikan, sehingga ikan akan berada lebih lama di sekitar payaos. Uktolseja (1987) menyatakan bahwa payaos dapat menjaga atau membantu cakalang tetap berada d lokasi pemasangannya selama 340 hari.

Jaring insang (gillnet) Jaring insang merupakan jaring berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata yang sama di sepanjang jaring. Dinamakan jaring insang karena berdasarkar cara tertangkapnya, ikan terjerat di bagian insangnya pada mata jaring. Ukuran ikan yang tertangkap relatif seragam. Pengoperasian jaring insang dilakukan secara pasif. Setelah diturunkan ke perairan, kapal dan alat dibiarkan drifting, umumnya berlangsung selama 2-3 jam. Selanjutnya dilakukan pengangkat jaring sambil melepaskan ikan hasil tangkapan ke palka. Judul: Ilmu Kelautan Pengaruh Oseanografi Terhadap Alat Tangkap Pasif Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews. Ditulis Oleh heru triyanda
http://sugandikel.wordpress.com/2012/11/04/ilmu-kelautan-pengaruh-oseanografi-terhadap-alattangkap-pasif/

BUBU LIPAT BUJUR SANGKAR Traps (Perangkap) 1.Definisi dan klasifikasi Bubu lipat bujur sangkar adalah alat penangkapan ikan yang bersifat pasif (Sainsbury, 1996) dan menghadap arah ruaya ikan yang memiliki bentuk bujur sangkar(cages). 2.Konstruksi alat penangkapan ikan Pada umumnya Bubu disusun oleh rangka (frame),badan(body),dan mulut(funel). Rangka biasanya terbuat dari bahan yang kuat seperti lempengan besi,besi behel,bambu atau kayu yang bentuknya disesuaikan dengan konstruksi bubu yang diinginkan. Untuk Bubu Lipat Bujur sangkar rangkanya terbuat dari besi. Rangka berfungsi mempertahakan bentuk bubu selama pengoperasiannya di laut. Badan adalah bagian bubu yang berbentuk rongga tempat ikan terkurung terbuat dari jaring berbahan PE. Adapun Bagian Mulut yang berfungsi sebagai lubang tempat masuknya ikan ke dalam bubu. Bubu Lipat Bujur sangkar sendiri memiliki Jumlah mulut sebanyak dua buah. Konstruksi dari mulutnya mengecil ke arah dalam. Salah satu parameter utama yang menentukan ikan dapat tertangakap yaitu mulut bubu. 3. Kelengkapan dalam unit penangkapan ikan 3.1 Kapal Pada alat tangkap ini kapal digunakan untuk transportasi Nelayan ke titik area penangkapan dan juga untuk pengambilan dari perairan. 3.2 Nelayan Alat tangkap ini bersifat pasif sehingga tidak membutuhkan banyak nelayan saat pengoperasian. Nelayan pada alat tangkap ini hanya bekerja pada saat pengambilan hasil tangkapan Biasanya nelayan yang bekerja sekitar 2-3 orang. 3.3 Alat bantu Pada alat tangkap ini digunakan pelampung, pemberat, serta tali. 3.4 Umpan Dalam pengoperasian alat ini, ada yang menggunakan umpan ataupun tanpa umpan. Penggunaan umpan pada alat ini bertujuan untuk menarik perhatian ikan sehingga ikan

terangsang memasuki bubu untuk mencari makan. Umpan yang baik bersifat: efektif menarik perhatian ikan, mudah dipasang didalam tubuh, tahan lama, harga terjangkau, dan mudah diperoleh. 4.Metode pengoperasian alat Prinsip Pengoperasian bubu ini yaitu dipasang secara pasif menghadang dan memerangkapi ikan. Metode pengoperasian alat ini ada dua cara yaitu sistem tunggal dan sistem rawai. Pada metode pengoperasian sistem tunggal pada tali utama hanya dipasang satu bubu, sedangkan pada sistem rawai, satu tali utama dapat dipasang dua atau lebih bubu. Adapun Tahapan dalam Pengoperasian bubu secara umum yaitu sebagai berikut (Sainsbury, 1996): Pemasangan umpan, Pemasangan bubu (setting), Perendaman bubu (soaking),dan terakhir pengangkatan bubu (hauling). 5. Daerah pengoperasian Daerah pengoperasiannya alat ini yaitu didaerah eustaria, teluk hingga perairan dengan kedalaman 75 m. Bahkan bubu ini bisa dioperasikan untuk perairan dalam hingga mencapai 730 m. 6. Hasil Tangkapan Hasil tangkapannya dapat berupa udang (Heterocarpus hayastii), kepiting (dari Famili Grapsidae dan Majidae), dan lobster. Daftar Pustaka : Susilo, Eko. 2006. Percobaan Pengoperasian Bubu Pasa Zona Fotik Dan Apotik di Teluk Pelabuhan Ratu. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Sainsbury, 1996. Commercial Fishing Methods. An Introduction to Vessel and Gears. 3rd Edition : Fishing New Books
http://carantrik.blogspot.com/2010/10/bubu-lipat-alat-penangkapan-ikan.html

Jenis dan cara pengoperasian alat tangkap ikan a. Pancing ulur (hand line) Pancing ulur (hand line) adalah pancing yang paling sederhana. Biasanya hanya terdiri dari pancing, tali pancing dan pemberat serta menggunakan umpan dan dioperasikan oleh satu orang dan tali pancing langsung ke tangan (Sudirman, 2004). Ukuran pancing dan besarnya tali disesuaikan dengan besarnya ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Alat tangkap ini bersifat pasif dan konstruksinya sangat sederhana. Pada satu tali pancing utama dirangkaikan 2-10 mata pancing secara vertikal. Umpan yang digunakan adalah ikan segar yang dipotong-potong. Ikan yang dijadikan umpan dapat berupa potongan ikan tembang dan ikan layur itu sendiri. b. Rawai layur Rawai layur terdiri dari rangkaian tali utama dan tali pelampung dimana pada tali utama pada jarak tertentu terdapat beberapa tali cabang yang pendek dan lebih kecil diameternya, dan di ujung tali cabang ini diikatkan pancing yang berumpan. Rawai layur ini tergolong Bottom long lines, yaitu pancing yang dipasang di dasar perairan

yang di khususkan untuk menangkap ikan-ikan demersal (Sudirman, 2004). Konstruksi pancing ulur dan rawai layur dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Habitat dan penyebaran Layur (Trichiurus lepturus) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia. Jenis yang ditemukan di Pasifik dan Atlantik merupakan populasi yang berbeda. Ikan layur adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia. Perairan dengan dasar yang relatif rata dan berlumpur dengan salinitas yang relatif rendah biasanya merupakan habitat ikan layur. Dari beberapa pengamatan tentang sebaran ikan layur di pantai selatan Jawa diperoleh informasi bahwa ikan layur di Teluk Pelabuhan RatuBinuangeun dan Cilacap umpamanya, tertangkap pada perairan pantai di sekitar muara-muara sungai yang relatif dangkal. Puncak musim penangkapan di perairan selatan Jawa terjadi menjelang akhir tahun sampai awal tahun berikutnya (Annas, 2008). Daerah dan Musim Penangkapan Menurut Usemahu (2003), daerah penangkapan adalah suatu daerah perairan dimana penangkapan ikan dilakukan. Daerah penangkapan ikan dalam percakapan sehari-hari disebut daerah penangkapan atau fishing ground. Daerah penangkapan terbaik adalah di daerah penangkapan yang sebelumnya sudah diketahui adanya keberadaan ikan. Perairan Indonesia secara garis besar dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim timur dan musim barat. Keadaan lingkungan perairan dari kedua musim sangat berbeda, sehingga terjadi fenomena alamiah yaang berhubungan dengan ruaya dan konsentrasi ikan pelagis. Secara umum dapat dikatakan bahwa penyebaran layur sepanjang perairan tropis, daerah penyebaran di wilayah perairan Indonesia yaitu pada perairan pantai selatan Indonesia, seperti Lawang, Jampang, Palabuhanratu, Cibanteng, Ujung Genteng dan Sukawana. Diterbitkan di: 06 Mei, 2012 Sumber: http://id.shvoong.com/exact-sciences/zoology/2288282-alat-tangkap-dan-daerahpenyebaran/#ixzz2FJWEYTtU

Senin, 25 Oktober 2010


Macam-macam alat penangkapan ikn PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alat penagkapan ikan ini muncul di masyarakat primitif dengan bentuk tambak, panah, lembing, harpon, dan pancing yang terbuat dari batu, kulit kerang, talang, dan gigi binatang. Untuk menangkap ikan secara pasif di perairan dangkal, penghadang terbuat dari tanah atau batu, ranting serta kerei rotan dan terowongan dibangun. Kemudian ikan ditangkap di dalam batang kayu yang berlubang, perangkap dari tanah liat dan keranjang. Penangkapan yang lebih aktif dilakukan dengan lembing, sumpitan, penjepit, dan alat penggaruk bersamaan dengan pancing. Sejak permintaan dunia akan sumber protein hewani khususnya ikan meningkat, upaya untuk meningkatkan kemampuan tangkap alat penangkapan ikan terus diupayakan, baik dari sisi teknologi bahan alat penangkapan ikan, metode penangkapan ikan, maupun teknologi alat bantu penangkapan ikannya. Kompetisi yang makin tinggi antar nelayan penangkap ikan mendorong

nelayan untuk mengoperasikan alat tangkap yang lebih efektif dan efisien. Untuk memperpanjang masa pengoperasian alat tangkap, bahan alat tangkap yang semula dibuat dari bahan alami dan mudah rusak diganti dengan bahan yang dibuat dari fiber sintetik modern yang bersifat nonbiodegradable. Menurut Panduan Kegiatan Terbaik mengenai Standar Inti bagi Pengumpulan, Penangkapan dan Penyimpanan Ikan tahun 2001, pengelolaan perikanan adalah suatu proses terpadu yang mencakup setiap aspek penangkapan ikan. Proses tersebut meliput kegiatan yang berawal dari pengumpulan dan analisis informasi, perencanaan, pengambilan keputusan,pemanfaatan sumberdaya, dan perumusan tindakan penegakan peraturan di bidang pengelolaan perikanan. Tindakan penegakan ini dilaksanakan oleh pihak yang berwenang sehingga dapat mengendalikan perilaku pihak yang berkepentingan. Hal ini ditujukan bagi terjaminnya kelangsungan produktivitas perikanan dan kesejahteraan sumberdaya alam hayati di wilayah pesisir dan laut. I.II Tujuan

I. TRAWL I.I Pukat Udang (BED Equipped Shrimp Net) BED singkatan By-catch Excluder Device, tidak lain adalah jaring trawl yang telah mengalami modifikasi sedemikian rupa yaitu dengan menambahkan (menempatkan) bingkai jeruji pada bagian papan atau bagian perut antara badan (body) dan kantong (baca: cod end) yang fungsinya untuk meloloskan atau menyaring hasil tangkapan. Pukat udang pada prinsipnya terdiri dari bagian kantong (cod end), badan (body), sayap (wing), sewakan (otter board) dan tali-tarik (warp). Desain pukat udang pada prinsipnya adalah sama dengan pukat harimau atau jaring trawl lainnya., tetapi pada pukat udang ini dilengkapi dengan BED seperti telah dikemukakan. Pukat udang ini dioperasikan dengan ditarik menelusuri dasar perairan oleh kapal berukuran 100 GT atau lebih dengan anak buah (crew) lebih dari 10 orang. Lama penarikan antara 1-2 jam tergantung keadaan daerah penangkapan (trawl ground). Daerah penangkapan dipilih yang permukaannya rata, berdasar lumpur atau lumpur-pasir. Operasi penangkapan dilakukan baik pada siang maupun malam hari, tergantung keadaan. Daerah operasinya ialah Indonesia Timur di sekitar Papua dan Maluku. Hasil tangkapan utama dari pukat udang ini adalah udang jerbung (Penaeus merguensis), U. windu (P. monodon), U. dogol (Metapenaeus ensis), U. krosok (Para penaeopsis spp).

I.II Trawl Udang Ganda (Double-rigged Shrimp Trawls) Trawl udang ganda adalah otter trawl yang dalam operasi penangkapannya menggunakan dua bua unit jaring sekaligus. Dengan penggunaan trawl udang ganda ini terutama berpengaruh terhadap luas liputan area penangkapan. Dengan demikian diharapkan hasil tangkapannya menjadi berlipat ganda dibanding bila hanya menggunakan satu jaring. Daerah Penangkapan trawl ini berada perairan

Papua (Laut Arafura) dan sebagian perairan Maluku (sekitar Kep. Aru). Panjang jaring sekitar 33 m. Sedang papan trawl (otter board) berukuran 1,8 m panjang dan 1,4 m lebar, berat 500-562 kg/buah. Dalam operasi penangkapan menggunakan kapal berukuran 300 GT, kekuatan 700 PK/HP. Mengenai tonase kapal yang dipakai ini bervariasi tergantung besar kecilnya jaring yang digunakan. Kapal untuk trawl udang ganda ini dilengkapi dengan dua derek (outriggers) yang dipasang pada kanan-kiri dari lambung kapal. Dalam keadaan operasi dengan keadaan derek yang telah dipasang terlihat seakanakan seperti sayap. Hasil tangkapan utamanya ialah Udang jerbung (Penaeus merguensis), U. windu (P. monodon), U. dogol (Metapenaeus ensis), U. krosok (Para penaeopsis spp.). I.III Pukat Harimau (Cungking Trawl) Pukat harimau atau lebih dikenal Cungking Trawl adalah termasuk otter trawl kecil atau dikatakan Mini Otter Trawl. Pukat harimau adalah tipe shrimp trawl, berbentuk bulat panjang dengan sayap pendek. Jaring trawl ini dapat digolongkan tipe Meksiko. Bahan jaring yang dipakai sintetik fibre (Polyethylene). Pelampungnya dari bahan plastik, berbentuk bulat dan mengecil pada kedua ujungnya. Kapal yang umumnya digunakan berbobot 15 ton (25 PK). Papan trawl berukuran 1,33 m panjang, 0,57 m lebar dan tebal 2,5 cm, berat 27 kg/buah. Jaring trawl yang dipakai berukuran panjang sekitar 12-18 m. Bentuk kapal Cungkring trawl ini dibuat sedemikian rupa dengan luas relatif datar. Gerakannya sangat lincah, dapat menelusuri sampai perairan yang relatif dangkal sekali. Hasil Tangkapan utamanya adalah ikan (utama) dan udang (sampingan)

II. PURSE SEINE ATAU PUKAT CINCIN Pukat cincin adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang tanpa kantong dengan banyak cincin di bagian bawahnya dan digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan. Cara operasinya adalah dengan melingkarkan jaring ini mengurung gerombolan ikan. Setelah ikan terkurung bagian bawah jaring ditutup dengan menarik tali yang dilewatkan pada cincin-cincin di bagian bawah jaring. Ikan- ikan yang dapat ditangkap adalah ikan tuna ,ikan layang, kembung, selar, lemuru, cakalang, dan tongkol. (www.pipp,dkp.go.id).

Ilustrasi cara penangkapan ikan dengan kapal purse seine III. LIFT NETS

Lift nets atau jaring angkat adalah suatu alat perangkap yang cara pengoperasiannya dengan menurunkan dan mengangkat secara vertikal atau kurang lebih demikian. Biasanya digunakan untuk penangkapan skala kecil. Ada yang menggunakan bantuan lampu untuk menarik beberapa jenis ikan. Jenis lift nets yang paling sering digunakan ialah bagan, berikut ini adalah penjelasan untuk beberapa jenis bagan yang ada. III.I Bagan Tancap atau Stationary Lift Net Bagan yang terbuat dari bambu dan dipasang dengan ditancapkan pada dasar perairan sehingga sulit untuk dipindahkan.

III.II Bagan perahu/rakit atau Boat/raft lift net Bagan yang umumnya terbuat dari bambu dan dipasang diatas rakit atau perahu untuk memudahkan memindahkannya saat mencari lokasi penangkapan baru. IV. GILL NETS

Gill net adalah alat tangkap berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pelampung, pemberat ris atas-bawah (kadang tanpa ris bawah : sebagian dari jarring udang barong). Besar mata jarring bervariasi disesuaikan dengan sasaran yang akan ditangkap (ikan, udang). Ikan yang tertangkap itu karena terjerat (giilned) pada bagian belakang lubang penutup insang (operculum) terbelit atau terpuntal (entangled) pada mata jarring yang terdiri dari satu lapis (gill net), dua lapis maupun tiga lapis (jarring kantong/ciker/tilek). Dilihat dari cara pengoperasiannya alat tangkap ini bisa dihanyutkan (drift gill net), di labuh (set gill net), dan dilingkar (encircling gill net). Macam-macam jarring insang (gill net) : IV.I Jaring insang hanyut (drift gill net) Jarring insang hanyut dihanyutkan mengikuti arah atau searah dengan jalannya arus. Pengoperasiannya dapat dilakukan baik didasar (contoh: jarring rampus) maupun dibawah lapisan permukaan air ( jarring kambang) IV.II Jaring insang labuh (set gill net) Pengoperasiannya bisa dilabuh di dasar, lapisan tengah maupun di bawah lapisan atas tergantung dari atau dapat di atur melalui tali yang menghubungkan pelampung dengan pemberat. IV.III Jaring insang karang ( coral reef gill net) Digunakan untuk menangkap udang karang. (udang barong, spiny lobster) IV.IV Jaring insang lingkar Jaring insang yang karena cara pengoperasiannya ia dilingkarkan pada sasaran tertentu yaitu kawanan ikan yang sebelumnya dikumpulkan melalui alat Bantu sinar lampu. IV.V Jaring tiga lapis (trammnel net) Terdiri dari tiga lapis, yaitu dua lapis yang diluar mempunyai mata lebih besar sedang lembaran jarring yang di tengah matanya lebih kecil dan di pasang agak longgar. Pengoperasiannya dapat di labuh di dasar maupun di hanyutkan.

V. PANCING (HOOK AND LINE) Pancing ialah alat tangkap ikan yang terdiri dari dua komponen utama yaitu tali (line) dan kail (hook). Ada bberapa macam alat tangkap yang digolongkan ke dalam kelompok ini, seperti berbagai macam rawai, huhate, dll.

V.I Rawai Tuna atau Tuna Longline Rawai tuna atau longline tuna adalah alat penangkap tuna yang paling efektif. Rawai tuna merupakan rangkaian sejumlah alat pancing yang dioperasikan sekaligus. Satu tuna longliner biasnya mengoperasikan 1000-2000 mata pancing untuk sekali turun. Rawai tuna umumnya dioperasikan di laut lepas atau mencapai perairan samudera. Alat tangkap ini bersifat pasif, menanti umpan dimakan oleh ikan sasaran. Setelah pancing diturunkan ke perairan, lalu mesin kapal dimatikan, sehingga kapal dan alat tangkap akan hanyut mengikuti arus atau sering disebut drifting. Drifting berlangsung selama kurang lebih empat jam. Selanjutnya mata pancing diangkat kembali ke atas kapal. Umpan longline harus bersifat attraktif, misalnya sisik ikan mengkilat, tahan di dalam air, dan tuang punggung kuat. Umpan dalam pengoperasian alat tangkap ini berfungsi sebagai pemikat ikan, contoh umpannya ialah ikan lemuru, layang, dan bandeng. V.II Huhate atau Pool and Line Huhate atau pole and line khusus dipakai untuk menangkap cakalang. Tak heran jika alat ini sering disebut "pancing cakalang". Huhate dioperasikan sepanjang siang hari pada saat terdapat gerombolan ikan di sekitar kapal. Alat tangkap ini bersifat aktif. Kapal akan mengejar gerombolan ikan. Setelah gerombolan ikan berada di sekitar kapal, lalu diadakan pemancingan. Terdapat beberapa keunikan dari alat tangkap huhate. Bentuk mata pancing huhate tidak berkait seperti lazimnya mata pancing. Mata pancing huhate ditutupi bulu-bulu ayam atau potongan rafia yang halus agar tidak tampak oleh ikan. Bagian haluan kapal huhate mempunyai konstruksi khusus, dimodifikasi menjadi lebih panjang, sehingga dapat dijadikan tempat duduk oleh pemancing. Kapal huhate umumnya berukuran kecil. Di dinding bagian lambung kapal, beberapa cm di bawah dek, terdapat sprayer dan di dek terdapat beberapa tempat ikan umpan hidup. Sprayer adalah alat penyemprot air. Pemancingan dilakukan serempak oleh seluruh pemancing. Pemancing duduk di sekeliling kapal dengan pembagian kelompok berdasarkan keterampilan memancing.Pemancing I adalah pemancing paling unggul dengan kecepatan mengangkat mata pancing berikan sebesar 50-60 ekor per menit. Pemaneing I diberi posisi di bagian haluan kapal, dimaksudkan agar lebih banyak ikan tertangkap.Pemancing II diberi posisi di bagian lambung kiri dan kanan kapal. Sedangkan pemancing III berposisi di bagian buritan, umumnya adalah orang-orang yang baru belajar memancing dan pemancing berusia tua yang tenaganya sudah mulai berkurang atau sudah lamban. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat pemancingan dilakukan jangan ada ikan yang lolos atau jatuh kembali ke perairan, karena dapat menyebabkan gerombolan ikan menjauh dari sekitar kapal. Umpan yang digunakan adalah umpan hidup, dimaksudkan agar setelah ikan umpan dilempar ke

perairan akan berusaha kembali naik ke permukaan air. Hal ini akan mengundang cakalang untuk mengikuti naik ke dekat permukaan. Selanjutnya dilakukan penyemprotan air melalui sprayer. Penyemprotan air dimaksudkan untuk mengaburkan pandangan ikan, sehingga tidak dapat membedakan antara ikan umpan sebagai makanan atau mata pancing yang sedang dioperasikan. Umpan hidup yang digunakan biasanya adalah teri (Stolephorus spp.) VI. ALAT TANGKAP PERANGKAP DAN PENGHADANG Perangkap dan penghadang adalah suatu alat penangkap yang dibuat berupa suatu jebakan. VI.I Set Net Alat ini dipasang secara temporer (sementara), semi temporer dan tetap yang dapat dipasang didasar laut atau diapungkan, dimana ikan-ikan laut tertangkap dengan masuk kedalam perangkap. Ikan-ikan diarahkan dan digiring kedalam pengumpul/kantong yang menyulitkan ikan keluar. Karena bentuk alat yang berlaku atau adanya alat pencegah seperti ijeb-ijeb atau corong. Pengambilan hasil tangkapan set net dilakukan oleh satu atau beberapa nelayan. Nelayan tersebut bertugas untuk mengambil ikan dan mendistribusikan hasil tangkapan. Sedangkan perahu yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan dengan set net biasanya menggunakan perahu jenis sampan atau perahu dayung. Untuk melakukan pengambilan hasil tankapan set net memerlukan alat bantuan tambahan yaitu dengan menggunakan serok (scoop net). Set net merupakan alat tangkap yang bahan utama pembentuknya terbuat dari jaring. Adapun bagian-bagian dari set net adalah penaju/penggiring yang berada di bagian paling luar dari set net penajur berfungsi sebagai tempat pengarah ikan untuk masuk ke dalam set net, penaju juga terbuat dari jaring yang terbuat dari polyamide. Selain itu terdapat badan jaring dan ruang bunuh, badan jaring merupakan saluran yang menghubungkan antara penaju dan ruang bunuh, sedangkan ruang bunuh itu merupakan tempat dimana ikan-ikan yang telah masuk kedalamnya sudah tidak mungkin untuk kembali lagi. Adapun bagian-bagian yang tak kalah penting untuk menegakkan set net adalah bambu, tali pengikat patok/jangkar, pelampung, dan pemberat. Set net dioperasikan di daerah perairan dangkal dan perairan dalam, tapi jika pemasangan set net dioperasikan dengan sistem tiang (on stake) maka set net dioperasikan pada perairan dengan kedalaman kurang dari 10 m. Hasil tangkapan dari set net yaitu (Trichiurus savala), Pari ayam (Dasyatis sephen), Tongkol (Euthynnus sp), Tenggiri (Scomberomorus sp), Ikan Cendro (Tylosurus sp) , Selar kuning (Selaroides sp), Tembang (Sardinella fumbriata), Teri (Stolephrus commersonii), Cumicumi (Loligo sp). VI.II Sero atau Guiding Barrier Sero itu alat penangkap ikan yang berupa pagar dari pancang yang dipasang di tepi laut. Diberi pintu seperti bubu namun tidak diberi jaring, sedangkan untuk pengambilan ikan dilakukan alat tambahan yaitu dengan serok. Panjang pemasangan sero biasanya paling pendek sampai 50 meter jaraknya, dan paling panjang 100 meter dari pantai. Bahannya terbuat dari batang sejenis rotan, yang di dalamnya berisi dan mempunyai kulit yang keras, serta ada yang terbuat dari bambu. Bambu dipilih karena sifatnya yang semakin kuat bila didalam air serta mudah didapat dan harganya murah. Bangunan sero terdiri atas tiga ruang utama yaitu bunuhan-masuk, yaitu tempat masuknya ikan

yang lalu lalang agar mengikuti pagar yang memanjang lurus (penaju). Bunuhan-tengah, dan terakhir adalah bunuhan-mati. Bila ikan yang terperangkap telah sampai pada ruang bunuhan mati maka ikan tidak dapat untuk kembali lagi dan hanya menunggu untuk diambil oleh pemilik sero. Dalam menggunakan alat ini perahu/kapal yang digunakan bertujuan untuk mengangkut hasil tangkapan, sedangkan nelayan yang beroperasi untuk satu sero cukup dikendalikan oleh 2 - 5 orang. Daerah penangkapan ikan dengan sero adalah di daeah tepi pantai atau di daerah perairan dangkal. Ikan yang menjadi sasaran dari sero adalah ikan yang beruaya secara horizontal (mendatar). Hasil tangkapan dengan sero kebanyakan adalah ikan pelagis seperti cucut Slendang (Prionace Glaucu),Gulamah/Samgeh (Croackers/Drums),Ikan Pedang (Sword fish),Udang jarak (Grey-blue, Spotted legs SL). VI.III Jodang Jodang terbuat dari jaring dengan ukuran yang berbeda, bagian atas jaringnya lebih kecil dan halus sedangkan bagian bawah lebih kasar dan mesh size nya lebih besar. Rangka jodang terbuat dari besi dan kawat yang bagian atasnya dihubungkan dengan tali untuk memudahkan pengoperasian. Nelayan dapat menggunakan perahu ataupun kapal untuk membawa jodang ke fishing ground baik secara individu maupun berkelompok sesuai dengan jumlah jodang yang akan dioperasikan. Jodang dapat dioperasikan didaerah yang banyak terdapat kerang. Biasanya diperairan yang dangkal atau pada perairan yang dasarnya berlumpur / berpasir. Jodang juga dioperasikan didaerah pantai yang memang terdapat banyak kerang. Jodang banyak digunakan untuk menangkap kerang, kepiting, dan siput. VI.IV Togo Concong Luar Alat tangkap ini bersifat pasif, dan alat tangkap ini dapat dibuat semi permanen, permanen dan secara temporer dengan dipasang (ditanam) di dasar laut. Perangkap yang menggunakan bantuan arus pasang surut ini banyak digunakan oleh nelayan-nelayan di Sumatera bagian Timur, dikarenakan adanya perbedaan pasang dan surut yang tinggi (4 - 6 m). Perahu pada alat ini tidak digunakan sebagai penarik melainkan sebagai alat transportasi bagi nelayan untuk mengambil hasil tangkapan. Dalam pengoperasiannya togo concong luar menggunakan 2 - 3 orang nelayan. Togo concong luar terbuat dari bambu atau besi yang dipergunakan sebagai penajur, sedangkan untuk bagian kantong digunakan jaring yang terbuat dari bahan polyamide. Adapun alat ini terbagi menjadi dua bagian utama yaitu, penajur dan jaring berkantong sebanyak 2 buah. Penajur seperti yang telah dijelaskan di atas terbuat dari bambu atau besi yang disusun sedemikian rupa hingga membentuk barisan yang rapat berbentuk 2 huruf "V" yang saling berlawanan dan muaranya adalah jaring berkantong. Sedangkan untuk jaring sendiri terbagi menjadi beberapa bagian seperti tali ris atas dan tali ris bawah serta kantong yang terbentuk di belakang jaring dengan cara mengikat bagian ujung jaring, dan untuk mempermudah pengangkatan digunakan semacam ring di bagian ujung tali ris. Togo concong luar merupakan alat penangkapan yang membutuhkan arus pasang surut, sehingga ia lebih banyak ditempatkan di daerah pasang surut dan perairan dangkal. Topografi dasar perairan yang digunakan umumnya terdiri atas lumpur sehingga memberi kemudahan dalam penanaman tiang-tiang pancang. Alat ini menggantungkan hasil tangkapan kepada arus pasang surut, Sehingga hasilnya cukup banyak. Hasil tangkapan dari alat ini adalah ikan-ikan yang berada pada daerah sekitar pantai, seperti belanak (Mugil sp), bulu ayam (Engraulis spp), udang kembung (Panaeus sp). Dan juga ikan-

ikan yang beruaya secara horizontal seperti ikan-ikan pelagis. VI.V Bubu Bubu merupakan alat tangkap yang umum dikenal di kalangan nelayan. Bahan bubu umumnya dari anyaman bambu ( Bamboos splitting or-screen ). Secara garis besar bubu terdiri dari bagian-bagian badan( body ), mulut ( funnel ), atau ijeb, pintu. Badan berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan terkurung. Mulut bubu ( funnel ) berbentuk seperti corong, merupakan pintu dimana ikan dapat masuk tapi tidak dapat keluar pintu bubu merupakan bagian yaitu tempat pengambilan hasil tangkapan. Ikan dapat masuk dengan mudah tanpa adanya paksaan, tetapi ikan tersebut akan sukar keluar karena terhadang pintu masuknya yang berbentuk corong (non - return device). Daerah pengoperasian bubu (fishing ground) biasanya adalah di dasar perairan khususnya daerah karang. Pada daerah ini biasanya terdapat ikan-ikan karang yang tidak dijumpai pada daerah lain. Selain di daerah karang, bubu lipat juga dapat dioperasikan didasar perairan yang berpasir/berlumpur karena biasanya udang bersembunyi dibalik sampah yang terbenam di dasar perairan Bubu sendiri mempunyai jenis dan bentuk yang sangat beraneka ragam. Jika kita lihat berdasarkan pada bentuknya, maka bubu dapat kita bedakan menjadi : Berbentuk sangkar (cages) Berbentuk silinder (cylindrical) Berbentuk gendang Berbentuk segi tiga atau persegi panjang Berbentuk segi banyak Berbentuk bulat lingkaran

VI.V.I Bubu Lipat Dari bentuknya maka bubu lipat dapat kita masukkan ke dalam kelompok bubu dengan bentuk persegi panjang (kotak/keranjang). Bubu ini sendiri terbuat dari bambu, rotan, bilah besi, kawat anyam atau dari jaring. Sama seperti bentuk bubu lainnya, bagian-bagian dari bubu lipat tidak jauh berbeda yang terdiri dari: Biasanya nelayan menggunakan perahu kecil sebagai sarana untuk membawa bubu ke daerah penangkapan yang dikehendaki oleh si nelayan. Jumlah bubu yang akan dioperasikan biasanya tergantung pada banyaknya nelayan yang mengoperasikannya. Nelayan menggunakan perahu untuk membawa bubu lipat ke daerah penangkapan, kemudian menurunkan bubu ke dasar perairan dari atas perahu dengan menggunakan tali atau mesin penggulung yang telah kita siapkan. Dengan demikian perahu merupakan salah satu sarana yang sangat mempengaruhi dalam pengoperasian bubu lipat ini. Bubu lipat diikat dengan tali yang dihubungkan dengan pelampung tanda yang berfungsi sebagai tanda posisinya sehingga memudahkan saat pengambilan bubu. Nelayan biasanya menggunakan umpan agar udang ataupun ikan terpancing untuk masuk ke dalam perangkap. Setelah bubu ditempatkan di posisinya, maka nelayan akan kembali ke pantai. Nelayan akan kembali ke tempat pemasangan perangkap setelah waktu yang dirasa cukup. Kemudian bubu diangkat ke atas perahu, adakalanya nelayan mengambil hasil tangkapan dari dalam bubu setelah sampai di pantai. Hasil tangkapan diambil dengan cara membuka pintu bubu yang terletak di atas. Bubu lipat digunakan untuk menangkap lobster dan kepiting. Namun terkadang sering juga

digunakan untuk menangkap ikan kwe (Caranx sp), baronang (Siganus javus), kerapu (Epinephelus sp), kakap (Lutjanus sp), kakatua (Scarus sp), ekor kuning (Caesio sp), kaji (Diagrama sp), contoh udang misalnya udang (Panaeid) dan udang barong. VI.V.II Bubu Dasar ( Stationary Fish Pots ) Ukuran bubu dasar bervariasi menurut basar kecilnya yang dibuat menurut kebutuhan untuk bubu kecil umumnya berukuran panjang 1m, lebar 50-75 cm, dan tinggi antara 25-30 cm.Untuk bubu ukuran besar dapat mencapai umuran 3,5 m pamjang 2m lebardan 75-100cm. Dalam operasional penangkapannya bias tunggal ( umumnya bubu ukuran besar ), bias ganda ( umumnya untuk bubu ukuran kecil atau sedang) yang dalam pengoperasiannya dirangkai dengan tali panjang yang pada jarak tertentu diikatkan bubu tersebut. Tem[pat pemasangan bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang atau diantara karang-karang atau bebatuan. Untuk memudahkan mengetahui tempat-tempat dimana bhubu dipasang, maka dilengkapi dengan pelampung melalui tali panjang yang dihubungkan dengan bubu tersebut. Pengambilan hasl tangjkapan dilakukan 2-3 hari setelah bubu dipasang, kadang bahkan be erapa hari setelah dipasang. Hasil tangkapan dengan bubu umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan udang kualitas baik seperti Kwe ( Caranx spp ), Bronang ( Siganus spp ), Krapu, kakap, kakatua, ekor kuning, ikan kaji, lencam, udang paneid, udag barong, dan lain-lainnya. VI.V.III BUBU APOLO Alat pengkapan ini sama dengan bubu ambai, bedanya ia mempunyai dua kantong dan dikhususkan menangkap udang rebon. Bahan jarring dibuat dari benag nilon halus yang terdiri dari bagian-bagian: mulut, badan, kaki dan kantong. Panjang jarring seluruhnya mencapai 11 meter. Mulut jarring nerbentuk empat persegi atau kurang lebuh demikian dengan lekukan pada bagian kiri dan kanan. Panjang badan 3,75 m, kaki 7,25 m, dan lebar 0,60 m. Pada ujung kaki ini terdapat mestak yang selanjutmya diikuti oleh adnya dua kantong yang panjangnya 1,60 m dan lebar 0,60 m. Dalam pengoperasiaanya dapat dlakukan baik pada siang maupun malam hari pada waktu air pasang maupun surut. Pengoperasian bubu apolo ini diperlukan 2-3 orang. Tempat dimana dilakukan pengoperasian, yaitu antara 1-2 mil dari pantai di sekitar Pulau Halang. Penggunaan perahu hanya sebagai alat transport, biasanya berkekuatan 7-22 PK, 2-7 GT. VI.V.IV BUBU AMBAI Juga dusebut ambai benar, bubu tiang. Bubu ambai termasuk perangkap pasang surut berukuran kecil, panjang seluruhnya 7-7,5 m. Bahan jarring terbuat dari nilon polyfilament. Mulut jarring, ada yang berbentuk bulat, tapi ada juga yang berbentuk empatpersegi berukuran kecil, panjang seluruhnya antara 7-7,5 m. Bahan jarring VI.V.V Bubu apung ( Floating Fish Pots ) Tipe bubu apung berbeda dengan bubu dasar. Bubu apung ini dilengkapi dengan pelampung dari bamboo atau rakit bamboo yang penggunaannya diatur sedemikian rupa yaitu ada yang diletakkan

tepat di bgian atasnya atau kurang lebih demikian. Sementara itu, kadang-kadang digantungkan pada rakit bamboo. Panjang tali untuk melabuh tersebut yatu yang dihubungkan dengan tali disesuaikan dengan kedalaman air, tetapi biasanya VII. MUROAMI Berupa jaring kantong yang pada operasi penangkapannya dibantu oleh alat penggiring sekumpulan ikan yang dioperasikan beberapa orang (perenang) agar ikan memasuki jaring.

VIII. TOMBAK DAN HARPOON Merupakan alat tangkap ikan aktif. Tombak telah digunakan oleh manusia untuk menangkap ikan sejak dahulu kala. Tombak terdiri dari gagang tombak dan mata tombak, cara penggunaanya dengan melemparnya dengan mata tombak menghadap ke arah ikan yang hendak diburu. Harpoon tidak jauh berbeda dengan tombak, hanya saja harpoon bertali. Harpoon ada yang dilempar secara manual oleh manusia, ada juga yang menggunakan alat pelontar untuk memperkuat lontaran yang dilakukan. Diposkan oleh Hendi Santoso di 18:22 http://hendisantoso.blogspot.com/2010/10/macam-macam-alat-penangkapan-ikn.html

Alat Tangkap Tuna Longline


ikantunaku April 22, 2012 2 Komentar Penangkapan ikan tuna di laut dilakukan dengan menggunakan alat tangkap ikan yang dioperasikan oleh suatu kapal ikan. Alat tangkap ikan tersebut salah satunya adalah tuna longline. Berikut beberapa informasi terkait dengan tuna longline. Semoga bermanfaat.

Karakteristik Tuna longline merupakan alat tangkap yang efektif untuk menangkap ikan oseanis pelagis, karena menurut Farid et al. (1989) konstruksinya mampu menjangkau swimming layer tuna. Hal ini dapat dilihat dari 40% produksi tuna di dunia dihasilkan oleh alat tangkap tuna longline dan selebihnya dihasilkan oleh purse seine, trolling serta alat tangkap lainnya (Simorangkir, 1982). Selain efektif alat tangkap tuna longline juga merupakan alat tangkap yang selektif terhadap hasil tangkapannya dan cara pengoperasiannya bersifat pasif sehingga tidak merusak sumber daya hayati perairan (Nugraha et al., 2010).

Tuna longline atau juga dikenal sebagai rawai tuna merupakan alat penangkap ikan tuna yang paling efektif. Rawai tuna terdiri dari rangkaian sejumlah pancing yang dioperasikan sekaligus. Satu kapal tuna longline biasanya mengoperasikan 1000-2000 mata pancing untuk sekali operasi. Alat tangkap ini bersifat pasif, yaitu menanti umpan dimakan oleh ikan sasaran. Setelah pancing diturunkan ke perairan dan mesin kapal dimatikan, kapal dan alat tangkap dihanyutkan mengikuti arus atau drifting. Drifting berlangsung selama 4-5 jam dan selanjutnya mata pancing diangkat kembali ke atas kapal. Alat tangkap ini termasuk alat tangkap ramah lingkungan karena bersifat selektif terhadap jenis ikan yang ditangkap. Di Pelabuhan Benoa Bali, desain dan konstruksi rawai tuna didasarkan dibedakan menjadi 2 sistem yaitu sistem arranger dan non arranger (blong dan basket). Satu unit longline terdiri dari pelampung (float), tali pelampung (float line), tali utama (main line) dengan sejumlah tali cabang (branch line) yang berpancing (hook). Bahan tali utama dan tali cabang dapat terbuat dari bahan polymide dan nylon (monofilamen) atau bahan polyethilene. Dalam satu pelampung digunakan 7-17 mata pancing dengan jenis umpan yang berbeda. Umpan yang digunakan terdiri dari umpan hidup (ikan bandeng) dan umpan mati seperti ikan lemuru, layang, cumi dan tongkol (ATLI, 2010). Cara Operasi Kondisi pancing pada satu pelamung disesuaikan dengan kedalaman perairan yang akan dijangkau oleh pancing. Jangkauan terdalam bisa mencapai 450 meter. Secara ringkas dalam kegiatan operasi penangkapan rawai tuna, setelah persiapan dilakukan dan kapal ikan telah tiba di fishing ground yang telah ditentukan, selanjutnya dilakukan setting yang diawali dengan penurunan pelampung bendera dan penebaran tali utama. Selanjutnya dilakukan penebaran pancing yang telah dipasangi umpan. Rata-rata waktu yang digunakan untuk melepas pancing 0,6 menit/pancing. Pelepasan pancing dilakukan menurut garis yang menyerang atau tegak lurus terhadap arus. Pelepasang pancing umumnya dilakukan saat malam dengan pertimbangan pancing yang telah terpasang waktu pagi saat ikan aktif mencari mangsa. Pengoperasian juga dapat dilakukan pada siang hari. Penarikan alat tangkap dilakukan setelah berada didalam air selama 3-6 jam. Penarikan dilakukan dengan menggunakan line hauler yang dapat diatur kecepatannya. Lamanya penarikan alat tangkap sangat ditentukan oleh banyaknya hasil tangkapan dan faktor cuaca. Penarikan biasanya membutuhkan waktu 3 menit/pancing. (disarikan dari beberapa sumber)
http://ikantunaku.wordpress.com/2012/04/22/alat-tangkap-tuna-longline/

Anda mungkin juga menyukai