Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

MENINGOENSEFALITIS TUBERKULOSA

PENYUSUN: Sania Swasti 030.07.233

PEMBIMBING : Dr. Meidy Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT OTORITA BATAM PERIODE 25 Februari 2013 4 Mei 2013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

BAB I STATUS PASIEN

IDENTITAS A. Identitas Pasien Nama Tanggal lahir/Umur Jenis Kelamin Alamat Agama No. RM Masuk RS B. Identitas Orang Tua Ayah Nama Umur Alamat Tn. A 41 tahun Perum Permata Ibu Ny.B 37 tahun Rhabayu Perum Permata Rhabayu : An. S : 15 September 2008 : Perempuan : Pl. Estate Sei Guntung : Islam : 244788 : 24 Februari 2013 pukul 19.50

Blok F/03 Agama Suku Bangsa Pendidikan Pekerjaan Islam Melayu SMA Wiraswasta

Blok F/03 Islam Melayu SMA Ibu Rumah Tangga

Hubungan Pasien dengan orang tua: Pasien anak tunggal ( tidak memiliki saudara kandung )

ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada orang tua pasien pada tanggal 26 februari 2013 pukul 08.00 WIB di kamar perawatan pasien.

Keluhan Utama Penurunan kesadaran sejak 6 jam SMRS

Keluhan Tambahan Kejang sejak 7 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien merupakan rujukan THIP Guntung dengan diagnosis status epileptikus. Pasien anak perempuan usia 4 tahun, berat badan 16 kg datang dibawa orang tuanya dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 6 jam SMRS. Os tidak sadarkan diri setelah os mengalami kejang selama kurang lebih 30 menit. Kejang awalnya pada tangan dan kaki kiri kemudian kedua tangan dan kaki os menyentak-nyentak. Sebelum kejang os masih sadar, saat kejang os tidak sadar, mata mendelik ke atas, mulut tidak terkunci dan tidak mengeluarkan busa. Ini merupakan kejang yang kedua dalam hari yang sama. Kejang pertama terjadi setengah jam sebelum kejang yang kedua, tipe kejang sama, berlangsung kurang lebih 10 menit dan Os kembali sadar dan tampak lemah setelah kejang. 3 hari SMRS os sempat mengalami demam tinggi, timbul mendadak dan terus menurus sepanjang hari. Tidak ada menggigil atau mengigau dan tidak terdapat kejang. Ibu os tidak sempat mengukur dengan termometer namun dengan perabaan, os mengalami demam tinggi. Ibu os sempat berobat ke puskesmas dan diberi obat penurun panas kemudian demam turun. Tidak ada hari bebas demam. 1 hari SMRS, Os masih mengalami demam tinggi. Menggigil disangkal oleh ibu os. 15 menit kemudian os mengalami kejang. Kemudian dibawa ke THIP Guntung dan dirujuk ke RSOB. Os tidak mengalami batuk, pilek ataupun sesak nafas. Os mengalami penurunan nafsu makan semenjak demam. Dalam sehari os makan sebanyak 3 kali. Setiap makan hanya setengah porsi dari porsi makan biasanya. Ibu os menyangkal adanya gusi berdarah, mimisan ataupun bab berwarna hitam. Ibu os juga menyangkal adanya nyeri tenggorokan, nyeri di belakang mata dan sekitar wajah ataupun keluar cairan dari telinga. Buang air kecil tidak ada masalah, tidak ada nyeri dan berwarna kuning jernih.

Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit Alergi Cacingan DBD Demam tifoid Otitis Parotitis

Umur -

Penyakit Difteri Diare Kejang Kecelakaan Morbili Operasi

Umur -

Penyakit Penyakit jantung Penyakit ginjal Penyakit darah Penyakit paru Tuberculosis Lainnya

Umur -

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Morbiditas kehamilan Kehamilan Tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan, dan juga tidak pernah

mengkonsumsi obat-obatan apapun Perawatan Antenatal Ibu pasien memeriksakan kandungannya ke bidan selama kehamilan, tetapi tidak

melakukannya secara rutin Tempat Kelahiran Penolong Persalinan Cara Persalinan Masa Gestasi Kelahiran Keadaan Bayi RS Permata Hati Dokter Sectio Caesarea Cukup bulan Langsung menangis, warna kulit kemerahan Berat badan lahir: tidak ingat Panjang badan: tidak ingat Lingkar kepala tidak ingat Apgar score (-) Kesimpulan: riwayat kehamilan baik dan kelahiran baik

Riwayat Makanan ASI + + + + + PASI + Buah/biscuit + Bubur susu + Nasi tim +

Umur/bulan 0-2 2-4 4-6 6-8 8-10

Kesimpulan:. Gizi cukup, bervariasi

Riwayat Imunisasi

Vaksin

Dasar (umur) I II III IV

BCG DPT Polio Campak Hepatitis B

1 bulan 2 bulan 1 bulan 9 bulan 0 bulan 1 bulan 5 bulan 4 bulan 2 bulan 6 bulan 4 bulan 6 bulan

Kesimpulan : Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Perkembangan Tengkurap Duduk Bicara : 6 bulan : 9 bulan : sudah bisa : Perkembangan baik, sesuai usia

Kesimpulan

Riwayat Keluarga Pasien adalah anak ke dua dari dua bersaudara. Saat ini tidak ada keluarga yang mencret, muntah, demam, dan batuk seperti pasien. Kakak pasien pernah mengalami kejang demam satu kali saat umur 1 tahun. Ada riwayat asma pada keluarga yaitu ibu dan kakak pasien. Terdapat riwayat alergi pada keluarga pasien. Tidak ada riwayat batuk

lama yang tidak sembuh, batuk darah dan penyakit darah dalam keluarga, tidak ada riwayat epilepsi. Tidak ada yang merokok di dalam rumah.

PEMERIKSAAN FISIK Tanggal 26 februari 2013, pukul 08.00 WIB Kesadaran Keadaan umum Tanda-tanda vital: Tekanan darah Nadi Pernafasan Suhu : 110/80 : 138x/ menit : 48x/ menit : 38,00 C : somnolen : tampak sakit sedang

Data antropometri Berat badan Panjang badan BB/U TB/U BB/TB : 16 kg : cm : 14,5/14 kg x 100% = 103,6% (gizi baik) : 95/92 cm x 100% = 103,3% ( tinggi normal) : 14,5/14 kg x 100% = 103,6% (gizi baik)

Kesan : status Gizi baik

Kepala

: normochepali, UUB tidak menonjol, distribusi rambut merata, rambut tidak mudah rontok dan berwarna hitam, wajah simetris.

Mata

: kelopak mata tidak cekung, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor kanan kiri, reflex cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak langsung +/+, mata merah -/-, mata berair -/-, air mata +/+.

Telinga Hidung

: deformitas -/-, sekret dari telinga -/- darah dari telinga -/-. : deformitas (-), deviasi septum (-), sekret -/-, pernafasan cuping hidung (+).

Mulut

: deformitas (-), bibir kering (-), sianosis perioral (-), mukosa mulut kering (-) hiperemis (+), lidah kotor (-)

Leher

: tidak teraba pembesaran tiroid, kelenjar getah bening tidak teraba membesar,
6

retraksi suprasternal (+). Thoraks Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Paru Inspeksi : kedua hemitoraks simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi sela iga (-), retraksi sub costa (-). Palpasi Auskultasi : vokal fremitus sulit dinilai : suara napas vesikuler pada hemitoraks kiri dan kanan. Ronkhi -/-, wheezing +/+ Abdomen : : datar, tidak tampak peristaltik usus, retraksi epigastrium (+) : abdomen teraba lunak, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar, ballotment -/-, tidak teraba massa, turgor kulit kembali dalam waktu kurang dari 2 detik. Perkusi Auskultasi Ekstremitas : timpani : bising usus 6x/menit : ictus cordis tidak terlihat : ictus cordis teraba di ICS IV garis midclavicularis kiri : tidak dilakukan : Bunyi jantung I-II regular, tidak mendengar mumur dan gallop :

Inspeksi Palpasi

: akral hangat (+) di keempat ekstremitas, sianosis akral (-) di keempat ekstremitas, CRT < 2 detik, ptekie (-)

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS Kesadaran : GCS E3V3M5 Nervus Kranial 1. Nervus Olfaktorius (N I): Tidak dilakukan 2. Nervus Optikus (N II) : Visus bedside : Tidak dilakukan Lapang Pandang konfrontasi : Tidak dilakukan Pupil : isokor, tepi rata, o Refleks cahaya langsung OD/OS (+) o Refleks cahaya tidak langsung OD/OS (+)

3. Nervus Okulomotorius (N III) Ptosis OD dan OS : (-) Strabismus Diplopia : (-) : (-)

Gerakan Bola Mata : sulit dinilai 4. Nervus Troklearis (N IV) Membuka mulut : tidak sulit Refleks kornea (+) 6 Nervus Abdusen (N VI) Gerak bola mata Melihat ke arah lateral : sulit dinilai : : : tidak dilakukan

5. Nervus Trigeminus (N V) :

7. Nervus fasialis (N VII) Fungsi Motorik Mengerutkan dahi Mengangkat alis Menutup mata

: Simetris kanan dan kiri : Simetris kanan dan kiri : Simetris kanan dan kiri

Memperlihatkan gigi : Simetris kanan dan kiri Menggembungkan pipi: Simetris kanan dan kiri Fungsi Sensorik Pengecapan 2/3 lidah bagian depan : Tidak dilakukan 8. Nervus Vestibulo-kokhlearis (N VIII) Tidak dilakukan 9. Nervus Glosofaringeus ( N IX) dan Nervus Vagus ( N X) Fungsi Motorik Fungsi pembentukan suara : Normal Fungsi pengucapan kata-kata : Normal Menelan : Normal Fungsi Sensorik Fungsi pengecapan 1/3 belakang lidah : Tidak dilakukan 10. Nervus aksesorius (N XI) Tidak dilakukan
8

11. Nervus Hypoglossus ( N XII) Artikulasi : Baik Statis Lidah tidak deviasi, Tremor (-) Dinamis Lidah tidak deviasi Motorik Kekuatan otot : tidak ada kesan hemiparesis Gerakan Abnormal (-) Kesan : Normal Sensorik Rangsang Raba : Ekstremitas atas : kanan dan kiri: Postif dan simetris Ekstremitas bawah : kanan dan kiri: Postif dan simetris Rangsang Nyeri : Ekstremitas atas : kanan dan kiri: Postif dan simetris Ekstremitas bawah : kanan dan kiri: Postif dan simetris Kesan : Normal Otonom Defekasi : Normal Miksi : Normal

Rangsang Meningeal Kernigs sign : - / Laseque sign : - / Brudzinsky I : + Brudzinsky II : Kaku kuduk : + Refleks Refleks fisiologis Refleks Biceps Refleks Triceps Refleks Patella Refleks Achilles :+/+ :+/+ :+/+ :+/+
9

Refleks patologis Refleks Oppenheim Refleks Gordon Refleks Schaeffer Refleks Chaddock :-/ :-/:-/:-/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan lab darah 25/2/13 10,5 gr/dl ( 11 - 16,5 gr/dl) 30,6% ( 35- 50 %) 11.000/uL ( 3500 -10.000/uL) 255.000/uL ( 150.000- 390.000/uL) 110 mg/dl Na : 135 meq/L (135-147) K : 4 meq/L (3,5-5) Mg :99 meq/L (94-111) Rontgen Thorax ( 24 februari 2013 ) : kesan bronkopneumonia Periksa Dengue blot IgG dan IgM Periksa malaria ( 24 februari 2013 ) : negatif CT scan kontras dan non kontras ( 27 februari 2013 ) : kesan tampak gambaran meningitis Lumbal pungsi ( 28 februari 2013 ) 1. Makroskopis Pemeriksaan Warna Kejernihan Hasil Tidak berwarna Jernih Jernih Normal

Tanggal Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit GDS Elektrolit

2. Mikroskopis Pemeriksaan Hitung sel Segmen Hasil 5 55


10

Normal sd 5 sel/ul

Limfosit

45

3. Bakteriologi Pemeriksaan Gram Ziehll neelsen Nilai (-) (-) Normal (-) (-)

4. Kimia klinik Pemeriksaan None Pandy Protein Glukosa Nilai (-) (-) 13 45 Normal (-) (-) 14 - 40 50 - 80

5. Imunologi dan serologi Pemeriksaan VDRL Hasil Negatif Normal Non reaktif

EEG ( Tidak dilakukan)

RESUME Seorang anak laki-laki usia 2 tahun 7 bulan (BB : 14,5 kg), datang ke IGD RSOB dengan keluhan kejang jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang sebanyak 2 kali, terjadi diseluruh tubuh, berlangsung kurang lebih 15 menit. Kejang disertai demam, demam sudah berlangsung 3 hari smrs naik turun. Sebelumnya pasien pernah mengalami kejang demam sebanyak 2 kali. Pasien mengeluh adanya sesak hilang timbul yang semakin lama semakin terasa berat, sesak disertai bunyi mengi sejak 2 minggu yang lalu. Pasien pernah mengalami sesak saat umur 1 tahun tetapi tidak berobat karena membaik sendiri. Pasien mengaku sering bersin-bersin saat pagi hari. Pasien menyangkal adanya batuk dan pilek. Saat ini pasien mengalami penurunan nafsu makan sejak 3 hari yang lalu dan menyangkal adanya mual, muntah, diare ,BAK normal. Ada riwayat asma pada keluarga dan ada riwayat alergi terhadap
11

makanan yaitu udang dan Tidak ada riwayat alergi terhadap obat-obatan. Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, komposmentis. Tanda-tanda vital HR : 108x/menit, RR : 74x/menit(takipneu), dan suhu : 38,8o (febris) . Pada pemeriksaan fisik ditemukan pernapasan cuping hidung, retraksi epigastrium, auskultasi thorax didapatkan bunyi wheezing di kedua lapang paru. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb menurun, Ht meningkat, leukositosis, dan hiponatremia.

DIAGNOSA KERJA 1. Kejang demam kompleks + asma bronkial + pneumonia

DIAGNOSA BANDING: 1. Kejang demam kompleks +asma bronkial 2. Kejang demam sederhana + asma bronkial + pneumonia 3. Kejang demam sederhana + asma bronkial

PENATALAKSANAAN IVFD Tridex 10 tpm/makro Cinam 2x500mg IV Paracetamol 4x 1 cth Terapi inhalasi combiven + flexotide tiap 6 jam Diazepam 7mg i.v jika kejang Dexamethason 1 ampul sebelum antibiotik Diet makanan lunak dan minum

PROGNOSIS Ad vitam Ad functionam Ad sanationam : ad bonam : ad bonam : dubia ad bonam

12

EVALUASI HARIAN PASIEN Tanggal 1 januari 2013 (perawatan hari kedua) Subjektif: Demam (-) Kejang (-) sesak (+) Sianosis (-) Batuk (-) Pilek (-) BAB (-) BAK (+) normal Muntah (-) ikterik (-) Makan (+)sedikit Minum (+)sedikit

Objektif: Kes/KU Tanda vital Kepala : compos mentis/tampak sakit sedang : HR: 102x/menit, RR: 32x/menit, S: 36,70C : normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, PCH +/+, bibir kering (-), kelopak mata cekung (-)

Leher Thorax

: retraksi SS (+), KGB ttm : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-) Pulmo : SN vesikuler Rh -/-, wh -/-, retraksi sela iga (+)

Abdomen Ekstremitas Refleks

: datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm, retraksi epigastrium (+) : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik : Fisiologis (+) Patologis (-)

Assessment: Kejang demam kompleks + asma bronkial

Planning IVFD Tridex 10 tpm/makro Cinam 2x500mg IV Paracetamol 4x 1 cth Terapi inhalasi combiven + flexotide tiap 6 jam Diet makan lunak dan minum

13

Tanggal 2 januari 2013 (perawatan hari ketiga)

Subjektif: Demam (-) Kejang (-) sesak (+) Sianosis (-) Batuk (-) Pilek (-) BAB (-) BAK (+) normal Muntah (-) ikterik (-) Makan (+)sedikit Minum (+)sedikit

Objektif: Kes/KU Tanda vital Kepala : compos mentis/tampak sakit sedang : HR: 120x/menit, RR: 36x/menit, S: 36,60 : normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, PCH +/+, bibir kering (-), kelopak mata cekung (-) Leher Thorax : retraksi SS (+), KGB ttm : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-) Pulmo : SN vesikuler, Rh -/-, wh +/+, retraksi sela iga (+) Abdomen Ekstremitas : datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm, retraksi epigastrium (+) : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik

Assessment: Kejang demam kompleks + asma bronkial

Planning IVFD Tridex 10 tpm/makro Cinam 2x500mg IV Paracetamol 4x 1 cth Terapi inhalasi combiven + flexotide tiap 6 jam Diet makan lunak dan minum

14

Tanggal 3 januari 2013 (perawatan hari keempat)

Subjektif: Demam (-) Kejang (-) sesak (+) Sianosis (-) Batuk (-) Pilek (-) BAB (+) normal BAK (+) normal Muntah (-) ikterik (-) Makan (+)sedikit Minum (+)sedikit

Objektif: Kes/KU Tanda vital Kepala : compos mentis/tampak sakit sedang : HR: 120x/menit, RR: 34x/menit, S: 36,70 : normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, PCH -/-, bibir kering (-), kelopak mata cekung (-) Leher Thorax : retraksi SS (-), KGB ttm : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-) Pulmo : SN vesikuler, Rh -/-, wh +/+, retraksi sela iga (-) Abdomen Ekstremitas : datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm, retraksi epigastrium (+) : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik

Assessment: Kejang demam kompleks + asma bronkial

Planning IVFD Tridex 10 tpm/makro Cinam 2x500mg IV Paracetamol 4x 1 cth Terapi inhalasi combiven + flexotide tiap 6 jam Diet makan lunak dan minum

15

Tanggal 4 januari 2013 (perawatan hari kelima)

Subjektif: Demam (-) Kejang (-) sesak (-) Sianosis (-) Batuk (-) Pilek (-) BAB (-) BAK (+) normal Muntah (-) ikterik (-) Makan (+)sedikit Minum (+)sedikit

Objektif: Kes/KU Tanda vital Kepala : compos mentis/tampak sakit sedang : HR: 120x/menit, RR: 34x/menit, S: 36,90 : normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, PCH -/-, bibir kering (-), kelopak mata cekung (-) Leher Thorax : retraksi SS (-), KGB ttm : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-) Pulmo : SN vesikuler, Rh -/-, wh +/+, retraksi sela iga (-) Abdomen Ekstremitas : datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm, retraksi epigastrium (-) : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik

Assessment: Kejang demam kompleks + asma bronkial

Planning Cefixime syr 2x cth Paracetamol 4x 1 cth k/p Diet makan lunak dan minum Pasien di ijinkan pulang pada tanggal 4 januari 2013

16

BAB II ANALISA KASUS


Kasus ini didiagnosis sebagai Kejang demam kompleks dan asma bronkial e.c ISPA berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang didapatkan yaitu: Dasar kejang kompleks Anamnesis 1. Pasien berusia 2 tahun 7 bulan 2. Kejang didahului dengan demam 3. Kejang berlangsung selama 1. Pada usia 3 bulan 5 tahun 2. Kejang didahului dengan demam 38,4 o 3. Kejang bersifat fokal ( > 10-15 menit) 4. Multiple ( > 1 x kurang lebih diagnosa Pasien demam Literatur

kurang lebih 15 menit 4. Sebelum dan sesudah kejang pasien sadar 5. Riwayat kejang demam 2 kali ( tgl 17/12/2012 dan tgl

30/12/2012) 6. Riwayat keluarga, kakak pasien pernah mengalami kejang demam 1x saat kecil 7. Tidak ada mual, muntah, diare ( menyingkirkan elektrolit) 8. Tidak ada riwayat trauma 9. Tidak ada riwayat epilepsi pada keluarga gangguan

serangan dalam 24 jam selama demam) 5. Tidak ada infeksi pada susunan saraf pusat dan tidak ada gangguan

elektrolit 6. Riwayat keluarga pernah mengalami demam 7. Tidak ada riwayat kejang

trauma pada kepala

Pemeriksaan fisik

Dalam batas normal

Diluar serangan kejang pada


17

pemeriksaan

fisik

dan

pemeriksaan neurologis tidak ditemukan kelainan Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium : Hb:10,5gr/dl(menurun) Ht: 30,6% (menurun) Leukosit:11.000 (meningkat) 1. Pemeriksaan laboratorium batas normal, : daam kcuali

adanya infeksi bakteri akan terjadi leukositosis

2. Lumbal pungsi (tidak dilakukan) 3. EEG (tidak dilakukan)

2. Lumbal dilakukan menyingkirkan kemungkinan

pungsi untuk

meningitis, pada Kejang demam normal 3. EEG dilakukan untuk mengetahui terdapat apakah gelombang dalam batas

abnormal dan mencari letak lesinya bila ada kelainan

Pada kasus ini penyebab dari kejang demam masih belum diketahui secara pasti karena belum dilakukan pemeriksaan lanjutan secara menyeluruh. Penyebab kejang demam pada pasien ini bisa berupa infeksi virus, pneumonia, demam dengue, dan demam tifoid

Dasar

diagnosa Pasien

Literatur

asma bronkial Anamnesa 1. Sesak sejak 1 bulan yang lalu, hilang timbul 2. Saat sesak terdapat bunyi mengi 1. Sesak yang bersifat episodik 2. Sesak disertai bunyi mengi (whezzing), batuk berdahak

yang berulang, rasa berat pada

18

3. Ada riwayat pernah sesak saat berumur 1 tahun dan membaik sendiri(reversible) 4. Sering bersin-bersin di pagi hari (rhinitis alergi) 5. Ada riwayat alergi makanan udang

dada 3. Gejala timbul / memburuk pada malam hari 4. Bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan 5. Asma paparan muncul setelah ada gejala

allergen,

musiman, pencetus ( ISPA, 6. Terdapat riwayat asma pada keluarga 7. Terdapat riwayat atopi (rhinitis alergi, dermatitis atopi)

Pemeriksaan Fisik

1. Pernapasan cuping hidung (+) 2. Leher: retraksi suprasternal (+) 3. Thorax : Retraksi subcostae (+) Auskultasi paru wh +/+ 4. Abdomen: Retraksi epigastrium (+)

1. 2. 3.

Pernapasan cuping hidung (+) Leher:retraksi suprasternal (+) Thorax: Retraksi subcostae (+) Auskultasi paru wh +/+

4.

Abdomen: retraksi epigastrium (+)

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan

laboratorium

1. Pemeriksaan

laboratorium

dalam batas normal 2. Uji provokasi tidak

dalam batas normal 2. Uji provokasi : mengalamai penurunan VEP1 sebesar >

dilakukan 3. Uji faal paru tidak

20%, Penurunan APE > 10% 3. Uji faal paru : pada derajat ringan VEP1 dan APE bisa 80%, Pada derajat sedang-berat VEP1 dan APE mengalami penurunan

dilakukan

19

ANALISA TERAPI: 1.Kebutuhan cairan,menurut holiday and segar berdasar berat bdan: Berat badan (BB) Anak BB 10 kg pertama BB 10 kg kedua BB sisanya Jumlah (ml)/ kgBB/jam 4ml/kgBB/jam 2ml/ kgBB/jam 1 ml/kgBB/jam

Pada pasien ini berat badan nya 14,5 kg.Maka kebutuhan cairan basalnya. (4x10) + (1 x 4,5) = 44,5 ml/jam Jumlah tetesan/menit: Kebutuhan cairan(cc/kg)xberat badan(kg)x20 tetes/menit(makro) Waktu pemberian(jam)x60 cc/jam 44,5x14,5x20 = 9 tetes per mnit 24x60

Pada pasien yang diberikan 10 tetes per menit infus Tridex, Diberikan cairan rumatan yaitu TRIDEX yang setara dengan KA-EN 3B. Yang isinya adalah glukosa anhydrate 13.5 g,sodium chloride(na cl) 0.875 g,potassium chlorid(kcl) 0.75 sodium lactate 1.12 gr. Pada pasien ini diberikan 10 tetes per menit. Tridex atau KAEN3B adalah cairan untuk rumatan yang umum dipakai,terutama pada pasien yang ada keterbatasan asupan oral,merupakan cairan yang lazim untuk rumatan.

20

ANTIBIOTIK Antibiotik yang diberikan adalah ampisilin/sulbactam sesuai dosisnya yaitu 1. Untuk anak dengan berat badan dibawah 20 adalah 50-100 mg/kgbb.shingga dosisnya: 2. Pada anak ini beratnya 14,5 kg: 60 x 14,5= 870 per hari,sehingga dibagi jadi 4 dosis injeksi intravena 4x 200mg. Ampisilin sulbactam Ampisilin merupakan turunan dari golongan penisilin yang memiliki efek bakterisisdal luas(spektrum luas),sayagnya ampisilin terdegradasi oleh betalaktamse sehingga spektrumnya menjadi tidak luas.Oleh karena itu ampisilin dikombinasikan dengan sulbaktam,yang dapat memblok efek degradasi dari betalkatamse,seehingga spektrumnya dan efeknya jadi luas.ampisilin sulbactam merupakan pilihan pertama antibiotik pada bayi dan neonatus karena dari penelitian terbukti tidak ada efek yang membahyakan kecuali alergi terhadap penislin dan tidak ada bukti resistensi seperti halnya amoksisilin.lebih dipilih daripada golongan sefalosporin yang banyak mengandung efek samping. Untuk anak dengan berat badan dibawah 20 adalah 50-100 mg/kgbb.shingga dosisnya: Pada anak ini beratnya 14,5 kg: 60 x 14,5= 870 per hari,sehingga dibagi jadi 4 dosis injeksi intravena 4x 200mg. Cefixime Cefixime adalah sefalosforin semi-sintetik generasi ketiga yang dapat diberikan secara oral. Selain cefixime, keluarga sefalosporin lain diantaranya sefaleksin, cefaclor,cefuroxime, cefpodoxime, cefprozil dan lain-lain. Mekanisme kerja sefalosporin yaitu dengan cara menghambat sintesa dinding sel bakteri, sehingga tanpa dinding sel, bakteri akan mati. Cefixime tahan terhadap hidrolisa berbagai macam enzim betalaktamase yang dihasilkan bakteri. Beberapa bakteri yang peka terhadap cefixime yaitu Staphylococcus aureus , Streptococcus Haemophilus pneumoniae , Streptococcus influenzae, Moraxella

pyogenes (penyebab radang

tenggorokan ),

21

catarrhalis, E. coli , Klebsiella , Proteus mirabilis, Salmonella , Shigella , dan Neisseria gonorrhoeae. Anak-anak: 1.5-3 mg/kg berat badan (BB), 2 kali sehari. Untuk infeksi berat, dosis dapat ditingkatkan menjadi 6 mg/kg BB, 2 kali sehari. Pada anak ini beratnya 14,5 kg : 2 x 14,5 = 29 mg. Sediaan cefixime sirup 100mg/5ml dalam 30 ml jadi diberikan 2 x cth ANTIPIRETIK Pada pasien ini diberikan antipiretik yaitu paracetamol sirup dengan dosis 10-15 mg/kg/bb per 6-8 jam. Dosis pada pasien ini: 10x bb pasien(14,5)= 145 mg per 8 jam. Sediaan obat sirup 120mg/5ml berarti diberikan 4 x 1 cth. OBAT ASMA Pada pasien ini diberikan Terapi inhalasi combiven + flexotide tiap 6 jam. Flexotide adalah kortikosteroid. Kortikosteroid berkerja dengan memblok enzim fosfolipase A2, sehingga menghambat pembentukan mediator peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien. Selain itu mengurangi sekresi mucus dan menghambat proses peradangan. Kortikosteroid tidak dapat merelaksasi otot polos jalan napas secara langsung tetapi dengan jalan mengurangi reaktifitas otot polos disekitar saluran napas, meningkatkan sirkulasi jalan napas dan mengurangi keparahan asma. Kontraindikasi bagi pasien yang hipersensitifitas dengan kortikosteroid. Kortikosteroid secara inhalasi umumnya lebih aman karena efek samping yang ditimbulkan lebih bersifat lokal seperti kandidiasis (infeksi jamur) disekitar mulut, disfonia (kesulitan bicara), sakit tenggorokan dan batuk. Efek samping ini dapat dihindari dengan berkumur setelah menggunakan sediaan inhalasi. Combivent mengandung 21 mg Ipropropium Bromida + 125 mg Salbutamol yang fungsinya adalah sebagai bronkodilator. Anjuran obat asma yang dibawa pulang oleh pasien adalah Ambroxol syr. Dosis menurut umur 2-5tahun 3x 1 (2,5ml).Ambroxol merupakan obat yang berfungsi sebagai mukolitik dan ekspektoran. Obat ini merupakan metabolit aktif dari bromhexin sehingga memiliki cara kerja yang sama. Mekanisme kerjanya dengan menghancurkan atau memecah asam mukopolisakarida sehingga mengencerkan dan menipiskan lapisan mucus sehinga lebih mudah dikeluarkan melalui batuk

22

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


KEJANG DEMAM

Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam biasanya terjadi pada usia antara 3 bulan dan 5 tahun dan tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. 1,2 Kejang demam terdiri dari kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum, tonik atau klonik, tanpa gerakan fokal dan tidak berulang dalam waktu 24 jam.1 Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut :1 1. Kejang lama > 15 menit. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. 2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial 3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Epidemiologi Kejang demam adalah jenis kejang yang paling sering terjadi pada anak, sekitar 2 5 % dari populasi, pada usia antara 5 bulan dan 5 tahun dengan manifestasi paling sering pada usia 2 tahun 3. Insiden di seluruh dunia bervariasi, 5 10 % di India, 8,8 % di Jepang, 14 % di Guam, 0,35 % di Hongkong dan 0,5 1,5 % di Cina. Kejang demam terjadi pada semua ras dan insidennya sedikit lebih predominan pada anak lelaki.4 Kejang demam kompleks terjadi rata-rata 25 50 % dari seluruh kasus kejang demam. Kejang demam kompleks berhubungan dengan peningkatan risiko kejang demam berulang, kejang demam dengan status epileptikus dan epilepsi.5

Etiologi dan Faktor Risiko Kejang demam sering berhubungan dengan infeksi virus penyebab demam pada anak, seperti herpes simpleks-6 (HHSV-6), Shigella, dan influenza A.4 Penyakit yang mendasari demam berupa infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Risiko 23

berulangnya kejang demam akan meningkat pada anak dengan riwayat orangtua dan saudara kandungnya juga pernah menderita kejang demam. Kejang demam diturunkan secara autosomal dominan sederhana.2 Kejang demam kompleks berhubungan dengan banyak faktor, seperti gejala klinisnya, infeksi virus, faktor genetik dan metabolik, serta kemungkinan adanya abnormalitas struktur otak. Gurner et al baru-baru ini berhasil memetakan suatu lokus genetik di kromosom 12 yang berhubungan dengan peningkatan risiko kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks juga memiliki kemungkinan untuk menjadi salah satu gejala adanya infeksi meningitis bakterial akut.5

Manifestasi Klinis Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral dan sering berhenti sendiri. Setelah kejang anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.2 Kejang demam kompleks memiliki manifestasi klinis yang berbeda dari kejang demam simpleks, yakni : 5 Dapat memiliki durasi yang lebih lama (hingga > 15 menit) Dapat muncul dengan beberapa kali kejang dalam 24 jam Dapat terjadi kejang lagi pada 24 jam berikutnya Kejang bersifat fokal, dengan kemungkinan tampilan : o o o o o Klonik dan atau tonik Kehilangan tonus otot sesaat Dimulai pada salah satu sisi tubuh, dengan atau tanpa generalisasi sekunder Gerakan kepala atau mata ke salah satu sisi Kejang diikuti paralisis unilateral transien (dalam beberapa menit atau jam, kadang-kadang beberapa hari)

Diagnosis dan Diagnosis Banding Kejang demam dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Pada anamnesis dapat ditanyakan : 4 Tampilan kejang, umum atau fokal, dan berapa lama durasi kejangnya Riwayat demam dan penyakit lain yang diderita oleh anak Riwayat penyebab demam, misalnya penyakit virus dan gastroenteritis Riwayat penggunaan obat pada anak Riwayat kejang pada anak sebelumnya, masalah neurologik, keterlambatan tumbuh kembang, atau penyebab lain dari kejang seperti trauma.

24

Tanyakan faktor risiko terjadinya kejang demam, seperti : o o o o o Riwayat keluarga yang pernah atau tidak menderita kejang demam Suhu tubuh yang tinggi Riwayat prenatal dan keterlambatan perkembangan Penyakit perinatal (saat usia 28 hari pertama) Riwayat konsumsi alkohol dan rokok saat kehamilan ibu, karena dapat meningkatkan risiko terjadinya kejang demam sebanyak 2 kali lipat

Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan : 4 Pemeriksaan sistem untuk mencari penyebab demam, misalnya otitis media, faringitis, atau penyakit virus lain Pemeriksaan neurologis Tanda rangsangan meningeal Tanda-tanda trauma atau keracunan

Diagnosis banding kejang demam pada anak dapat berupa : 4 Bakteremia dan sepsis Meningitis dan ensefalitis Status epileptikus

Pemeriksaan Penunjang untuk Kejang Demam 1. Pemeriksaan Laboratorium1 Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dengan dehidrasi yang disertai demam. Pemeriksaan yang dapat dilakukan misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah 2. Pungsi Lumbal1 Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan terjadinya meningitis, karena pada bayi kecil manifestasi meningitis cenderung tidak jelas. Pungsi lumbal sangat dianjurkan pada bayi kurang dari 12 bulan. Pada bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, tetapi tidak rutin pada bayi usia > 18 bulan. Bila yakin bukan meningitis secara klinis, pungsi lumbal tidak perlu dilakukan. 3. Elektroensefalografi (EEG) EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral. Perlambatan EEG ditemukan pada 88% anak yang EEGnya dilakukan pada hari kejang terjadi, dan 33 % pada tiga sampai tujuh hari setelah serangan kejang.2 EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau perkiraan terjadinya epilepsi pada pasien kejang demam, sehingga EEG ini tidak direkomendasikan untuk dilakukan.1 25

4. Pencitraan Foto rontgen kepala, CT-Scan, atau MRI jarang dikerjakan dan tidak rutin, hanya atas indikasi adanya kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, atau papil edema.1 Suatu penelitian menunjukkan bahwa hasil CT-Scan yang dilakukan pada anak dengan serangan kejang demam kompleks pertama tidak memiliki adanya kondisi intrakranial patologis yang membutuhkan penanganan bedah saraf emergensi.4

Penatalaksanaan Kejang Demam 1. Pengobatan fase akut saat anak kejang Saat pasien sedang kejang, semua pakaian yang ketat dibuka, anak dimiringkan apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Bebaskan jalan napas untuk menjamin oksigenasi. Pengisapan lendir dapat dilakukan secara teratur, berikan oksigen, kalau perlu dilakukan intubasi. Tanda vital mesti dipantau dan diawasi, sperti kesadran, suhu tubuh, tekanan darah, pernafasan, dan fungsi jantung.2 Obat yang dapat diberikan saat pasien kejang adalah diazepam intravena dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1 2 mg/ menit atau dalam waktu 3 5 menit dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dapat berupa diazepam rektal dengan dosis 0,5 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau dosis 5 mg diazepam rektal untuk anak di bawah usia 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.1 Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulangi lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian masih kejang, anjurkan ke rumah sakit untuk pemberian diazepam intravena. Bila masih kejang, dapat diberikan fenitoin intravena dengan dosis awal 10 20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dapat diberikan dosis selanjutnya 4 8 mg/kgBB/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal.1 Setelah kejang berhenti dengan pemberian diazepam, dapat diberikan fenobarbital loading dose secara intramuskular dengan dosis awal 10 20 mg/kgBB, lalu dilanjutkan setelah 24 jam dosis awal dengan 4 8 mg/kgBB/hari 2. Pemberian obat saat demam dan mencari penyebab demam Antipiretik dapat digunakan untuk menurunkan panas, dengan obat yang dipakai adalah parasetamol dengan dosis 10 15 mg/kgBB/kali sebanyak 4 kali dan tidak lebih dari 5 kali. Dapat juga diberikan ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.1 Dapat juga diberikan antibiotik bila ada indikasi, misalnya otitis media dan pneumonia.4 3. Pemberian terapi profilaksis

26

Profilaksis diberikan untuk mencegah berulangnya kejadian kejang demam. Pengobatan profilasis ini diberikan bila kejang demam menunjukkan salah satu ciri sebagai berikut :1 Kejang lama > 15 menit Ada kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, serebral palsi, retardasi mental, hidrosefalus Kejang fokal Terapi profilaksis ini dipertimbangkan bila : kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam, terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, dan kejang demam terjadi > 4 kali per tahun. Profilaksis yang diberikan terdiri dari dua jenis, yakni :2 Profilaksis intermittent. Profilaksis ini hanya diberikan pada saat pasien demam, dimana orangtua atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada anak. Dapat diberikan diazepam rektal dengan dosis 5 mg (untuk anak dengan berat badan < 10 kg) atau 10 mg ( anak dengan berat badan >10 kg), bila anak menunjukkan suhu 38,5C. Profilaksis terus menerus dengan pemberian antikonvulsan setiap hari. Antikonvulsan yang dapat diberikan adalah asam valproat dengan dosis 15 40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis.1 Pengobatan ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Prognosis Kejang demam kemungkinan akan berulang bila ada faktor risiko berikut : 1 1. Ada riwayat kejang demam dalam keluarga 2. Usia terjadinya kejang demam kurang dari 12 bulan 3. Suhu tubuh yang rendah saat kejang 4. Cepatnya terjadi kejang setelah demam Bila seluruh faktor risiko ada, maka kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya sekitar 10 15 %. Kejang demam lebih besar kemungkinan berulangnya pada tahun pertama kehidupan.1 Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.1 Akan tetapi, kejang demam kompleks, yang terjadi sebelum usia 1 tahun, atau dipicu oleh suhu <39C dihubungkan dengan peningkatan mortalitas 2 kali lipat pada 2 tahun pertama setelah kejang terjadi.4 Kejang demam kompleks, riwayat epilepsi atau abnormalitas neurologis pada keluarga, dan keterlambatan tumbuh kembang dapat menjadi faktor risiko terjadinya epilepsi di kemusian hari. Anak dengan 2 faktor risiko ini memiliki kemungkinan 10 % untuk mengalami kejang tanpa demam.4 27

ASMA BRONKIAL Definisi Asma bronkial adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas sehingga menimbulkan gejala periodik berupa wheezing, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi yang menyebabkan obstruksi jalan napas dengan derajat bervariasi dan bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Inflamasi menyebabkan peningkatan respon jalan napas terhadap berbagai rangsangan (Smeltzer & Bare, 2002). Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermitten dan reversibel dimana trakea dan bronki berespon hiperaktif terhadap stimulus tertentu. Asma berbeda dari penyakit obstruktif lainnya dalam hal bahwa asma adalah proses reversibel. Serangan asma dapat saja terjadi dan berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam, diselingi oleh periode bebas gejala (Smeltzer & Bare, 2002).

Penyebab Penyebab asma sampai sekarang belum diketahui pasti. Telah banyak penelitian yang dilakukan oleh para ahli dibidang asma untuk menerangkan sebab terjadinya asma, namun belum ada teori ataupun hipotesis yang dapat diterima atau disepakati para ahli (Tanjung, 2003). a. Faktor predisposisi Genetik merupakan faktor pendukung timbulnya asma. Bakat alergi merupakan hal yang diturunkan, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Bakat alergi ini membuat penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpapar faktor pencetus. Penderita biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita penyakit alergi (Tanjung, 2003). Apabila kedua orang tua memiliki riwayat penyakit asma maka hampir 50% dari anak-anaknya memiliki kecenderungan asma, sedangkan jika hanya salah satu orang tuanya yang menderita asma maka kecenderungannya hanya 35% (BKPM Semarang, 2009). b. Faktor Presipitasi Menurut Tanjung (2003), beberapa faktor yang mencetuskan serangan asma, yaitu :
28

a. Alergen Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1.) Inhalan : masuk melalui saluran pernapasan. misal : debu, serbuk bunga, bulu binatang, polusi, asap rokok. 2.) Ingestan : masuk melalui mulut.misal : makanan dan obat-obatan. 3.) Kontaktan : masuk melalui kontak dengan kulit. misal : perhiasan, logam, jam tangan. b. Stres atau gangguan emosi Stres dapat menjadi pencetus serangan asma, bahkan memperberat serangan asma yang sudah ada. c. Lingkungan Kerja Serangan asma yang timbul berhubungan langsung dengan lingkungan kerja penderita, misalnya polisi lalu lintas, pekerja pabrik asbes, pekerja industri tekstil. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. d. Perubahan Cuaca Cuaca lembab dan udara dingin juga dapat mempengaruhi asma.Terkadang serangan asma berhubungan dengan musim.

e. Olahraga Serangan asma timbul pada sebagian besar penderita jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga berat. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi setelah selesai aktivitas tersebut. f. Infeksi saluran pernapasan

KLASIFIKASI ASMA Derajat Intensitas munculnya gejala Intensitas munculnya gejala pada malam hari Intermitten Persisten sedang Gejala < 1x/ minggu a. Gejala setiap hari b. Aktivitas dan tidur terganggu c. Membutuhkan obat < 2x per bulan >1x/minggu

29

setiap hari Persisten Berat a. Gejala kontinyu b. Aktivitas fisik terbatas Sering

Klasifikasi Berdasarkan Pola Waktu Serangan (Bleecker,2004) Aspek pengamatan Sesak napas Asma ringan Dapat berjalan Dapat berbaring Cara berbicara Frekuensi napas Retraksi otot Suara wheezing Beberapa kalimat Meningkat Biasanya tidak Ringan-sedang Satu kalimat Meningkat Biasanya ada Terdengar keras Asma sedang Lebih suka duduk Asma berat Membungkuk ke depan Kata >30x/menit Ada Sangat keras

Kay membagi obstruksi bronkus atas 3fase utama yaitu 1. fase cepat (spasmogenik), Fase cepat identik dengan respon awal yang terlihat pada uji provokasi bronkus. Ciri utamanya adalah pelepasan histamin sebagai mediator utama yang mengakibatkan spasme otot polos bronkus, reaksi ini terjadi sangat cepat dan berakhir setelah 1-2 jam. Reaksi dapat menghilang dengan sendirinya atau kemudian diikuti fase lambat menetap. 2. fase lambat menetap (late,sustained), Fase lambat menetap ditandai oleh spasme bronkus dan akumulasi sel-sel neutrofil, dengan mediator utamanya adalah leukotrin, prostaglandin dan tromboksan. Serangan dapat berlangsung 6-8 jam atau lebih. 3. Fase subakut/kronik. Pada fase subakut, reaksi inflamasi merupakan ciri utamanya dan terdapat infiltrasi eosinofil dan sel mononuklear. Fase lambat menetap dan fase subakut sangat mempengaruhi terjadinya asma kronis.

Tanda dan Gejala Kejadian utama pada serangan asma adalah obstruksi jalan napas secara luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edema mukosa karena sumbatan mukus. Tanda serangan asma yang dapat kita ketahui adalah napas cepat, merasa cemas dan ketakutan, tak sanggup bicara lebih dari 1-2 kata setiap kali tarik napas, dada dan leher tampak

30

mencekung bila tarik napas, bibir/ jari tampak berwarna biru (Balai Kesehatan Paru Masyarakat Semarang, 2009). Tiga gejala yang sering muncul pada asma adalah sesak napas, napas bunyi/ wheezing, batukbatuk terutama malam hari. Tingkat keparahan serangan asma tergantung pada tingkat obstruksi saluran napas, kadar saturasi oksigen, pembawaan pola napas, perubahan status mental, dan bagaimana tanggapan penderita terhadap status pernapasannya (Smeltzer & Bare, 2002).

Patofisiologi Asma merupakan obstruksi jalan napas yang reversibel. Obstruksi tersebut dapat disebabkan oleh faktor berikut, seperti penyempitan jalan napas; pembengkakan membran pada bronki; pengisian bronki dengan mucus kental. Beberapa penderita mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast dalam paru yang menyebabkan pelepasan sel-sel mast, seperti histamin dan prostaglandin. Pelepasan ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, pembentukan mukus berlebihan (Smeltzer & Bare, 2002).

Penderita asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh beberapa faktor, seperti udara dingin, emosi, olahraga, merokok, polusi dan infeksi sehingga jumlah asetilkolin yangdilepaskan meningkat. Peningkatan asetilkolin ini secara langsung bisa menimbulkan bronkokonstriksi. Penderita dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis (Smeltzer & Bare, 2002).

Penatalaksanaan
Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan obstruksi saluran pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu reliever dan controller. Reliever adalah obat yang cepat menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran napas . Controller adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan asma yang persisten. Obat yang termasuk golongan reliever adalah agonis beta-2, antikolinergik,teofilin,dan kortikosteroid sistemik. Agonis beta-2 adalah bronkodilator yang paling kuat pada pengobatan asma. Agonis Beta-2 mempunyai efek bronkodilatasi, menurunkan permeabilitas kapiler , dan mencegah pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Golongan agonis beta-2 merupakan stabilisator yang kuat bagi sel mast, tapi obat golongan ini tidak dapat mencegah respon lambat maupun menurunkan hiperresponsif bronkus. Obat agonis beta-2 seperti salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol dan isoprenalin,

31

merupakan obat golongan simpatomimetik . Efek samping obat golongan agonis beta-2 dapat berupa gangguan kardiovaskuler, peningkatan tekanan darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit kepala . Pemakaian agonis beta-2 secara reguler hanya diberikan pada penderita asma kronik berat yang tidak dapat lepas dari bronkodilator. Antikolinergik dapat digunakan sebagai bronkodilator, misalnya ipratropium bromide dalam bentuk inhalasi. Ipratropium bromide mempunyai efek menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase dan menghambat pembentukan cGMP. Efek samping ipratropium inhalasi adalah rasa kering di mulut dan tenggorokan. Mula kerja obat ini lebih cepat dibandingkan dengan kerja obat agonis beta- 2 yang diberikan secara inhalasi. Ipratropium bromide digunakan sebagai obat tambahan jika pemberian agonis beta-2 belum memberikan efek yang optimal. Penambahan obat ini terutama bermanfaat untuk penderita asma dengan hiperaktivitas bronkus yang ekstrem atau pada penderita yang disertai dengan bronkitis yang kronis.

Obat golongan xantin seperti teofilin dan aminofilin adalah obat bronkodilator yang lemah, tetapi jenis ini banyak digunakan oleh pasien karena efektif, aman , dan harganya murah . Dosis teofilin peroral 4 mg/kgBB/kali, pada orang dewasa biasanya diberikan 125-200 mg/kali. Efek samping yang ditimbulkan pada pemberian teofilin peroral terutama mengenai sistem gastrointestinal seperti mual, muntah, rasa kembung dan nafsu makan berkurang. Efek samping yang lain ialah diuresis. Pada pemberian teofilin dengan dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya hipotensi , takikardi dan aritmia, stimulasi sistem saraf pusat Obat yang termasuk dalam golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti kortikosteroid, natrium kromoglikat, natrium nedokromil , dan antihistamin aksi lambat. Obat agonis beta-2 aksi lambat dan teofilin lepas lambat dapat juga digunakan sebagai controller. Natrium kromoglikat dapat mencegah bronkikonstriksi respon cepat atau lambat, dan mengurangi gejala klinis penderita asma. Natrium kromoglikat lebih sering digunakan pada anak karena dianggap lebih aman daripada kortikosteroid . Perkembangan terbaru natrium kromoglikat menghasilkan natrium nedoksomil yang lebih poten. Obat ini digunakan sebagai tambahan pada penderita asma yang sudah mendapat terapi kortikosteroid tetapi belum mendapat hasil yang optimal.

32

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

1. UKK Neurologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. 2006. 2. Soetomenggolo T, Ismael S. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta : IDAI; h. 244-51. 3. Roberton DM, South M. Practical Paediatrics Sixth Edition. UK : Churchill Livingstone. 2007; page 582. 4. Tejani NR. Febrile Seizure. Dalam emedicine.medscape.com 5 Februari 2010. 5. Kimia A, Ben-Joseph EP, Rudloe T, Capraro A, Sarco D, Hummel D, Johnston P, Harper MB. Yield of Lumbar Puncture Among Children Who Present With Their First Complex Febrile Seizure. Pediatrics 2010;126;62-69. 6. Vestergaard M, Pedersen MG, Ostergaard JR, Pedersen CB, Olsen J, Christensen J. Death in children with febrile seizures: a population-based cohort study. Lancet. Aug 9 2008;372(9637):457-63. 7. Lumbantobing S M. Kejang Demam (Febrile Convulsions). Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2004. 8. Pusponegoro, Hardiono D., dkk.Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.Jakarta:Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2006. 9. Behrman R., Kliegman R., Arvin A.Kejang demam.Nelson: Ilmu Kesehatan Anak vol. 3.ed 15.EGC.hal 2059-60. 10. Behrman R., Kliegman R., Arvin A.Kejang demam.Nelson: Ilmu Kesehatan Anak

vol. 3.ed 15.EGC.hal 2059-60. 11. Rogayah R. Penatalaksanaan asma bronkial prabedah. J Respir Indo1995;15:177-81 12. Surjanto E, Hambali S, Subroto H. Pengobatan jalan untuk asma. J Respir Indo 1988;8:30-5. 13. Alpers JH. The Changing approach to the pharmacotherapy of asthma.

33

34

Anda mungkin juga menyukai