Anda di halaman 1dari 9

PAPER PERILAKU ORGANISASIONAL

BUDAYA ORGANISASIONAL

Dosen: Dr. Hunik Sri Runing Sawitri, M.Si.

Disusun Kelompok 1:
ANDI SOEHARTONO LUTFI ARIF - S411208008 - S411208021

MUHAMMAD YUSUF ARIYADI - S411208024

MAGISTER MANAJEMEN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2013 BUDAYA ORGANISASIONAL

A. Definisi Budaya Organisasional Budaya Organisasional merupakan apa yang dipersepsikan karyawan dan cara persepsi tersebut menciptakan suatu pola keyakinan, nilai, dan ekspektasi. Edgar Schein mendefinisikan budaya sebagai suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu saat belajar menghadapi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang telah bekerja cukup baik untuk dianggap valid dan diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir, dan berperasaan sehubungan dengan masalah tersebut. B. Sistem Nilai Sosial Organisasi dapat beroperasi dengan efisien jika terdapat nilai-nilai bersama diantara para individu. Nilai merupakan kesadaran, kehendak afektif, atau keinginan seseorang yang menuntun perilaku mereka. Nilai mengandung gagasan seseorang tentang apa yang baik dan buruk. Nilai dapat diteruskan dari satu generasi ke generasi berikut, melalui pendidikan, agama, keluarga, komunitas, dan organisasi. Nilai-nilai masyarakat dapat mempengaruhi nilai-nilai dalam organisasi karena sifatnya yang saling berinteraksi antara pekerjaan, waktu luang, keluarga dan komunitas. Nilai pribadi individu membimbing perilakunya di dalam dan di luar pekerjaan.

C. Budaya Organisasional dan Dampaknya Prosedur spesifik organisasi yang dapat diterima secara norma dapat memberikan persepsi pada individu baik tentang keyakinan, nilai, maupun ekspektasi. Hal ini pada akhirnya dapat membentuk suatu budaya organisasional yang dapat menciptakan dan meningkatkan suatu stabilitas, misalnya perasaan bangga menjadi bagian dari organisasi tersebut. Stabilitas yang tinggi ini dapat menarik, mempertahankan, dan mengembangkan 2

individu yang berkualitas dalam suatu organisasi. Dengan stabilitas yang tinggi, maka para individu suatu organisasi memiliki nilai inti bersama. Hal ini menunjukkan budaya organisasional yang kuat. D. Menciptakan Budaya Organisasional Budaya organisasional tercipta dari hasil yang kompleks, seperti tekanan eksternal organisasi, potensi internal organisasi, respon organisasi atas suatu peristiwa, dan adanya kesempatan yang munculnya tidak dapat diprediksikan dari lingkungan organisasi. Terdapat model untuk menciptakan budaya organisasional yang kohesif yang disebut sebagai Model HOME yang terdiri atas: History, yaitu mengembangkan perasaan sejarah individu melalui penjelasan tentang uraian sejarah organisasi secara detail dan mengomunikasikan para pahlawan organisasi Oneness, yaitu menciptakan perasaan kesatuan melalui penjelasan kepemimpinan organisasi yang patut diteladani serta mengomunikasikan nilai dan norma Membership, yaitu mendukung perasaan anggota melalui program training & development, perekrutan dan penempatan anggota, manajemen karier dan keamanan kerja Exchange, yaitu meningkatkan pertukaran antar anggota organisasi melalui pengambilan keputusan yang partisipatif, koordinasi antar kelompok, dan pertukaran personal

E. Jenis Budaya Jenis budaya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Sumbu vertikal menunjukkan orientasi kontrol dalam organisasi, yaitu mulai dari stabil ke fleksibel. Sumbu horizontal menunjukkan fokus perhatian dari internal ke eksternal. Keempat jenis budaya tersebut adalah bureaucratic culture, clan culture, entrepreneurial culture, dan market culture. Beberapa organisasi memiliki satu jenis budaya dominan dan organisasi lain memiliki beberapa jenis budaya yang bekerja secara bersamaan di lokasi, departemen, atau proyek yang berbeda. Tidak ada jenis budaya yang unggul, ideal, atau tetap. Namun demikian, ada preferensi dari karyawan untuk budaya tertentu misalnya, jika seseorang bekerja dalam bureaucratic culture dan lebih menyukai entrepreneurial culture, maka kemungkinan akan sulit untuk berkembang. Jika penyelarasan antara individu dan budaya sulit dilakukan, maka individu mungkin akan meninggalkan organisasi.

Bureaucratic Culture Merupakan budaya organisasional yang bersifat formal dan terstruktur. Prosedurprosedur adalah pengatur yang utama seputar apa yang harus dilakukan oleh individu. Pemimpin bangga, jika diri mereka mampu menjadi organisator dan koordinator yang baik, dengan kecenderungan pada efisiensi. Terdapat aturan dan kebijakan formal yang membuat ikatan dalam organisasi. Fokus jangka panjang adalah pada stabilitas dan kinerja yang efisien dan kelancaran operasi. Kesuksesan didefinisikan dalam istilah penjadwalan yang lancar, biaya rendah, dan

pengantaran yang teratur. Instansi pemerintah, militer, dan perusahaan yang dikelola oleh manajer otokratis adalah contoh dari bureaucratic culture.

Clan Culture Merupakan budaya organisasional yang paling ramah dan bersahabat untuk bekerja. Para anggota organisasi saling berbagi kehidupan antar sesamanya. Clan culture mirip keluarga dalam artian luas. Pemimpin organisasi dipandang sebagai mentor dan figur orang tua. Organisasi dibangun berdasarkan loyalitas dan tradisi. Komitmen dan kerja tim dari para anggota terhadap organisasi cukup tinggi. Di samping itu, organisasi menekankan pada keuntungan jangka panjang dari pembangunan sumber daya manusia dan memperhatikan moral organisasi. Entrepreneurial Culture Merupakan budaya organisasional yang dinamis dan kreatif. Para anggota bersikap waspada dan bersedia mengambil risiko. Pemimpin dianggap selaku inovator dan risk taker. Organisasi dikaitkan oleh komitmen atas inovasi dan eksperimentasi. Penekanannya adalah membawa organisasi menjadi perintis serta pada perkembangan dan pencarian sumber daya baru. Keberhasilan organisasi diartikan sebagai pencapaian keunikan jasa dan produk baru. Organisasi menghendaki inisiatif dan kebebasan individual.

Market Culture Merupakan budaya organisasional yang berorientasi pada pertumbuhan penjualan, peningkatan pangsa pasar, stabilitas kinerja keuangan, dan profitabilitas Ada sedikit kerja sama tim dan kekompakan dalam jenis budaya ini. Para anggota cenderung kompetitif 5

dan berorientasi tujuan. Pemimpin adalah pengarah yang ketat untuk pencapaian reputasi dan kesuksesan yang tinggi.

Subkultur Organisasional Subkultur organisasional adalah budaya-budaya kecil yang terdapat di dalam suatu organisasi. Subkultur dapat mendukung budaya dominan suatu organisasi dan dapat melawan budaya dominan, seperti dapat menimbulkan konflik, perselisihan, dan frustasi antar individu dalam suatu organisasi. Penggabungan Budaya Ada tiga kemungkinan pada penggabungan budaya: 1. Terjadi sinergi antara dua budaya yang menyatu, sehingga membentuk budaya baru. Sinergi ini biasanya akan membawa kemajuan yang pesat pada perusahaan yang diakuisisi. Berbagai contoh merger atau akuisisi yang berhasil di dunia menggambarkan hal ini, misalnya unit bisnis Sony-Ericsson. Dalam kasus ini, kedua pihak memiliki budaya yang kuat dan masing-masing mau membuka diri untuk membentuk sinergi. Hasilnya adalah kinerja perusahaan semakin bagus. 2. Terjadi satu budaya yang dominan dan budaya lainnya menghilang secara perlahan. Biasanya ini terjadi bila salah satu pihak dominan dan pihak lainnya tidak memiliki kekuatan apa pun. Contohnya, saat penggabungan beberapa bank membentuk Bank Permata, yaitu Bank Bali, Bank Universal, Bank Prima Express, Bank Artamedia, dan Bank Patriot, maka budaya dominan yang muncul adalah budaya Bank Bali dan sebagian dari Bank Universal. Sedangkan budaya dari bank lainnya perlahan-lahan akan menghilang. 3. Terjadi saling penolakan budaya karena keduanya sama-sama kuat dan tidak mau mengalah. Masing-masing pihak menganggap budayanya yang paling baik. Hal ini akan menimbulkan konflik. Empat fase yang dibutuhkan dalam penggabungan budaya adalah: 1. Saling menelusuri dimana letak persamaan dan perbedaan budaya antarpihak yang juga mempertimbangkan subkultur organisasional yang dilakukan sebelum atau sesudah 6

penggabungan budaya dilakukan. Pada fase ini, niat baik untuk mencapai yang terbaik harus tetap dipelihara. 2. Mencairkan budaya lama pada pihak-pihak yang melakukan penggabungan. Di sinilah kebesaran jiwa semua pihak diuji. Sejauh mana kerelaan mereka untuk menyesuaikan diri dengan cara mencairkan budaya lama agar dapat bersinergi dengan pihak lainnya. 3. Membentuk sinergi budaya dengan mendefinisikan budaya baru melalui pelatihan, bimbingan, dan sebagainya. Pada tahap ini, kesabaran semua pihak diuji karena berbagai konflik kecil sering terjadi. 4. Pemantapan melalui kegiatan gathering. Biasanya diwujudkan dengan berbagai atribut seperti logo, warna, penampilan fisik gedung, serta sistem organisasi seperti peraturan, definisi budaya baru, reward & punishment. F. Mempengaruhi Perubahan Budaya Banyak yang berpandangan bahwa perubahan budaya adalah sesuatu yang sulit dilakukan. Selain itu, banyak pula yang melakukan penolakan ke arah budaya yang baru. Langkah-langkah efektif yang dapat digunakan untuk mempengaruhi perubahan budaya adalah 1. Mengubah keyakinan dan nilai individu dengan mengubah perilaku mereka 2. Membuat individu melihat adanya nilai baik dengan berperilaku dengan cara yang baru, sehingga menimbulkan ketaatan pada perilaku yang baru 3. Mengomunikasikan budaya yang baru melalui pengumuman, memo, pakaian, dan ritual untuk memotivasi perilaku yang baru 4. Melakukan sosialisasi atau mempekerjakan anggota baru sesuai budaya baru 5. Menyingkirkan anggota yang menyimpang dari budaya dengan penuh pertimbangan G. Sosialisasi dan Budaya Sosialisasi merupakan proeses dimana perusahaan mengenalkan individu baru pada budaya perusahaan. Proses sosialisasi organisasi berlangsung sepanjang karier seorang individu. Tahapan proses tersebut adalah 1. Melakukan penyeleksian dengan menyesuaikan individu dengan budaya dari organisasi 2. Mengajarkan individu baru tentang pekerjaan dan organisasi yang belum diketahui 3. Melakukan pelatihan sesuai standar organisasi 7

4. Menerapkan sistem penghargaan dan pengendalian untuk menanamkan perilaku pada individu 5. Menanamkan nilai organisasi pada individu agar terbentuk ketaatan pada perilaku 6. Memperkuat pembabaran cerita tentang budaya dari organisasi 7. Memberi penghargaan dan pengakuan menjadi panutan bagi individu yang konsisten dengan budaya organisasional Terdapat tiga tahapan sosialisasi dalam organisasi. Tahapan sosialisasi tersebut berkesinambungan dan dapat meningkatkan kesempatan berkarier individu secara efektif. Tiga tahap tersebut adalah 1. Sosialisasi antisipasi, yaitu tahap dimana individu melakukan semua pekerjaaan yang berbeda pada organisasi untuk memperoleh informasi tentang organisasi dan pekerjaaan baru. Agar efektif dapat dilakukan rekrutmen dengan ulasan pekerjaan yang realistis serta melakukan pemilihan dan penempatan dengan jalur karier yang realistis. 2. Sosialisasi akomodasi, yaitu tahap dimana individu telah menjadi anggota organisasi dan menerima pekerjaan sesuai dengan tuntutan dan harapan dari kelompok kerja. Agar efektif dapat dilakukan penugasan menantang, pelatihan tentang keterampilan, dan program orientasi khusus. 3. Sosialisasi manajemen peran, yaitu tahap munculnya konflik baik antara individu dan kehidupan pribadinya maupun antara individu dengan individu lain dalam organisasi. Agar efektif dapat dilakukan penugasan yang adaptif dan fleksibel, manajer yang berorientasi pada pengembangan karyawan, serta konseling profesional. H. Mentor dan Sosialisasi Mentor merupakan orang yang memberi bimbingan, pertemanan, dukungan, dan menjadi panutan bagi karyawan baru yang lebih muda atau yang kurang berpengalaman. Mentor memiliki dua fungsi, yaitu fungsi karier (dukungan, penampilan, visibilitas, pelatihan, produksi, dan penugasan menantang) dan fungsi psikososial (peran, penerimaan, konseling, dan pertemanan). Mentor memberikan manfaat, seperti dapat memotivasi karyawan, menetapnya karyawan dalam organisasi, dan berpadunya suatu organisasi.

I. Sosialisasi Beragam Tenaga Kerja Keanekaragaman merupakan beragam rangkaian perbedaan fisik dan budaya yang membentuk beragam variasi perbedaan manusia. Keanekaragaman memiliki enam dimensi inti, yaitu usia, etnis, gender, atribut fisik, ras, dan orientasi seks yang semuanya dapat mempengaruhi perilaku dan sikap individu dalam suatu organisasi. Menghadapi keanekaragaman individu dalam organisasi, maka seorang manajer dapat menciptakan budaya yang menekankan pada perbedaan nilai individu sebagai kekuatan yang efektif melalui pembentukan program keanekaragaman proaktif organisasi. Dengan hal tersebut, manajer dituntut unutk mempelajari latar belakang etnik, softskills dan budaya nasional individu serta mengidentifikasi dan mengintegrasikan jumlah dan bauran individu yang beragam. Sedangkan individu dalam organisasi perlu mempelajari ritual, nilai-nilai, dan sejarah tentang organisasi.

Anda mungkin juga menyukai