Anda di halaman 1dari 24

MENGENAL PENYAKIT ASMA BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pernapasan atau respirasi adalah proses mulai dari pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang

karbondioksida ke lingkungan. Sistem pernapasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran napas dan paru-paru beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang melindunginya. Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen per hari. Dalam keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun menjadi berlipat-lipat kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kali lipat. Namun dalam pernapasan juga dapat mengalami gangguan atau kelainan salah satunya yang kita kenal dengan penyakit asma. Asma adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan saluran napas sehingga penderita mengalami keluhan sesak napas atau kesulitan bernapas. Tingkat keparahan asma ditentukan dengan mengukur kemampuan paru dalam menyimpan oksigen. Asma merupakan penyakit yang tidak bisa dianggap sepele. Berdasarkan data WHO tahun 2006, sebanyak 300 juta orang menderita asma dan 225 ribu penderita meninggal karena asma di seluruh dunia. Angka kejadian asma 80 % terjadi di negara berkembang akibat kemiskinan, kurangnya tingkat pendidikan, pengetahuan dan fasilitas pengobatan. Angka kematian yang disebabkan oleh penyakit asma di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat 20 persen untuk sepuluh tahun mendatang, jika tidak terkontrol dengan baik. Selama asma menyerang, saluran napas akan mengalami penyempitan dan

mengisinya dengan cairan lengket yang diproduksi oleh dinding bagian dalam yang menyebabkan jalan udara menyempit dan mengurangi aliran keluar masuknya udara ke paru-paru. Pada asma kambuhan sering menyebabkan gangguan seperti sulit tidur, kelelahan, dan mengurangi tingkat aktivitas sehari-hari. Asma secara relatif memang memiliki tingkat kematian yang rendah dibandingkan dengan penyakit kronis lainnya, namun demikian sedikitnya ratusan ribu orang meninggal karena asma pada tahun 2005. Banyaknya penderita asma yang meninggal dunia, dikarenakan oleh kontrol asma yang kurang atau kontrol asma yang buruk (Depkes, 2008). Walaupun asma merupakan penyakit yang dikenal luas oleh masyarakat, namun penyakit ini kurang begitu dipahami, sehingga timbul anggapan dari sebagian perawat dan masyarakat bahwa asma merupakan penyakit yang sederhana serta mudah diobati dan pengelolaan utamanya dengan obat-obatan asma khususnya bronkodilator. Maka timbul kebiasaan dari dokter atau perawat dan pasien untuk mengatasi gejala penyakit asma saja, bukannya mengelola asma secara lengkap. Khususnya terhadap gejala sesak nafas dan mengi dengan pemakaian obat-obatan. Pengetahuan yang terbatas tentang asma membuat penyakit ini seringkali tidak tertangani dengan baik (Ramaiah, 2006). Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka kami akan membahas lebih lanjut tentang penyakit asma. Sehingga masyarakat lebih memahami tentang penyakit asma, faktor yang mempengaruhinya serta hal-hal apa yang dilakukan untuk perawatan penyakit asma.

BAB II

PEMBAHASAN 1 DEFINISI ASMA Penyakit asma berasal dari kata Asthma yang diambil dari bahasa yunani yang berarti sukar bernapas. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk yang disebabkan oleh penyempitan saluran napas. Asma juga disebut penyakit paru-paru kronis yang menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini disebabkan karena pengencangan dari otot sekitar saluran napas, peradangan, rasa nyeri, pembengkakan dan iritasi pada saluran napas di paru-paru. Hal lain disebut juga bahwa asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam-macam stimuli yang di tandai dengan penyempitan bronkus atau bronkiolus dan sekresi berlebih dari kelenjar di mukosa bronkus. Menurut National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) pada National Institute of Health (NIH) Amerika, asma (dalam hal ini asma bronkial) didefinisikan sebagai penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, yang dikarakterisir oleh adanya : 1. penyumbatan saluran nafas yang bersifat reversible (dapat balik), baik secara spontan maupun dengan pengobatan, 2. peradangan pada jalan nafas, dan 3. peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (hiperresponsivitas) (NAEPP, 1997). Pada saat seseorang menderita asma terkena faktor pemicunya, maka dinding saluran mafasnya akan menyempit dan membengkak menyebabkan sesak napas. Kadang dinding saluran napas dilumuri oleh lendir yang lengket sehingga dapat menyebabkan sesak napas yang lebih parah. Jika tidak dapat ditangani dengan baik maka asma dapat menyebabkan kematian.

2 Klasifikasi Penyakit Asma Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu : 1. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh alegren yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada alegren spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. 2. Intrinsik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap faktor yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. 3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik. Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.

1. Faktor predisposisi Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi A. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi) b) Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan) c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan) B. Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering

mempengaruhi asma. Atmosfir

yang mendadak dingin merupakan

faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. C. Stress Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. D. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. E.Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

3 GEJALA-GEJALA PENYAKIT ASMA Secara umum gejala penyakit asma adalah sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang berbunyi dimana serinya gejala ini timbul pada pagi hari menjelang waktu subuh, hal ini dikarenakan pengaruh keseimbangan hormon kortisol yang kadarnya rendah ketika pagi hari. Penderita asma akan mengeluhkan sesak napas karena udara pada waktu bernapas tidak dapat mengalir dengan lancar pada saluran napas yang sempit hal ini juga yang menyebabkan timbulnya bunyi pada saat bernapas. Pada penderita asma, penyempitan saluran napas yang terjadi dapat berupa pegerutan dan tertutupnya saluran oleh dahak yang diproduksi secara berlebihan dan menimbulkan batuk sebagai respon untuk mengeluarkan dahak tersebut. Salah satu ciri asma adalah hilangnya keluhan diluar serangan. Artinya, pada saat serangan, penderita asma bisa kelihatan amat menderita (banyak batuk, sesak napas, hebat bahkan sampai tercekik) tetapi diluar serangan penderita sehat-sehat saja. Inilah salah satu yang membedakannya dengan penyakit lain.

4. PATOFISIOLOGI PENYAKIT ASMA Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe

alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah

besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.

Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat Pada asma , diameter bronkiolus lebih

berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest . 5. MANIFESTASI KLINIK A. Asma Kronik Asma kronik ditandai dengan episode dispnea yang disertai dengan bengek, tapi gambaran klinik asma beragam. Pasien dapat mengeluhkan sempit dada, betuk atau bunyi saat bernapas. Hal ini sering terjadi saat latihan fisik yang dapat terjadi secara spontan atau berhubungan dengan allergen tertentu. Tanda-tandanya termasuk bunyi disaat ekspirasi dengan pemeriksaan auskultasi, batuk kering yang berulang atau tanda atopi. Asma dapat bervariasi dari gejala harian kronik sampai gejala yang berselang. Terdapat keparahan dan remisi berulang dan interval antar gejala mingguan, bulanan atau tahunan. Keparahan ditentukan oleh fungsi paru-paru dan gejala sebelum terapi disamping jumlah obat dalam mengontrol gejala. Pasien dapat menunjukkan gejala berselang ringan yang tidak memerlukan pengobatan atau hanya penggunaan sewaktu-waktu agonis beta inhalasi. B. Asma Parah Akut Asma yang tidak terkontrol dapat berlanjut menjadi akut dimana inflamasi, edema jalan udara, akumulasi mukus yang berlebihan dan bronkospasmus parah yang menyebabkan penyempitan jalan udara yang serius tidak responsif terhadap terapi bronkodilator biasa. Pasien mengalami kecemasan dan mengeluhkan dispnea parah,

nafas pendek, sempit dada atau rasa terbakar. Penderita mungkin hanya dapat mengucapkan kata dalam satu napas. Gejala tidak responsif terhadap penanganan biasa. Tanda termasuk bunyi yang terdengar dengan auskultasi saat inspirasi dan ekspirasi, batuk kering yang berulang, takhipnea, kulit pucat atau kebiruan dan dada yang mengembang disertai dengan retraksi interkostal dan supra klavilar. Bunyi nafas dapat hilang bila obstruksi sangat parah. 6. PENATALAKSANAAN PENYAKIT ASMA Tujuan pengobatan asma bronkial adalah agar penderita dapat hidup normal, bebas dari serangan asma serta memiliki faal paru senormal mungkin, mengurangi reaktifasi saluran napas, sehingga menurunkan angka perawatan dan angka kematian akibat asma Suatu kesalahan dalam penatalaksanaan asma dalam jangka pendek dapat menyebabkan kematian , sedangkan jangka panjang mengakibatkan peningkatan serangan atau terjadi obstruksi paru yang menahun. Untuk pengobatan asma perlu diketahui juga perjalanan penyakit, pemilihan obat yang tepat cara untuk menghindari faktor pencetus Dalam penanganan pasien asma penting diberikan penjelasan tentang cara penggunaan obat yang benar, pengenalan dan pengontrolan faktor alergi. Faktor alergi banyak ditemukan dalam rumah seperti tungau debu rumah alergen dari hewan, jamur, dan alergen di luar rumah seperti zat yang berasal dari tepung sari, ja mur, polusi udara. Obat aspirin dan anti inflamasi non steroid dapat menjadi faktor pencetus asma. Olah raga dan peningkatan aktivitas secara bertahap dapat mengurangi gejala asma. Psikoterapi dan fisioterapi perlu diberikan pada penderita asma. Prinsip umum pengobatan penyakit asma adalah : 1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara 2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma 3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan dapat

penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang

diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya. PENGOBATAN PADA ASMA ADA DUA YAKNI : A. Terapi Non Farmakologi Untuk terapi non farmakologi, dapat dilakukan dengan olah raga secara teratur, misalnya saja renang. Sebagian orang berpendapat bahwa dengan berenang, gejala sesak nafas akan semakin jarang terjadi. Hal ini mungkin karena dengan berenang, pasien dituntut untuk menarik nafas panjang-panjang, yang berfungsi untuk latihan pernafasan, sehingga otot-otot pernafasan menjadi lebih kuat. Selain itu, lama kelamaan pasien akan terbiasa dengan udara dingin sehingga mengurangi timbulnya gejala asma. Namun hendaknya olah raga ini dilakukan secara bertahap dan dengan melihat kondisi pasien. Selain itu dapat diberikan penjelasan kepada pasien agar menghindari atau menjauhkan diri dari faktor-faktor yang diketahui dapat menyebabkan timbulnya asma, serta penanganan yang harus dilakukan jika serangan asma terjadi Terapi non Farmakologi dapat juga diberikan dengan cara pendekatan ,edukasi dan pemahaman tentang penyakit asma.Edukasi dan pemahaman tentang penyakit asma,edukasi dan pemahaman tentang penyakit asma bertujuan untuk: 1. Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit secara umum dan pola penyakit asma sendiri, 2. Meningkatkan keterampailan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma mandiri. 3. Meningkjatkan rasa percaya diri 4. Meningkatkan kepatuhan. 5. Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaa dan mengontrol asma. Terapi farmakologi Terapi farmakologi adalah pengobatan asma dengan memberikan obat-obatan tertentu untuk meringankan, mencegah, mengurangi atau mengobati rasa sakit yang

ditimbulkan oleh penyakit asma. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu reliever dan controller. Reliever adalah obat yang cepat menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran napas.Sedangkan Controller adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan asma yang persisten Terapi farmakologi untuk mengobati penyakit asma diantaranya adalah: 1. Simpatomimetik Agonis bekerja diperlama (seperti salmeterol dan furmoterol) digunakan, bersamaan dengan obat antiinflamasi, untuk kontrol jangka panjang terhadap gejala yang timbul pada malam hari. Obat golongan ini juga dipergunakan untuk mencegah bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik. 2. Xantin Untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial dan bronkospasme reversibel yang berkaitan dengan bronkhitis kronik dan emfisema, yaitu :

Aminofilin dapat diberikan melalui intravena lambat atau diberikan dalam bentuk infus (biasanya dalam 100-200 mL) dekstrosa 5% atau injeksi Na Cl 0,9%. Kecepatan pemberian jangan melebihi 25 mg/mL.

Teofilin. Dosis yang diberikan tergantung individu. Penyesuaian dosis berdasarkan respon klinik dan perkembangan pada fungsi paru-paru

3. Antikolinergik

Ipratropium Bromida. Digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan bronkodilator lain (terutama beta adrenergik) sebagai bronkodilator dalam pengobatan bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paruparu obstruktif kronik, termasuk bronkhitis kronik dan emfisema. 2 inhalasi (36 mcg) empat kali sehari. Pasien boleh menggunakan dosis tambahan tetapi tidak boleh melebihi 12 inhalasi dalam sehari.

Tiotropium Bromida. Tiotropium digunakan sebagai perawatan bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paru obstruksi kronis termasuk bronkitis kronis dan emfisema. Cara penggunaan kapsul dihirup, satu kali sehari dengan alat inhalasi Handihaler.

4. Kromolin Sodium dan Nedokromil

Kromolin Natrium. Asma bronchiale (inhalasi, larutan dan aerosol) : sebagaipengobatan profilaksis pada asma bronkial. Kromolin diberikan teratur, harian pada pasien dengan gejala berulang yang memerlukan pengobatan secara reguler. Larutan nebulizer : dosis awal 20 mg diinhalasi 4 kali sehari dengan interval yang teratur. Efektifitas terapi tergantung pada keteraturan penggunaan obat.

Nedokromil Natrium. Digunakan sebagai terapi pemeliharaan untuk pasien dewasa dan anak usia 6 tahun atau lebih pada asma ringan sampai sedang. Dosis dan cara penggunaan : 2 inhalasi, empat kali sehari dengan interval yang teratur untuk mencapai dosis 14 mg/hari.

5. Kortikosteroid Terapi pemeliharaan dan propilaksis asma, termasuk pasien yang memerlukan kortikosteoid sistemik, pasien yang mendapatkan keuntungan dari penggunaan dosis sistemik, terapi pemeliharaan asma dan terapi profilaksis pada anak usia 12 bulan sampai 8 tahun. Yaitu: Beklometason, Budesonid, Flutikason, Flunisolid, Mometason (Wells BG, 2006: 826-864).

MENGENAL PE NYAKIT ASMA DISERTAI DENGAN LAMPIRAN GAMBAR BESERTA KETERANGAN

1. Sistem Pernapasan Manusia Sistem Pernapasan Atas Hidung Udara yang masuk akan mengalami proses penyaringan, humidifikasi, dan penghangatan di hidung Faring Merupakan saluran yang terbagi 2, untuk udara dan makanan. Faring terdiri atas nasofaring dan orofaring yang kaya akan jaringan limfoid yang berfungsi menangkap dan menghancurkan kuman yang masuk bersama udara. Laring Sering disebut jakun, berperan dalam menghasilkan suara dan berfungsi mempertahankan kepatenan jalan napas dan melindungi jalan napas bawah dari air dan makanan yang masuk Sistem Pernapasan Bawah Trakea Merupakan pipa membran yang disokong oleh cincin-cincin kartilgo yang menghubungkan laring dengan bronkus utama kiri dan kanan. Keseluruhan jalan napas membentuk pohon bonkus Lung Terletak di sebelah kiri dan kanan yang masing-masing terdiri dari beberapa lobus (paru kanan tiga lobus dan paru kiri 2 lobus) dan dipasok oleh satu bronkus. Jaringan paru sendiri terdiri atas serangkaian jalan napas yang bercabang-cabang, yaitu alveolus, pembuluh darah paru, dan jaringan ikat elastis.

2. Respon Kekebalan Tubuh

Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas. Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya:

kontraksi otot polos peningkatan pembentukan lendir perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki. Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang

mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang.

3. Asma terjadi karena penyempitan, peradangan Dan kontriksi otot bronkus

Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari. Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala. Selama serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat. Meskipun telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh

sempurna.Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan.Kadang

beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita

4 saluran nafas normal dan saluran nafas penderita asma Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

7.PATHWAYASMA

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Diagnosa I : ketidakefektifan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya bronkhokonstriksi, bronkhopasme, edema mukosa dan

dinding bronchus, serta sekresi mucus yang kental. b. Diagnosa II: gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli.

c. Diagnosa III: gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan d. Diagnosa IV : Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan. e. 9. INTERVENSI Diagnosa I :ketidakefektifan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya bronkhokonstriksi, bronkhopasme, edema mukosa dan dinding bronchus, serta sekresi mucus yang kental. Kriteria hasil: 1. Pasien dapat mendemonstrasikan batuk efektif. 2. Pasien dapat menyebutkan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi. 3. Tidak ada lagi suara nafas tambahan dan wheezing. Intervensi yang di lakukan secara mandiri: 1. kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum. 2. atur posisi semifowler. 3. ajarkan cara batuk efektif. 4. bantu klien latihan nafas dalam. 5. pertahankan intake cairan min.2500 ml/hari 6. askultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, mis mengi, krekels, dan ronki. 7. kaji frekuensi pernafasan 8. Pertahankan polusi lingkungan minimum. Intervensi yang dilakukan secara kolaborasi : 1. kolaborasi pemberian obat Bronkodilator , mis: Nebulizer via inhalasi 2. kolaborasi pemberian obat Xantin, mis aminofilin, oxtrifilin, dll

Diagnosa II:gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli. Kriteria hasil: 1. Dapat mendemonstrasikan batuk efektif 2. menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Intervensi yang dilakukan secara mandiri : 1. kaji frekuensi, kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, ketidakmampuan bicara. 2. atur posisi semifowler 3. auskultasi bunyi nafas , catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan. 4. palpasi fremitus. 5. awasi tanda vital dan irama jantung. Intervensi yang dilakukan secra kolaborasi 1. awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri. 2. berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien. Diagnosa III :gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan. Kriteria hasil : 1.Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat 2.Menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk meningkatkan atau mempertahankan berat badan yang tepat. Intervensi yang dilakukan secara mandiri: 1. Kaji kebiasaan diet, masukkan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh. 2. Auskultasi bunyi usus

3. Berikan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu 4. Dorong periode istirahat semalam 1 jam setelah dan sebelum makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering 5. Hindari makanan yang panas atau dingin 6. Timbang berat badan sesuai indikasi Intervensi yang dilakukan secara kolaborasi : 1. Konsul ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna, secara nutrisi seimbang 2. Kaji pemeriksaan laboratorium, misalnya albumin serum, transferin, profil asam amino. Diagnosa IV :Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan. Kriteria hasil : 1. Menyatakan pemahaman kondisi atau proses penyakit dan tindakan 2. Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab 3. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam ptogram pengobatan. Intervensi yang dilakukan secara mandiri : 1. Instruksikan rasional untuk latihan napas,batuk efektif,latihan kondisi umum 2. Diskusikan obat pernapasan,efek samping,dan reaksi yang tak diinginkan. 3. Tekankan pentingnya perawatan oral 4. Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi pernapasan aktif. Tekankan perlunya vaksinasi influenza

5. Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi. Dorong pasien untuk mencari cara mengontrol faktor ini dan sekitar rumah 6. Kaji efek bahaya merokok dan menasehatkan menghentikan rokok pada pasien atau orang terdekat 7. Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas dan aktivitas pilihan dengan periode istirahat untuk mencegah kelemahan, cara menghemat energi selama aktivitas 8. Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada periodik, dan kultur sputum. 9. Kaji kebutuhan oksigen untuk pasien yang pulang dengan oksigen tambahan 10. Anjurkan pasien atau orang terdekat dalam penggunaan oksigen aman dan merujuk ke perusahaan penghasil sesuai indikasi 11. Rujuk untuk evaluasi perawatan di rumah bila

diindikasikan. Berikan rencana rencana perawatan detil dan pengakjian dasar fisik untuk perawatan di rumah sesuai kebutuhan pulang dari perawatan akut.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Pengobatan asma harus dilakukan secara tepat dan benar untuk mengurangi gejala yang timbul. Pengobatan asma memerlukan kerja sama antara pasien, keluarga, dan dokternya. Oleh karena itu pasien asma dan keluarganya harus diberi informasi lengkap tentang obat yang dikonsumsinya; kegunaan, dosis, aturan pakai, cara pakai dan efek samping yang mungkin timbul. Pasien hendaknya juga menghindari faktor yang menjadi penyebab timbulnya asma. Selain itu, pasien harus diingatkan untuk selalu membawa obat asma kemanapun dia pergi, menyimpan obat-obatnya dengan baik, serta mengecek tanggal kadaluarsa obat tersebut. Hal ini perlu diperhatikan agar semakin hari kualitas hidup pasien semakin meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1998, Buku Saku Kedokteran Dorland edisi 25, Penerbit ECG, Jakarta Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,Jakarta Boushey H.A., 2001, Obat-obat Asma dalam Katzung, B.G., Farmakologi Dasar & Klinik, Ed.I, diterjemahkan oleh Sjbana, D., dkk, Salemba Medika, Jakarta

Mulia, yuiyanti J, 20002, Perkembangan patogenesis dan pengobatan asma bronchial. Penerbit EGC, trisakti, Jakarta Tanjung, dudut.2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronchial.USU Digital library.Sumatra Utara Adnyana, I Ketut dkk, 2008. ISO Farmakoterapi. PT.ISFI.Jakarta Fairawan, Sulfan.2008.Hubungan antara tingkat pengetahuan tentang penyakit asma dengan sikap penderita dalam perawatan asma pada pasien rawat jalan di balai kesehatan paru masyarakat (BBKPM).Skripsi.Surakarta

Maryono.2009.hubungan antara faktor lingkungan dengan kekambuhan asma bronchial pada klien pasien rawat jalan di poliklinik paru instalasi rawat jalan RSUD.DR MOEWARDI Surakarta.Skripsi

http://www.kajianpustaka.com/2012/11/pengobatan-penyakit asma.html#ixzz2O45W2j2S

Anda mungkin juga menyukai