yang dapat digunakan untuk mengatasi shivering pada pasien yang mendapat anestesi regional ialah petidin, clonidin, doxapram, ketanserine, tramadol, nefopam, dan sebagainya. Dhimar et al dalam penelitiannya mencoba membandingkan efikasi dan keamanan tramadol yang merupakan opioid sintetik standar dengan petidin, obat standar dalam penanganan shivering. Penelitian mereka bertujuan membandingkan efikasi, potensi, efek hemodinamik, dan komplikasi atau efek samping tramadol dibandingkan dengan petidin dalam mengendalikan shivering selama anestesi regional diberikan.
Sebagai bidang yang sering mendapat keluhan nyeri, misalnya nyeri muskuloskeletal, reumatologi banyak terlibat di dalam penelitian dan pengembangan terapi medis mengenai nyeri. Oleh karena itu, dalam Temu Ilmiah Reumatologi 2011 yang diselenggarakan pada 5-8 Mei di Hotel Borobudur, Jakarta, nyeri dibahas dalam beberapa sesi simposium. Nyeri memang merupakan gejala yang sangat penting dalam dunia kedokteran. Tidak ada yang mau menderita nyeri, apalagi bila itu nyeri berat atau kronis. Pasti pasien akan mencari terapi yang terbaik untuk mengatasi nyerinya. Selain dibahas dalam beberapa sesi simposium, beberapa perusahaan farmasi yang memiliki obat unggulan untuk terapi anti-nyeri juga berpartisipasi di dalam Temu Ilmiah Reumatologi. Salah satu perusahaan nasional yang berpartisipasi pada acara ini adalah Prima Medika Laboratories (PML) yang membawakan obat unggulannya, yaitu
kombinasi tetap tramadol/ parasetamol dengan nama dagang Acetram. Kombinasi tetap yang unik ini memberikan beberapa review dan bukti klinis yang baik. Menurut review yang dilakukan oleh Dhillon dalam jurnal Clinical Drug Investigation tahun 2010, kombinasi tetap ini memiliki onset kerja yang lebih cepat daripada pemberian kedua obat secara terpisah, durasi kerja yang lebih panjang, multimodal analgesik (bekerja pada jalur yang berbeda), serta ditoleransi dengan baik oleh pasien. Beberapa indikasi kombinasi tetap ini adalah pasca-operasi, nyeri akut/subakut muskuloskeletal, neuropati diabetik, dan migren. Obat ini juga efektif bila ditambahkan pada nyeri berat seperti pada pasien osteoartritis atau artritis reumatoid, daripada terus menambahkan dosis NSAID atau DMARD ( diseases modifying arthritis rheumatoid drugs). Efikasi analgesik kombinasi tetap ini juga tidak berbeda bermakna dari gabapentin pada terapi nyeri kronis pada neuropati perifer diabetik. Kombinasi ini juga tidak memiliki masalah tolerabilitas pada pasien bila dibandingkan dengan obatnya masing-masing. Pada pemberian kombinasi tetap, pasien tidak perlu minum dua obat sekaligus yang malah justru menambah efek samping pada pasien dengan banyaknya obat. Selain itu, seringkali pada pemberian masing-masing obat, efektivitas penurunan intensitas nyeri tidak bermakna secara klinis. Pemberian kombinasi akan memberikan hasil yang lebih baik. Tramadol sendiri merupakan analgesik opioid yang bekerja secara sentral dan atipikal, sementara parasetamol merupakan analgesik dan antipiretik tanpa khasiat antiinflamasi yang kuat. Kombinasi keduanya merupakan kombinasi yang sangat rasional dalam tata laksana nyeri. Target terapi yaitu bebas nyeri akan tercapai lebih cepat. Menurut Schug, kombinasi tetap ini patut direkomendasikan sebab memiliki keamanan yang baik. Sifat multimodal ini memberikan hasil klinis yang sangat baik. Meskipun pasien sudah mendapat terapi NSAID, obat ini tetap dapat membantu dan tidak memberikan efek samping yang berbahaya, misalnya pada saat serangan osteoartritis. Acetram memiliki komposisi 37,5 mg tramadol HCl dan 325 mg parasetamol pada tiap tabletnya. Indikasinya adalah penanganan nyeri akut jangka pendek. Untuk penanganan nyeri sedang sampai berat, dosis awal yang direkomendasikan adalah 2 tablet/hari dan dapat ditingkatkan sampai dengan 8 tablet/hari dengan interval tidak kurang dari 6 jam. Obat ini dikontraindikasikan untuk pasien hipersensitif terhadap kandungan kedua komposisi, gangguan fungsi hati, dan epilepsi tidak terkontrol. Perlu diperhatikan efek samping yang biasanya ringan, yaitu mual dan pusing. Bagi pasien, obat ini dapat menjadi favorit sebab mudah diberikan dan cepat meredakan gejala nyeri yang mengganggu. (a)
yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan, maka usaha untuk mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan dengan tujuan mendapatkan analgesik yang sama kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi. Ada 3 golongan obat ini yaitu : 1. Obat yang berasal dari opium-morfin, 2. Senyawa semisintetik morfin, dan 3. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin. 2. Analgesik lainnya, Seperti golongan salisilat seperti aspirin, golongan para amino fenol seperti paracetamol, dan golongan lainnya seperti ibuprofen, asam mefenamat, naproksen/naproxen dan banyak lagi. Berikut contoh obat-obat analgesik antipiretik yang beredar di Indonesia : 1. Paracetamol/acetaminophen
Merupakan derivat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam sediaannya sering dikombinasi dengan cofein yang berfungsi meningkatkan efektivitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya. 2. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui. 3. Asam mefenamat Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat kuat terikat pada protein plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung. 4. Tramadol Tramadol adalah senyawa sintetik yang berefek seperti morfin. Tramadol digunakan untuk sakit nyeri menengah hingga parah. Sediaan tramadol pelepasan lambat digunakan untuk menangani nyeri menengah hingga parah yang memerlukan waktu yang lama. Minumlah tramadol sesuai dosis yang diberikan, jangan minum dengan dosis lebih besar atau lebih lama dari yang diresepkan dokter. Jangan minum tramadol lebih dari 300 mg sehari. 5. Benorylate Benorylate adalah kombinasi dari parasetamol dan ester aspirin. Obat ini digunakan sebagai obat antiinflamasi dan antipiretik. Untuk pengobatan demam pada anak obat ini bekerja lebih baik dibanding dengan parasetamol dan aspirin dalam penggunaan yang terpisah. Karena obat ini derivat dari aspirin maka obat ini tidak boleh digunakan untuk anak yang mengidap Sindrom Reye. 6. Fentanyl Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular) Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit yang disebabkan kanker. Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap menggunakan analgesik narkotika. Fentanyl bekerja di dalam sistem syaraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian
yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan. Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan. 7. Naproxen Naproxen termasuk dalam golongan antiinflamasi nonsteroid. Naproxen bekerja dengan cara menurunkan hormon yang menyebabkan pembengkakan dan rasa nyeri di tubuh. 8. Obat lainnya Metamizol, Aspirin (Asetosal/ Asam asetil salisilat), Dypirone/Methampiron, Floctafenine, Novaminsulfonicum, dan Sufentanil. Untuk pemilihan golongan obat analgesik dan antipiretik yang tepat ada baiknya anda harus periksakan diri dan konsultasi ke dokter. Di medicastore anda dapat mencari informasi obat seperti : kegunaan atau indikasi obat, generik atau kandungan obat, efek samping obat, kontra indikasi obat, hal apa yang harus menjadi perhatian sewaktu konsumsi obat, gambar obat yang anda pilih hingga harga obat dengan berbagai sediaan yang dibuat oleh pabrik obat. Sehingga anda dapat memilih dan beli obat sesuai dengan kebutuhan anda.
http://medicastore.com/apotik_online/obat_saraf_otot/obat_nyeri.htm
Obat non narcotik analgetik antipiretik: obat yang dapat menghilangkan/ mengurangi rasa nyeri dan dapat menurunkan suhu tubuh dalam keadaan demam, tanpa mengganggu kesadaran
Cara Kerja Analgesik: Central (Thalamus) dengan jalan meningkatkan nilai ambang rasa nyeri
Perifer: merubah interpretasi rasa nyeri Antipiretik: melalui termostat di hipotalamus mempengaruhi pengeluaran panas dengan cara: vasodilatasi perifer dan meningkatkan pengeluaran keringat Anti inflamasi: menghambat sintesa prostaglandin Prostaglandin menimbulkan eritema, vasodilatasi dan peningkatan aliran darah lokal
Farmakodinamik Efek analgesik: efektif terhadap nyeri intensitas rendah sampai sedang (sakit kepala, mialgia, artralgia, nyeri yang berasal dari integumen, nyeri inflamasi) Efek antipiretik: menurunkan suhu saat demam, (fenil butason dan antirematik tidak dibenarkan sbg antipiretik)
Efek anti inflamasi: untuk kelainan muskuloskeletal (artritis rematoid, osteoartritis, spondilitis ankilosa), hanya simptomatis
Efek samping Induksi tukak lambung, kadang disertai anemia skunder akibat perdarahan saluran cerna Gangguan fungsi trombosit gangguan biosintesis tromboksan A2 (TXA2) perpanjangan waktu perdarahan (efek ini dimanfaatkan untuk profilaksin trombo-emboli)
Gagal ginjal pada penderita gangguan ginjal gangguan homeostasis ginjal Reaksi alergi: rinitis vasomotor, edem angioneurotik, urtikaria luas, asma bronkial, hipotensi sampai syok
Klasifikasi non narkotik Analgesik Antipiretik 1. Salisilat 2. Asam organik 3. Para aminofenol 4. Firazolon 5. Quinolon 6. Non Addicting Opioid Golongan Salisilat Merupakan derivat asam salisilat, berasal dari tumbuhan Willow Bark = Salix alba Efek farmakologi:
Analgesik sentral dan perifer Antipiretik termostat hipotalamus SSP respirasi (dosis tinggi depresi pernafasan respirasi alkalosis metabolik asidosis, behavior, nausea dan vomiting
Efek farmakologi: Endokrin ACTH , sintesa protrombin , menghambat agregasi trombosit (blooding time ) Farmakokinetik:
Reabsorbsi di lambung dan usus, Distribusi ke semua jaringan, dapat menembus plasenta Ekskresi melalui urine
Penggunaan Klinis: Sistemik: analgetik, antipiretik, anti inflamasi, anti gout Lokal: keratolitik, counter iritant
Reaksi merugikan: Efek samping: iritasi lambung, alergi Toksisitas: salicylisme, hipertermis, gangguan behavior, respirasi alkalosis
Golongan Asam Organik Dibanding aspirin, kurang efektif (sebagai antiinflamasi, analgesik), toksisitasnya lebih kecil Efek: analgesik, antipiretik, anti inflamasi, iritasi pada lambung, menghambat sintesa protrombin dan agregasi trombosit
Sediaan: Mefenamic acid (Ponstan), Indometacin (Indocin), Ibuprofen (Brufen), Meclofenamat (Meclomen), Fenbufen (Cybufen), Carprofen (Imadil), Diclofenac (Voltaren), Ketoprofen (Profenid) Golongan Para Amino Fenol Indikasi: Sebagai analgesik dan antipiretik Jangan digunakan dalam jangka waktu lama nefropati analgesik Sediaan; Tablet 500mg Sirup 120mg/5ml Dosis:
Perbedaan dengan salisilat: Kurang atau tidak iritasi terhadap gaster Tidak mempunyai sifat anti inflamasi
Reaksi merugikan: Alergi: eritem, urtikaria, demam, lesi mukosa Intoksikasi akut: dizzines, excitement, diorientasi, central lobuler necrosis hepar, renal tubuler necrosis, methaemogloninemia, anemia hemolitik Reaksi merugikan: Intoksikasi kronis: hemolitic anemia, methaemoglobinemia, kelainan ginjal (interatitiel necrosis, papillary necrosis) Sediaan: Fenasetin Asetaminofen (Parasetamol) Golongan Pirazolon Efek farmakologi: Analgesik meningkatkan nilai ambang rasa nyeri
Antipiretik mempengaruhi termostat Anti inflamasi efeknya lemah Kurang iritasi lambung kecuali fenilbutazon
Reaksi merugikan: Agranulositosis, anemia aplastik, trombositopenia, hemolisis, udem, tremor, mual, muntah, perdarhan lambubg, anuria Efek merugikan; Fenil butazon, Oksifenbutazon: edema (retensio urina), mulut kering, nausea, vomiting, perdarahan lambung, renal tubuler necrosis, liver necrosis, alergi (dermatitis exfoliative), agranulositosis Kontra indikasi: ulcus pepticum, hipertensi, (karena sifat retensi air dan natrium) dan alergi
Fenilbutazon: digunakan untuk mengobati artritis rematoid Efek antiinflamasinya sama kuat dengan salisilat, serta punya efek uricosuric ringan Efek retensi natrium dan klorida menyebabkan edema dan bertambahnya payah jantungvolume plasma Diabsorbsi cepat po kadar maksimum 2 jam Indikasi: pirai akut, artritia rematoid, gangguan sendi (spondilitis ankilosa, osteoartritis)
Sediaan: Aminopirin (piramidon) dan Antipirin (fenazon) tidak digunakan lagi (1977) karena toksik nitrosamin (karsinogenik) Fenilbutazon (butazolidin) dan Oksifenbutazon karena toksisitasnya (koma, trismus, kejang, syok, asidosis metabolik, depresi sumsum tulang, proteinuria, hematuria, oliguria, gagal ginjal, ikterus) digunakan jika obat lain yang lebih aman tidak ada
Dipiron (antalgin/novalgin): Tablet 500 mg dan larutan suntik 500 mg/ml Dipiron: hanya digunakan sebagai analgesik antipiretik, antiinflamasinya lemah Keamanan diragunakan, sebaiknya digunakan secara suntikan
Efek samping dan intoksikasi: Agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia (perhatikan penggunaan jangka panjang) Hemolisis, udem, tremor, mual, muntah, perdarahan lambung dan anuria
AINS lainnya Asam mefenamat dan Meklofenamat digunakan sebagai analgesik, sebagai anti inflamasi kurang efektif dibanding aspirin, tidak dianjurkan untuk anak, wanita hamil dan pemakaian >7 hari Terikat sangat kuat pada protein plasma perhatikan interaksi dengan antikoagulan
Efek samping: dispepsia, iritasi lambung, diare, alergi(eritem kulit, bronkospasme), anemia hemolitik Dosis: 2-3kali 250-500mg Diklofenak: absorbsi cepat dan lengkap Efek samping: mual, gastritis, eritema kulit, sakit kepala Tidak disarankan pada waktu wanita hamil Dosis dewasa; 100 150 mg sehari terbagi 2-3 dosis Ibuprofen bersifat analgesik, antiinflamasinya tidak kuat, tidak dianjurkan pada wanita hamil dan menyusui Absorbsi melalui lambung, kadar maksimum 1-2 jam Efek samping: saluran cerna (lebih ringan dibanding aspirin), eritema kulit, sakit kepala, trombositopenia Dosis: 4 x 400mg Piroksikam: indikasi untuk antiinflamasi sendi (artritis reumatoid, osteoartritis, spondilitis ankilosa), Efek samping: iritasi lambung, pusing, tinitus, nyeri kepala, eritema kulit, Tidak dianjurkan pada wanita hamil, ulcus peptikum dan terapi antikoagulan Dosis: 10 20 mg per hari
Obat Pirai Ada 2 macam: 1. Obat yang menghentikan proses inflamasi akut: kolkisin, fenilbutason, oksifenbutason, indometasin 2. Obat yang mempengaruhi kadar asam urat: probenesid, alopurinol dan sulfinpirazon
Kolkisin Merupakan alkaloid dari bunga leli (Colchicum autumnale) Sifat anti inflamasi-nya spesifik untuk pirai tidak secara umum
Tidak meningkatkan: ekskresi, sintesis atau kadar asam urat dalam darah Indikasi: pirai Dosis: 0,5 0,6 mg tiap jam sampai gejala akut reda atau gangguan saluran cerna timbul
Alopurinol Menurunkan kadar asam urat Obat ini bekerja menghambat xantin oksidase, enzim yang mengubah hipoxantin xantin asam urat
Efek samping: reaksi kulit (kemerahan), alergi (demam, menggigil, leukopenia, leukositosis, eosinofilia, artralgia, pruritus) Dosis: 200 400 mg sehari
Referensi 1. Deglin, Vallerand, 2005, Pedoman Obat Untuk Perawat, Jakarta, EGC 2. Ganiswarna, 1995, Farmakologi dan Terapi, Jakarta, FKUI 3. Kee, Hayes, 1996, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan, Jakarta, EGC