Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH SISTEM PERTANIAN TERPADU BERKELANJUATAN

Sistem Pertanian Terpadu Mendukung Swasembada Pangan

OLEH :

Disusun oleh : Nama : Rosyid Abdul Hamid NIM : H0512105

JURUSAN PETERNAKAN B FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala nikmat yang dilimpahkan. Tidak ketinggalan sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepangkuan beliau nabi Muhammad SAW. Semua kekuatan, daya dan upaya adalah datang dari Allah SWT. Oleh karenanya kami mengakui kekurangankekurangan yang ada dalam makalah ini. Kami mempunyai harapan semoga makalah yang berjudul Sistem Pertanian Terpadu Mendukung Swasembada Pangan ini dapat bermanfaat. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu atas tersusunnya makalah ini, yakni : 1. Bp. Jati selaku dosen makul Sistem Petanian Terpadu Berkelanjutan yang telah membimbing kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan. 2. Berbagai pihak yang telah menyediakan sumber tulisan tentang Sistem Pertanian Terpadu Mendukung Swasembada Pangan yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu. 3. Teman-teman jurusan peternakan kelas B yang senantiasa memberi dukungan dan motivasinya kepada kami.

Surakarta, Penulis

April 2013

ii

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i KATA PENGANTAR .................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................... iii BAB 1 PENDAHULUAN .... 1 Latar Belakang Masalah ...... 1 Tujuan dan Manfaat . 2 Ruang Lingkup . 2 BAB II PEMBAHASAN .. 3 Dampak revolusi hijau terhadap ketersediaan pangan . 3 Penggunaan sistem pertanian terpadu dalam pemecahan masalah penyediaan pangan ... 7 BAB III PENUTUP .. 13 Kesimpulan 13 Saran. 13 DAFTAR PUSTAKA 14

iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220 juta jiwa, maka kebutuhan akan pangan sangatlah penting dalam menunjang ketahanan pangan nasional. Kebutuhan yang besar jika tidak diimbangi peningkatan produksi pangan tentu akan menghadapi permasalahan. Jika tidak ada upaya untuk meningkatkan produksi pangan, maka akan menimbulkan masalah antara kebutuhan dan ketersediaan yang harus dipenuhi. Dengan peningkatan jumlah penduduk pertahun rata-rata 1,5 % untuk periode 1990-2000. Sementara peningkatan produksi pertanian di Indonesia dari tahun 1995 hingga 2010 diperkirakan sekitar 1.3 % setiap tahunnya (Simatupang et al., 1995), dengan demikian produksi yang diperoleh tidak dapat mencukupi kebutuhan. Penurunan produksi panen tanaman tersebut diduga akibat meningkatnya intensifikasi pertanian yang menyebabkan hilangnya biodiversitas organisme dalam tanah karena menurunnya jumlah dan diversitas masukan organik kedalam rantai makanannya, dan adanya penggunaan bahan kimia serta modifikasi iklim mikro. Berubahnya biodiversitas dalam tanah mempengaruhi grup fungsional penting, seperti simbion (berperan penting dalam siklus hara), grup penggali tanah (ecosystem engineer) (berperan penting dalam mempertahankan infiltrasi tanah), dan predator (berperan penting dalam pengendalian hama dan penyakit). Meningkatnya intensifikasi pertanian ini dimulai sejak tahun 1960an akibat dari pengaruh penggunaan teknologi pertanian maju dari negara Barat yang dikenal dengan istilah revolusi hijau (green revolution). Awalnya, revolusi hijau di Indonesia mampu meningkatkan produksi pangan (khususnya padi) secara spektakuler. Namun sukses tersebut, harus dibayar mahal. Berbagai masalah serius sekarang bermunculan akibat revolusi hijau, seperti kerusakan lingkungan (ekosistem), marjinalisasi petani gurem dan
1

buruh tani, rendahnya tingkat pendapatan petani, ketidakmandirian petani, dan ketidaksehatan produk yang dikonsumsi masyarakat. Masalah tersebut menunjukkan kekeliruan penerapan kebijakan revolusi hijau yang pada akhirnya mempengaruhi produksi pangan. Lantas, selanjutnya diperlukan suatu kebijakan sistem pertanian agar dapat mendukung jumlah produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin meningkat. Kebijakan yang dimaksud ialah mencanangkan suatu pola sistem pertanian yang berkelanjutan, dimana dalam penerapannya mengutamakan keseimbangan ekologi dengan meningkatkan keanekaragaman hayati dan memenfaatkan bahan-bahan limbah organik yang ramah lingkungan. Sehingga ketersediaan pangan dapat terpenuhi. B. Manfaat dan Tujuan Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan peran dan pola sistem pertanian terpadu dalam kaitannya mendukung ketersediaan dalam rangka swasembada pangan. C. Ruang Lingkup Dalam makalah ini akan dibahas mengenai masalah dampak revolusi hijau pada ketersediaan pangan dan pemecahannya menggunakan sistem pertanian terpadu dalam kaitannya dengan ketersediaan pangan dalam rangka swasembada pangan.

BAB II
2

PEMBAHASAN A. Dampak revolusi hijau terhadap ketersediaan pangan Revolusi hijau mulai muncul dan berkembang pada tahun 1960-an. Saat itu terjadi revolusi industri besar-besaran di negara Barat, yakni tepatnya di negara Inggris. Tidak hanya dibidang industri saja, akan tetapi juga terjadi revolusi di bidan pertanian. Perubahan ini ditandai dengan penggunaanpengunaan teknologi baru dibidang pertanian. Teknologi tersebut diantaranya ialah penggunaan pestisida untuk memberantas hama, penggunaan pupuk kimia, teknologi kultur jaringan (transgenik), penyemprotan herbresida, dan lain-lain. Sebenarnya pada awal penerapannya, sistem ini menghasilkan produksi tanaman pangan yang banyak. Karena reaksi penggunaan bahanbahan kimia pada pertanian (pupuk kimia, pestisida, herbrisida) sangatlah cepat sehingga dapat mempercepat proses menyuburkan tanah, pemberantasan hama dan gulma. Namun setelah beberapa tahun kebijakan ini diterapkan ternyata diketahui bahwa dengan penggunaan bahan-bahan kimia diatas pada lahan pertanian secara terus menerus dapat mengakibatkan berbagai masalah yang kompleks. Masalah tersebut misalnya dalam penggunaan pupuk kimia secara terus-menerus dan tanpa kendali ternyata dapat mengganggu keseimbangan biodiversitas unsur hara didalam tanah. Pupuk kimia yang biasanya digunakan ialah pupuk NPK (nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) ). Pupuk N mudah teroksidasi, sehingga cepat menguap atau tercuci sebelum tanaman menyerap seluruhnya. Pupuk P diperlukan dalam jumlah banyak karena selain untuk memenuhi kebutuhan tanaman juga untuk menutup kompleks pertukaran mineral tanah agar selalu dapat tersedia dalam larutan tanah. Pemupukan K atau unsur hara lain dalam bentuk kation, akan banyak yang hilang kalau diberikan sekaligus, karena tanah masam hanya mempunyai daya ikat kation yang sangat terbatas. Unsur hara yang diberikan dalam bentuk kation mudah sekali tercuci dan mudah hilang. Hal ini akan menyebabkan tingkat produktivitas tanah menurun dan lama kelamaan tanah akan menjadi masam, kemudian tidak bisa ditanami
3

tumbuhan apapun. Kondisi ini mempengaruhi proses bercocok tanam dan ketersediaan pangan. Selanjutnya dalam pemberantasan tanaman gulma seperti alangalang dengan menggunakan bahan kimia, yakni dengan memakai herbisida. Penggunaan herbisida yang berlebihan ini dapat menyebabkan bahaya keracunan pada si pemakai dan pada produk pertanian yang dihasilkan serta pencemaran lingkungan. Tanaman transgenic yang berkembang sejak masa revolusi hijau awalnya dianggap sebagai tanaman yang sempurna karena perannya dalam menghasilkan produk pertanian yang bermutu tinggi dan cara perawatannya yang relative mudah. Tanaman transgenik dibuat dengan menggunakan teknik biologi molekuler yang memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi menyisipkan gen-gen gen tertentu, tersebut membuat ke duplikatnya, penerima kemudian dengan duplikat tanaman

menggunakan alat (yang paling umum dipakai adalah bakteri tanah, disebut Agrobacterium). Ketika sel tanaman penerima membelah diri, DNA baru dari tanaman asal (yang dibawa oleh Agrobacterium) tergandakan dan terpindahkan ke dalam sel baru tersebut. Keberadaan gen baru ini akan mempengaruhi keturunan dari tanaman tersebut, baik dari segi sifatnya bahkan penampilannya. Namun, ternyata tanaman transgenik memiliki dampak negatif baik pada pertanian maupun pada lingkungan, diantara dampak tanaman transgenik yang terjadi antara lain ialah hasil panen lebih rendah, biaya produksi lebih tinggi, peningkatan penggunaan bahan kimia pertanian, hama menjadi kebal, akan muncul virus tanaman baru yang lebih berbahaya karena proses adaptasi dari virus tersebut, dan dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati. Faktor gen yang merubah tanaman transgenik memiliki peranan besar terhadap resistensi hama khususnya serangga, namun hal ini harus terus diperhatikan oleh para peneliti. Hama yang menyerang tanaman transgenik juga mampu beradaptasi, sehingga hama tersebut lama kelamaan akan kebal terhadap sesuatu yang asing atau racun dari tanaman transgenik tersebut.
4

Kondisi hama yang mampu bertahan dalam tanaman transgenik ini sulit untuk ditangani, salah satu caranya ialah meningkatkan dosis dari pestisida karena bila tidak dapat maka akan menyebabkan seluruh jenis tanaman transgenik tersebut akan mati, dan penanaman tanaman menjadi sia-sia. Sebagai contoh padi tahan hama wereng, apabila wereng mampu beradaptasi dengan tanaman padi transgenik tersebut maka akan menyebabkan kegagalan panen yang cukup besar. Kegagalan panen tersbut karena hama wereng sudah tahan terhadap pestisida yang sering digunakan. Disisi lain apabila dosis pestisida ditingkatkan maka akan dapat mengganggu kualitas tanaman padi transgenik tersebut dan akan mencemari lingkungan. Pengaruh dari tanaman transgenik adalah munculnya hama super (untuk tanaman transgenik yang tahan pada serangga hama tertentu. Misalnya hama tersebut dapat beradaptasi dengan racun B. thuringiensis yang gennya sudah disisipkan pada tanaman transgenik). Menurut Zhu Zen pakar genetika dari the Beijing-based Institute of Genetics and Developmental Biology, Chinese Academy of Sciences (CAS), yang mengembangkan genetika Bt and CpTI , setelah sepuluh tahun para peneliti yakin bahwa para petani tidak akan menggunakan pestisida untuk membasmi hama serangga pada tanaman padi transgenik karena serangga sudah resisten terhadap hama. Penggunaan pestisida dianggap sangat membantu dalam pemberantasan hama tanaman, karena didalamnya terkandung suatu zat berracun yang dapat membunuh hama tanaman. Zat berracun tersebut tergantung jenis pestisidanya. Adapun jenis pestisida yang sering digunakan dan dikenal dalm bidang pertanian ialah : Class Insecticide Fungicide Herbicide Rodenticide Plant growth Target pest Insects Fungi, mold Weeds, plants Rats, mice None
5

Remarks Kills insects or larvae Controls plant diseases Total herbicide kill all plants selective herbicide controls weeds Control rodents Control the size of plants, e.g., keep

regulator Acaricide Pheromone Repellent Nematicide Mites Insects Insects

stems of cereals short Control mites, aphids, and so on Attracts insects into traps, controls mating Kills worms and similar parasites

Nematodes, worms Repels insects without killing them

Tanpa kita sedari, dibalik pemakaian pestisida yang dilakukan secara terus menerus dan dalam dosis yang tinggi ternyata dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan, tanah, dapat merusak stabilitas ekositem dan menyebabkan hilangnya hayati. Selain itu juga dari sebuah penelitian terungkap bahwa penggunaan pestisida ini dapat memunculkan jenis hama serangga yang lebih ganas akibat ketergantungan terhadap pestisida dalam pemberantasan hama sehingga lambat laun serangga tersebut beradaptasi dan menjadi kebal terhadap semua jenis pestisida. Pernyataan ini sesuai dengan contoh penelitian yang dilakukan oleh Mohammadi Sharif H, dkk (2007) yang menyatakan bahwa kumbang daun perusak kentang Leptinotarsa decemlineata di Iran memiliki resistensi yang tinggi terhadap pestisida, dan semakin lama daya tahan terhadap pestisida semakin meningkat. Revolusi hijau dalam jangka waktu lama telah menimbulkan permasalahan kompleks pertanian, mulai dari pencemaran lingkungan yang menyebabkan kerusakan alam serta tingkat produktivitas tanah menghilang dan juga munculnya jenis hama baru yang lebih ganas. Apabila cara atau sistem pertanian revolusi hijau ini terus dilakukan maka bukan tidak mungkin akan mengakibatkan kegagalan panen dalam sekala besar. Kondisi ini akan menyebabkan terganggunya ketersedian pangan, baik tingkat lokal maupun nasional. Maka diperlukan suatu penanganan yang optimal dan berkelanjutan. B. Penggunaan sistem pertanian terpadu dalam pemecahan masalah penyediaan pangan

Sistem pertanian terpadu merupakan sitem pertanian yang selaras dengan kaidah alam, yaitu mengupayakan suatu keseimbangan alam dengan membangun suatu pola relasi yang saling menguntungkan dan berkelanjutan di antara setiap jenis komponen ekosistem pertanian yang terlibat, dengan meningkatkan keanekaragaman hayati dan memanfaatkan bahan-bahan limbah organik. Pada prinsipnya sistem pertanian terpadu ini menitikberatkan pada usaha pengendalian masalah lingkungan pada tingkat lokal, regional dan nasional/global sehingga dapat tercapai sistem bercocok tanam yang berkelanjutan dan tidak akan mempengaruhi jumlah produksi pangan malah akan mendukung ketersediaannya. Prinsip tersebut memiliki kriteria : 1. Tingkat lokal (petani) A. Dapat mempertahankan sumber alam sebagai penunjang produksi tanaman untuk jangka panjang, dengan cara : Mengontrol erosi dan memperbaiki struktur tanah Mempertahankan keseimbangan hara Mengusahakan diversifikasi tanaman di lahannya B. Dapat mempertahankan produktivitas lahan dengan tenaga kerja yang cukup Swa-sembada penyediaan pangan, kayu bakar dan hasil sampingan lainnya C. Dapat mengatasi risiko gagal panen akibat musim yang kurang cocok, hama, penyakit, gulma dan turunnya harga pasaran, melalui : Mempertahankan diversifikasi (setiap komponen dengan kesuburan tanah dengan cara menjaga

kelebihannya masingmasing) Mampu bertahan bila mengalami kegagalan dalam produksi D. Dapat menyediakan dan memberikan peluang untuk perbaikan dan pengembangan :

Penelitian pada tingkat petani untuk mendapatkan teknologi yang dibutuhkan Paket teknologi yang cocok untuk berbagai kondisi 2. Tingkat Regional (desa) E. Tidak ada efek negatif terhadap lingkungan, misalnya: Tidak ada erosi atau pengendapan dan pendangkalan pada sungai dan danau Tidak ada pencemaran air tanah maupun air permukaan Tidak terjadi pencemaran yang berkaitan dengan agroindustri F. Tidak terdapat 'kelaparan' tanah (yang berkaitan dengan A dan B): Tidak ada perambahan terhadap sumber daya hutan dan suaka alam 3. Tingkat Nasional/Global G. Tidak ada ketergantungan terhadap sarana produksi yang berasal dari industri ataupun bahan import H. Tidak menimbulkan masalah emisi gas yang dapat merubah komponen iklim. Sedangkan Berdasarkan kriteria yang dikemukakan Van der Heide et al., 1992, suatu sistem pengelolaan tanah dapat dikatakan berkelanjutan atau sustainable apabila memenuhi beberapa tanda berikut : 1. Menekan penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu 2. Menekan gangguan gulma 3. Menekan serangan hama dan penyakit 4. Menekan erosi tanah 5. Mempertahankan keberagaman tanaman (diversifikasi) Dalam sistem pertanian terpadu penentuan strategi pengelolaan tanah dipengaruhi oleh tujuannya, untuk jangka pendek atau jangka panjang. Misalnya bagi petani kecil menanam tanaman yang kurang tahan terhadap kemasaman tinggi tetapi bernilai ekonomis tinggi dapat ditumpangsarikan atau bergilir dengan tanaman yang toleran terhadap kemasaman tinggi. Menanam tanaman yang toleran terhadap kandungan Al tinggi ini akan
8

berguna untuk jangka panjang melalui perbaikan sifat fisik tanah dan mempertahankan kandungan bahan organik tanah. Dari hasil penelitian BMSF (Biological Management of Soil Fertility) pada Ultisols di daerah Pakuan Ratu, Lampung, selama 15 tahun, telah menghasilkan sepuluh prinsip pengelolaan tanah-tanah secara biologi yang apabila dituliskan dalam Bahasa Inggris huruf awal setiap butir dapat membentuk kata yang mudah diingat yaitu MOTHER SOIL yang kepanjangannya sebagai berikut: M aintain biodiversity O ptimize biological N2 fixation T une demand for and supply of N to minimize losses and need for fertilizer. H ave deep-rooted components included as safety-nets for leaching nutrients E ffectice acid soil tolerant germplasm and Al-detoxification by organic matter R eplace phosphorus and cations exported in harvested products S upply permanent soil cover O mit or minimize soil tillage I ntegrate service components (cover crops, trees) into the cropping system L et excessive rainfall escape via by-pass flow channels Prinsip pengelolaan pertama mother, perhatian lebih dipusatkan kepada usaha mempertahankan keanekaragaman hayati (M) melalui pengelolaan bahan organik tanah, pengaturan penyediaan hara dan meningkatkan efisiensi serapan hara. Khusus untuk penyediaan hara N, menanam tanaman legume berpotensi untuk mempertahankan konsentrasi N dalam tanah (O). Mengingat tingginya mobilitas N dalam tanah, pemilihan kualitas bahan organik merupakan strategi yang paling mendasar untuk meningkatkan sinkronisasi ketersediaan hara dengan saat tanaman membutuhkannya (T). Sinkronisasi hara ini juga dapat ditingkatkan dengan pemilihan tanaman yang berperakaran dalam yang dapat berperan sebagai jaring penyelamat hara (H). Pemilihan varietas tanaman yang toleran terhadap Al perlu dipertimbangkan untuk mengurangi penggunaan kapur
9

yang dapat meningkatkan N tercuci ke lapisan bawah (E). Selain daripada itu pengelolaan harus diusahakan untuk mengganti hara terutama P yang hilang terangkut panen (R). Kelompok ke dua soil, di mana pengelolaan lebih difokuskan untuk jangka panjang yaitu mempertahankan sifat fisik tanah. Usaha pengelolaan sifat fisik tanah harus dipusatkan kepada perbaikan porositas tanah untuk mengurangi limpasan permukaan dan erosi melalui penutupan permukaan tanah (S) dan menghindari atau meminimalkan pengolahan tanah (O). Penggunaan tanaman legume penutup tanah atau pepohonan dalam satu pola tanam yang permanen serta usaha pengembalian sisa panenan dapat menjadi pelindung lapisan permukaan tanah dari erosi, kekeringan.dan tumbuhnya gulma alang-alang (I). Akar-akar tanaman penutup tanah yang telah mati akan meninggalkan rongga besar yang dapat berfungsi sebagai jalur cepat aliran air, sehingga akan mengurangi genangan air hujan yang berlebihan (L). Berdasarkan pada uraian panjang lebar diatas maka usaha pengelolaan tanah masam secara biologi dan terintegarasi nampaknya merupakan strategi pengelolaan yang lebih menjanjikan untuk mencapai produktivitas yang berkelanjutan. Sistem pertanian terpadu yang menunjang atau mendukung ternyata telah diadopsi oleh negara besar yakni Amerika Serikat. Pada bulan Januari 1988, Departemen Pertanian Amerika Serikat (United States Departement of Agriculture / USDA) telah mereformasi kebijakan pertaniannya. USDA mengeluarkan kebijakan bersejarah, yaitu Low-input, sustainable agriculture (LISA). LISA adalah suatu sistem pertanian terpadu yang merupakan kombinasi dari berbagai teknologi atau metode bertani yang dipadukan dalam suatu rencana manajemen usahatani yang utuh. Kombinasi tersebut merupakan suatu kesatuan dari bermacam-macam metode bertani, misalnya : perpaduan antara pengendalian hama terpadu, kontrol biologis, dan pergiliran tanaman yang berbasiskan tanaman kacang-kacangan (legume). Teknologi atau metode tersebut mencakup suatu kesatuan pendekatan yang pada derajat
10

tertentu menyimpang dari metode pertanian konvensional (teknologi modern) yang diadopsi secara meluas. Kebijakan LISA dilatarbelakangi oleh situasi yang dialami petani Amerika pada dekade 1980-an. Petani menghadapi tekanan finansial akibat penurunan dalam hal : jumlah ekspor produk pertanian, harga komoditi, dan nilai tanah. Solusi tradisional dengan cara memacu produksi, malah makin menjatuhkan harga komoditi pertanian. Petani juga berada di bawah tekanan publik untuk mengurangi polusi akibat penggunaan pupuk kimia dan pestisida serta mengurangi erosi (lahan). LISA, secara sederhana, dimaksudkan untuk memenuhi dua kepentingan petani yaitu : produksi dan konservasi. Pendekatan konvensional dengan teknologi modern cenderung mengabaikan faktor konservasi sumberdaya atau proteksi lingkungan. Walaupun merupakan sesuatu yang penting dan dibutuhkan, konservasi bagi petani cenderung dianggap sebagai beban atau pembatas maksimisasi keuntungan. Pemerintah AS lalu menyediakan bantuan teknis dan finansial untuk mendukung kepentingan tersebut. Kebijakan LISA, secara konseptual mempunyai dua tujuan utama yaitu : memperbesar pendapatan (petani) serta memelihara lingkungan melalui pembangunan suatu sistem atau praktek pertanian terpadu. Tujuan yang lebih mendasar dari LISA adalah penyediaan pangan dan hasil pertanian lain secara berkelimpahan lewat cara-cara yang tidak membahayakan manusia dan lingkungan serta menciptakan keberlanjutan pertanian demi kelangsungan hidup generasi mendatang. LISA kelebihannya. dipilih Secara sebagai kebijakan alternatif karena beberapa teknologis, sistem pertanian LISA berpotensi

mengurangi ketergantungan petani pada pembelian berbagai input eksternal pertanian sehingga dapat memperbesar keuntungan petani. Bahkan, dari sudut penambahan lapangan kerja dan diversifikasi usaha, LISA diyakini berpotensi membangkitkan kekuatan vital untuk menghidupkan kembali daerah pedesaan. Di pihak lain, sistem LISA diyakini dapat membawa dampak yang
11

menguntungkan masyarakat, seperti : pengurangan kerusakan lingkungan akibat erosi tanah dan pencemaran bahan kimia terhadap air, tanah dan udara, pengurangan beban pajak konsumen dalam program bantuan harga dari pemerintah federal, penghematan bahan bakar fosil (minyak bumi), serta pemeliharaan keberlanjutan pertanian bagi generasi di masa depan. Kebijakan LISA di AS menunjukkan adanya suatu kesadaran baru yang tidak lagi melihat pencapaian tingkat produksi tertentu sebagai satusatunya tujuan. Implikasi tujuan ini terhadap faktor lain seperti lingkungan (ekologi), sosial-budaya, ekonomi dan politik menjadi sama pentingnya dengan tujuan itu sendiri. Implikasi kebijakan (LISA) ini, dipikirkan secara serius oleh pemerintah Amerika Serikat. Berbagai kajian dan penelitian baik yang sifatnya teoritis maupun empiris dilakukan secara intensif. Petani serta semua pihak yang berkepentingan dilibatkan secara penuh. Berbagai akses, fasilitas, insentif dan jaminan disediakan bagi petani. Kajian sementara menunjukkan bahwa sistem pertanian berkelanjutan sangat menjanjikan, mengingat banyak keuntungan yang bisa diraih dari sistem tersebut, baik secara ekonomis, sosiologis maupun ekologis.

12

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Sistem pertanian terpadu berkelanjutan dinilai sebagai sistem pertanian yang paling optimal dan ramah lingkungan dalam upaya penyediaan pangan. Sistem ini mempunyai prinsip : menekan penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu, menekan gangguan gulma, menekan serangan hama dan penyakit, menekan erosi tanah, mempertahankan keberagaman tanaman (diversifikasi) serta berprinsip MOTHER SOIL. Sehingga akan tercapai produktivitas yang maksimal dan akan mendukung ketersediaan pangan. B. Saran Pemerintah seharusnya mendukung dan mulai menerapkan sistem pertanian terpadu berkelanjutan ini dengan cara mengenalkan sistem ini kepada petani dan memberikan dana intensif sebagai bantuan untuk membangun sistem pertanian ini. Kemudian mencontoh keberhasilan negara Amerika Serikat yang menerapkan sistem LISA (Low-input, sustainable agriculture), yang mempunyai prinsip utama yaitu memperbesar pendapatan (petani) dan memelihara lingkungan melalui pembangunan suatu sistem atau praktek pertanian terpadu.

DAFTAR PUSTAKA

13

http://nad.litbang.deptan.go.id/ind/images/stories/pdf/pangan.pdf pada hari Senin, 22 april 2013 pukul 09.46 WIB. http://pertanianberlanjut.lecture.ub.ac.id/files/2011/03/1_AGR28306_VanNoordw ijk.pdf diakses pada hari Minggu, 07 april 2013 pukul 10.18 WIB. http://www.worldagroforestry.org/sea/Publications/files/book/BK002804/BK0028-04-3.pdf pada hari Jum'at, 19 april 2013 pukul 13.57 WIB. http://www.elsppat.or.id/download/file/w12_a2.pdf pada hari Minggu, 07 april 2013 pukul 09.58 WIB. Irwan, ZD. 2010. Prinsip-Prinsip Ekologi. Jakarta. Bumi Aksara.

14

Anda mungkin juga menyukai