Anda di halaman 1dari 8

BAB II LANDASAN TEORI

II.A. Modal Sosial II.A.1. Definisi Modal Sosial Menurut Birdsall (dalam Kartasasmita, 1997), modal sosial merupakan sumber kekuatan yang dihasilkan oleh manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Di dalam masyarakat sendiri tersimpan sejumlah potensi dan kekuatan, yang bila didayagunakan secara baik akan memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan. Modal sosial itu sendiri menurut Cohen dan Prusak (dalam Ancok, 2007) adalah kumpulan dari hubungan yang aktif di antara manusia; rasa percaya, saling pengertian dan kesamaan nilai dan perilaku yang mengikat anggota dalam sebuah jaringan kerja dan komunitas yang memungkinkan adanya kerjasama. Sedangkan menurut Fukuyama (dalam Ancok, 2007), modal sosial adalah serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka. Pendapat Fukuyama ini sejalan dengan pendapat Coleman (dalam Arifin, 2003) bahwa Modal sosial merupakan kemampuan masyarakat untuk bekerja sama dengan mencapai tujuan bersama di dalam berbagai kelompok dan organisasi. Modal sosial menunjuk pada ciri-ciri pada organisasi sosial yang berbentuk jaringan-jaringan horisontal yang di dalamnya berisi norma-norma yang memfasilitasi koordinasi, kerja sama, dan saling mengendalikan yang manfaatnya bisa dirasakan bersama anggota organisasi (Putnam, dalam Rajab, 2005). Dari beberapa definisi di atas, maka yang dimaksud dengan modal sosial adalah serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal, seperti rasa saling percaya, saling pengertian, kesamaan nilai dan perilaku, yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok masyarakat yang

Universitas Sumatera Utara

memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka dan akhirnya mencapai tujuan bersama. II.A.2. Cara kerja Modal Sosial Menurut Fukuyama (dalam Rahardjo, 2003; Rajab, 2005), kerjasama yang ada dalam modal sosial membentuk suatu organisasi dimana para anggotanya secara sukarela menyerahkan sebagian hak-hak individunya untuk bekerja bersama-sama mencapai suatu tujuan, berdasarkan aturanaturan yang disepakati. Kesepakatan tersebut menyebabkan setiap orang melaksanakan kewajibannya masing-masing secara bebas tanpa perlu diawasi, karena satu sama lain menaruh kepercayaan bahwa setiap orang akan melaksanakan kewajibannya. Itulah yang disebut saling percaya (mutual trust), karena setiap orang berusaha untuk mengemban amanah. Apabila anggota kelompok mengharapkan anggota-anggotanya berperilaku jujur dan terpercaya, mereka akan saling mempercayai. Kepercayaan ibarat pelumas yang membuat jalannya organisasi menjadi lebih efisien dan efektif. Sedangkan menurut Coleman (dalam Rajab, 2005), modal sosial yang efektif cenderung lebih tertutup dan lebih ketat. Jaringan komunitas yang dikembangkan kelompok-kelompok perantau di berbagai daerah lazimnya dibuat eksklusif, yang keanggotaannya didasari relasi kekerabatan dan kesamaan daerah, bahasa, etnis, dan agama.

II.A.3. Dampak positif dan negatif Modal Sosial Dampak positif dari penerapan dan pengembangan modal sosial menurut Putnam (dalam Ikhsan, 2007) adalah : a. semangat charity (amal) b. volunteerism (kesukarelawanan) c. civil involvement (keaktifan warga). Sedangkan dampak negatifnya menurut Putnam (dalam Rajab, 2005) dan Sciarrone (dalam Ikhsan, 2007) adalah berkembangnya praktik mafia. Jaringan internal yang kuat dan kemampuan dalam menjual security (perlindugan) adalah resep dasar suksesnya kejahatan terorganisasi ini.

Universitas Sumatera Utara

II.B. Manajemen Sumber Daya Manusia II.B.1. Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Handoko (dalam Sutejo, 2007), manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu maupun organisasi. Untuk itu manajemen sumber daya manusia perlu dikelola secara profesional dan baik agar dapat terwujudnya keseimbangan antara kebutuhan pegawai dengan tuntutan perkembangan teknologi dan lingkungan serta kemampuan organisasi. Keseimbangan tersebut merupakan kunci utama suatu organisasi agar dapat berkembang secara produktif dan wajar. Sedangkan menurut Mondy dan Noe (dalam Sutejo, 2007), manajemen sumber daya manusia merupakan pendayagunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi. Dari kedua definisi di atas, maka yang dimaksud dengan manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan sumber daya manusia dengan cara penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, yang profesional untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi.

II.B.2. Tanggung Jawab Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Dessler (dalam Sutejo, 2007), tanggung jawab

manajemen sumber daya manusia adalah : a. Menempatkan orang yang benar pada pekerjaan yang tepat b. Memulai pegawai baru dalam organisasi (orientasi) c. Melatih pegawai untuk jabatan yang bagi mereka masih baru d. Meningkatkan kinerja jabatan dari setiap orang e. Mendapatkan kerja sama kreatif dan mengembangkan hubungan kerja sama yang mulus f. Menginterpretasikan kebijakan dan prosedur organisasi g. Mengendalikan biaya pegawai h. Mengembangkan kemampuan dari setiap orang

Universitas Sumatera Utara

i. Menciptakan dan mempertahankan semangat kerja organisasi j. Melindungi kesehatan dan kondisi fisik pegawai. II.C. Budaya Mandailing Menurut Ritonga (2002), orang Mandailing memperhitungkan hubungan keturunannya secara patrinieal. Suatu kelompok kekerabatan dihitung berdasarkan satu ayah, satu kakek atau satu nenek moyang. Perhitungan berdasarkan satu ayah disebut dengan saamang, satu kakek disebut saompung. Orang Mandailing biasanya dapat menunjukkan garis hubungan kekerabatan dengan kaum kerabatnya sampai jauh kembali ke atas beberapa generasi. Tiap-tiap desa di Mandailing mempunyai sebuah balai desa tempat pelaksanaan sidang-sidang pengadilan dan sidang-sidang adat lainnya. Adat Mandailing sudah banyak dipengaruhi oleh agama Islam selain dipengaruhi beberapa bagian unsur Minangkabau. Orang Mandailing tinggal di desa-desa yang terdiri atas 100 sampai 200 rumah. Pedesaan ini terbentang di antara Bukit Barisan di kabupaten Tapanuli Selatan dan kabupaten Mandailing Natal. Kota-kota pasar berperan sebagai pusat kegiatan bagi desa-desa. Rumah-rumah yang didirikan mengambil arsitek Melayu. Rumah ini terdiri atas beberapa kamar dan menggunakan atap seng. Dari segi geografis, Mandailing berada di sepanjang jalan raya lintas sumatera di daerah Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal sekitar 40 km dari Padang Sidimpuan ke selatan dan sekitar 150 km dari Bukit Tinggi ke utara. Budaya Mandailing Berbatasan dengan : 1. Sebelah utara dengan daerah Angkola 2. Sebelah barat dengan daerah Pesisir 3. Sebelah selatan dengan daerah Minangkabau 4. Sebelah timur dengan daerah Padang Lawas Budaya Mandailing didukung oleh suku Mandailing yang terbagi ke dalam beberapa marga. Marga didasarkan atas generasi keturunan ayah. Margamarga di Mandailing meliputi : 1. Nasution 2. Lubis 3. Pulungan 4. Rangkuti 5. Batubara 6. Daulae 7. Matondang 8. Parinduri 9. Hasibuan

Universitas Sumatera Utara

Bahasa Mandailing merupakan media utama budaya Mandailing. Bahasa Mandailing memiliki ragam bahasa seperti bahasa andung (bahasa ratapan), bahasa adat (bahasa untuk upacara adat), bahasa perkapur (bahasa waktu di hutan), bahasa na biaso (bahasa sehari-hari), dan bahasa bura (bahasa kasar). Untuk bahasa Mandailing ini, budaya Mandailing memiliki sistem tulisan Mandailing yang dikenal dengan Aksara Mandailing. Menurut struktur masyarakat Mandailing, kekuasaan berada di bawah prinsip Dalihan Na Tolu. Dalihan Na Tolu ini meliputi unsur-unsur kekuasaan seperti Raja dan Namora Ba Toras. Kekuasaan Raja dibagi lagi ke dalam kelompok yang berada di bawah Raja Panusunan, Raja Ihutan, Raja Pamusuk, Taja Sioban, Ripe dan Suhu. Menurut Nasution (2005), sifat orang Mandailing adalah suka merantau, religius, kritis, mudah menyesuaikan diri, berani menegakkan kebenaran dan mempunyai rasa malu yang besar (parsulaha). Sifat perantau orang Mandailing telah menyebabkan mereka tersebar di seluruh Indonesia dengan berbagai profesi, bahkan sampai ke luar negeri, seperti Malaysia, Saudi Arabia, Eropa dan lain-lain.

II.C.1. Definisi Budaya Mandailing Menurut Griffin dan Ebert (dalam Sutejo, 2007), budaya adalah suatu sistem makna yang dimiliki bersama oleh suatu kelompok atau organisasi yang membedakannya dengan kelompok atau organisasi yang lain. Sedangkan menurut Schein (dalam Sutejo, 2007), budaya adalah asumsi-asumsi dan keyakinan-keyakinan dasar yang dirasakan bersamasama oleh para anggota dari suatu kelompok atau organisasi. Asumsi-asumsi dan keyakinan tersebut menyangkut pandangan kelompok mengenai dunia dan kedudukannya, dalam dunia tersebut, sifat dari ruang lingkup, sifat manusia, dan hubungan manusia. Dari kedua definisi di atas, maka yang dimaksud dengan budaya mandailing adalah asumsi-asumsi dan keyakinan-keyakinan dasar yang dirasakan bersama-sama oleh orang-orang Mandailing.

Universitas Sumatera Utara

II.C.2. Nilai-Nilai Budaya Mandailing Menurut Ritonga (2002) ada beberapa nilai yang dipegang teguh oleh orang-orang mandailing dari zaman dahulu sampai sekarang. Nilai-nilai tersebut adalah : a. Nilai budaya manusia dengan manusia 1) Nilai budaya musyawarah : Setiap keputusan yang menyangkut kepentingan pribadi, keluarga ataupun masyarakat banyak selalu diambil dengan menggunakan cara musyawarah. Musyawarah ini melibatkan unsur-unsur masyarakat mandailing yang dikenal dengan unsur Dalihan na tolu. 2) Nilai budaya belas kasihan : Mengutamakan kemanusiaan daripada nafsu untuk melukai ataupun membunuh. Rasa belas kasihan mengalahkan keinganan untuk melakukan sesuatu yang kasar dan kejam. 3) Nilai budaya kasih sayang : Nilai kasih dan sayang kepada sesama, baik yang sedang mengalami penderitaan yang sama ataupun tidak. Nilai ini juga dapat menggambarkan nilai budaya solidaritas kepada orang lain. 4) Nilai budaya tenggang rasa : nilai dan perilaku yang toleran dan simpati terhadap sesama manusia, khususnya di dalam keadaan duka atau ditimpa musibah. Nilai ini cenderung berfungsi sebagai perekat ikatan sosial di antara sesama manusia.

b. Nilai budaya manusia dengan hidup 1) Nilai budaya keberanian : menggambarkan sifat keberanian terhadap kebenaran. 2) Nilai budaya penegakan hukum : mengandung ajaran yang menganjurkan masyarakat untuk menghargai hukum adat yang telah diwariskan oleh nenek moyang secara turun temurun. Melalui ajaran ini hukum adat tidak memandang bulu apakah itu anak raja atau

Universitas Sumatera Utara

rakyat biasa, semuanya harus tunduk kepada keputusan hukum adat. Sekali hukum diputuskan, maka hukum harus ditegakkan. 3) Nilai budaya menjunjung adat dan pekerti : nilai budaya yang menekankan kepatuhan terhadap adat istiadat serta budi pekerti yang luhur. 4) Nilai budaya keteguhan hati dan kepatuhan : keteguhan hati dan kepatuhan terhadap keputusan yang telah disepakati. Meskipun keputusan yang telah diambil mungkin tidak menguntungkan dan memerlukan pengorbanan, keputusan tersebut tetap akan dijalankan karena sudah menjadi keputusan bersama. 5) Nilai budaya kebijaksanaan : kebijaksanaan mengambil keputusan di dalam waktu yang sangat mendesak. Di dalam situasi yang sulit, seseorang harus mempu menetapkan secara bijaksana langkahlangkah apa yang harus ditempuh untuk menghadapi masalah yang muncul. 6) Nilai budaya kerendahan hati : nilai budaya yang menunjukkan kerendahan hati dalam menghadapi kehidupan di dunia. Meskipun anak raja, seseorang tidak boleh merasa tinggi hatinya dan bersikap sombong. berhadapan Seseorang dengan harus orang merendahkan lain yang hatinya walaupun

mungkin

memerlukan

bantuannya atau belas kasihannya. 7) Nilai budaya persatuan : mengutamakan persatuan daripada kepentingan pribadi sendiri. Seseorang yang mengalami kesulitan dianggap sebagai bagian dari diri atau kelompok sendiri sehingga demi persatuan, orang itu harus dibantu untuk mengatasi kesulitannya. 8) Nilai budaya menuntut ilmu : menuntut ilmu merupakan suatu keharusan. Tanpa ilmu seseorang akan mengalami kesulitan di dalam hidupnya dan tidak dapat mengatasi masalahnya dengan baik. Ilmu dapat membawa kebaikan bagi seseorang. Oleh karena itu tuntutlah ilmu walau harus dilakukan selama kita hidup.

Universitas Sumatera Utara

9) Nilai budaya kejujuran : manusia harus jujur di dalam hidupnya. Ketidakjujuran akan mengakibatkan kerugian yang besar bagi manusia karena ketidakjujuran dapat memerangkap diri sendiri ke dalam kesulitan bahkan kematian.

c. Nilai budaya manusia dengan alam 1) Nilai budaya kepercayaan kepada kekuatan gaib : manusia cenderung melakukan usaha-usaha yang dapat melindungi dirinya dari perbuatan-perbuatan gaib yang mungkin bertujuan tidak baik kepada dirinya. 2) Nilai budaya kepercayaan kepada takdir : takdir merupakan sesuatu yang dating dari Tuhan dan manusia harus dapat menerima dan mempercayainya. Sesuatu yang terjadi, dianggap karena takdir dan diterima dengan pasrah. 3) Nilai budaya suka berdoa : berdoa kepada Yang Maha Kuasa sangat dianjurkan untuk dilakukan sambil berusaha untuk mewujudkan keinganan atau rencana yang sudah dibuat. Musibah atau cobaan dianjurkan dihadapi sambil berdoa kepada Yang Maha Kuasa.

d. Nilai budaya manusia dengan kerja. Nilai budaya ini dapat dijelaskan dengan nilai yang berhubungan dengan nilai budaya manusia dan kerja, yaitu Nilai budaya keteguhan terhadap pekerjaan : keteguhan pekerja keras akan dapat memberikan manfaat kepada seseorang.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai