Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Derajat kesehatan merupakan pencerminan kesehatan perorangan, kelompok, maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan hidup, mortalitas, morbiditas, dan status gizi masyarakat. Sehat dapat mencakup pengertian yang sangat luas, yakni bukan saja bebas dari penyakit tetapi juga tercapainya keadaan kesejahteraan baik fisik, sosial dan mental. Derajat kesehatan yang optimal akan dilihat dari unsur kualitas hidup serta unsurunsur mortalitas yang memengaruhinya, yaitu morbiditas dan status gizi. Untuk kualitas hidup, yang digunakan sebagai indikator adalah angka harapan hidup waktu lahir (Lo). Sedangkan untuk mortalitas telah disepakati lima indikator yaitu angka kematian bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup, angka kematian balita (AKABA) per 1000 kelahiran hidup, angka kematian pneumonia pada balita per 1000 balita, angka kematian diare pada balita per 1000 balita per 1000 balita dan Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI) per 1000 kelahiran hidup. Hasil SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) tahun 2012 menemukan bahwa angka kematian bayi di Indonesia saat ini adalah 32 per 1.000 kelahiran hidup. Di antara angka ini, 19 per 1.000 terjadi pada masa neonatal sejak lahir sampai usia 28 hari. Penyebab utama tingginya angka kematian tersebut antara lain pneumonia, malaria, diare, demam berdarah dengue dan gizi buruk. Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian bayi dan balita dengan peningkatan kualitas tata laksana secara terpadu melalui Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di sarana kesehatan. Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS ) dalam bahasa inggris yaitu Integrated Management of Chilhood Illness ( IMCI ) adalah suatu manajemen melalui pendekatan terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan. Penerapan MTBS secara internasional telah diterapkan di 109 negara berkembang dan telah diakui oleh WHO sebagai salah satu upaya dalam bidang kesehatan yang memberikan dampak dalam upaya penurunan angka kematian bayi dan balita.

Di Puskesmas Jatinom Klaten kegiatan MTBS sudah berjalan dengan baik. Pelaksanaan MTBS diharapkan dapat menurunkan angka kematian balita, memperbaiki status gizi, meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, memperbaiki kinerja petugas kesehatan, dan memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah.

B. Tujuan Pembelajaran Adapun tujuan pembelajaran pada topoik keterampilan MTBS ini adalah diharapkan mahasiswa: 1. Mampu melakukan penilaian balita sakit dengan menggunakan pedoman MTBS. 2. Mampu menentukan klasifikasi masalah balita sakit dengan menggunakan pedoman MTBS. 3. Mampu menilai status gizi balita (klinis dan antropometris) menurut aturan WHO (2005) dan memeriksa adanya penyakit penyerta. 4. Mampu melakukan dan menyarankan tindakan berdasarkan klasifikasi balita sakit pada pedoman MTBS. 5. Mampu melakukan pendampingan konseling balita sakit berdasarkan pedoman MTBS berupa perawatan di rumah dan pemberian nasehat berupa kapan kembali untuk tindak lanjut.

BAB II KEGIATAN YANG DILAKUKAN A. Kegiatan Pra-Lapangan Sebelum dilaksanakan kegiatan lapangan, mahasiswa diharuskan mengikuti pretest dan juga kuliah pengantar yang diadakan oleh pihak Field Lab FK UNS. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada mahasiswa mengenai kegiatan yang akan dilakukan pada saat kegiatan lapangan di puskesmas. Selain itu dapat memicu mahasiswa untuk belajar lebih dalam lagi mengenai topik yang akan dipelajari.

B. Kegiatan Lapangan Hari Pertama (Jumat, 15 Maret 2013) Kegiatan hari pertama dilaksanakan hari Jumat tanggal 15 Maret 2013. Kami menuju ke Puskesmas Jatinom, Klaten sekitar pukul 06.30 WIB dan tiba di Puskesmas sekitar pukul 08.00 WIB. Setiba di puskemas, kami menemui kepala puskesmas yaitu Ibu Efi Kusumawati dan instruktur lapangan yaitu Bapak Bodro Prastowo. Setelah itu kami masuk ke ruang pertemuan puskesmas yang terletak di lantai dua dan saling memperkenalkan diri. Kemudian kami diberi pengarahan mengenai materi MTBS dan kegiatan apa saja yang harus kami lakukan pada kegiatan lapangan kedua. Selain itu kami juga diingatkan untuk membawa beberapa barang yang pada kegiatan lapangan kedua akan kami butuhkan, seperti misalnya form tata laksana balita sakit, senter, termometer dan jam tangan. Kami diberikan form mengenai MTBS dan kami diajarkan cara melakukan anamnesis terhadap balita yang sakit. Penjelasan dan pelaksanaan MTBS juga dibantu oleh petugas puskesmas lainnya yaitu para petugas yang bertugas di poli Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). C. Kegiatan Lapangan Hari Kedua ( Rabu, 20 Maret 2013) Kegiatan lapangan hari kedua dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 20 Maret 2013. Kami tiba di Puskesmas Jatinom sekitar pukul 08.00 WIB. Setiba di puskesmas kami menemui kepala puskesmas yaitu Ibu Efi Kusumawati di ruang kepala puskesmas. Kami mendapatkan sedikit pengarahan kemudian langsung menuju ke poli Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) untuk langsung melaksanakan kegiatan MTBS pada pasien yang berobat pada hari itu. Pasien yang kami dapatkan berjumlah 6 orang. Saya dan salah satu teman

saya mendapat tugas melakukan tatalaksana MTBS pada seorang pasien. Berdasarkan pemeriksaan dengan form MTBS tersebut didapatkan hasil sebagai berikut: Nama anak Jenis Kelamin Umur Berat Badan Panjang Badan Suhu Badan Keluhan Utama Kunjungan : Adifia : Perempuan : 8 bulan : 7 kg : 85,5 cm : 37,3 oC : Pilek, Batuk, Demam : Pertama

Penilaian dan Klasifikasi: Tidak didapatkan tanda bahaya umum. Anak batuk namun bukan pneumonia. Anak batuk selama 3 hari, Respiration Rate (RR) 47 kali/menit, tidak ada tarikan dinding dada, tidak ada stridor. Anak tidak mengalami diare Anak demam namun bukan malaria. Anak sudah demam selama 3 hari, tidak ditemukan kaku kuduk, ada pilek. Anak tidak menderita campak saat ini maupun dalam 3 bulan terakhir. Anak demam mungkin bukan Demam Berdarah Dengue (DBD). Anak tidak mempunyai masalah pada telinga. Status gizi anak sangat kurus, BB/PB <-3SD Anak tidak kelihatan sangat kurus Tidak ditemukan pembengkakan di kedua punggung kaki Anak tidak menderita anemia. Status imunisasi anak sudah sesuai dengan usia yaitu telah mendapatkan imunisasi HBO, BCG, DPT-1, DPT-2, DPT-3, Polio 1, Polio 2, Polio 3, Polio 4. Balita tersebut berumur 8 bulan sehingga belum mendapatkan imunisasi campak. Anak pernah mendapatkan vitamin A. Tidak didapatkan masalah/keluhan lain. Penilaian pemberian makan pasien berusia 8 bulan (< 2 tahun): Ibu menyusui anak ini. Ibu juga menyusui di malam hari. Ibu memberikan ASI eksklusif pada anak.
4

Setelah selesai pelaksanaan MTBS, kami diberikan data untuk pembuatan laporan. Kami juga bertemu kembali dengan kepala puskesmas lalu kami membahas apa saja yang harus kami lakukan pada pertemuan selanjutnya. Dari hasil diskusi kami, pada pertemuan selanjutnya diharapkan kami sudah membuat laporan, baik laporan individual maupun laporan kelompok untuk disampaikan kepada kepala puskesmas dan instruktur kami. Setelah selesai berdiskusi, kami pun pamit dan beranjak pulang ke Solo.

D. Kegiatan Lapangan Hari Ketiga (Rabu, 3 April 2013) Pada pertemuan kedua (Rabu, 3 April 2013), kami melakukan diskusi dan juga menerima segala kritik atau saran dari Kepala Puskesmas Jatinom Klaten atas laporan yang telah kami buat. Setelah semuanya selesai, kami pun mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh pihak yang terkait baik dari Puskesmas Jatinom Klaten serta Fakultas Kedokteran UNS Surakarta atas kelancaran program Field Lab Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

BAB III PEMBAHASAN

Pendekatan MTBS terdiri dari beberapa langkah yaitu, penilaian terfokus, klasifikasi penyakit, identifikasi tindakan, pengobatan, konseling, perawatan di rumah dan kapan kembali. Bagan penilaian terfokus terdiri dari petunjuk dan langkah untuk mencari riwayat penyakit dan pemeriksaaan fisik pada balita sakit. Penilaian terfokus tersebut adalah sebagai berikut: a. Tanda bahaya umum Tanda bahaya umum yang diperhatikan pada saat MTBS meliputi 3 hal yaitu: Apakah anak bisa minum/menyusu? Apakah anak selalu memuntahkan semuanya? Apakah anak menderita kejang? Apakah anak letargis atau tidak sadar?

Pada pasien yang kami tangani, An. Adifia tidak ditemukan adanya tanda bahaya umum seperti yang disebutkan di atas. Apabila ditemukan tanda bahaya umum pada anak, harus seger diberikan penanganan segera yang tepat. b. Gejala utama Gejala utama adalah keluhan yang membawa pasien datang kepada kita/tim medis untuk diperiksakan. Jika didapatkan keluhan utama maka kita melakukan penilaian lebih lanjut gejala lain yang berhubungan dengan gejala utama kemudian mengklasifikasikan penyakit anak berdasarkan gejala yang ditemukan. Gejala utama yang kami temukan pada pasien An. Adifia adalah pilek, batuk, demam. Batuk yang dialami Adifia sudah dirasakan sejak 3 hari yang lalu, jumlah hitung nafas dalam 1 menit adalah 47 kali sehingga tidak dikategorikan nafas cepat, tidak ada stridor maupun tarikan dinding dada. Oleh karena itu, batuk pada Adifia dikategorikan dalam batuk bukan pneumonia dengan penatalaksanaan berupa pelega tenggorokan. Pada pasien Adifia tidak ditemukan adanya diare. Pada pasien Adifia juga didapatkan keluhan demam, setelah diukur suhunya 37,3oC dan ditemukan adanya pilek namun tidak ditemukan kaku kuduk, selain itu Klaten termasuk dalam daerah tanpa risiko malaria oleh karena itu pasien Adifia dikategorikan dalam kategori Demam bukan malaria.

Pada pasien Adifia tidak sakit campak saat ini atau dalam 3 bulan terakhir. Pada pasien Adifia dikategorikan dalam kriteria demam mungkin bukan DBD karena tidak ada satupun gejala yang mengarah ke DBD. Pada pasien Adifia tidak didapatkan masalah pada telinga.

c. Status gizi Penilaian status gizi berdasarkan Berat Badan dan Tinggi Badan atau Panjang Badan. Hasilnya dikelompokkan dalam kategori sangat kurus dan/atau edema, kurus, normal. Penilaian tersebut berbeda antara laki-laki dan perempuan. Pada pasien An. Adifia didapatkan bahwa ternyata hasilnya adalah sangat kurus. Namun tidak didapatkan pembengkakan pada punggung kaki dan anak tidak terlihat sangat kurus. Kami menduga adanya kesalahan dalam pengukuran panjang badan atau berat badan. d. Status Imunisasi Pada alur pendekatan MTBS, dinilai pula status imunisasi pada balita. Para petugas kesehatan telah mengakui manfaat dari program upaya preventif contohnya adalah program imunisasi. Penekanan yang terbaru adalah berkaitan dengan konsep promosi kesehatan yang mengutamakan kesehatan yang optimal dan kesejahteraan anak daripada hanya penanganan pada saat ada masalah. Pada pasien An. Adifia, semua imunisasi sudah diberikan tepat waktu sesuai dengan usianya, namun karena usianya masih 8 bulan, belum saatnya diberikan imunisasi campak. e. Masalah Lain Setelah memeriksa adanya tanda bahaya umum, menanyakan keluhan utama, memeriksa status gizi, status imunisasi, dan pemberian vitamin A, harus ditanyakan adakah masalah atau keluhan-keluhan lain yang dialami balita. Ini untuk menghindari adanya keluhan atau masalah yang belum ditanyakan petugas atau belum disebutkan oleh ibu atau pengantar pasien. Pada pasien An. Adifia tidak ditemukan adanya keluhan-keluhan lain.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) telah digunakan di lebih dari 100 negara dan terbukti dapat menurunkan angka kematian balita dan memperbaiki status gizi balita. Pelaksanaan MTBS tidak terlepas dari peran petugas pelayanan kesehatan. Pelaksanaan program MTBS di Puskesmas Jatinom, Klaten telah dilaksanakan dengan baik. Pengetahuan, keyakinan dan keterampilan petugas pelayanan kesehatan dalam penerapan MTBS juga sudah baik. Pelaksanaan kegiatan Field Lab kelompok kami dengan topik Keterampilan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Jatinom Klaten secara keseluruhan telah terlaksana dengan baik dan lancar meliputi pengarahan dari Kepala Puskesmas Jatinom, pembelajaran MTBS di Puskesmas, serta pembuatan laporan. B. Saran Pelaksanaan program MTBS di wilayah Puskesmas Jatinom Klaten diharapkan dapat dipertahankan dan ditingkatkan mengingat pentingnya MTBS dalam sebagai upaya untuk menurunkan angka kematian balita dan memperbaiki status gizi balita. Promosi mengenai pelaksanaan MTBS sangat diperlukan mengingat pentingnya program MTBS untuk menangani balita yang sakit sehingga segera mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Bagi mahasiswa, diharapkan mahasiswa dapat lebih memahami dan mempelajari pengetahuan mengenai MTBS mengingat sangat pentingnya hal ini. Diharapkan juga kegiatan ini dapat menjadi bekal bagi mahasiswa untuk dapat digunakan di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 20011. Modul MTBS Revisi Tahun 2008. Jakarta: Depkes RI. Direktorat Bina Kesehatan Anak. 2009. Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta: Depkes RI.

LAMPIRAN

````````````````` Gambar 1 Pengarahan pelaksanaan MTBS dan penjelasan form MTBS di Puskesmas Jatinom,Klaten

Gambar 2 Pelaksanaan MTBS di Puskesmas Jatinom, Klaten

10

Anda mungkin juga menyukai