Anda di halaman 1dari 17

BAB III ANALISA KASUS

3.1. ANALISA KASUS I I. Anamnesis. Pasien seorang anak laki - laki, 10 bulan, datang dengan keluhan utama BAB cair sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit dan keluhan tambahan berupa demam, mual, muntah, dan penurunan nafsu makan. Berdasarkan keluhan - keluhan yang dialami oleh pasien, kelainan yang berlangsung terjadi di sistem gastrointestinal sehingga menimbulkan manifestasi tersebut. Dari segi usia anak, yaitu 10 bulan, merupakan suatu faktor risiko terjadinya diare akut dimana insiden tertinggi pada kelompok usia 6 - 11 bulan. BAB cair yang dialami pasien sesuai dengan terminolgi diare akut yaitu BAB pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir maupun darah yang berlangsung kurang dari 1 minggu. Demam yang dialami oleh pasien dapat timbul sebagai akibat dari suatu proses infeksi ataupun bisa juga dari suatu proses non - infeksi. Infeksi bisa terjadi karena bakteri, virus, jamur, maupun parasit. Jika demam yang berlangsung merupakan akibat dari suatu proses infeksi, maka kemungkinan agen penyebab pada kasus ini adalah virus. Hal ini karena dari anamnesis, BAB cair pasien memiliki karakteristik tidak berbau. Proses non - infeksi yang dapat menyebabkan demam pada kasus ini salah satunya adalah akibat dehidrasi yang dialami oleh pasien. Pada saat 4 hari sebelum masuk rumah sakit, dimana BAB cair bisa mencapai 340cc/hari, belum timbul adanya tanda - tanda dehidrasi. Status hidrasi pasien dapat tanpa atau dengan dehidrasi ringan. Lalu pada 3 hari sebelum masuk rumah sakit, menggambarkan status hidrasi pasien adalah dehidrasi sedang. Pada 3 hari sebelum masuk rumah sakit tersebut, pasien dibawa berobat ke klinik oleh ibunya, namun pada saat diklinik oleh dokternya tidak disarankan untuk dilakukan rawat inap di rumah sakit. Oleh klinik tersebut pasien hanya diberikan cairan rehidrasi (rehidralyte) dan tablet zinc, dimana hal ini kurang tepat karena pasien dengan status dehidrasi sedang dapat menjadi suatu indikasi rawat inap. Pemberian zinc juga dirasakan kurang tepat karena pasien masih mengalami mual muntah. Pada 2 hari sebelum masuk rumah sakit, BAB cair yang dialami
82

oleh pasien menjadi sangat sering hingga mencapai 10 kali per hari. Keadaan pasien menjadi lemah, produksi air mata berkurang, dan keadaan pasien menggambarkan status dehidrasi berat. II. Pemeriksaan Fisik. Dilihat dari status gizi pasien, disimpulkan gizi pasien kurang. Menurunnya perbandingan antara berat badan terhadap umur menjelaskan bahwa proses penurunannya itu adalah akibat dari proses yang akut atau berlangsung baru - baru ini dan hal ini berhubungan dengan keadaan pasien sekarang yang sedang mengalami diare. Hasil pemeriksaan fisik lainnya, menurut WHO 1995: keadaan pasien lesu, lunglai; mata sangat cekung, air mata kering; mulut kering; malas minum; turgor kulit kembali lambat (dehidrai berat). Menurut MMWR 2003: pasien mengalami kehilangan berat badan 17,9%; keadaan pasien letargi, tidak sadar; takikardi, nadi teraba lemah; mata tampak cowong, air mata berkurang; mulut dan lidah kering; cubitan kulit > 2 detik, capillary refilling time memanjang; akral dingin (dehidrasi berat). Menurut Maurice King 1974: keadaan pasien mengigau, koma; kekenyalan kulit sedikit berkurang; mata tampak sedikit cekung; mulut kering; nadi teraba lemah >140 kali per menit (skor = 7/dehidrasi berat). Pada anak discurigai sudah timbul gangguan keseimbangan asam basa karena anak sudah mengalami takipnoe, nafas cuping hidung +. Meskipun demikian, kita harus mengkoreksi cairan terlebih dahulu. III. Pemeriksaan Penunjang. Ditemukan beberapa kelainan pada hasil laboratorium: hemokonsentrasi, peningkatan LED, peningkatan gula darah sewaktu, hiponatremia, dan hipokalemia. Hal ini akibat dari proses diare yang sedang berlangsung dimana pada diare terjadi peningkatan water loss yang mengakibatkan berkurang volume ekstraselular, dan berakibat pada penurunan volume intravaskular sehingga terjadi hemokonsentrasi. Hasil leukosit yang dalam batas normal dapat mengurangi kecurigaan kita terhadap terjadinya suatu proses infeksi. Dengan demikian peningkatan suhu (demam) yang terjadi pada kasus ini terjadi karena suatu proses non - infeksi (dehidrasi). Gula darah sewaktu yang meningkat dapat merupakan akibat dari pemberian asupan cairan rehidrasi yang mengandung glukosa. Pada
83

pasien telah terjadi komplikasi yaitu gangguan elektrolit (hiponatremia dan hipokalemia) yang merupakan suatu pencetus terjadinya kejang pada anak ini. Pemeriksaan tinja lengkap didapatkan hasil tinja berwarna hijau cair, eritrosit +, dan lemak +. Dari pemeriksaan feses ini tidak ditemukan adanya agen penyebab seperti bakteri atau parasit sehingga kecuriaan penyebabnya adalah virus. Eritrosit dapat ditemukan pada tinja karena berbagai hal seperti infeksi bakteri enteroinvasif, parasit, alergi susu sapi, maupun infeksi usu yang berat. Eritrosit + pada diare yang disebabkan oleh bakteri enteroinvasif, biasanya gejala disertai adanya abdominal cramp, warna tinja yang merah - hijau, serta disertai kelainan sistemik. Hasil lemak yang + menunjukkan adanya maldigesti dan malabsorpsi yang sering menyertai diare akut. Dari kesimpulan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, pasien mengalami diare akut diduga disebabkan oleh virus, dimana yang paling sering menjadi penyebab adalah rotavirus. Gejala khas diare oleh karena rotavirus: memiliki masa tunas 17 - 72 jam, dapat disertai demam, mual, muntah, lama sakit sekitar 5 - 7 hari, frekuensi diare 5 - 10 kali per hari, volume sedang, warna feses kuning kehijauan, leukosit tinja -, dapat disertai dengan anorexia atau penurunan nafsu makan. IV. Tatalaksana. Karena pasien menderita diare akut et causa infeksi virus dengan dehidrai berat maka tatalaksana sesuai dengan derajat dehidrasinya. Tatalaksana dehidrasi berat untuk anak usia 10 bulan menggunakan cairan Asering dengan pemberian 30cc/kgBB/jam secara parenteral kemudian dilanjutkan dengan cairan yang sama dengan pemberian 70cc/kgBB/5 jam yang selanjutnya akan diberikan cairan rumatan. Cairan rumatan yang diberikan pada kasus ini adalah KaEn 3B. Cairan ini digunakan untuk mengkoreksi cairan dan sekaligus mengkoreksi gangguan elektrolit yang terjadi. KaEn 3B digunakan karena mengandung komposisi sebagai berikut: Glukosa 27gram/L, Na+ 50mEq/L, K+ 20mEq/L, Cl- 50mEq/L, dan laktat- 20mEq/L.Pada pasien tidak diberikan antibiotik karena tidak terdapat indikai pemberian antibiotik pada kasus ini. Pasien diberikan Lacto B 2 x 1 sachet sebagai probiotik dan tablet zinc 1 x 20 mg (apabila pasien tidak muntah). 3.2. ANALISA KASUS II I. Anamnesis
84

Pasien seorang anak laki - laki, 7 tahun, datang dengan keluhan utama BAB cair sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit dan keluhan tambahan berupa demam, mual, muntah, dan penurunan nafsu makan. Berdasarkan keluhan - keluhan yang dialami oleh pasien, kelainan yang berlangsung terjadi di sistem gastrointestinal sehingga menimbulkan manifestasi tersebut. Meskipun dari segi usia anak, yaitu 7 tahun, bukanlah dalam kelompok umur dengan insiden tertinggi (usia 6 - 11 bulan), usia sekolah tersebut merupakan kelompok umur yang paling sering terkena infeksi usus oleh bakteri Salmonella typhoid, dimana saat - saat usia sekolah anak ini suka jajan makanan diluar sehingga meningkatkan risiko terjadinya diare akut yang penyebarannya adalah secara fekal oral. BAB cair yang dialami pasien sesuai dengan terminolgi diare akut yaitu BAB pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir maupun darah yang berlangsung kurang dari 1 minggu. 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, demam yang timbul sesuai dengan gejala klasik demam tifoid. Demam yang timbul perlahan - lahan, tidak mendadak. Awalnya timbul tidak begitu tinggi, namun lama kelamaan meninggi (step ladder pattern). Diare yang dialami oleh pasien berhubungan dengan proses infeksi yang sudah bermula sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit (proses infeksi di saluran gastrointestinal). Selain diare, terdapat gejala - gejala gastrointestinal lainnya seperti mual, muntah, dan penurunan nafsu makan. Dari karakteristik diare yang dialami oleh pasien mendukung bahwa agen penyebabnya adalah bakteri yang berhubungan dengan bau BABnya yang busuk. Saat pasien dibawa ke IGD, keadaannya sudah lemas, dalam keadaan tertidur sehingga menjadi malas minum. Dari anamnesis diperkirakan keadaan status hidrasi pasien saat datang ke IGD adalah dehidrasi berat. II. Pemeriksaan Fisik Dilihat dari status gizi pasien, disimpulkan gizi pasien kurang, yang berhubungan dengan asupan makan yang berkurang selama pasien mengalami sakit. Menurunnya perbandingan antara berat badan terhadap umur menjelaskan bahwa proses penurunannya itu adalah akibat dari proses yang akut atau berlangsung baru - baru ini dan hal ini berhubungan dengan keadaan pasien sekarang yang sedang mengalami diare. Hasil pemeriksaan fisik lainnya, menurut WHO 1995: keadaan pasien lesu, lunglai; mata cekung;
85

mulut kering; malas minum; turgor kulit kembali sangat lambat (dehidrai berat). Menurut MMWR 2003: keadaan pasien apatis, letargi; takikardi (127 kali per menit), nadi teraba lemah; mata tampak cowong; mulut dan lidah kering; cubitan kulit kembali > 2 detik, capillary refilling time memanjang; akral dingin; kencing minimal; namun pasien hanya mengalami kehilangan berat badan sekitar 5,8% (dehidrasi berat). Menurut Maurice King 1974: keadaan pasien apatis, mengantuk; kekenyalan kulit sangat berkurang; mata tampak sangat cekung; mulut kering; nadi teraba lemah >140 kali per menit (skor = 8/dehidrasi berat). Pada anak ini dicurigai sudah timbul gangguan keseimbangan asam basa yang ditandai dengan adanya takipnoe, nafas cuping hidung +. Meskipun demikian, kita harus mengkoreksi cairan terlebih dahulu. III. Pemeriksaan Penunjang Ditemukan beberapa kelainan pada hasil laboratorium: leukopenia, anemia, trombositopenia, hemodilusi, dan peningkatan LED. Dari hasil penghitungan nilai eritrosit rata - rata disimpulkan bahwa anemia yang diderita pasien adalah anemia mikrositik hipokrom. Pemeriksaan tinja lengkap hanya didapatkan hasil tinja berwarna cokelat, cair. Hasil pemeriksaan Tubex TF = 6. Dari pemeriksaan - pemeriksaan tersebut, menunjang bahwa pasien menderita demam tifoid yang bermanifestasi klinis sebagai demam dan gejala gastrointestinal: diare akut dengan dehidrasi berat. Infeksi Salmonella typhoid menyebabkan terjadinya leukopenia, trombositopenia ditunjang dengan pemeriksaan Tubex TF yang +6. Hal ini memperkuat dugaan kita kearah demam tifoid. Gejala yang khas diare karena Salmonella: memiliki masa tunas 6 - 72 jam, disertai demam, mual, muntah, lama sakit sekitar 3 - 7 hari, frekuensi diare sering dengan konsistensi lembek, berbau busuk dengan warna kehijauan, dan dapat terjadi sepsis.

IV.

Tatalaksana Karena pasien menderita demam tifoid, diare akut et causa infeksi bakteri dengan dehidrasi berat maka tatalaksana sesuai dengan derajat dehidrasinya. Tatalaksana dehidrasi berat untuk anak usia 7 tahun menggunakan cairan Asering dengan pemberian
86

30cc/kgBB/0,5 jam secara parenteral kemudian dilanjutkan dengan cairan yang sama dengan pemberian 70cc/kgBB/2,5 jam yang selanjutnya akan diberikan cairan rumatan. Cairan rumatan yang diberikan pada kasus ini adalah KaEn 3B. Cairan ini digunakan untuk mengkoreksi cairan dan sekaligus mengkoreksi gangguan elektrolit yang terjadi. KaEn 3B digunakan karena mengandung komposisi sebagai berikut: Glukosa 27gram/L, Na+ 50mEq/L, K+ 20mEq/L, Cl- 50mEq/L, dan laktat- 20mEq/L. Selain itu pasien juga diberikan aminofusin untuk memberikan asupan asam amino selama beberapa hari pasien dirawat. Jika nafsun makan sudah baik, maka pemberian aminofusin tersebut akan di hentikan. Pemberian antibiotik merupakan indikasi pada kasus ini, karena diare akut yang terjadi merupakan akibat dari infeksi bakteri. Antibiotik yang digunakan adalah golongan cephalosporin - ceftriaxon, karena dia bersifat broad-spetrum dan merupakan salah satu obat pilihan yang digunakan pada kasus demam tifoid. Pemberian antibiotin ceftriaxon ini akan terus diberikan sampai anak bebas demam 5 - 7 hari untuk mencegah terjadinya carrier typhoid. Selain itu pasien juga diberikan sirup paracetamol 500mg/5ml; 3 x 15ml (jika anak panas). 3.3. ANALISA KASUS III I. Anamnesis Pasien seorang anak perempuan, 6 tahun, datang dengan keluhan utama BAB cair sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit dan keluhan tambahan berupa nyeri perut, mual, muntah, dan penurunan nafsu makan. Berdasarkan keluhan - keluhan yang dialami oleh pasien, kelainan yang berlangsung terjadi di sistem gastrointestinal sehingga menimbulkan manifestasi tersebut. Dari segi usia anak, yaitu 6 tahun, bukanlah dalam kelompok umur dengan insiden tertinggi (usia 6 - 11 bulan), namun demikian umur 6 tahun merupakan kelompok usia anak sekolah dimana hygiene makanan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya diare akut. BAB cair yang dialami pasien sesuai dengan terminolgi diare akut yaitu BAB pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir maupun darah yang berlangsung kurang dari 1 minggu. Dari karakterisktik diare yang dialami oleh pasien dicurigai yang menjadi agen penyebab diare akut tersebut adalah virus. 4 hari sebelum masuk rumah sakit, BAB cair pasien dapat mencapai antara 120 - 240cc/hari dimana pada saat ini belum
87

dipikirkan adanya tanda - tanda dehidrasi. Status hidrasi pasien mungkin tanpa atau dengan dehidrasi ringan. 2 hari sebelum masuk rumah sakit, BAB cair yang dialami oleh pasien menjadi semakin sering yaitu 5 - 6 kali per hari (600 - 720cc per hari). Pada saat ini anak dibawa berobat ke klinik oleh ibunya. Oleh klinik pasien diberi obat antibiotik dan obat agar BAB tidak cair. Pemberian antibiotik pada kasus ini dirasakan kurang tepat karena tidak terdapat indikasi pemberian antibiotik, antibiotik yang diberikan mungkin dapat menambah beratnya diare. Setelah dibawa berobat ke klinik tersebut, diare yang dialami oleh pasien tidak membaik lalu oleh ibunya dibawa ke IGD RSUD Budhi Asih. Gejala khas diare oleh karena virus: memiliki masa tunas 17 - 72 jam, dapat disertai demam, mual, muntah, lama sakit 5 - 7 hari, frekuensi diare dapat mencapai 5 - 10 kali per hari dengan volume sedang, feses berwarna kuning hijau, leukosit tinja -, serta dapat disertai anorexia (penurunan nafsu makan). II. Pemeriksaan Fisik Dilihat dari status gizi pasien, disimpulkan gizi pasien kurang, yang berhubungan dengan asupan makan yang berkurang selama pasien mengalami sakit. Hasil pemeriksaan fisik lainnya, menurut WHO 1995: keadaan pasien baik, sadar; mata cekung; mulut kering; rasa haus ingin minum; turgor kulit kembali lambat (dehidrai ringan - sedang). Menurut MMWR 2003: pasien mengalami kehilangan berat badan sebanyak 5%; kesadaran pasien normal; nadi dalam rentang frekuensi yang normal, teraba kuat; mata tampak sedikit cowong; mulut dan lidah kering; cubitan kulit kembali < 2 detik, capillary refilling time memanjang; akral agak dingin; kencing berkurang (dehidrasi sedang). Menurut Maurice King 1974: keadaan umum pasien sehat; kekenyalan kulit sedikit berkurang; mata tampak sedikit cekung; mulut kering; nadi 124 kali per menit (skor = 4/dehidrasi sedang). Pada anak ini dicurigai belum terjadi gangguan keseimbangan asam basa, laju pernapasan pasien masih dalam rentang normal. Diare akut yang dialami oleh pasien tidak sampai mengakibatkan terjadi komplikasi seperti gangguan elektrolit. III. Pemeriksaan Penunjang Dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak begitu banyak ditemukan kelainan hanya saja ditemukan anemia. Dari perhitungan nilai eritrosit rata - rata disimpulkan jenis anemia
88

yang dialami adalah anemia mikrositik hipokrom. Pemeriksaan tinja lengkap hanya didapatkan hasil tinja berwarna cokelat, cair dan parameter lainnya menunjukan hasil yang -, termasuk hasil leukosit tinja yang -. Diare yang dialami tidak disertai dengan gangguan malabsorpsi - maldigesti yang ditunjukan dengan hasil pemeriksaan feses amilum, lemak, serat, serta ragi yang -. IV. Tatalaksana Karena pasien menderita diare akut et causa infeksi virus dengan dehidrasi sedang maka tatalaksana sesuai dengan derajat dehidrasinya. Tatalaksana dehidrasi sedang untuk anak usia 6 tahun menggunakan cairan rehidrasi oral (oralit) dengan pemberian 75cc/kgBB/3jam diberikan secara enteral. Tidak dipasang akses vena karena tidak terdapat indikasi seperti collapsed intravascular compartment, sehingga lebih baik dilakukan rehidrasi secara enteral. Namun apabila secara enteral tidak memberi respon yang baik, maka dipasang akses vena untuk dilakukan rehidrasi secara parenteral. Setelah regimen dehidrasi sedang selesai, dilanjutkan pemberian cairan rumatan sesuai dengan berat badan pasien, yaitu diberikan 1400cc/24jam dan diberikan cairan setiap kali pasien BAB sebanyak 200 - 300cc cairan rehidrasi oral (oralit). Pemberian antibiotik juga dirasa tidak perlu karena penyebabnya adalah virus dimana penyakit yang disebabkan oleh virus bersifat self - limiting disease. Pada kasus diberikan Lacto B sebagai probiotik dan zinc untuk membantu regenerasi sel epitel usus sehingga masa sakit (diare) dapat diperpendek. Suplemen tambahan zat besi ditujukan agar dapat memperbaiki anemia pada pasien. Meskipun demikian, kita perlu tetap memeriksa kadar Serum Iron dan Total Iron Binding Capacity untuk memastikan bahwa anemia yang diderita oleh pasien disebabkan oleh defisiensi besi. 3.4. ANALISA KASUS IV I. Anamnesis Pasien seorang anak laki - laki, 1 tahun 10 bulan, datang dengan keluhan utama BAB cair disertai darah sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit dan keluhan tambahan berupa nyeri perut, kembung, mual, muntah, dan penurunan nafsu makan. Berdasarkan keluhan - keluhan yang dialami oleh pasien, kelainan yang berlangsung terjadi di sistem
89

gastrointestinal sehingga menimbulkan manifestasi tersebut. Dari segi usia anak, yaitu 1 tahun 10 bulan, bukanlah dalam kelompok umur dengan insiden tertinggi (usia 6 - 11 bulan), meskipun demikian terdapat faktor risiko terjadinya diare pada pasien yaitu kebersihan makanan yang kurang terjaga oleh ibunya karena ibu pasien sering member makan yang dibeli di luar rumah yang belum terjamin kebersihannya. Selain itu, botol susu yang sering digunakan oleh pasien juga hanya dicuci dengan membilasnya dengan air dan tidak direbus dengan air panas. Hal - hal tersebut tentunya meningkatkan risiko terjadinya diare yang penularannya berlangsung secara fekal oral. BAB cair yang dialami pasien sesuai dengan terminolgi diare akut yaitu BAB pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir maupun darah yang berlangsung kurang dari 1 minggu. 8 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami BAB cair yang disertai darah berwarna merah sedikit gelap. BAB cair tersebut telah berlangsung sebanyak 5 kali dengan volume kira - kira 120cc, disertai lendir dan darah, dan tercium bau busuk. Dari karakterisktik diare yang dialami oleh pasien (diare berlendir dan berdarah) dicurigai kemungkinan yang dapat menjadi agen penyebab diare akut tersebut adalah bakteri enteroinvasif ataupun parasit. Selain itu, terdapat gejala gastrointestinal lainnya seperti nyeri perut yang dirasakan di region umbilicus, mual, muntah, serta penurunan nafsu makan. Muntah yang dialami oleh pasien sebanyak 3 kali dengan volume kira - kira 60cc. Keluhan yang dirasakan sekarang belum pernah dialami oleh pasien sebelumnya dan oleh ibu pasien langsung dibawa berobat ke Poli Anak RSUD Budhi Asih.

II.

Pemeriksaan Fisik Dilihat dari status gizi pasien, disimpulkan gizi pasien baik. Hasil pemeriksaan fisik lainnya, menurut WHO 1995: keadaan pasien baik, sadar; mata cekung; mulut kering; rasa haus ingin minum; turgor kulit kembali lambat (dehidrai ringan - sedang). Menurut MMWR 2003: pasien mengalami kehilangan berat badan <3%; kesadaran pasien normal; nadi dalam rentang frekuensi yang normal, teraba kuat; mata tampak sedikit cowong; mulut dan lidah kering; cubitan kulit kembali < 2 detik, capillary refilling time normal;
90

akral hangat; kencing normal (dehidrasi sedang). Menurut Maurice King 1974: keadaan umum pasien sehat; kekenyalan kulit sedikit berkurang; mata tampak sedikit cekung; mulut kering; nadi <120 kali per menit, teraba kuat (skor = 3/dehidrasi sedang). Pada anak ini dicurigai belum terjadi gangguan keseimbangan asam basa, laju pernapasan pasien masih dalam rentang normal. Diare akut yang dialami oleh pasien tidak sampai mengakibatkan terjadi komplikasi seperti gangguan elektrolit. III. Pemeriksaan Penunjang Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil leukositosis, anemia, serta LED yang meningkat. Dari perhitungan nilai eritrosit rata - rata disimpulkan jenis anemia yang dialami adalah anemia mikrositik hipokrom. Pemeriksaan tinja lengkap didapatkan hasil tinja berwarna cokelat, konsistensi cair, lendir +, darah +, leukosit ++, eritrosit ++, dan parameter lainnya menunjukan hasil yang - . Dari hasil tersebut menunjukan bahwa penyakit yang dialami oleh pasien berkaitan dengan proses infeksi bakteri yang ditunjukan dengan hasil leukosit ++, dan bakteri yang menjadi agen penyebab bersifat enteroinvasif karena ditemukan eritrosit ++. Bakteri enteroinvasif akan menyebabkan kerusakan yang dalam pada epitel usus sehingga dapat dijumpai eritrosit dan menyebabkan feses yang berdarah. Gejala khas diare akut oleh bakteri enteroinvasif: memiliki masa tunas 6 - 72 jam, disertai demam, nyeri perut, volume tinja dapat bervariasi, frekuensi BAB sering, konsistensi lembek, darah +, bisa berbau ataupun tidak berbau, tinja berwarna merah hijau, serta dapat disertai dengan infeksi sistemik.

IV.

Tatalaksana Karena pasien menderita diare akut et causa infeksi bakteri enteroinvasif dengan dehidrasi sedang maka tatalaksana sesuai dengan derajat dehidrasinya. Tatalaksana dehidrasi sedang untuk anak usia 1 tahun 10 bulan menggunakan cairan rehidrasi oral (oralit) dengan pemberian 75cc/kgBB/3jam diberikan secara enteral. Tidak dipasang akses vena karena tidak terdapat indikasi seperti collapsed intravascular compartment, sehingga lebih baik dilakukan rehidrasi secara enteral. Namun apabila secara enteral tidak memberi respon yang baik, maka dipasang akses vena untuk dilakukan rehidrasi secara parenteral.
91

Setelah regimen dehidrasi sedang selesai, dilanjutkan pemberian cairan rumatan sesuai dengan berat badan pasien, yaitu diberikan 1030cc/24jam dan diberikan cairan setiap kali pasien BAB sebanyak 100 - 200cc cairan rehidrasi oral (oralit). Pada kasus ini, pemberian antibiotik dapat dibenarkan karena terdapat indikasi pemberian antibiotik diantaranya diare yang berlendir dan berdarah, leukositosis, leukosit dan eritrosit yang + pada pemeriksaan tinja. Antibiotik yang diberikan yaitu sirup cotrimoxazole (mengandung trimetoprim 40mg dan sulfametoxazole 200mg) diberikan 2 kali 5cc. Pada kasus diberikan Lacto B sebagai probiotik dan zinc untuk membantu regenerasi sel epitel usus sehingga masa sakit (diare) dapat diperpendek. Suplemen tambahan zat besi ditujukan agar dapat memperbaiki anemia pada pasien. Sirup parasetamol (120mg/5ml) diberikan 3 kali 5cc apabila pasien demam.

3.5. ANALISA KASUS V I. Anamnesis Pasien seorang anak laki - laki, 7 bulan, datang dengan keluhan utama BAB cair disertai darah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan keluhan tambahan berupa demam, perut kembung, mual, dan muntah. Berdasarkan keluhan - keluhan yang dialami oleh pasien, kelainan yang berlangsung terjadi di sistem gastrointestinal sehingga menimbulkan manifestasi tersebut. Dari segi usia anak, yaitu 7 bulan, merupakan suatu faktor risiko terjadinya diare akut dimana insiden tertinggi pada kelompok usia 6 - 11 bulan. BAB cair yang dialami pasien sesuai dengan terminolgi diare akut yaitu BAB pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir maupun darah yang berlangsung kurang dari 1 minggu. 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami BAB cair berwarna kuning kehijauan. BAB cair tersebut telah berlangsung sebanyak 10 kali dengan volume kira - kira 60 - 120cc, disertai lendir namun tidak disertai darah, dan tercium bau asam. Sebelumnya pasien sudah pernah mengalami hal seperti ini sekitar 2 minggu yang lalu, dimana pasien mulai mengalami diare saat diberikan minum susu formula (proses penyapihan). Namun karena pasien diare, oleh ibunya dihentikan pemberian susu formula dan hanya diberi ASI. Pada 1 hari sebelum masuk rumah sakit, terjadi hal serupa dimana ibu pasien mencoba memberikan susu formula namun setelah beberapa kali pemberian BAB pasien menjadi
92

cair. Dari karakterisktik diare yang dialami oleh pasien dicurigai kemungkinan yang dapat menjadi penyebab diare tersebut adalah malabsorpsi - maldigesti karbohidrat yang dikandung oleh susu formula tersebut. Selain itu, terdapat gejala gastrointestinal lainnya seperti perut kembung, mual, dan muntah. Muntah yang dialami oleh pasien sebanyak 3 kali dengan volume kira - kira 30cc. Gejala khas diare seperti diatas diduga mengarah ke malabsorpsi - maldigesti. Karena gangguan pencernaan tersebut, karbohidrat tidak dapat diabsorpsi oleh usus sehingga menetap didalamnya. Karena karbohidrat tersebut bersifat osmotik aktif maka ia akan menyerap air sehingga kandungan air didalam saluran cerna meningkat yang menyebabkan feses yang diekskresikan menjadi cair. Selain itu di usus besar terjadi metabolism karbohidrat oleh flora - flora usus diubah menjadi asam laktat yang hasil sampingannya adalah gas. Hal ini menyebabkan perut pasien menjadi kembung dan BABnya tercium bau asam. Pada umumnya, malabsorpsi - maldigesti ini disebabkan oleh defisiensi enzim disakaridase. II. Pemeriksaan Fisik Dilihat dari status gizi pasien, disimpulkan gizi pasien baik. Hasil pemeriksaan fisik lainnya, menurut WHO 1995: keadaan pasien gelisah, rewel; mata cekung; mulut kering; rasa haus ingin minum; turgor kulit kembali lambat (dehidrai ringan - sedang). Menurut MMWR 2003: kesadaran pasien normal; nadi dalam rentang frekuensi yang normal, teraba kuat; mata tampak sedikit cowong; mulut dan lidah kering; cubitan kulit kembali < 2 detik, capillary refilling time normal; akral hangat; kencing berkurang (dehidrasi sedang). Menurut Maurice King 1974: keadaan umum pasien sehat; kekenyalan kulit sedikit berkurang; mata tampak sedikit cekung; ubun - ubun besar tampak sedikit cekung; mulut kering; nadi <120 kali per menit, teraba kuat (skor = 4/dehidrasi sedang). Pada anak ini dijumpai pula perianal eritem +, yang menunjukan kulit sekitar anus yang mengalami iritasi akibat BAB cair yang keluar yang bersifat asam. Diare yang dialami oleh pasien telah mengakibatkan terjadinya komplikasi seperti gangguan elektrolit, yaitu hipokalemia. III. Pemeriksaan Penunjang Dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak begitu banyak ditemukan kelainan hanya saja ditemukan peningkatan LED. Pemeriksaan tinja lengkap hanya didapatkan hasil tinja
93

berwarna cokelat, cair, lendir + dan parameter lainnya menunjukan hasil yang -, termasuk hasil leukosit tinja yang -. Diare akibat malabsorpsi - maldigesti karbohidrat ini perlu dipastikan dengan pemeriksaan Clinitest, yaitu untuk menilai apakah didalam feses tersebut mengandung karbohidrat yang tidak tercerna, serta ditunjang dengan pemerikaan pH feses. IV. Tatalaksana Karena pasien menderita diare akut et causa malabsorpsi - maldigesti dengan dehidrasi sedang maka tatalaksana sesuai dengan derajat dehidrasinya. Tatalaksana dehidrasi sedang untuk anak usia 7 bulan menggunakan cairan rehidrasi oral (oralit atau bisa juga ASI, susu LLM) dengan pemberian 75cc/kgBB/3jam diberikan secara enteral. Tidak dipasang akses vena karena tidak terdapat indikasi seperti collapsed intravascular compartment, sehingga lebih baik dilakukan rehidrasi secara enteral. Namun apabila secara enteral tidak memberi respon yang baik, maka dipasang akses vena untuk dilakukan rehidrasi secara parenteral. Setelah regimen dehidrasi sedang selesai, dilanjutkan pemberian cairan rumatan sesuai dengan berat badan pasien, yaitu diberikan 100cc/kgBB/24jam dan diberikan cairan setiap kali pasien BAB sebanyak 100 - 200cc cairan rehidrasi oral (oralit). Pada kasus ini, diberikan susu LLM yang mengandung laktosa yang rendah dimana pada susu formula biasa memiliki kandungan laktosa yang lebih tinggi. Dengan memberikan susu LLM, maka akan dapat mengurangi terjadinya diare. Susu LLM ini diberikan selama 2 - 3 bulan kemudian diganti kembali ke susu formula yang biasa. Pemberian susu formula yang biasa pula dimulai dari volume yang kecil dan terus ditingkatkan selama anak tidak mengalami diare. Dengan cara seperti ini, maka saluran cerna pasien dapat beradaptasi dengan pembebanan laktosa yang diberikan melalui susu.

***

94

Dari 5 kasus yang dipelajari, 4 pasien dengan jenis kelamin laki - laki, masing - masing berusia 10 bulan, 7 tahun, 1 tahun 7 bulan, dan 7 bulan; dan 1 pasien dengan jenis kelamin perempuan berusia 6 tahun.

Dari 5 kasus diare


95

akut, 3 kasus pasien dengan gizi kurang. Gizi kurang yang berlangsung ini terjadi berhubungan dengan sakit yang dialami oleh pasien. Selain itu, pasien juga mengalami anorexia (penurunan nafsu makan) sehingga memperburuk keadaan gizi pasien. Selama pasien menderita diare, terjadi malabsorpsi makronutrien seperti karbohidrat, protein, dan lemak sehingga hal ini tentunya akan mempengaruhi keadaan gizi anak dengan diare. Meskipun demikian asupan makan ana dengan diare harus tetap diberikan selama dan setelah menderita diare.

Pada 5 kasus diare akut yang telah dipelajari, masing - masing datang ke rumah sakit dengan keluhan utama BAB yang cair dan keluhan tambahan. Keluhan tambahan yang menyertai berhubungan dengan kelainan pada sistem gastrointestinal yang sedang terjadi. Keluhan tambahan tersebut mencakup demam, mual muntah, anorexia (penurunan nafsu makan), nyeri perut, dan perut kembung.

96

Dari 5 kasus diare akut yang dipelajari, penyebab diare akut tersebut dapat dikelompokan menjadi kelompok 2 besar: infeksi dan non - infeksi. Penyebab non - infeksi pada kasus ini yaitu malabsorpsi - maldigesti, sedangkan dari kelompok infeksi terbagi atas 2 agen penyebab yaitu bakteri dan virus dengan perbandingan yang sama.

97

Dari 5 kasus yang dipelajari dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara derajat penyakit yang diderita dengan lamanya perawatan, yaitu semakin berat derajat penyakitnya (hingga timbul komplikasi seperti gangguan elektrolit: hiponatremia, hipokalemia, hipoklorida, dan kejang) maka semakin lama pula lama perawatan atau durasi rawat inapnya. Hal ini tampak pada kasus I dan II dimana pada kasus I pasien menderita diare akut et causa infeksi virus dengan dehidrasi berat disertai gangguan elektrolit hiponatremia dan hipokalemia menjalani rawat inap selama 9 hari; sedangkan pada kasus II pasien dengan diare akut et causa infeksi bakteri dengan dehidrasi berat disertai gizi kurang, anemia, gangguan elektrolit hiponatremia, hipokalemia, dan hipoklorida menjalani rawat inap selama 14 hari. Kedua kasus ini jelas terlihat perbedaannya dengan kasus III, IV, dan V dimana masing - masing menjalani rawat inap selama 5 hari, 4 hari, dan 5 hari.

98

Anda mungkin juga menyukai