Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kematian maternal merupakan suatu fenomena puncak gunung es karena kasusnya cukup banyak namun yang Nampak di permukaan hanya sebagian kecil. Diperkirakan 50.000.000 wanita setiap tahunnya mengalami masalah kesehatan berhubungan dengan kehamilan dan persalinan. Komplikasi yang ada kaitannya dengan kehamilan berjumlah sekitar 18% dari jumlah global penyakit yang diderita wanita pada usia reproduksi. Diperkirakan 40% wanita hamil akan mengalami komplikasi sepanjang kehamilannya. Disamping itu 15% wanita hamil akan mengalami komplikasi yang bisa mengancam jiwanya dan memerlukan perawatan obstetri darurat, dan perawatan tersebut biasanya masih belum tersedia. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa ada 500.000 kematian ibu melahirkan di seluruh dunia setiap tahunnya, 99% diantaranya terjadi di negara berkembang. Dari angka tersebut diperkirakan bahwa hampir satu orang ibu setiap menit meninggal akibat kehamilan dan persalinan. Angka kematian maternal di negara berkembang diperkirakan mencapai 100 sampai 1000 lebih per 100.000 kelahiran hidup, sedang di negara maju berkisar antara tujuh sampai 15 per 100.000 kelahiran hidup. Ini berarti bahwa di negara berkembang risiko kematian maternal satu diantara 29 persalinan sedangkan di negara maju satu diantara 29.000 persalinan. Obstetri merupakan cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-hal yang mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya (Oxford English Dictionary, 1933). Obstetri terutama membahas tentang fenomena dan penatalaksanaan kehamilan, persalinan puerperium baik pada keadaan normal maupun abnormal. Nama lain obstetri adalah mid wifery. Tujuan obstetri yaitu agar supaya setiap kehamilan yang diharapkan dan berpuncak pada ibu dan bayi yang sehat. Juga berusaha keras mengecilkan jumlah kematian wanita dan bayi sebagai akibat proses reproduksi atau jumlah kecacatan fisik, intelektual dan emosional yang diakibatkannya. 1.2 Rumusan Masalah a) Apa pengertian Kegawatdaruratan pada Obstetri ?
1

b) Apa saja jenis-jenis Kegawatdaruratan pada Obstetri ? c) Bagaimana penanganan Kegawatdaruratan pada Obstetri ?

1.3 Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui secara umum tentang konsep Kegawatdaruratan pada Obstetri Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengertian Kegawatdaruratan pada Obstetri ? b. Untuk mengetahui jenis-jenis Kegawatdaruratan pada Obstetri ? c. Untuk mengetahui penanganan Kegawatdaruratan pada Obstetri ?

1.4 Metode Dalam penyusunan makalah ini, metode yang kami gunakan yaitu metode kepustakaan dengan mencari dan mengumpulkan data-data yang berhubungan baik melalui buku, media internet, maupun materi kuliah yang diberikan oleh dosen pembimbing/pengajar.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian kegawatdaruratan obstetri Keadaan gawat darurat dalam obstetric adalah keadaan yang memerlukan penanganan yang cepat dan akurat untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janinnya. Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri. 2.2 Jenis-jenis kegawatdaruratan obstetri : a. Abortus Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda kehamilan, perdarahan hebat per vagina, pengeluaran jaringan plasenta dan kemungkinan kematian janin. Abortus dapat terjadi karena beberapa etiologi yaitu : 1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah: Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan temabakau dan alcohol 2. Gangguan sirkulasi plasenta Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefrisis, hipertensi, toksemia gravidarum, anomaly plasenta. 3. Faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis.
3

4. Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus. Klasifikasi abortus 1. Spontan (terjadi dengan sendiri, keguguran) merupakan 20% dari semua abortus. Abortus spontan terdiri dari 7 macam, diantaranya : a. Abortus imminens : Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. b. Abortus insipiens : Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. c. Abortus inkompletus : Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. d. e. Abortus kompletus : Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Abortus servikalis : keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uterus eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis serviks uterus menjadi besar, kurang lebih bundar dengan dinding menipis f. g. Missed Abortion : kematian janin sebelum usia 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Abortus habitualis : abortus yang berulang dengan frekuaensi lebih dari 3 kali 2. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat) : Menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badan bayi belum 1000 gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup. Abortus provocatus terdiri dari 2 macam, diantaranya : a. Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeutics: Pengguguran kehamilan dengan alat alat dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan membawa maut bagi ibu, misal ibu berpenyakit berat.

Indikasi pada ibu dengan penyakit jantung (rheuma), hypertensi essensialis, carcinoma cerviks. b. Abortus provocatus criminalis : pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah dan dilarang oleh hukum. Tanda dan Gejala Secara umum tanda dan gejala abortus sebagai berikut : Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu Keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus

b. Mola hidatidosa (Kista Vesikular) Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG). Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur Penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi terlambat dikeluarkan. Imunoselektif dari tropoblast Keadaan sosio-ekonomi yang rendah Kekurangan protein dan asam folat, infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
5

Kekurangan gizi pada ibu hamil. Kelainan rahim. Wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun.

Manifestasi Klinis Amenore dan tanda-tanda kehamilan Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih. Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu. Gejala gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab. Gejala gejala preeklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria. c. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik) Kehamilan ektopik adalah setiap implantasi yang telah dibuahi di luar cavum uterus. Implantasi dapat terjadi di tuba fallopii, ovarium, serviks dan abdomen. Namun kejadian kehamilan ektopik yang terbanyak adalah di tuba fallopii. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan di ventrikel pada uterus. Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai aterm. Perjalanan klinik kehamilan ektopik bervariasi, sehingga bidan dapat dimintai pertolongan pertama. Oleh karena itu, bidan di daerah pedesaan perlu mengetahui kemungkinan terganggunya kehamilan ektopik, sehingga dapat melakukan rujukan medis. Penyebab kehamilan ektopik

Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba sehingga setiap gangguan pada tuba yang disebabkan infeksi akan menimbulkan gangguan dalam perjalanan hasil konsepsi menuju rahim. Sebagai gambaran penyebab kehamilan ektopik dapt dijabarkan sebagi berikut : a. Gangguan pada lumen tuba Infeksi menimbulkan perlengketan endosalping sehingga menyempitkan lumen Hipoplasia tuba sehingga lumennya menyempit Operasi plastik pada tuba (rekontruksi) atau melepaskan perlengketan dan tetap menyempitkan tuba b. Gangguan di luar tuba Terdapat implantasi Terdapat diventrikel pada lumen tuba Terdapat perlengketan sekitar tuba sehingga memperkecil lumen tuba Kemungkinan migrasi eksternal, sehingga hasil konsepsi mencapai tuba dalam keadaan blastula Manifestasi Klinis Manifestasi klinik pada klien dengan kehamilan ektopik aalah sebagai berikut : a. Gambaran klinis kehamilan tuba belum terganggu tidak khas. Pada umumnya ibu menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda dan mungkin merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal, uterus membesar dan lembek, walaupun mungkin besarnya tidak sesuai dengan kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual. b. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. pada rupture tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitas yang kuat disertai dengan perdarahan yang menyebabkan ibu pingsan dan masuk ke dalam syok. c. Perdarahan pervaginam merupakan salah satu tanda penting yang kedua pada kehamilan ektopik terganggu (KET). Hal ini menunjukkan kematian janin. d. Amenore juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya amenore bergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi.
7

endometriosis

tuba

sehingga

memperbesar

kemungkinan

Diagnosis ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama, perdarahan per vagina tidak teratur (tidak selalu). Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral (abortus tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang jelas dan menyebar. Kavum douglas menonjol dan sensitive terhadap tekanan. Jika ada perdarahan intra-abdominal, gejalanya sebagai berikut: Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada abdomen bagian atas Abdomen tegang Mual Nyeri bahu Membrane mukosa anemis

d. Placenta previa Plasenta previa adalah tertanamnya bagian plasenta ke dalam segmen bawah uterus atau plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Penyebab gangguan ini adalah terjadi fase pergeseran/ tumpang tindihnya plasenta di atas ostium uteri internum yang menyebabkan pelepasan plasenta. Manifestasi Klinis Anamnesis : perdarahan jalan lahir berwarna merah segar tanpa rasa nyeri, tanpa sebab terutama pada multigravida pada kehamilan setelah 20 minggu. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, ada kelainan letak janin. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan gejala utama. Pasien ini mungkin tidak mengalami nyeri, perdarahan berulang atau kontinu dalam trimester ketiga atau selama persalinan tanpa penyebab yang jelas. Juga ditemukan uterus selalu lunak, abdomen tidak tegang, umumnya tanpa kontraksi persalinan atau hanya sedikit. Keadaan umum pasien berhubungan dengan kehilangan darah. Sebagian besar bunyi jantung janin dalam keadaan baik, bunyi jantung yang tidak memuaskan atau tidak ada hanya pada kasus rupture plasenta aatu pelepasan yang luas.

e. Solution (Abrupsio) Plasenta Solution plasenta adalah lepasnya plasenta yang tertanam pada dinding uterus baik lengkap maupun parsial, pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih. Penyebabnya belum diketahui secara pasti, namun factor predisposisi yang mungkin adalah hematoma retroplasenta akibat perdarahan dari arteri (perubahan dinding pembuluh darah), peningkatan tekanan di dalam ruangan intervillus ditingkatkan oleh hipertensi atau toksemia, tali pusat pendek, trauma eksternal, dekompresi uterus mendadak, anomaly atau tumor uterus, defisiensi gizi, Manifestasi Klinis Anamnesis : perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan pervaginam berwarna kehitam-hitaman yang sedikit sekali tanpa rasa nyeri sampai dengan yang disertai nyeri perut, uterus tegang, perdarahan pervaginam yang banyak, syok, dan kematian janin intrauterine. Pemeriksaan fisik : tanda vital dapat normal sampai yang menunjukan tanda syok. Pemeriksaan obstetric : nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin sukar dinilai, DJJ sulit dinilai, air ketuban berwarna kemerahan karena tercampur darah. . Diagnosis ditegakkan melalui dari temuan nyeri (akibat kontraksi persalinan sering ada sebagai nyeri kontinu, uterus tetanik), perdarahan pervaginam (jarang ada dan dalam kasus berat, perdarahan eksternal bervariasi), bunyi jantung janin berfluktuasi (hampir selalu melebihi batas normal, umumnya tidak ada pada kasus berat), syok (nadi lemah, tekanan darah rendah, pucat, berkeringat dingin, ekstremitas dingin, kuku biru) Penderita yang disangka menderita solution plasenta dengan pendarahan genetalia selama kehamilan lanjut, persalinan harus di rumah sakit. Selama solution plasenta dapat terjadi hal-hal berikut. 1. Perdarahan yang mengancam nyawa dan syok 2. Tromboplasti yang diikuti oleh apopleksi, uteroplasenta 3. Gagal ginjal akut, syok yang berat dan nekrosis korteks ginjal. 4. Infuse amnion (sangat jarang) f. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)
9

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus. Penyebab gangguan ini adalah retensio (nyeri lahir yang kurang kuat atau perlengkapan patologi) dan inkarserasi (spasme pada daerah isthmus serviks, sering disebabkan oleh kelebihan dosis obat analgesic). Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan dan tidak yakin apakah plasenta lengkap. g. Ruptur Uteri Penyebab rupture uteri meliputi tindakan obstetri (versi), ketidakseimbangan fetopelvik, letak lintang yang diabaikan kelebihan dosis obat untuk nyeri persalinan atau induksi persalinan, jaringan parut pada uterus (keadaan setelah seksio sesaria, meomenukleasi, oprasi stassman, eksisi baji suatu tuba), kecelakaan (kecelakaan lalu lintas), Rupture uteri mengancam (hampir lahir) didiagnosis melalui temuan peningkatan aktivitas kontraksi persalinan (gejolak nyeri persalinan), terhentinya persalinan, regangan berlebihan disertai nyeri pada segmen bawah rahim (sering gejala utama), pergerakan cincin Bandl ke atas, tegangan pada ligament rotundum, dan kegelisahan wanita yang akan bersalin. Rupture yang sebenarnya didiagnosis melalui temuan adanya kontraksi persalinan menurun atau berhenti mendadak (munculnya sebagian atau seluruh janin ke dalam rongga abdomen yang bebas), berhentinya bunyi jantung atau pergerakannya atau keduanya, peningkatan tekanan akiba arah janin, gejala rangsangan peritoneal (nyeri difus, muscular defence, dan nyeri tekan), keadaan syok peritoneal, perdarahan eksternal (hanya 25% kasus), perdarahan internal (anemia, tumor yang tumbuh cepat disamping rahim yang menunjukkan hematoma karena rupture inkompletus (terselubung) Rupture tenang didiagnosis melalui temuan setiap keadaan syok yang tidak dapat dijelaskan pada intrapartum atau pasca persalinan dan harus dicurigai disebabkan oleh rupture uteri. h. Perdarahan pascapersalinan Penyebab gangguan ini adalah kelainan pelepasan dan kontraksi, rupture serviks dan vagina (lebih jarang laserasi perineum), retensio sisa plasenta, dan koagulopati.
10

Perdarahan pascapersalinan tidak lebih dari 500 ml selama 24 jam pertama, kehilangan darah 500 ml atau lebih berarti bahaya syok. Perdarahan yang terjadi bersifat mendadak sangat parah (jarang), perdarahan sedang (pada kebanyakan kasus), dan perdarahan sedang menetap (terutama pada rupture). Peningkatan anemia akan mengancam terjadinya syok, kegelisahan, mual, peningkatan frekuensi nadi dan penurunan tekanan darah i. Preeklamsi Berat Istilah eklamsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti halilintar. Kata tersebut dipakai karena seolah-olah gejala eklamsia terjadi dengan tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda lain. Pada wanita yang menderita eklamsia timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma. Bergantung pada saat timbulnya, eklamsia dibedakan menjadi eklamsia gravidarum, eklamsia parturientum, dan eklamsia puerperalis. Jika salah satu diantara gejala atau tanda berikut ditemukan pada ibu hamil, dapat diduga ibu tersebut mengalami preeklamsia berat. 1. Tekanan darah 160/110 mmHg 2. Oligouria, urine kurang dari 400cc/24 jam 3. Proteinuria, lebih dari 3g/liter 4. Keluhan subjektif (nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri kepala, edema paru, sianosis, gangguan kesadaran) 5. Pada pemeriksaan, ditemukan kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada retina, dan trombosit kurang dari 100.000/mm Diagnosis eklamsia harus dapat dibedakan dari epilepsy, kejang karena obat anesthesia, atau koma karena sebab lain seperti diabetes. Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. 2.3 Penanganan kegawatdaruratan obstetri 1. Abortus a. Abortus Imminens, penanganan abortus imminens meliputi : Istirahat baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.

11

Terapi hormon progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat progestasional sintetik peroral atau secara intramuskular.Walaupun bukti efektivitasnya tidak diketahui secara pasti. Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan apakah janin masih hidup. Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan: Berikan ergomefiin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu). Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus. Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi. Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau larutan ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskulera taum iso prostol4 00 mcg per oral. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi hasil konsepsi dengan : Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia. Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg peroral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu). Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
12

b. Abortus Insipiens, penanganan Abortus Insipiens meliputi :

Jika usia kehamilan lebih 16 minggu : -

c. Abortus lnkompletus, penanganan abortus inkomplit :

Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer laktat) dengan k ecepatan 40 tetes permenit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi

Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg) Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.

Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan. Penderita dengan abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila penderita anemia perlu diberikan tablet sulfas ferrosus 600 mg perhari atau jika anemia berat maka perlu diberikan transfusi darah. Berikan antibiotic untuk mencegah infeksi. Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin, dan mineral.

d. Abortus Kompletus

e. Abortus Servikalis Terapi terdiri atas dilatasi serviks dengan busi Hegar dan kerokan untuk mengeluarkan hasil konsepsi dari kanalis servikalis. f. Missed Abortion Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu segera dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudah mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang mati lebih dari I bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan. Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam Bila kadar fibrinogen rendah, berika fibrinogen kering segera Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan pembukaan serviks dengan gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi serviks dengan dilatators Hegar. Kemudian hasil konsepsi diambil dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.

13

Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan dietilstilbestrol 3x5 mg lalu infuse oksitosin 10 IU dalam dekstrose 5% sebanyak 500 ml mulai 20 tetes/menit dan naikan dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin dapat diberika sampai 100 IU dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang infuse oksitosin setelah pasien istirahat satu hari. Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat, keluarkan hasil konsepsi dengan menyuntik larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding perut.

Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan Macrodex, Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti darah) dan perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang mengancam nyawa (syok hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat hati-hati jika kehilangan darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih keretase tanpa anestesi kemudian Methergin. Pada abortus pada demam menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan pemberian infus. 2. Mola Hidatidosa Terapi untuk gangguan ini adalah segera merawat pasien di rumah sakit, dan pasien diberi terapi oksitosin dosis tinggi, pembersihan uterus dengan hati-hati, atau histerektomi untuk wanita tua atau yang tidak menginginkan menambah anak lagi, transfuse darah, dan antibiotika. Perbaiki keadaan umum. Keluarkan jaringan mola dengan vakum kuretase dilanjutkan dengan kuter tajam. Lakukan kuretase kedua bila tinngi fundus uterus lebih dari 20 minggu sesudah hari ketujuh. Untuk memperbaiki kontraksi, sebelumnya berikan uterotonik (20 40 unit oksitosin dama 250 cc darah atau 50 unit oksitosin dalam 500 ml NaCl 0,9 %). Bila tidak dapat dilakukukan vakum kuretase, dapat diambil tindakan histerotomi. Histerektomi perlu dipertimbangkan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup anak. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Terapi profilaksis dengan sitostatik metotreksat atau aktinomisin D pada kasus dengan risiko keganasan tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi.
14

Pemeriksaan ginekologi, radiologi, dam kadar beta hCG lanjutan untuk deteksi dini keganasan. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola, yang paling banyak dalam 6 bulan pertama. Pemeriksaan kadar beta hCG tiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu lalu tiap bulan selama 6 bulan. Pemeriksaan foto thoraks tiap bulan sampai kadar beta hCG negatif.

Kontrasepsi sebaiknya diberikan preparat progesteron selama 2 tahun.

3. Kehamilan Ektopik Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut : Kondisi ibu pada saat itu Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya Lokasi kehamilan ektopik Kondisi anatomis organ pelvis Kemampuan teknik bedak mikro dokter Kemampuan teknologi fertilitasi in vitro setempat

Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif. Apabila kondisi ibu memburuk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi pada kasus kehamilan ektopik di pars sampularis tuba yang belum pecah biasanya ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan. Jika terjadi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah dibawah 100 mmHg, wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol terutama hidung, keringat dingin, ekstremitas pucat, kuku kebiruan dan mungkin terjadi gangguan kesadaran. Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma (haemaccel, macrodex) 1000ml atau merujuk kerumah sakit secepatnya. 4. Plasenta Previa Tindakan pada plasenta previa
15

1. Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan hemoglobin, memberi oksigen, memasang infuse, member ekspander plasma atau serum yang diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap yang telah diawetka dalam jumlah yang mencukupi 2. Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera dilakukan setelah pengobatan syok dimulai 3. Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesarea karena plasenta letak rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut rahim sekitar 4-5 cm), pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse oksitosin. Jika perdarahan tidak berhenti, lakukan persalinan pervaginam dengan forsep atau ekstraksi vacuum, jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesarea. 4. Tindakan setelah melahirkan : a. Cegah syok (syok hemoragik) b. Pantau urine denagn kateter menetap c. Panatu system koagulasi (koagulopati) d. Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktek. Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah denga infuse macrodex, periston, haemaccel, plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan. 5. Solution Plasenta Tindakan yang dilakukan di tempat praktek dokter harus hati-hati ketika melakukan pemeriksaan luar, harus menghindari pemeriksaan vagina. Di tempat praktik dokter, biasanya sangat sulit membedakan dengan jelas solution plasenta dari placenta previa. Pasien diberi infuse macrodex, periston, haemaccel, plasmagel, dan plasmafudin, serta petidin (dolantin) 100 mg IM. Tindakan di rumah sakit meliputi pemeriksaan umum yang teliti (nadi, tekanan darah, jumlah perdarahan pervagina, penentuan hemoglobin, hematokrit, dan pemantauan pengeluaran urin) Profilaksis untuk syok denagn mulai member infuse, menyediakan darah lengkap yang diawetkan, pemeriksaan golongan darh dan profil koagulasi. Pemeriksaan vagina, pada perdarahan hebat pecahkan selaput ketuban tanpa memandang keadaan serviks dan nyeri persalinan.tindakan ini harus diikuti oleh infuse
16

oksitosin (syntocinom) 3 unit per 500 ml. Penglingan nyeri dan sedative untuk profilaksis syok menggunakan dolantin(petidin), novalgin (noraminodopirin) IV, talwin (pentazosin) IV dan IM. Tindaka tambahan pada janin yang hidup dan dapat hidup adalah dengan seksio sesaria. Pada janin yang mati, usahakan persalinan spontan. Jika perlu, ekstraksi vakum atau kraniotomi pada perdarahan yang mengancam nyawa(juga pada janin yang mati atau tidak dapat hidup)

6. Retensio Plasenta Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon (oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir, usaha pengeluaran secara manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan tentang lengkapnya plasenta, lakukan palpasi sekunder. 7. Rupture uteri Terapi untuk gangguan ini meliputi hal-hal berikut : Histerektomi total, umumnya rupture meluas ke segmen bawah uteri, sering ke dalam serviks. Histerektomi supravagina hanya dalam kasus gawat darurat. Membersihkan uterus dan menjahit rupture, bahaya rupture baru pada kehamilan berikutnya sangat tinggi Pada hematoma parametrium dan angioreksis (rupture pembuluh darah). Buang hematoma hingga bersih, jika perlu ikat arteri iliaka hipogastrikum. Pengobatan antisyok harus dimulai bahkan sebelum dilakukan operasi.

8. Perdarahan pasca persalinan Terapinya bergantung penyebab perdarahan, tetapi selalu dimulai dengan pemberian infuse dengan ekspander plasma, sediakan darah yang cukup untuk mengganti yang hilang, dan jangan memindahkan penderita dalam keadaan syok yang dalam. Pada perdarahan sekunder atonik :

17

Beri Syntocinon (oksitosin) 5-10 unit IV, tetes oksitosin dengan dosis 20 unit atau lebih dalam larutan glukosa 500 ml. Pegang dari luar dan gerakan uterus kearah atas. Kompresi uterus bimanual. Kompresi aorta abdominalis. Lakukan histerektomi sebagai tindakan akhir.

9. Preeklamsi berat Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang dapat diberikan : 1. Larutan magnesium sulfat 40% sebanyak 10 ml (4 gram) disuntikan Im pada bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat diulang 4 gram tiap jam menurut keadaan. Obat tersebut selain menenangkan juga menurunkan tekanan darah dan meningkatkan dieresis. 2. Klorpomazin 50 mg IM. 3. Diazepam 20 mg IM. Penangan kejang dengan memberi obat anti-konvulsan, menyediakan perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, masker, dan balon oksigen), member oksigen 6 liter/menit, melindungi pasien dari kemungkinan trauma tetapi jangan diikat terlalu keras, membaringkan pasien posisi miring kiri untuk mengurangi resiko respirasi. Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokan jika perlu. Penanganan umumnya meliputi : a. Jika setelah penanganan diastolic tetap lebih dari 110 mmHg, beri obat anti hipertensi sampai tekanan diastolic diantara 90-100 mmHg. b. Pasang infuse dengan jarum besar (16G atau lebih besar) c. Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload cairan. d. Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urine dan protein-uria. e. Jika jumlah urine kurang dari 30 ml/jam, hentikan magnesium sulfat dan berikan cairan IV NaCl 0,9 % atau Ringer Laktat 1L/8 jam dan pantau kemungkinan edema paru. f. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat mengakibatakan kematian ibu dan janin g. Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung tiap jam
18

h. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru. i. Hentikan pemberian cairan IV dan beri diuretic (mis., furosemid 40 mg IV sekali saja jika ada edema paru. j. Nilai pembekuan darah jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit (kemungkinan terdapat koagulopati)

19

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada BAB II dapat disimpulkan bahwa kegawatdaruratan dalam obstetri adalah keadaan gawat yang dapat berasal dari maternal dan/janin. Hal tersebut memaksa dokter untuk mengambil sikap agar dapat menyelamatkan ibu dan janin atau salah satunya dalam waktu relative singkat sehingga tidak timbul bahaya maternal atau perinatal yang lebih besar

3.2

Saran Setiap tenaga kesehatan sangat perlu untuk mengikuti pelatihan kegawatdaruratan untuk meningkatkan ketrampilan dalam menangani pasien yang mengalami kegawatdaruratan sehingga dapat memberikan penanganan yang tepat dan cepat sesuai dengan kasus yang dihadapi.

20

Anda mungkin juga menyukai