Anda di halaman 1dari 63

ANGINA PEKTORIS TAK STABIL

Saharman Leman

YELI SANTRIATI

PENDAHULUAN
SKA Angka perawatan (pusat jantung nasional) >> pada th 2003 Angina tak stabil MI non Q wave ( tanpa elevasi segmen ST ) MI Q wave ( elevasi segmen ST) Diagnosis APTS /UA: Keluhan Iskemia Tidak ada kenaikan troponin/ CKMB dg ataupun tanpa perubahan EKG SKA

ACC/AHA

PENDAHULUAN
Di AS
Setiap 1 juta pasien di RS (APTS) 6-8% serangan infark jantung tak fatal atau meninggal (dlm 1 thn D/ )

Gejala

>> Nyeri dada (5,3 juta kunjungan/th) 1/3 darinya disebabkan UA/NSTEMI

Penatalaksanaan UA/NSTEMI disusun dalam guidelines ACC dan AHA Prinsip : Tergantung prasarana/sarana tersedia
3

DIFINISI APTS/UA : Sindroma klinis, biasanya disebabkan oleh CAD, dihubungkan dg peningkatan risiko kematian mendadak dan MI Q wave ACC/AHA : Keluhan iskemia tanpa kenaikan troponin/CKMB, dengan atau tanpa perubahan EKG untuk iskemia KLASIFIKASI

Angina masih baru dalam 2 bulan Angina berat, sering > 3x per hari Angina bertambah berat tp faktor presipitasi ringan Serangan angina waktu istirahat

KLASIFIKASI BERDASARKAN BERATNYA ANGINA


Kelas I : Angina berat Ix atau makin berat Kelas II : Angina waktu istirahat, tidak ada serangan dalam 48 jam terakhir Kelas III : Angina waktu istirahat, terjadi akut, dalam 48 jam terakhir.

KLASIFIKASI ( Keadaan Klinis) :


Kelas A, angina tak stabil sekunder Kelas B, angina tak stabil primer Kelas C, angina timbul setelah serangan infark jantung

Intensitas Pengobatan
Tidak ada pengobatan atau hanya mendapat pengobatan minimal Timbul keluhan walaupun telah dapat terapi standar Masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan maksimum, dengan penyekat beta, nitrat dan antagonis kalsium.
5

PATOGENESIS
SKA ketidakseimbangan antara pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard penyebab

trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada


penurunan perfusi miokard karena penyempitan arteri koroner akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang robek, biasanya tidak menyumbat. Mikroemboli agregasi trombosit plak yang rupturinfark kecil di distal spasme fokal terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (Angina Prinzmetal). Spame disebabkan hiperkonstraktilitas otot polos pembuluh darah dan /atau akibat disfungsi endotel, konstriksi abnormal pembuluh darah kecil
6

obstruksi dinamik (spasme koroner/vasokonstriksi)

PATOGENESIS
obstruksi mekanik yang progresif
penyempitan hebat bukan karena spasme atau trombus, terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang post PCI

inflamasi atau infeksi


berhubungan dengan infeksi, mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limposit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase penipisan dan ruptur dari plak APTS
7

PATOGENESIS
faktor atau keadaan pencetus
sekunder dari kondisi pencetus diluar arteri koroner.

penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan


terbatasnya perfusi miokard. APTS jenis ini karena (a) peningkatan kebutuhan oksigen miokard (demam,takikardi, tirotoksikosis) (b) berkurangnya aliran darah koroner ( c) berkurangnya pasokan oksigen miokard (anemia dan hipoksemia).
8

Gambar 1. Patofisiologi terjadinya angina tak stabil (kutip 2)

DIAGNOSIS
ANAMNESIS Nyeri dada >> Rasa ditekan atau berat retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher atau rahang merupakan paling sering. gejala lain diaforesis, nausea, nyeri abdomen, dispnea dan sinkop. Presentasi atipik meliputi nyeri epigastrium, salah pencernaan, nyeri dada rasa ditusuk, nyeri dada dengan gambaran pleuritik, atau meningkatnya dispnea. Keluhan atipik >> pasien muda (25-40 tahun) dan lebih tua (>75 tahun), pada wanita dan pada pasien dengan diabetes, GGK atau demensia
10

DIAGNOSIS
Presentasi klinis SKA-NSTE variasi gejala luas. Nyeri angina >20 menit saat istirahat. Onset baru (de novo) angina berat kelas III pada klasifikasi Canadian Cardiovascular Society (CCS). Destabilisasi baru angina stabil sebelumnya dengan karakteristik minimal angina CCS III (angina crescendo), atau Angina post MI
11

DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN FISIK sering normal Adanya tanda gagal jantung atau instabilitas hemodinamiksegerakan D/ dan th/. Tujuan mengeksklusi penyebab nonkardiak

12

DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN FISIK

mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) prognosis buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskular perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan juga menderita PJK
13

DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG EKGpenting untuk diagnosis maupun stratifikasi risiko depresi segmen ST yang baru kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif iskemia Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifikasi seperti depresi segmen ST kurang dari 0,5mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia dan dapat disebabkan karena hal lain. APTS : 4% EKG normal, NSTEMI 1-6%
14

DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sejumlah lead menunjukkan ST depresi dan dalamnya ST depresi petunjuk luas dan beratnya iskemia, berhubungan dengan prognosis. Depresi segmen ST 0,5 mm (0,05 mV) pada 2 atau lebih lead yang berdekatan, menunjukkan SKA-NSTE, berkaitan dengan prognosis
15

DIAGNOSIS
Depresi ST 2mm risiko mortalitas 6 kali lipat. Gabungan depresi ST dengan elevasi ST transien menunjukkan risiko yang tinggi. . EKG yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan SKA-NSTE. gelombang Q dari infark lama atau LBBB akibat kerusakan luas ventrikel kiri.
16

DIAGNOSIS
Ekokardiografi tidak memberikan data untuk D/ scr langsung.
bila ada gangguan faal ventrikal kiri, infusiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung prognosis kurang baik. Ekokardiografi stres juga dapat membantu menegakkan adanya iskemia miokardium
17

Pemeriksaan laboratorium
troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut European society of Cardiology (ESC) dan ACC dianggap ada mionekrosis bila tropopin T atau I positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Risiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan tropopin.

CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis, tapi berguna untuk diagnosis infark akut, meningkat dalam beberapa jam, normal dalam 48 jam
18

Stratifikasi Risiko Penilaian risiko dimulai dengan penilaian terhadap kecendrungan PJK.

5 faktor (1) adanya gejala angina (2) riwayat PJK sebelumnya (3) jenis kelamin (4) usia (5) diabetes, faktor risiko tradisional lainnya.
19

Risiko rendah tidak punya angina sebelumnya, sudah tidak ada serangan angina, sebelumnya tidak memakai obat anti angina dan ECG normal atau tidak ada perubahan dari sebelumnya; enzim jantung tidak meningkat termasuk troponin, biasanya usia masih muda. Risiko sedang ada angina yang baru dan makin berat, didapatkan angina pada saat istirahat, tak ada perubahan ST dan enzim jantung tidak meningkat. Risiko tinggi angina waktu istirahat, angina berlangsung lama atau angina pasca infark; sebelumnya sudah mendapat terapi yang intensif, usia lanjut, didapatkan perubahan segmen ST yang baru, didapatkan kenaikan troponin, keadaan hemodinamik tidak stabil.
20

Tabel 1. Angka kematian di RS dan 6 bulan setelah dirawat berdasarkan skor risiko GRACE (kutip 6)

Risk Category (Tertiles) Low Intermediate High Risk Category (Tertiles) Low Intermediate High

GRACE (Risk Score) < 108 109 140 > 140 GRACE (Risk Score) < 88 89 118 > 118

In Hospital Deaths (%) <1 13 >3 Post-Discharge to 6 Mounths deaths (%) <3 38 >8
21

Dasar diagnosis dan stratifikasi faktor rsiko yang telah direkomendasikan :


Diagnosis dan risiko jangka pendek NSTEMIACS seharusnya berdasarkan riwayat penyakit, gejala, EKG, biomarker faktor risiko Evaluai dari faktor risiko individual adalah proses dinamik yang dibuat berdasarkan situasi klinis yang terlibat. EKG harus sudah ada dalam 10 menit dari pertama datang dan segera dibaca oleh dokter yang berpengalaman. Lead V3R dan V4R, V7-V9 juga harus diambil. EKG harus diulang pada kasus dengan gejala berulang dan pada 6, 24 jam dan 22 sebelum keluar dari RS.

Darah untuk troponin (cTnT/ cTnI) harus diambil dengan tepat, hasil harus ada dalam 60 menit. Test harus diulang setelah 6-12 jam jika test I negatif. Skor risiko yang ada (menurut GRACE) seharusnya diimplementasikan untuk memperkirakan risiko pada awal dan tahap selanjutnya Ekokardiogram dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding

Pada pasien tanpa nyeri berulang, EKG yang normal dan troponin yang negatif, test stress non invasif yang dapat menginduksi iskemia dapat dilakukan sebelum keluar RS
23

Prediksi akan kematian dan MI dipertimbangkan dalam strtifikasi risiko Indikator klinis : umur, HR, TD, Killip cluss, DM, MI/ CAD sebelumnya EKG marker: depresi segment ST Hasil pencitraan (ECHO): fraksi ejeksi yang rendah, lesi pada tempat utama, penyakit 3-vessel Hasil akhir skor
24

PENATALAKSANAAN
MEDIKAMENTOSA
bloker terutama pasien dengan hipertensi/ takikardia Nitrat oral/IV efektif untuk gejala pada keadaan akut episode angina

CCB diberikan mengurangi gejala pada pasien yang sudah mendapat nitrat dan bloker. CCB pasien dengan KI gunakan bloker & pasien dengan angina vasospaatik
Nifedipin atau dihidropiridin lain tidak seharusnya digunakan kecuali dengan kombinasi bersama bloker.
25

Nitrat vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload mengurangin wall stress dan kebutuhan oksigen. Nitrat menambah suplai oksigen dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolesterol. keadaan akutnitrogliserin atau isosorbit dinitrat diberikan SL atau infus intravena;dosis 1-4mg per jam. dosis dapat dinaikan dari waktu-ke waktu. keluhan terkendali diganti ISDN per oral
26

Nitrat I.V harus diberikan pada pasien : Yang masih mengalami nyeri dada setelah pemberian 3 tablet nitrat sublingual ( bila tidak ada kontraindikasi seperti penggunaan sildenafil dalam 24 jam terakhir) EKG ada iskemia miokard ( menderita gagal jantung). Pada normotensi TD sistolik tidak boleh turun dibawah 110 mmHg, sedangkan pada pasien hipertensi, TD rerata tidak boleh turun > 25%. Nitrat oral dapat diberikan setelah 12-24 jam periode bebas nyeri. Rebound angina bila nitrat dihentikan mendadak.
27

bloker

bloker secara kompetitif hambat efek katekolamin pada reseptor beta, menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Data-data bloker memperbaiki morbiditas dan mortalitas pasien. Meta analisis dari 4700 pasien APTS menunjukkan penyekat beta dapat menurunkan risiko infark sebesar 13%. (P<0,04)

28

antagonis kalsium (CCB)


angina berulang atau berkelanjutan walaupun telah mendapatkan nitrat dan bloker dengan dosis adekuat, Angina Prinzmetal ( angina varian) Meta analisis tak ada pengurangan angka kematian dan infark. Pada pasien yang sebelumnya tidak mendapat antagonis pemberian nifedipin menaikkan infark dan angina yang rekuren sebesar 16%, kombinasi nifedipin dan metroprolol dapat mengurangi kematian dan infark sebesar 20%, tapi kedua studi secara statistik tak bermakna.

Kenaikan mortalitas mungkin karena pemberian nifedipin menyebabkan takikardia dan kenaikan kebutuhan oksigen.
Verapamil dan diltiazem memperbaiki survival dan mengurangi infark pada pasien SKA.

29

Antiagregasi Trombosit/antiplatelet Terapi antiplatelet efektif cegah kelainan vaskular yang berat (selama terapi jangka pendek atau jangka panjang) pasien atherosclerotic arterial disease Obat antiplatelet salah satu dasar th/ APTS/NSTEMI 3 gol. obat antiplatelet (aspirin, tienopiridin, GP IIb/IIIa inhibitor) terbukti bermanfaat
30

Aspirin
paling sering diteliti, > 60.000 pasien ikut dalam penelitian. Secara eksperimental, dosis 100 mg peroral aspirin bermanfaat secara utuh memblok sintesa tromboxan A2 dengan cara penghambatan aspirin terhadap agregasi trombosit. Dosis kecil diberikan beberapa hari menilai apakah blokade sempurna terhadap produksi tromboxan A2 atau gagal sama sekali. Pada dosis tinggi sintesa prostasiklin juga dihambat (pada endotelium) Ini dapat secara paradoksal terhadap trombosis dan vasokonstriksi. Seleksi dosis perlu keseimbangan efikasi dan 31 keamanan.

Aspirin mengurangi kematian jantung, infark fatal/ non fatal dari 51% sampai 72% pada APTS. aspirin dianjurkan untuk seumur hidup dengan dosis awal 160mg per hari dan dosis selanjutnya 80 -325 mg per hari Aspirin direkomendasikan untuk semua pasien NSTE-ACS yang tidak ada KI, dosis awal 160325 mg/ hari dan dosis maintenen 25-100 mg
32

Dari studi ISIS-2, dosis 160 mg ASA menunjukkan efikasi ASA pada pasien dengan kecurigaan IMA. Penelitian Veteran Administration Cooperative Study, Canadian Multicenter Trial, dan Montreal Heart Institute Study aspirin mengurangi risiko kematian karena penyakit jantung dan MCI fatal dan nonfatal 51-72 % . Kemampuan aspirin untuk menghambat agregasi platelet mempunyai range dosis yang besar, terapi dengan dosis inisial minimal 160 mg/hr, diikuti dengan dosis 80-325 mg/hr direkomendasikan

33

Ticlopidine
Derivat thienopyridine, alternatif lini kedua yang efektif selain aspirin, terapi tambahan pada aspirin untuk mencegah trombosis setelah pemasangan sten intrakoroner. Ticlopidine memblokade agregasi platelet yang dimediasi oleh ADP dan transformasi reseptor fibrinogen platelet menjadi bentuk dengan afinitas yang tinggi. Penelitian Studio della Ticlopidinia nellAngina Instabile mendemonstrasikan penurunan 46,3% insiden primary composite end poin kematian dan MCI nonfatal pada 6 bulan (insiden 7,3% bagi yang mendapat ticlopidine vs 13,6% bagi yang mendapat plasebo; P=0,009) pada pasien yang diterapi dengan ticlopidine selain terapi konvensional. Protokol klinis praktis menganjurkan ticlopidine sebagai pengganti aspirin pada pasien dengan hipersensitivitas terhadap aspirin atau intoleransi gastrointestinal, meskipun 2,4 % terjadi insiden granulositopenia serius yang reversibel setelah penghentian obat
34

Clopidogrel dapat menghambat agregasi platelet. ES lebih kecil dari tiklopidin, belum ada laporan adanya neutropenia. Clopidogrel terbukti dapat mengurangi strok, infark dan kematian kardiovaskular. clopidogrel pada pasien tak tahan aspirin. ACC/AHA clopidogrel juga dianjurkan untuk diberikan bersama aspirin paling sedikit 1 bulan sampai 9 bulan. Dosis clopidogrel dimulai 300mg perhari dan selanjutnya 75 mg per hari
35

Clopidogrel diberikan selama 12 bulan kecuali kalau ada risiko perdarahan.


Pada pasien yang dipertimbangkan untuk dilakukan prosedur invasive/ PCI, loading dose 600 mg clopidogrel dapat diberikan untuk hambat fungsi platelet lebih cepat.

pasien yang dapat clopidogrel yang perlu CABG, pembedahan diundur 5 hari untuk menghentikan clopidogrel jika secara klinis memungkinkan.
36

Clopidogrel derivat thienopyridine baru dari ticlopidine. mempengaruhi aktivasi dependen ADP dari kompleks glikoprotein IIb/IIIa dan secara efektif menghambat agregasi platelet ES << dari ticlopidine dan belum dilaporkan menyebabkan netropenia. penelitian th 1996, 19.185 pasien dengan penyakit vaskular aterosklerotik; stroke iskemik, MCI, atau penyakit vaskular perifer simtomatik secara random dapat clopidogrel atau aspirin. Setelah follow up selama 1,9 tahun clopidogrel terbukti lebih efektif dari aspirin dalam mengurangi risiko stroke iskemik, MCI atau kematian karena penyakit vaskular (risiko 5,3% vs 5,8%; p=0,66)
37

Studi CAPRIE, pasien secara acak dipilih menerima 325 mg/ hari ASA atau 75 mg/ hari clopidogrel penurunan risiko relatif dari kejadian iskemia, IMA atau kematian akibat vaskular sebanyak 8,7% CURE trial pada 12.562. pasien SKA dengan non ST elevasi, diberi clopidogrel atau plasebo untuk 3-12 bulan, memperlihatkan bahwa kombinasi clopidogrel dengan aspirin,( segera 300 mg, diikuti 75 mg tiap hari) menurunkan komplikasi iskemik pada pasien SKA NSTEMI
38

Lim MJ dkk (2005) mengevaluasi dampak kombinasi terapi clopidogrel dengan statin pada 15.693. pasien yang dirawat denganNSTEMI/APTS kombinasi clopidogrel dg statin berikan efek sinergis pada klinis pasien SKA non ST elevasi Lau WC (2003) dkkpenurunan agregasi platelet akibat clopidogrel merupakan efek pemakaian bersama dengan atorvastatin. Efek antagonis ini tidak ditemukan pada pasien yang diterapi dengan pravastatin.
39

Peters dkk (2003) dalam CURE trial (12562 SKA) menyimpulkan penambahan clopidogrel pada aspirin bermanfaat tanpa memandang dosis aspirin. Risiko perdarahan meningkat dengan meningkatnya dosis aspirin, dengan atau tanpa clopidogrel, tanpa peningkatan efikasi obat. Studi ini menyimpulkan bahwa dosis optimal aspirin adalah 75-100 mg dengan atau tanpa clopidogrel.
40

Glikoprotein IIb/IIIa inhibitor suatu reseptor pada platelet untuk protein adhesive seperti fibrogen dan faktor von Willebrand , secara maksimal menghambat jalur umum terakhir yang terlibat pada adhesi platelet, aktivasi dan agregasi. tiga kelas glikoprotein IIb/IIIa inhibitor: murinehuman chimeric antibodies (mis. abciximab), bentuk peptida sintetik (mis. eptifibatide) dan bentuk nonpeptida sintetik (mis. tirofiban dan lamifiban).
41

Gambar.2. Proses aktivasi dan agregasi platelet, dan inhibisi agregasi platelet dengan inhibitor reseptor glikoprotein IIb/IIIa.(kutip 2)
42

Metaanalisis dari 12,296 pasienpe mortalitas dan infark miokard secara relatif sebesar 34% selama 24 jam terapi medikamentosa tanpa revaskarisasi (2,5% VS 3,5%; P=0.001). Penelitian pada SKA NSTEMI + tindakan PCI kematian dan infark miokard dalam 30 hari berkurang 30-70%. Tirofiban dan eptifibatid harus diberikan dg aspirin dan heparin pada pasien dg iskemia terus menerus atau pasien risiko tinggi dan pasien yang direncanakan untuk tindakan PCI. Abciximab untuk pasien dengan APTS dan NSTEMI yang direncanakan untuk tindakan invasif dini ( PCI direncanakan dalam 12 jam). 43

GPIIb/IIIa inhibitor mengurangi risiko relatif 30-hari end point gabungan kematian, MCI atau kebutuhan revaskularisasi ulang 22-56% jika diberikan dengan UFH dan aspirin, tetapi tidak mempunyai efek terhadap mortalitas secara tersendiri. Dibanding plasebo, terapi dengan bolus abciximab tambah infus menghasilkan penurunan 35 % insiden end point gabungan pada 30 hari (8,3% vs 12,8%, P=0,008), 23 % penurunan pada 6 bulan (27% vs 35,1%, P=0,001), dan 13 % penurunan pada 3 tahun (41,1% vs 47,2%, P=0,009), Mortalitas pada 30 hari sama-sama rendah (1,7%), tetapi pada 3 tahun, kejadian MCI atau APTS 60 % lebih sedikit (5,1% vs 12,7%) pada pasien risiko tinggi yang mendapat abciximab.
44

Eptifibatide pada dua dosis dibandingkan dengan plasebo pada pasien yang dijadwalkan untuk menjalani prosedur PCI elektif, urgen atau emergensi. Outcome pada 30 hari lebih baik pada kelompok eptifibatide (insiden, 9,2% bagi mereka yang mendapat dosis lebih rendah, 9,9% untuk yang mendapat dosis lebih tinggi, dan 11,4% bagi yang mendapat plasebo; P=0,06), tetapi angka mortalitas sama rendah pada tiap kelompok (berturut-turut 0,5%, 0,8% dan 1,1%)
45

Tirofiban bolus diikuti dengan infus tidak ada efek yang bermakna pada 30 hari (8,0% vs 10,4%, P=0,052) dibanding plasebo Angka mortalitas sama pada kedua kelompok pada 30 hari (tirofiban, 0,8%; plasebo, 0,7%) dan pada 60 hari (berturut-turut 1,8% dan 1,4%). Dibandingkan plasebo, abciximab diberikan dengan UFH dosis rendah (bolus inisial 70 U per kgBB) sama efektifnya dengan abciximab ditambah UFH dosis standar (bolus inisial 100 U per kg) dalam menurunkan insiden end point gabungan (composite end point) 30 hari (5,2% untuk abciximab ditambah UFH dosis rendah vs 5,4% untuk abciximab ditambah UFH dosis standar dan 11,7% untuk plasebo ditambah UFH dosis standar, P<0,001) dan menyebabkan lebih sedikit perdarahan dari abciximab ditambah UFH dosis standar. Namun angka mortalitas tidak membaik secara bermakna pada 30 hari (0,4% vs 0,3% dan 0,8%, berturut-turut; P tidak bermakna) atau pada 1 tahun (1,8% vs 1,7% dan 2,6%, P tidak bermakna). Keuntungan terbesar dari abciximab adalah pada pasien risiko tinggi dengan APTS refrakter dan kadar troponin yang meningkat.46

Terapi dengan kombinasi tirofiban, aspirin dan UFH penurunan bermakna insiden MCI baru atau kematian, dibandingkan dengan kombinasi aspirin dan UFH, pada 7 hari (4,9% vs 8,3%, P=0,006) dan pada 30 hari (8,7% vs 11,9%, P=0,03), tapi tidak pada 6 bulan (12,3% vs 15,3%, P=0,06). Angka mortalitas 6 bulan (6,9% vs 7,0%, P=0,85) dan angka komplikasi perdarahan mayor sama pada kedua kelompok. Platelet Receptor Inhibition in Ischemic Syndrome Management study angka mortalitas 30 hari 36 % lebih rendah pada pasien yang diterapi dengan tirofiban dan aspirin daripada yang diterapi dengan UFH dan aspirin (2,3% vs 3,6%, P=0,02), tetapi tidak mendapatkan keuntungan dengan tirofiban dan aspirin tanpa UFH.
47

Studi terbesar APTS dan MCI non-Q-wave ( Receptor Suppression Using Integrilin Therapy trial) kombinasi eptifibatide, UFH dan aspirin secara bermakna mengurangi insiden kematian atau MCI pada 30 hari dibandingkan dengan kombinasi UFH dan aspirin (insiden, 14,2% vs 15,7%; P=0,04) eptifibatide berhubungan dengan meningkatnya perdarahan dan kebutuhan transfusi yang lebih sering. Di antara pasien yang menjalani revaskularisasi, ada penurunan bermakna insiden end point gabungan sebelum prosedur dilakukan (insiden, 1,7% vs 5,5%; P<0,001). Perbedaan ini tidak bermakna 30 hari setelah intervensi (10,2% vs 12,4%, p=0,24 )
48

Terapi antitrombin antikoagulan menunjukkan kemampuannya mengurangi risiko kematian dan /atau MI diatas komplikasi perdarahan. Antikoagulan direkomendasikan pada semua pasien disamping antiplatelet, dan diseleksi berdasarkan risiko iskemik dan perdarahannya. Pilihan tergantung pada strastegi awal, tindakan urgent/cito, tindakan awal/ strategi konservatif. Cito UFH, enoxaparine atau bivalirudin harus dimulai segera. keadaan tidak cito keputusan untuk melanjutkan tindaka awal/ strategi konservatif dapat ditunggu. Metanalisis 6 penelitian pemberian heparin bersama aspirin mengurangi risiko sebesar 33% dibandingkan dengan aspirin saja. 49

LMWH ikatan terhadap protein plasma kurang,


biovailabilitas lebih besar dan tidak mudah dinetralisir oleh faktor 4, lebih besar pelepasan tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dan kejadian trombositipenia lebih sedikit. Fondaparinux direkomedasikan karena efikasi/ safety paling baik. Enoxaparin kurang bagus dibanding fondaparinux, hanya dapat digunakan jika risiko perdarahan rendah. Dalteparin sama efektifnya dengan heparin penelitian dengan enoksparin menunjukkan berkurangnya mortalitas atau infark sebesar 20% pada pasien yang mendapat enoksparin dibandingkan heparin.
50

PRIME CARE Study (2005) membandingkan efikasi LMWH, parnaparin dengan UH pada pasien APTS di India, : penambahan parnaparin 6400 IU sc sekali sehari selama 7 hari pada terapi standar APTS, secara signifikan mengurangi insiden kematian, infark miokard dan keperluan revaskularisasi jika dibandingkan dengan UFH. Insiden perdarahan minor berkurang pada pasien yang diterapi dengan parnaparin. Antikoagulan dapat dihentikan dalam 24 jam saat prosedur invasive dilakukan. fondaparinux, enoxaparin dan LMWH dapat tetap diberikan meski telah keluar dari RS.
51

Gambar 3. Role of Factor Xa and IIa (Thrombin) in Coagulan(kutip2)52

Penelitian Efficacy and Safety of Subcutaneous Enoxaparin in Non-Q-Wave Coronary Events insiden end point gabungan kematian, MCI, atau angina rekuren lebih rendah dengan enoxaparin dibandingkan UH pada 14 hari (insiden, 16,6% vs 19,8%; P=0,016) dan pada 30 hari (19,8% vs 23,3%, P=0,016), tidak ada perbedaan yang bermakna pada angka kematian secara tersendiri (2,2% vs 2,3% pada 14 hari, P=0,92; 2,9% vs 3,6% pada 30 hari, P=0,25). Penelitian Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) 11B enoxaparin lebih superior dari UH dalam menurunkan end point gabungan MCI dan revaskularisasi emergensi tanpa menyebabkan peningkatan kejadian perdarahan mayor yang bermakna
53

Perdarahan minor dan mayor kurang pada LMWH Pada hari ke-6 terapi pada studi FRIC, rata-rata perdarahan mayor 1,1% dengan dalteparin dan 1% dengan UH. Pada studi FRAXIS, perdarahan pada kedua kelompok nadroparin adalah 0,7% dan 1,3 % pada hari ke 6, sedangkan dengan UH adalah 1%. Pada penelitian TIMI IIB hasil juga sama.
54

Revaskularisasi Koroner
Revaskularisasi untuk NSTE-ACS untuk melepaskan angina dan iskemia miokardial, mencegah progresifitas MI atau kematian. Indikasi (PCI/ CABG) tergantung keparahan lesi yang diidentifikasi dg arteriografi koroner, kondisi pasien dan komorbiditas
55

CABG APTS dengan anatomi koroner berisiko tinggi: obstruksi lumen 50% atau lebih arteri koroner utama kiri atau three-vessel disease dan fraksi ejeksi yang menurun (<50 persen) atau diabetes melitus CABG juga risiko sedang (mis. two-vessel disease, lesi stenotik subtotal proksimal, dan fungsi ventrikel kiri yang tertekan). meta-analisis dari uji acak di mana dibandingkan angioplasti konvensional [PTCA] dengan CABG pada pasien berisiko sedang tidak menemukan perbedaan dalam hal prognosis di antara kedua cara ini, pasien yang menjalani PTCA memiliki 10 kali risiko memerlukan prosedur revaskularisasi ulang dan 1,6 kali risiko angina rekuren pada satu tahun
56

Dibandingkan dengan PTCA saja, stenting dihubungkan dengan angka keberhasilan prosedur awal yang lebih tinggi (96% vs 90%, P=0,01), diameter lumen yang lebih besar setelah prosedur (2,5 mm vs 2,0 mm, P<0,001), angka restenosis yang lebih rendah pada 6 bulan (16% vs 31%, P<0,001) dan perbaikan angka survival bebas serangan (event-free survival) pada 6 bulan (89% vs 79%, P=0,004). Risiko tertutupnya pembuluh darah mendadak (abrupt vessel closure), MCI, atau bedah darurat sekarang kurang dari 2 persen. Stenting biaya per pasien lebih mahal. ticlopidine dan clopidogrel, digunakan dengan aspirin selama dua sampai empat minggu setelah pemasangan sten, optimal untuk mencegah in-stent thrombosis akut .
57

Rekomendasi untuk evaluasi invasif dan revaskularisasi: Angiografi coroner cito pasien dengan angina yang refrakter dan rekuren dengan ST deviasi, gagal jantung dan aritmia yang mengancam kehidupan atau adanya instabilisasi hemodinamik.

pasien risiko sedang sampai berat angiografi koroner dini (< 72 jam) dilanjutkan dengan PCI/ CABG

Tidak direkomedasikan pada pasien dengan risiko sedang sampai berat evaluasi invasif yang rutin uji dengan tindakan non invasif yang dapat menginduksi iskemia disarankan.

58

Gambar 4. Strategi pengobatan pada pasien Angina Pektoris Tak Stabil


59

KESIMPULAN DAN SARAN


KESIMPULAN Berdasarkan karakteristik klinis dan laboratorium saat masuk, pasien risiko rendah, sedang dan tinggi. Pasien dengan risiko rendah atau sedang ( misal tanpa nyeri saat evaluasi, EKG normal atau tidak berubah, hemodinamik stabil), harus diterapi dengan aspirin dan dinilai lebih lanjut. Pasien risiko tinggi yakni yang mengalami angina saat istirahat, prolonged angina atau angina persisten dengan perubahan segmen ST atau instabilitas hemodinamik, dan memerlukan evaluasi dan terapi bersamaan. Petanda biokimia dari kerusakan jantung harus dinilai pada semua pasien yang datang dengan nyeri dada karena APTS
60

KESIMPULAN DAN SARAN


Terapi medis menghilangkan manifestasi iskemia diberikan terapi antiplatelet (aspirin atau ticlopidin atau clopidogrel jika aspirin dikontraindikasikan), terapi antitrombotik, beta bloker, nitrat dan mungkin CCB. Pemberian dini glikoprotein IIb/IIIa inhibitor penting pasien risiko tinggi dengan troponin positif atau pasien dengan rencana implantasi sten koroner. Keamanan dan efektivitas gabungan terapi intensif antiplatelet (glikoprotein IIb/IIIa inhibitor) dan LMWH belum jelas. Pasien dengan APTS harus dilakukan stratifikasi risiko yang terfokus pada gejala angina, PF, penemuan EKG dan petanda biokimia kerusakan jantung. Penggunaan stratifikasi risiko yang terpercaya secara dini memungkinkan alokasi ekonomi dan sumber daya yang sesuai, hasil optimal bagi pasien.
61

KESIMPULAN DAN SARAN


SARAN Penentuan adanya kecendrungan iskemia akut karena PJK harus dilakukan pada semua pasien dengan keluhan tidak enak di dada, dinilai petanda biokimia dari kerusakan jantung.

62

63

Anda mungkin juga menyukai