Anda di halaman 1dari 32

MATERI KULIAH USHUL FIQH 01 OLEH : H. ASNIN SYAFIUDDIN, LC.

MA

Pengertian Fiqh ( )menurut bahasa (etimologi) : adalah : ( / pengetahuan dan pemahaman terhadap /supaya mereka sesuatu). Contoh : [ mengerti perkataanku, (QS. Thaha:28)] Pengertian Fiqh menurut istilah (terminologi) : [ /Mengetahui hukum-hukum syara (Islam) yang bersifat amaliah (praksis) yang diambil dari dalil-dalinya yang terperinci].

Penjelasan Definisi Fiqh :

Mengetahui adalah Ilmu dan dugaan. Karena mengetahui hukum-hukum fiqih terkadang bersifat yakin dan terkadang bersifat dugaan, sebagaimana banyak dalam masalah-masalah fiqih. Hukum-hukum syara (Islam) : adalah hukumhukum yang diambil dari syariat, seperti wajib dan haram, maka tidak termasuk hukum-hukum akal, dan adat.

Yang bersifat amaliah (praksis) : adalah apa-apa yang tidak berhubungan dengan aqidah, seperti sholat dan zakat. Maka tidak termasuk darinya (Amaliah) apa-apa yang berhubungan dengan aqidah; seperti mentauhidkan Allah, dan mengenal nama-nama dan sifat-Nya; Yang diambil dari dalil-dalinya yang terperinci : adalah dalil-dalil fiqh yang berhubungan dengan masalah-masalah fiqh yang terperinci, maka tidak termasuk di dalamnya ilmu Ushul Fiqih karena pembahasan di dalamnya hanyalah mengenai dalil umum.

Pengertian Ushul Fiqh () : ( ) terdiri dari 2 kata : ( )dan () . ( ): bentuk jama dari ( )yang menurut bahasa berarti : sesuatu yang di atasnya berdiri yang lain (dasar). Sedangkan menurut istilah, () berarti :
( ): dalil ( ): yang kuat ( ): kaidah ( ): istishhab (salah satu dalil syarI yang dipersilahkan/akan dijelaskan nanti)

( ) sudah dijelaskan di atas.

Jadi Ushul Fiqh adalah (menurut Baidhawi) : Memahami dalil-dalil fiqh secara global, bagaimana menggunakannya dalam mengambil sebuah hukum fiqh, serta kondisi orang yang mengambil faidah hukum tersebut. Penjelasan : Yang dimaksud dengan ( / dalil dalil fiqh secara global) adalah kaidah-kaidah yang bersifat umum dan menyeluruh yang mencakup hukum-hukum parsial (bagian).

Contoh :
: dasar dalam perintah menunjukkan wajib. Jadi firman Allah :[ / Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat (QS. Al-Baqarah:43] menunjukkan wajibnya shalat dan zakat. : dasar dalam larangan menunjukkan haram. Jadi firman Allah : [ / Dan janganlah kamu mendekati zina. (QS. Al-Isra:32)] menunjukkan haramnya zina.

Jadi tidak termasuk dari dalil-dalil (kaidahkaidah fiqh secara global dalil-dalil yang terperinci. Dalil-dalil terperinci tersebut tidaklah disebutkan dalam ilmu Ushul Fiqih kecuali sebagai contoh (dalam penerapan) suatu kaidah.

Yang dimaksud dengan : ( / bagaimana menggunakannya dalam mengambil sebuah hukum fiqh) yaitu mengetahui bagaimana cara mengambil hukum dari dalil-dalilnya dengan mempelajari hukum-hukum lafadz dan penunjukkannya seperti umum, khusus, muthlaq, muqoyyad, nasikh, mansukh, dan lain-lain. Maka dengan menguasainya (yakni cara mengambil hukum dari dalil-dalil umum) seseorang bisa mengambil hukum dari dalil-dalil fiqih.

Yang dimaksud dengan ( / serta kondisi orang yang mengambil faidah hukum tersebut) adalah mengetahui kondisi/keadaan orang yang mengambil faidah hukum , yaitu mujtahid. Dinamakan orang yang mengambil ), karena ia dengan faidah hukum ( dirinya sendiri dapat mengambil faidah hukum dari dalil-dalilnya karena ia telah mencapai derajat ijtihad. Maka mengenal mujtahid, syarat-syarat ijtihad, hukumnya dan yang semisalnya dibahas dalam ilmu Ushul Fiqih.

Perbedaan Fiqh dengan Ushul Fiqh : Pembahasan ilmu fiqh berkisar : perbuatan mukallaf dari sisi konsekuensi hukumnya secara syarI ( jual beli, sholat, dst). Sedangkan pembahasan ushul fiqh berkisar tentang : dalil syari global dan apa yang diambil darinya hukum-hukum global ( qiyas, am, mutlaq, dst)

Objek pembahasan fiqh : perbuatan mukallaf dari sisi ditetapkannya hukum syara. Jadi seorang Ahli Fiqh umpamanya membahas shalat, zakat, shaum, haji, jual beli, hutang piutang, sewa menyewa dan lain sebagainya untuk mengetahui hukum syara bagi setiap perbuatan ini. Sedangkan objek pembahsan Ushul Fiqh adalah dalil syara yang bersifat menyeluruh dari sisi melalui dalil tsb ditetapkan hukum syara yang bersifat menyeluruh pula. Jadi Ahli Ushul Fiqh umpamanya membahas qiyas dan kehujjahannya, lafazh yang umum dan yang membatasinya, lafazh yang berbentuk perintah dan yang ditunjukinya, dst.

Tujuan mempelajari ilmu fiqh : menterapkan hukum-hukum syara pada perbuatanperbuatan dan perkataan-perkataan manusia. Jadi fiqh adalah rujukan seorang hakim dalam memutuskan perkara, rujukan seorang pemberi fatwa dalam memberikan fatwa, dan rujukan setiap mukallaf bagi setiap perkataan dan perbuatan yang dilakukannya. Inilah tujuan yang dimaksud dari undang-undang pada bangsa manapun.

Tujuan mempelajari Ilmu Ushul Fiqh : menterapkan kaidah-kaidah dan metode penelitian Ushul Fiqh terhadap dalil-dalil yang terperinci untuk menggali hukum syara yang ditunjuki dalil tersebut. Jadi dengan kaidah-kaidah dan metode penelitiannya :

Nash-nash (teks-teks) dalil syara dapat dipahami dan diketahui hukumnya, dapat diketahui hilangnya suatu yang tidak jelas dari dalil-dalil itu, dapat diketahui yang kuat dari dalil-dalil yang bertentangan.

Hukum dapat digali melalui qiyas, istihsan, istishhab dan lainnya tentang suatu kejadian yang hukumnya tidak disebutkan dalam nash al-Quran atau sunnah. Dapat betul-betul dipahami hukum yang digali oleh para Ulama Mujtahid. Dapat membandingkan perbedaan-perbedaan pendapat para Ulama Mujtahid tentang hukum satu kejadian.

Masa Rasulullah SAW Masa Sahabat Masa Tabiin Masa Pembukuan (Tadwin) Masa Modern

Di masa awal hijriyah (Nabi saw) belum ada kebutuhan untuk ushul fiqh, karena Rasulullah SAW sendiri berfatwa dan mengadili dengan al-Quran yang diwahyukan dan dengan Sunnah yang diilhamkan kepadanya, dan juga dengan ijtihad fithri (ijtihad yang bersifat fihrah atau pembawaan) beliau, sehingga tidak membutuhkan kaidah istimbath (penggalian hukum) dan ijtihad.

Para Sahabat setelahnya berfatwa dengan nashnash al-Quran & as-Sunnah yang mereka pahami melalui kemampuan bahasa Arab mereka tanpa membutuhkan kaidah-kaidah bahasa. Dalam halhal yang tidak ada nashnya, mereka beristinbath dari nash-nash yang ada , melalui pemahaman mereka yang kuat terhadap nash-nash itu. Hal itu lantaran mereka telah menemani Rasulullah saw, mengetahui sebab-sebab turun ayat dan hadits, serta memahami maqoshid syariah (tujuan pembentukan syariat) dan prinsip-prinsip penetapannya.

Contoh Ijtihad Sahabat : Umar ra tidak membagikan ghanimah berupa tanah pertanian di Sawad Iraq Umar ra tidak lagi memberikan zakat pada muallaf Umar ra tidak menjalankan praktek hukum potong tangan pada pencuri di masa paceklik dan kelaparan Ali ra memutuskan vonis 80 kali dera pada mereka yang terbukti minum khamr

Pada masa ini futuhat islamiyah semakin meluas. Dengan demikian, umat Islam Arab banyak berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain yang berbeda bahasa dan latar belakang peradabannya, hal ini menyebabkan melemahnya kemampuan berbahasa Arab di kalangan sebagian umat, terutama di Irak . Di sisi lain kebutuhan akan ijtihad begitu mendesak, karena banyaknya masalahmasalah baru yang belum pernah terjadi dan memerlukan kejelasan hukum fiqhnya.

Dalam situasi ini, muncullah dua madrasah besar yang mencerminkan metode mereka dalam berijtihad:

Madrasah ahlir-rayi. Pusatnya : di Irak (Bashrah dan Kufah). Pengusungnya : murid-murid dari Abdullah bin Masud. Banyak menggunakan ijtihad qiyasi (analog). Madarasah ahlil-hadits. Pusatnya : di Hijaz ( Mekkah dan Madinah). Pengusungnya : muridmurid dari Ibnu Umar dan Ibnu Amr bin Ash. Mengoptimalkan penggunaan atsar / riwayat.

Madrasah ahlir-rayi lebih banyak menggunakan qiyas (analogi) dalam berijtihad, hal ini disebabkan oleh:

Sedikitnya jumlah hadits yang sampai ke ulama Irak. Ketatnya seleksi hadits yang mereka lakukan, hal ini karena banyaknya hadits-hadits palsu yang beredar di kalangan mereka sehingga mereka tidak mudah menerima riwayat seseorang kecuali melalui proses seleksi yang ketat. Di sisi lain masalah baru yang mereka hadapi dan memerlukan ijtihad begitu banyak, maka mau tidak mau mereka mengandalkan qiyas (analogi) dalam menetapkan hukum. Masalah-masalah baru ini muncul akibat peradaban dan kehidupan masyarakat Irak yang sangat kompleks. Mereka mencontoh guru mereka Abdullah bin Masud ra yang banyak menggunakan qiyas dalam berijtihad menghadapi berbagai masalah.

Sedangkan madrasah ahli hadits lebih berhatihati dalam berfatwa dengan qiyas, karena situasi yang mereka hadapi berbeda, situasi itu adalah:

Banyaknya hadits yang berada di tangan mereka dan sedikitnya kasus-kasus baru yang memerlukan ijtihad. Contoh yang mereka dapati dari guru mereka, seperti Abdullah bin Umar ra, dan Abdullah bin Amr bin Ash, yang sangat berhati-hati menggunakan logika dalam berfatwa.

3 Faktor penulisan Ushul Fiqh :


1)
2)

3)

Adanya perdebatan sengit antara madrasah Irak dan madrasah Hijaz. Mulai melemahnya kemampuan bahasa Arab di sebagian umat Islam akibat interaksi dengan bangsa lain terutama Persia. Munculnya banyak persoalan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan memerlukan kejelasan hukum, sehingga kebutuhan akan ijtihad kian mendesak.

Awal Penulisan Ushul Fiqh : Menurut Ibnu Nadim : Ulama yang pertamakali menyusun ilmu ushul fiqh adalah Imam Abu Yusuf, murid Imam Abu Hanifah ( Kitabnya tidak sampai kepada kita). Menurut Abdul Wahhab Khallaf dan Jumhur ulama : Yang pertamakali membukukan kaidah ushul fiqh adalah Imam Syafii dalam kitabnya Ar-Risalah. Sampai sekarang, Imam SyafiI dipandang sebagai bapak Ilmu Ushul Fiqh.

Beliau lahir di Ghaza, pada usia 2 tahun bersama ibunya pergi ke Mekkah untuk belajar dan menghafal Al-Quran serta ilmu fiqh dari ulama Mekkah. Sejak kecil beliau sudah mendapat pendidikan bahasa dari perkampungan Huzail, salah satu kabilah yang terkenal dengan kefasihan berbahasa. Pada usia 15 tahun beliau sudah diizinkan oleh Muslim bin Khalid Az-Zanjiy - salah seorang ulama Mekkah - untuk memberi fatwa. Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru kepada Imam penduduk Madinah, Imam Malik bin Anas ra (95-179 H) dalam selang waktu 9 tahun - meskipun tidak berturut-turut beserta ulama-ulama lainnya, sehingga beliau memiliki pengetahuan yang cukup dalam ilmu hadits dan fiqh Madinah. Lalu beliau pergi ke Irak dan belajar metode fiqh Irak kepada Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani ra (wafat th 187 H), murid Imam Abu Hanifah An-Numan bin Tsabit ra (80-150 H).

] ()[ Metode Ahli Ilmu Kalam ] ( )[ Metode Ahli Fiqh ] ()[ Metode Gabungan

Metode ini memusatkan diri pada kajian teoritis murni untuk menghasilkan kaidah-kaidah ushul yang kuat, walaupun kaidah itu mungkin tidak mendukung mazhab fiqh penulisnya. Dalam mengkaji dan menelurkan kaidah ushul, metode ini sangat mengandalkan kajian bahasa Arab yang mendalam, menggunakan dalalah (indikator) yang ditunjukkan oleh lafazh kata atau kalimat, logika akal, dan pembuktian dalildalilnya. Metode ini benar-benar terlepas dari pembahasan cabang-cabang fiqh dan fanatisme mazhab, jika masalah fiqh disebutkan ia hanya sebagai contoh penerapan saja.

1.

2.

3.

4.

Ar-Risalah karya Imam Syafii (150-204 H). Al-Mustashfa karya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Asy-Syafii (wafat 505 H). Al-Ihkam fi Ushulil-Ahkam karya Saifuddin Ali bin Abi Ali Al-Amidi Asy-Syafii (wafat 631 H). Al-Minhaj, karya al-Baidhawi asy-SyafiI (Wafat 685 H), disyarhkan oleh al-Isnawi.

1)

2)

3)

Keterkaitan erat antara Ushul Fiqh dengan masalah cabang-cabang Fiqh dimana ia dijadikan dalil dan sumber utama kaidah-kaidah ushul yang mereka buat. Apabila ada kaidah ushul yang bertentangan dengan ijtihad fiqh para imam dan ulama mazhab Hanafi, mereka menggantinya dengan kaidah yang sesuai. Tujuan utama dari metode ini adalah mengumpulkan hukum-hukum Fiqh hasil ijtihad para ulama mazhab Hanafi dalam kaidah-kaidah ushul. Metode ini terlepas dari kajian teoritis dan lebih bersifat praktis.

Kanz Al-Wushul Ila marifat Al-Ushul karya Ali bin Muhammad bin Al-Husain Al-Bazdawi Al-Hanafi (wafat th. 482 H). Tasis An-Nazhar karya Ubaidullah bin Umar bin Isa Abu Zaid Ad-Dabbusi Al-Hanafi (wafat th 430 H). Al-Manar karya Hafizhuddin Abdullah bin Ahmad An-Nasafi Al-Hanafi (wafat th 701 H).

1)

2)

Metode ini muncul pertama kali pada permulaan abad ke-7 Hijriyah melalui seorang alim Irak bernama Ahmad bin Ali bin Taghlib yang dikenal dengan Muzhaffaruddin Ibnus Saati (wafat th 694 H) dengan bukunya Badiun-Nizham Al-Jami baina Ushul Al-Bazdawi Wal-Ihkam. Di antara keistimewaan terpenting dari metode ini adalah penggabungan antara kekuatan teori dan praktek yaitu dengan mengokohkan kaidahkaidah ushul dengan argumentasi ilmiah disertai aplikasi kaidah ushul tersebut dalam kasus-kasus fiqh.

1. 2. 3.

Badiun-Nizham Al-Jami baina Ushul Al-Bazdawi Wal-Ihkam karya Ibnus-Saati. Al-Ahkam, karya Muzhaffaruddin al-Baghdadiy alhanfi(w 694 H) At-Taudhih , karya Shadr asy-Syariah.

Di antara kitab-kitab Ushul Fiqh Modern : 1. Irsyad Al-Fuhul Ila Tahqiq Ilm Al-Ushul karya Muhammad bin Ali bin Abdullah Asy-Syaukani AsySyafii (wafat th 1250 H). 2. Ushul Fiqh,karya al-Marhum asy-Syaikh al-Hudhari Bik ( w 1927 H) 3. Tashil al-Wushul ilaa Ilmi al-Ushul, karya al-Marhum Asy-Syaikh Muhammad Abdur Rahman Ied alMahlawi (w 1920 H)

Anda mungkin juga menyukai