Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam mempertahankan kegiatan dan kelancaran operasional perusahaan diperlukan suatu jaminan yang cukup terhadap kekayaan milik perusahaan untuk menghindari adanya tindakan-tindakan penyelewengan atau penyalahgunaan kekayaan perusahaan oleh karyawan perusahaan. Kegiatan yang dilakukan oleh karyawan mengenai kekayaan perusahaan harus diperhatikan dan benar-benar dilaku kan perlindungan terhadap kekayaan perusahaan sehingga memberikan jaminan bahwa kekayaan perusahaan telah digunakan sebagaimana semestinya dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Apabila hal tersebut tidak dilakukan akan mengakibatkan terjadinya penurunan terhadap kekayaan perusahaan dan perusahaan akan mengalami kerugian yang cukup besar. Pengendalian yang sangat penting diperhatikan adalah kas. Kas adalah harta yang paling lancar dalam kelompok aktiva lancar. Pos ini termasuk aktiva yang paling sering mengalami perubahan, dalam hal ini terjadi karena sebagian besar transaksi yang dilakukan perusahaan tidak sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan sehingga dapat mempengaruhi modal kerja dan menimbulkan ke tidak seimbangan antara aktiva lancar dengan besarnya hutang yang dapat mempengaruhi likuiditas perusahaan. Perusahaan membutuhkan kas untuk membiayai operasi perusahaan, misalnya membeli barang dan jasa, membayar gaji karyawan, membayar utang, dan membayar dividen kepada pemilik (distribusi). Oleh karena itu kas perlu dikelola secara efektif untuk menjaga kesehatan perusahaan tersebut. Kas sangat penting untuk menggerakan usaha perusahaan. Manajemen kas yang efektif meliputi pembuatan rencana yang baik untuk menjaga keseimbangan antara risiko dan profitabilitas. Manajemen sering menghadapi dilema dalam pengelolaan kas. Disatu sisi manajemen harus menghindari jumlah kas yang terlalu kecil dalam

perusahaan (likuiditas), agar dapat meminimumkan risiko insolvensi (risk of insolvency), di sisi lain manajemen dituntut melakukan investasi.

1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penulisan ini adalah : 1. Apakah pengertian kas ? 2. Apa saja motif dalam penyimpanan kas ? 3. Bagaimanakah proses kas (cash cycle) ? 4. Apakah definisi dan tujuan manajemen kas ?

1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk : 1. Mengetahui pengertian kas 2. Mengetahui motif-motif dalam penyimpanan kas 3. Mengetahui proses kas (cash cycle) 4. Mengetahui definisi dan tujuan manajemen kas

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kas Ada banyak sekali pengertian tentang kas, baik dari sisi perundangundangan maupun dari sisi teori/konsep ekonomi. a. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara Konsep-konsep, Unsur-unsur dan Current Issue Manajemen Kas Sektor Publik 3 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan olehMenteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara. Dengan demikian kas dalam pengertian undangundang ini semua uang negara yang bersumber dari seluruh penerimaan negara dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran negara. b. Menurut Standar Akuntansi Pemerintah Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Bendaharawan Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah pusat. c. Menurut Standar Akuntansi Keuangan Kas terdiri dari saldo kas (cash on hand) dan rekening giro setara kas (cash equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang signifikan. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa pengertian kas meliputi saldo kas (cash on hand), saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat digunakan serta
3

instrumen investasi yang sangat likuid, berjangka pendek dan dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi resiko perubahan nilai yang signifikan.

2.2 Motif dalam penyimpanan kas Terdapat tiga motif dasar dalam menyimpan kas yaitu: 1. Motif Bertransaksi (Transactions Motive) Motif ini melihat kas secara sempit yaitu sebagai media untuk pertukaran dalam rangka membiaya transaksi normal yang terjadi seperti pembayaran kepada pemasok dan pembayaran gaji. Besarnya tingkat saldo transaksi tergantung pada besar kecilnya organisasi dan periode waktu kas masuk dan kas keluar. Organisasi yang besar pada umumnya cenderung melakukan banyak transaksi. Jika arus kas masuk dan keluar dapat disinkronisasi maka saldo kas dapat diminimalisasi. 2. Motif Berjaga-Jaga (Precautionary Motive) Motif ini fokus pada kemampuan kas untuk menunjang daya beli pada saat timbul kejadian yang tidak diharapkan atau peluang yang tidak diperkirakan sebelumnya. Saldo untuk pencegahan berfungsi sebagai cadangan pada saat ketidakpastian meningkat sebagai akibat perubahan industri, ekonomi, dan dunia. Saldo untuk keperluan darurat ini umumnya disediakan dengan menggunakan portofolio dari pasar uang dan pasar modal. Kriteria kunci dari penggunaan metode ini adalah tingkat keamanan yang tinggi, likuiditas, dan kemudahan untuk mencairkan surat berharga menjadi kas. 3. Motif Spekulasi (Speculative Motive) Motif ini timbul seiring dengan keinginan manajemen untuk memiliki sejumlah kas yang dapat digunakan untuk mengambil keuntungan dari kesempatan yang timbul secara tidak terduga. Manajemen harus mempunyai prediksi bahwa saldo kas tersebut dapat menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi dari operasi normal organisasi. Pada umumnya, organisasi-organisasi tidak menyimpan kas untuk tujuan spekulasi.

2.3 Proses Kas (Cash Cycle) Proses arus kas (cash cycle) adalah waktu yang dibutuhkan untuk proses dari pengeluaran kas sampai dengan penerimaan kas.1 Proses ini merupakan bagian dari proses operasional (operating cycle). Proses operasional terdiri dari empat komponen, yaitu periode persediaan, periode utang, periode piutang dan siklus kas. Pada umumnya periode persediaan ditambah dengan periode utang akan sama dengan periode utang dan siklus kas. Akan tetapi persamaan ini tidak berlaku untuk pendapatan pemerintah dari perpajakan karena pendapatan ini tidak terkait dengan layanan yang diberikan pemerintah.

2.4 Definisi dan Tujuan Manajemen Kas Manajemen kas adalah pengelolaan atas sumber daya kas suatu organisasi. Manajemen kas memberikan kepada manajemen alat untuk berfungsinya suatu organisasi dengan menggunakan kas atau sumber daya likuid yang dimilikinya dengan cara yang tepat. Mike Williams (2004) mendefinisikan manajemen kas pemerintah sebagai strategi dan proses-prosesnya untuk mengelola secara efektif dan efisien arus kas jangka pendek dan saldo-saldo kas yang ada dalam pemerintahan maupun antara pemerintah dengan sektorsektor lain. Dari definisi ini ada beberapa hal yang ditekankan: 1. Definisi ini mencakup persoalan kebijakan dan rancangan proses-proses yang lebih seragam. 2. Manajemen arus kas dan saldo kas memunculkan berbagai tantangan yang berbeda-beda yang harus dihadapi secara bersama-sama. 3. Definisi ini mencakup manajemen kas pada sektor pemerintahan dan interaksi antara pemerintah dengan sektor-sektor lain, terutama sektor keuangan. Sementara itu, Storkey (2001) mendefinisikan manajemen kas sebagai memiliki uang yang cukup pada tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat untuk membayar kewajiban-kewajiban pemerintah dalam cara yang efektif dan efisien.

George W Galinger dan P. Basil Healey, Liquidity Analysis and Management, ed. 2 (Massachussets: Aldison-Wesley Publishing), 1991, hal 236.

Dari definisi di atas, terdapat beberapa tujuan dari manajemen kas. Tujuan utamanya adalah dengan manajemen kas yang baik, suatu pemerintahan dapat mendanai pengeluaran-pengeluarannya tepat pada waktunya dan memenuhi setiap kewajibannya ketika jatuh tempo. Tujuan-tujuan tambahannya adalah efektivitas biaya, pengurangan risiko dan efisiensi. Secara khusus, Williams (2004) menyatakan tujuan-tujuan dari manajemen kas pemerintah yang efisien adalah: 1. Menyimpan seminimal mungkin saldo menganggur dalam sistem perbankan dan menekan seminimal mungkin biaya-biaya yang terkait dengan penyimpanan saldo tersebut pada sistem perbankan. 2. Mengurangi risiko operasional, risiko kredit dan risiko pasar yang terkait dengan kegiatan pemerintah dan pendanaan kegiatan pemerintah. 3. Menambah fleksibilitas dalam cara pemerintah menentukan kapan penerimaan kas pemerintah ditandingkan dengan pengeluaran kas pemerintah. 4. Mendukung kebijakan-kebijakan keuangan lainnya.

Berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara di Indonesia, tujuantujuan manajemen kas dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian berikut: Manajemen Likuiditas Likuiditas berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi.2 Manajemen likuiditas penting untuk memastikan negara memiliki kas yang cukup untuk menyelesaikan semua kewajiban yang jatuh tempo. Untuk itu pemerintah perlu mengetahui berapa besar penerimaan dan pengeluaran yang akan dilakukan. a. Monitoring penerimaan dan pengeluaran kas negara Pemerintah perlu mengetahui berapa besar pengeluaran kas yang akan dilakukan. Beberapa pengeluaran pemerintah mungkin saja dapat ditunda atau dipercepat, pemerintah harus mampu melihat saat pengeluaran kas yang menguntungkan pemerintah. Penerimaan kas negara seluruhnya harus segera
2

Bambang Riyanto, Perusahaan,(Yogyakarta:BPFE),2001,hal 25.

Dasar-dasar

Pembelanjaan

disetor (Undang-Undang No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pasal 16). Penerimaan negara yang tidak segera disetor akan menguntungkan penyetor atas biaya pemerintah.

b. Antisipasi atas kemungkinan kekurangan/kelebihan kas Kekurangan/kelebihan kas akan membebani keuangan pemerintah karena adanya time value of money. Pengelolaan likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan leabilitas (liability management). Melalui pengelolaan likuiditas yang baik, bank dapat memberikan keyakinan pada para penyimpan dana bahwa mereka dapat mengambil dananya sewaktu-waktu atau pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu bank harus mempertahankan sejumlah alat likuid guna memastikan bahwa bank sewaktu-waktu dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Dalam likuiditas terdapat dua resiko yaitu resiko ketika kelebihan dana dimana dana yang ada dalam bank banyak yang idle, hal ini akan menimbulkan pengorbanan tingkat bunga yang tinggi. Kedua, resiko ketika kekurangan dana, akibatnya dana yang tersedia untuk mencukupi kebutuhan kewajiban jangka pendek tidak ada. Dan juga akan mendapat pinalti dari bank sentral. Kedua keadaan ini tidak diharapkan oleh bank karena akan mengganggu kinerja keuangan dan kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa ketika bank mengharapkan keuntungan yang maksimal akan beresiko pada tingkat likuiditas yang rendah atau ketika likuiditas tinggi berarti tingkat keuntungan tidak maksimal. disini terjadi konflik kepentingan antara mempertahankan likuiditas yang tinggi dan mencari keuntungan yang tinggi. Pengeleloan likuiditas sangat penting bagi bank terutama untuk mengatasi resiko likuiditas yang disebabkan oleh dua hal diatas. Untuk menjaga agar resiko likuiditas ini tidak terjadi kebijakan manajemen likuiditas yang dapat dilakukan antara lain dengan menjaga asset jangka pendek, seperti kas. 1. Penghitungan Ratio Likuiditas

Untuk menilai likuiditas perusahaan terdapat beberapa rasio yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisa dan menilai posisi likuiditas perusahaan, yaitu: 1. Current Ratio Current Ratio biasanya digunakan sebagai alat untuk mengukur keadaan likuiditas suatu perusahaan, dan juga merupakan petunjuk untuk dapat megetahui dan menduga sampai dimanakah kiranya kita, apabila memberikan kredit berjangka pendek kepada seorang nasabah, dapat merasa aman atau tidak. Dasar perbandingan tersebut dipergunakan sebagai alat petunjuk, apakah perusahaan yang mandapat kredit itu kira-kira akan mampu ataupun tidak untuk memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran kembali atau pada pelunasan pada tanggal yang sudah ditentukan. Dasar perbandingan itu menunjukan apakah jumlah aktiva lancar itu cukup melampaui besarnya kewajiban lancar, sehingga dapatlah kiranya diperkirakan bahwa, sekiranya pada suatu ketika dilakukan likuiditas dari aktiva lancar dan ternyata hasilnya dibawah nilai dari yang tercantum di neraca, namun masih tetap akan terdapat cukup kas ataupun yang dapat dikonversikan menjadi uang kas di dalam waktu singkat, sehingga dapat memenuhi kewajibannya.3 Current ratio yang tinggi maka makin baiklah posisi para kreditor, oleh karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan itu akan dapat dibayar pada waktunya. Hal ini terutama berlaku bila pimpinan perusahaan menguasai pos-pos modal kerja dengan ketat/dengan semestinya. Dilain pihak ditinjau dari sudut pemegang saham suatu current ratio yang tinggi tak selalu paling menguntungkan, terutama bila terdapat saldo kas yang kelebihan dan jumlah piutang dan persediaan adalah terlalu besar. Pada umumnya suatu current ratio yang rendah lebih banyak mengandung risiko dari pada suatu current ratio yang tinggi, tetapi kadang-kadang suatu current

Amin Tunggal Widjaja, Dasar-dasar Analisis Laporan Keuangan,(Yogyakarta: Rhineka Cipta),1995, hal 154.

ratio yang rendah malahan menunjukkan pimpinan perusahaan menggunakan aktiva lancar sangat efektif. Yaitu bila saldo disesuaikan dengan kebutuhan minimum saja dan perputaran piutang dari persediaan ditingkatkan sampai pada tingkat maksimum. Jumlah kas yang diperlukan tergantung dari besarnya perusahaan dan terutama dari jumlah uang yang diperlukan untuk membayar utang lancar, berbagai biaya rutin dan pengeluaran darurat.4 Munawwir menyatakan current ratio 200% kadang sudah memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi jumlah modal kerja dan besarnya rasio tergantung pada beberapa faktor, suatu standar atau rasio yang umum tidak dapat ditentukan untuk seluruh perusahaan. Current ratio 200% hanya merupakan kebiasaan atau rule of thumb dan akan digunakan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa yang lebih lanjut. Current ratio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutanghutang tersebut. Tetapi suatu perusahaan dengan current ratio yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat dibayarnya hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo karena proposisi atau distribusi dari aktiva lancar yang tidak menguntungkan, misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan yang akan datang sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya over investment dalam persediaan tersebut atau adanya saldo piutang yang besar yang mungkin sulit untuk ditagih. Adapun formulasi dari current ratio (CR) adalah sebagai berikut : Current ratio= (aktiva lancar : hutang lancar) x 100% 1. Quick ratio Rasio ini disebut juga sebagai acid test ratio, yaitu perbandingkan antara aktiva lancar dikurangi persediaan dengan utang lancar. Rasio ini merupakan ukuran
4

Ibid, hal 157.

kemampuan

perusahaan

dalam

memenuhi

kewajibannya

dengan

tidak

memperhitungkan persediaan, karena menganggap persediaan memerlukan waktu lama untuk direalisir menjadi kas, walaupun pada kenyataannya mungkin persediaan lebih likuid dari piutang. Rasio ini lebih tajam dari pada current ratio karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid. Jika current ratio tinggi tapi quick ratio rendah, hal ini menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan. Adapun formulasi dari quick ratio adalah sebagai berikut : Quick Ratio = ( Aktiva Lancar Persediaan) : (utang lancar) x 100% 1. Resiko likuiditas Bank wajib menyediakan likuiditas tersebut dengan cukup dan mengelolanya dengan baik, karena apla likuiditas tersebut terlalu kecil maka akan mengganggu kegiatan operasional bank, namun demikian likuiditas juga tidak boleh terlalu besar, karena apabila jumlah likuditas terlalu besar maka akan menurunkan efisiensi bank sehingga berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas. Dalam hal Bank tidak mampu memenuhi kebutuhan dana dengan segera untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari maupun guna memenuhi kebutuhan dana yang mendesak maka muncullah risiko likuditas. Risiko Likuditas adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan akibat dari adanya kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek dan aktiva yang pada umumnya berjangka panjang. Besar kecilnya risiko likuditas ditentukan antara lain: 1. Kecermatan dalam perencanaan arus kas atau arus dana berdasarkan prediksi pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana, termasuk

mencermati tingkat fluktuasi dana;

10

2. Ketepatan dalam mengatur struktur dana termasuk kecukupan dana-dana non PLS; 3. Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas; dan 4. Kemampuan menciptakan akses ke pasar antar bank atau sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender of last resort. Apabila kesenjangan tersebut cukup besar maka akan menurunkan kemampuan Bank untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu untuk mengantisipasi terjadinya risiko likuiditas, maka diperlukan manajemen likuiditas, yang mana pengelolaan likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan liabilitas. Dalam mengantisipasi terjadinya Risiko Likuditas, aktivitas Manajemen Risiko yang umumnya ditetapkan oleh Bank antara lain adalah: 1. Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah baik berupa penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai. 2. Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming transfer maupun setoran tunai nasabah. 3. Membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario penarikan dana berdasarkan pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih terbesar yang pernah terjadi dan membandingkannya dengan penarikan dana bersih ratarata saat ini. Dari analisa tersebut dapat diketahui tingkat ketahanan likuiditas Bank. 4. Selanjutnya Bank menetapkan secondaryreserve untuk menjaga posisi likuiditas Bank, antara lain menempatkan kelebihan dana ke dalam instrumen keuangan yang likuid. 5. Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank. Melaksanakan fungsi ALCO (Asset &Liability Committee) untuk mengatur tingkat bunga dalam usahanya. 6. meningkatkan/menurunkan sumber dana tertentu.

11

5. Strategi Manajemen Cadangan dan Kebijakannya Dalam menjaga tingkat profitabilitas bank dan menjaga kepercayaan masyarakat, maka disini sangat diperlukan manajemen resiko. Secara umum yang dimaksudkan dengan risiko adalah sebagai bentuk peristiwa yang mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau lembaga untuk mencapai tujuannya Dalam pengertian umum di atas belum terlihat gambaran ukuran besar atau luas dampak risiko tersebut terhadap pencapaian tujuan bank. Bank Indonesia mendefinisikan manajemen resiko sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan resiko yang timbul dari kegiayan usaha bank. Dalam mengaplikasikan definisi resiko tersebut dalam program manajemen resiko, maka semua kegiatan atau usaha yang dilakukan akan melibatkan semua kegiatan yang membutuhkan perhatian, kewaspadaan, pengetahuan yang harus dikembangkan, pengalaman yang memadai serta kemampuan yang terus ditingkatkan. Resiko mempunyai potensi suatu peristiwa terjadi atau tidak terjadi dengan dampak / peluang untung (upside) atau rugi (downside). Risiko likuiditas timbul secara alamiah sebagai akibat dari mismatch atau Gap antara Rate Sensitive Assets (RSA) dan Rate Sensitive Liabilities (RSL).5Bank mengelola risiko likuiditasnya agar dapat memenuhi setiap kewajiban yang jatuh tempo dan menjaga tingkat likuiditas yang optimal. Tujuan tersebut dicapai oleh Bank dengan menetapkan dan mengimplementasikan kebijakan cadangan likuiditas yang optimal, mengukur dan menetapkan limit untuk risiko likuiditas serta penyusunan contingency plan. Tingkat likuiditas Bank diukur dengan besarnya tingkat cadangan primer dan cadangan sekunder yang dipelihara Bank serta rasio likuiditas lainnya. Pengukuran rasio likuiditas Bank meliputi struktur pendanaan, expected cash

Arviyan Arifin, Islamic Banking: Sebuah teori, Konsep, dan Aplikasi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara), 2010, hal 563.

12

flow, akses pasar dan asset marketability. Pengelolaan cadangan primer dan cadangan sekunder adalah untuk keperluan pendanaan operasional harian dan sebagai buffer untuk mengcover penarikan dana yang tidak terduga. Asset Liability Management Sering disebut dengan ALMA, merupakan alat utama untuk mengendalikan risiko pasar : suku bunga, nilai tukar dan risiko likuiditas. Minimalisasi kas yang menganggur (idle cash)

a. Pemanfaatan kas secara maksimal untuk memperoleh keuntungan (yield) Sesuai dengan UU. No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pada pasal 24 dinyatakan bahwa pemerintah berhak untuk mendapatkan bunga/jasa giro atas dana yang disimpan pada bank umum maupun bank sentral, bunga/jasa giro yang diperoleh didasarkan pada tingkat suku bunga yang berlaku. Pemerintah juga dapat melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya. Investasi tersebut dapat berupa saham, surat utang dan investasi langsung (pasal 41, UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara) Pembelian kembali (Buy back) Surat Utang Negara (SUN). Pembelian kembali SUN akan memberikan dampak positif terhadap pengurangan beban bunga yang harus dibayar oleh pemerintah. b. Mengurangi cost of financing Jika negara mempunyai manajemen kas yang baik negara dapat melakukan penundaan penerbitan SUN dengan membiayai pengeluaran-pengeluaran dari kas yang berasal dari pendapatan yang ada atau melakukan buy back SUN untuk mengurangi pembayaran beban bunga. Mengurangi biaya transaksi keuangan pemerintah

a. Mengurangi jumlah bank accounts pemerintah Banyaknya rekening pemerintah yang tersebar di berbagai bank menimbulkan biaya tinggi untuk memelihara rekening tersebut. Selain itu tersebarnya rekening mengkibatkan semakin banyaknya idle cash b. Mengurangi biaya revenue collection dan expenditure processing

(administration of payment process).

13

Manajemen kas akan merestrukturisasi cara-cara pengumpulan pendapatan pemerintah sebagai contoh banking arragement mengenai saat penyetoran oleh bank persepsi dan renumerasi yang diberikan atau yang harus dibayarkan oleh pemerintah kepada bank persepsi. Restrukturisasi tersebut perlu agar penerimaan negara dapat masuk ke rekening kas umum negara sesegera mungkin dengan biaya seminimal mungkin. Demikian pula denganpemrosesan pengeluaran. Pemrosesan pengeluaran perlu dilakukan dengan se-efisien dan secepat mungkin, misalnya dengan menggunakan fasilitas perbankan. Jika hal tersebut dapat berjalan dengan baik maka manfaat lain yang didapatkan adalah minimalisasi terjadinya penyelewengan keuangan negara.

14

BAB III KESIMPULAN

Dari berbagai definisi di atas, tujuan utama manajemen kas adalah dengan manajemen kas yang baik, suatu pemerintahan dapat mendanai pengeluaranpengeluarannya tepat pada waktunya dan memenuhi setiap kewajibannya ketika jatuh tempo. Tujuan-tujuan tambahannya adalah efektivitas biaya, pengurangan risiko dan efisiensi. Tujuan-tujuan manajemen kas dapat di kelompokkan menjadi 3 bagian: Manajemen likuiditas Minimalisasi kas yang menganggur Mengurangi biaya transaksi pemerintah Fungsi dari likuditas secara umum untuk: 1. menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari; 2. mengatasi kebutuhan dana yang mendesak; 3. memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan memberikan fleksibiltas dalam meraih kesempatan investasi menarik yang

menguntungkan. Dalam likuiditas terdapat dua resiko yaitu: Pertama resiko ketika kelebihan dana dimana dana yang ada dalam bank banyak yang idle. Kedua resiko ketika kekurangan dana. Pada umumnya likuiditas bank ditentukan oleh adanya beberapa faktor: 1. kewajiban reserve yang ditetapkan otoritas moneter atau bank sentral. 2. Tipe-tipe dana yang ditarik oleh bank.

15

3. Komitmen nasabah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas pembiayaan atau melakukan investasi. Alat untuk menganalisa dan menilai posisi likuiditas perusahaan, yaitu: 1. Current Ratio 2. Quick ratio Risiko likuiditas timbul secara alamiah sebagai akibat dari mismatch struktur aktiva dan pasiva Bank.

16

DAFTAR PUSTAKA

Syafii, Antonio. 2003. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta : Alvabet. Arviyan, Arifin. 2010. Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi, Jakarta: PT Bumi Aksara. Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam analisia fiqih dan keuangan, Jakarta : PT. Raja Garfindo, edisi ketiga. Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE Tunggal, Widjaja Amin. 1995. Dasar-dasar Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Rhineka Cipta. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. (www.wikipedia.com)

17

Anda mungkin juga menyukai