Anda di halaman 1dari 18

BAB VI PEMBAHASAN

Pembahasan adalah perbandingan antara hasil penelitian dengan teori serta penelitian yang terkait. Penelitian ini merupakan penelitian tentang hubungan pengetahuan dan kepatuhan minum tablet zat besi dengan anemia pada Ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas. Sample dalam penelitian ini adalah ibu-ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di Puskesmas Pancoran Mas sebanyak 61 orang. Sistematika pembahasan hasil penelitian ini dibagi menjadi pembahasan mengenai keterbatasan penelitian dan pembahasan hasil penelitian. 6.1 Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti masih menemukan berbagai keterbatasan penelitian. Beberapa keterbatasan penelitian yang ada sebagai berikut: 6.1.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pendekatan cross sectional sehingga hubungan yang ditentukan dari variabel independen dan variabel dependen bukanlah merupakan hubungan sebab akibat, karena penelitian ini dilakukan dalam waktu bersamaan dan tanpa adanya follow up. 6.1.2 Kualitas Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner.

Pengumpulan data dengan kuesioner mempunyai dampak yang sangat subjektif sehingga kebenaran data tergantung dari kejujuran responden. Ketidaktepatan jawaban dapat terjadi karena faktor pemahaman responden yang kurang terhadap pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Data yang terkumpul saat menyebarkan kuesioner ditentukan oleh kemampuan pengumpul

data terutama kemampuan untuk menggali informasi. Dalam pengambilan data, peneliti dibantu oleh tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Pancoran Mas. Untuk mengeliminasi kelemahan dari metode ini, maka sebelum dilakukan pengumpulan data, pengumpul data yang merupakan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas diberi arahan oleh peneliti.

6.2

Pembahasan Univariat 6.2.1 Karakteristik Responden 6.2.1.1 Usia Responden Dari hasil penelitian yang dilakukan pada Ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas didapatkan proporsi usia responden < 20 tahun atau > 35 tahun dan usia 20-35 tahun. Dari proporsi ini frekuensi terbanyak ada pada kelompok usia 20-35 tahun sebanyak 51

responden (83,6%) dan yang paling kecil frekuensinya adalah pada kelompok usia < 20 tahun atau > 35 tahun sebanyak 10 responden (16,4%). Umur yaitu usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja (Nursalam, 2001). Pada kelompok umur menurut Departemen Kesehatan RI (2001), kelompok umur beresiko yaitu < 20 tahun atau > 35 tahun. Usia Ibu waktu melahirkan kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun telah terbukti merupakan penyebab tinggi morbiditas bahkan mortalitas ibu maupun anak.

Dari data diatas dapat dilihat bahwa frekuensi terbanyak ada pada kelompok usia 20-35 tahun sebanyak 51 responden (83,6%) dan yang paling kecil frekuensinya adalah pada kelompok usia < 20 tahun atau > 35 tahun sebanyak 10 responden (16,4%). Dilihat dari usia yang paling banyak dapat disimpulkan bahwa dalam usia 20-35 tahun sangat ideal untuk melahirkan anak. Hasil penelitian ini sejalan dengan Teori Indriati, M.T (2006), Panduan Lengkap Kehamilan, Persalinan dan Perawatan Bayi menyatakan nahwa kehamilan usia 20-30 tahun adalah usia yang paling tepat bagi wanita untuk mempunyai anak. Mereka juga lebih siap untuk bersalin secara alami. Secara finansial, lazimnya mereka lebih mampu daripada mereka yang usianya kurang dari 20 tahun. Serta resiko mengalami keguguran sangat kecil.

6.2.1.2

Usia Kehamilan Dari hasil penelitian yang dilakukan pada Ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas didapatkan proporsi usia kehamilan responden berkisar antara Trimester I-II (< 26 minggu) dan Trimester III ( 28 minggu). Dari proporsi ini frekuensi terbanyak ada pada kelompok usia 28 minggu sebanyak 36 responden (59%) dan yang paling kecil frekuensinya adalah pada kelompok usia < 28 minggu sebanyak 25 responden (41%). Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan usia 1 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan

antara 32 dan 36 minggu. Makin tua umur kehamilan, kadar Hemoglobin makin rendah karena pengenceran darah menjadi makin nyata dan lanjutannya umur kehamilan sehingga frekuensi anemia dalam kehamilan meningkat pula. 6.2.1.3 Paritas Responden Dari hasil penelitian yang dilakukan pada Ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas didapatkan proporsi paritas responden berkisar antara > 2 anak dan 2 anak. Dari proporsi ini frekuensi terbanyak ada pada kelompok paritas 2 anak sebanyak 54 responden (88,5%) dan yang paling kecil frekuensinya adalah pada kelompok paritas > 2 anak sebanyak 7 responden (11,5%). Paritas adalah faktor penting dalam menentukan nasib Ibu dan janin selama kehamilan maupun melahirkan. Paritas merupakan salah saru faktor yang diasumsikan mempunyai hubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak hilangnya zat besi dan menjadi makin anemis. 6.2.1.4 Jarak Kelahiran Responden Dari hasil penelitian yang dilakukan pada Ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas didapatkan proporsi jarak kelahiran berkisar antara 2 tahun dan > 2 tahun. Dari proporsi ini frekuensi terbanyak ada pada kelompok jarak kelahiran > 2 tahun sebanyak 31 responden (50,8%) dan yang paling kecil frekuensinya adalah pada kelompok jarak kelahiran 2 tahun sebanyak 30 responden (49,2%).

Kehamilan resiko tinggi dapat timbul pada keadaan empat terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak, dan terlalu dekat). Jarak kehamilan yang terlalu dekat merupakan salah satu penyebab tinggi morbiditas bahkan mortalitas pada Ibu maupun anak. Kondisi fisiologis Ibu yang belum matang untuk hamil lagi merupaka predisposisi terjadinya perdarahan, plasenta previa, ruptur uteri, dan solusio plasenta.

6.2.1.5

Tingkat Pendidikan Responden Dari hasil penelitian yang dilakukan pada Ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas didapatkan bahwa mayoritas responden berpendidikan tinggi (Tamat SMA Perguruan Tinggi) sebanyak 37 responden (60,7%) sedangkan 24 responden (39,3%) berpendidikan rendah (Tamat SD SMP). Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah suatu proses penyampaian bahan atau materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidik (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk mengembangkan diri, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi, sedangkan semakin meningkat

produktifitas, semakin meningkat kesejahteraan keluarga. 6.2.1.6 Kadar Hemoglobin (Status Anemia) Responden Dari hasil penelitian yang dilakukan pada Ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas, kadar hemoglobin Ibu hamil dikategorikan

menjadi dua, yaitu anemia dan tidak anemia. Ibu hamil yang anemia sebanyak 19 responden (31,1%) sedangkan Ibu hamil yang tidak anemia sebanyak 42 responden (68,9%). Centers for disease control (1990) mendefinisikan anemia pada kehamilan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada trimester pertama dan ketiga, dan kadar hemoglobin kurang ari 10,5 g/dl pada trimester kedua. Anemia yang didiagnosa pada awal kehamilan (trimester I dan II) berhubungan dengan resiko BBLR dan prematuritas. 6.2.1.7 Pendapatan Responden Dari hasil penelitian yang dilakukan pada Ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas didapatkan bahwa mayoritas responden berpendapatan tinggi ( 1 juta) yaitu sebanyak 44 responden (72,1%) sedangkan 17 responden (27,9%) berpendapatan rendah (< 1 Juta). Kondisi sosial ekonomi keluarga yang rendah mengakibatkan ketersediaan pangan ditingkat keluarga tidak mencukupi, yang juga mempengaruhi pola konsumsi keluarga yang kurang baik. Tingkat pendapatan keluarga dapat sebagai pertimbangan saat Ibu hamil akan memeriksakan kehamilannya apakah di Puskesmas, di bidan praktek atau di parktek Dokter spesialis kandungan. Selain itu juga mempertimbangkan nilai ekonomis terhadap transportasi dan biaya obat saat ini.

6.2.1.8

Pekerjaan Responden

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada Ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas didapatkan data bahwa mayoritas responden tidak bekerja yaitu sebanyak 54 responden (88,5%) sedangkan 7 responden (11,5%) bekerja Ibu yang tidak bekerja dan hanya mengandalkan pendapatan dari suami sebagai kepala keluarga erat kaitannya dengan pendapatan yang dikeluarkan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi anggota keluarga. Ibu yang tidak bekerja cenderung tidak mengalami banyak aktivitas dibanding dengan Ibu yang bekerja sehingga dapat dengan rutin untuk mengecek kondisi kehamilannya ke bidan atau puskesmas. 6.2.2 Pengetahuan Ibu Hamil Dari hasil penelitian yang dilakukan pada ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas didapatkan proporsi untuk tingkat pengetahuan Ibu hamil adalah sebanyak 33 responden (54,1%) memiliki pengetahuan tinggi tentang anemia sedangkan 28 responden (45,9%) memiliki pengetahuan rendah tentang anemia. Menurut Lawrence Green (1980), pengetahuan dan sikap seseorang terhadap kesehatan merupakan salah satu faktor predisposisi yang

mempengaruhi perilaku seseorang., jadi jika seorang Ibu hamil tidak mendapatkan informasi atau penyuluhan mengenai anemia dan pentingnya tablet zat besi atau tablet tambah darah dapat berpengaruh dalam kepatuhan Ibu hamil untuk minum tablet zat besi selama kehamilan. Dari data diatas menunjukkan pengetahuan yang dimiliki responden tinggi. Diharapkan dengan pengetahuan yang tinggi para Ibu hamil lebih memperhatikan kondisi kehamilannya dan teratur untuk minum tablet zat besi.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Cisilia Sero (2008) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia Gizi Pada Ibu Hamil di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun 2008 dimana hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan degan keadian anemia gizi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan Ibu hamil maka kejadian anemia gizi pada Ibu hamil semakin rendah. 6.2.3 Kepatuhan Ibu Hamil Minum Tablet Zat Besi Dari hasil penelitian yang dilakukan pada ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas didapatkan proporsi untuk tingkat kepatuhan minum tablet zat besi adalah sebanyak 42 responden (68,9%) memiliki tingkat kepatuhan patuh sedangkan 19 responden (31,1%) memiliki tingkat kepatuhan tidak patuh. Anemia pada kehamilan umumnya terjadi akibat kekurangan zat besi di dalam tubuh. Selama kehamilan absorbsi zat besi berlangsung lebih efisien dan memberikan respon yang sangat baik terhadap pengobatan ferrosulfat secara oral. Dengan demikian anemia pada Ibu hamil dapat dicegah dan diobati dengan memberikan pil ferrosulfat setiap hari. Dari data diatas menujukkan tingkat kepatuhan yang dimiliki responden tinggi. Diharapkan dengan tingkat kepatuhan yang tinggi dapat memperkecil angka kejadian anemia pada Ibu hamil. Hasil dari penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Cisilia Sero (2008) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia Gizi Pada Ibu Hamil di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun 2008 dimana hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara keteraturan konsumsi tablet tambah darah dengan kejadian anemia gizi pada Ibu

hamil. Semakin patuh Ibu hamil minum tablet zat besi semakin rendah kejadian anemia pada Ibu hamil. Masih banyaknya responden yang tidak teratur dalam mengkonsumsi tablet zat besi dikarenakan tablet zat besi mempunyai efek samping yang berhubungan dengan saluran pencernaan atas seperti mual, muntah, nyeri perut, serta berhubungan dengan saluran pencernaan bawah seperti diare dan konstipasi. Efek samping yang berhubungan dengan saluran pencernaan atas, sangat erat hubungannya dengan pemberian dosis tablet zat besi.

6.3

Pembahasan Bivariat Analisa bivariat yang digunakan didalam penelitian ini adalah Chi Square karena peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara pengetahuan dan kepatuhan minum tablet zat besi dengan anemia pada Ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas. Variabel yang akan diuji dengan analisa bivariat adalah karakteristik responden, pengetahuan serta kepatuhan minum tablet zat besi dengan anemia. Hasil dari analisa bivariat dapat dilihat di bawah ini: 6.3.1 Hubungan Usia dengan Status Anemia Berdasarkan hasil penelitian dari 10 responden dengan usia < 20 tahun atau > 35 tahun sebanyak 7 responden (70%) anemia dan 3 responden (30%) tidak anemia. Sedangkan dari 51 responden dengan usia 20-35 tahun sebanyak 12 responden (23,5%) anemia dan 39 responden (76,5%) tidak anemia.

Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P Value = 0,007 berarti P Value < 0,05 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara usia Ibu dengan anemia pada Ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas. Nilai Odds Ratio = 7,583 (95% CI: 1,693-33,962) hal ini berarti bahwa responden dengan usia < 20 tahun atau > 35 tahun mempunyai peluang anemia 7,583 kali dibandingkan responden dengan usia 20-35 tahun. Umur yaitu usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja (Nursalam, 2001). Pada kelompok umur menurut Departemen Kesehatan RI (2001), kelompok umur beresiko yaitu < 20 tahun atau > 35 tahun. Usia Ibu waktu melahirkan kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun telah terbukti merupakan penyebab tinggi morbiditas bahkan mortalitas ibu maupun anak. Hal yang dapat memperberat terjadinya anemia adalah seringkali wanita memasuki masa kehamilan dengan kondisi dimana cadangan besi dalam tubuhnya kurang dan terbatas. Hal ini dapat diperberat bila hamil pada usia < 20 tahun karena pada usia muda tersebut membutuhkan zat besi lebih banyak selain untuk keperluan pertumbuhan diri sendiri juga janin yang dikandungnya. Kehamilan usia > 35 tahun akan mengalami problem kesehatan seperti hipertensi, diabetes melitus, anemia, dan penyakit-penyakit kronis lainnya. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cisilia Sero dengan judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia Gizi Pada Ibu Hamil di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun 2008 dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia Ibu dengan kejadian anemia gizi.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Dra. Hj. Nina Herlina, M.Kes dengan judul Faktor Resiko Kejadian Anemia Pada Ibu hamil di Puskesmas Bogor dimana hasil penelitiannya belum menunjukkan adanya kecendrungan semakin tua umur ibu hamil maka kejadian anemia semakin besar. Karena 80% ibu hamil berusia tidak berisiko yaitu antara 20 tahun hingga 35 tahun. Hal ini juga dibuktikan dari hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara usia ibu hamil dengan kejadian anemia (p > 0.05). 6.3.2 Hubungan Usia Kehamilan dengan Status Anemia Berdasarkan hasil penelitian dari 25 responden dengan usia kehamilan < 26 minggu sebanyak 13 responden (52%) anemia dan 12 responden (48%) tidak anemia. Sedangkan dari 36 responden dengan usia kehamilan 26 minggu sebanyak 6 responden (16,7%) anemia dan 30 responden (83,3%) tidak anemia. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P Value = 0,008 berarti P Value < 0,05 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara usia kehamilan dengan anemia pada Ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas. Nilai Odds Ratio = 5,417 (95% CI: 1,670-17,564) hal ini berarti bahwa responden dengan usia kehamilan < 28 minggu mempunyai peluang anemia 5,417 kali dibandingan dengan responden dengan usia kehamilan 28 minggu. Ibu hamil cenderung mengalami anemia pada tiga bulan terakhir kehamilan karena pada masa tersebut janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan pertama setelah lahir, pada awal kehamilan, zat besi dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Ketika umur kehamilan 4 bulan keatas, volume darah dalam tubuh akan meningkat 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus

mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan memerlukan tambahan zat besi 300-350 mg akibat kehilangan darah. Mulai dari kehamilan hingga persalinan, Ibu hamil memerlukan zat besi sekitar 800 mg besi atau 2-3 mg besi per hari atau dua kali lipat kebutuhan tidak hamil. Hasil dari penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Cisilia Sero (2008) dengan judul penelitian Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia Gizi Pada Ibu Hamil di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun 2008 dimana hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara usia kehamilan dengan anemia gizi pada Ibu hamil. 6.3.3 Hubungan Paritas dengan Status Anemia Berdasarkan hasil penelitian dari 7 responden dengan jumlah paritas > 2 anak terdapat 3 responden (42,9%) anemia dan 4 responden (57,1%) sedangkan dari 38 responden dengan jumlah paritas 2 anak terdapat 16 responden (29,6%) anemia dan 38 responden (70,4%) tidak anemia. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P Value = 0,667 berarti P Value > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara paritas dengan anemia pada ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas. Nilai Odds Ratio = 1,781 (95% CI: 0,357-8,883) hal ini berarti bahwa responden dengan paritas > 2 anak mempunyai peluang anemia 1,781 kali dibandingkan responden dengan paritas 2 anak. Ibu hamil dengan dengan frekuensi kelahiran banyak akan lebih beresiko daripada Ibu hamil dengan frekuensi kelahiran banyaknya lebih sedikit. Seseorang akan beresiko apabila melahirkan anak lebih dari 3 (multipara) dan tidak kecil resikonya jika frekuensi melahirkannya 1-3 (primipara).

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Cisilia Sero (2008) dengan judul penelitian Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia Gizi Pada Ibu Hamil di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun 2008 dimana hasil penelitian menujukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status paritas dengan kejadian anemia gizi pada Ibu hamil. 6.3.4 Hubungan Jarak Kelahiran dengan Status Anemia Berdasarkan hasil penelitian dari 30 responden dengan jarak kelahiran 2 tahun terdapat 11 responden (36,7%) anemia dan 19 responden (63,3%) tidak anemia. Sedangkan dari 31 responden dengan jarak kelahiran > 2 tahun terdapat 8 responden (25,8%) anemia dan 23 responden (74,2%) tidak anemia. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P Value = 0,523 berarti P Value > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jarak kelahiran dengan anemia pada Ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas. Nilai Odds Ratio = 1,664 (95% CI: 0,557-4,974) hal ini berarti bahwa responden dengan jarak kelahiran 2 tahun mempunyai peluang anemia 1,664 kali dibandingkan dengan responden dengan jarak kelahiran > 2 tahun. Kehamilan resiko tinggi dapat timbul pada keadaan empat terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak, dan terlalu dekat). Jarak kehamilan yang terlalu dekat merupakan salah satu penyebab tinggi morbiditas bahkan mortalitas pada Ibu maupun anak. Kehamilan yang berulang dalam jangka waktu yang cepat menyebabkan cadangan zat besi Ibu belum pulih dan terkuras untuk keperluan janin yang dikandung berikutnya. Kondisi fisiologis Ibu yang belum matang untuk hamil lagi merupakan predisposisi terjadinya perdarahan, plasenta previa, ruptur uteri, dan solusio plasenta. 6.3.5 Hubungan Pendidikan dengan Status Anemia

Berdasarkan hasil penelitian dari 24 responden dengan pendidikan tamat SD SMP terdapat 12 responden (50%) anemia dan 12 responden (50%) tidak anemia. Sedangkan dari 37 responden dengan pendidikan tamata SMA Perguruan Tinggi terdapat 7 responden (18,9%) anemia dan 30 responden (81,1%) tidak anemia. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P Value = 0,023 berarti P Value < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan anemia pada Ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas. Nilai Odds Ratio = 4,286 (95% CI: 1,360-13,503) hal ini berarti bahwa responden dengan pendidikan tamat SD - SMP mempunyai peluang anemia 4,286 kali dibandingkan responden dengan pendidikan tamat SMA Perguruan Tinggi. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cisilia Sero (2008) dengan judul penelitian Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia Gizi Pada Ibu Hamil di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun 2008 dimana hasil penelitian menujukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan responden dengan kejadian anemia gizi pada Ibu hamil tetapi penelitian yang dilakukan peneliti menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan anemia pada Ibu hamil. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kejadian anemia pada Ibu hamil pun akan rendah, karena Ibu tersebut mengetahui apa itu anemia dan berusaha untuk patuh mengkonsumsi tablet zat besi agar tidak anemia. Hal ini erat kaitannya karena pengetahuan sangat berhubungan dengan pendidikan. 6.3.6 Hubungan Pendapatan dengan Status Anemia

Berdasrkan hasil penelitian dari 17 responden dengan pendapatan < 1 juta/bulan terdapat 8 responden (47,1%) anemia dan 9 responden (52,9%) tidak anemia. Sedangkan dari 44 responden dengan pendapatan 1 juta/bulan terdapat 11 responden (25%) anemia dan 33 responden (75%) tidak anemia. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P Value = 0,174 berarti P Value > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan dengan anemia pada Ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas. Nilai Odds Ratio = 2,667 (95% CI: 0,826-8,606) hal ini berarti bahwa responden dengan pendapatan < 1 Juta/bulan mempunyai peluang anemia 2,667 kali dibandingkan responden dengan pendapatan 1juta/bulan. Kondisi ketersediaan sosial ekonomi ditingkat keluarga keluarga yang tidak rendah mengakibatkan yang juga

pangan

mencukupi,

mempengaruhi pola konsumsi keluarga yang kurang baik. Tingkat pendapatan keluarga dapat sebagai pertimbangan saat Ibu hamil akan memeriksakan kehamilannya apakah di Puskesmas, di bidan praktek atau di parktek Dokter spesialis kandungan. Selain itu juga mempertimbangkan nilai ekonomis terhadap transportasi dan biaya obat saat ini. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Cisilia Sero (2008) dengan judul penelitian Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia Gizi Pada Ibu Hamil di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun 2008 dimana hasil penelitian menujukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil.

6.3.7

Hubungan Pekerjaan dengan Status Anemia

Dari hasil penelitian dari 54 responden dengan pekerjaan tidak bekerja terdapat 18 responden (33,3%) anemia dan 36 responden (66,7%) tidak anemia. Sedangkan dari 7 responden dengan pekerjaan bekerja terdapat 1 responden (14,3%) anemia dan 6 responden (85,7%) tidak anemia. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P Value = 0,418 berarti P Value > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan anemia pada Ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas. Nilai Odds Ratio = 3,000 (95% CI: 0,335-26,841) hal ini berarti bahwa responden dengan tidak bekerja mempunyai peluang anemia 3,000 kali dibandingkan responden dengan bekerja. Ibu yang tidak bekerja dan hanya mengandalkan pendapatan dari suami sebagai kepala keluarga erat kaitannya dengan pendapatan yang dikeluarkan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi anggota keluarga. Ibu yang tidak bekerja cenderung tidak mengalami banyak aktivitas dibanding dengan Ibu yang bekerja sehingga dapat dengan rutin untuk mengecek kondisi kehamilannya ke bidan atau puskesmas. 6.3.8 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Status Anemia Dari hasil penelitian dari 28 responden dengan pengetahuan rendah terdapat 14 responden (50%) anemia dan 14 responden (50%) tidak anemia. Sedangkan dari 33 responden dengan pengetahuan tinggi terdapat 5 responden (15,2%) anemia dan 28 responden (84,8%) tidak anemia. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P Value = 0,005 berarti P Value < 0,05 sehingga dapat dimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan anemia pada Ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas. Nilai Odds Ratio = 5,600 (95% CI: 1,677-18,703) hal ini berarti bahwa

responden dengan tingkat pengetahuan rendah mempunyai peluang anemia 5,600 kali dibandingkan responden dengan tingkat pengetahuan tinggi. Menurut Lawrence Green (1980), pengetahuan dan sikap seseorang terhadap kesehatan merupakan salah satu faktor predisposisi yang

mempengaruhi perilaku seseorang, jadi jika seorang Ibu hamil tidak pernah mendaptkan informasi atau penyuluhan tentang anemia dan pentingnya tablet zat besi dapat berpengaruh terjadinya anemia pada kehamilannya. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Cisilia Sero (2008) dengan judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia Gizi Pada Ibu Hamil di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun 2008 dimana hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan degan keadian anemia gizi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan Ibu hamil maka kejadian anemia gizi pada Ibu hamil semakin rendah. 6.3.9 Hubungan Tingkat Kepatuhan dengan Status Anemia Dari hasil penelitian dari 42 responden dengan tingkat kepatuhan patuh terdapat 2 responden (4,8%) anemia dan 40 responden (95,2%) tidak anemia. Sedangkan dari 19 responden dengan tingkat kepatuhan tidak patuh terdapat 17 responden (89,5%) anemia dan 2 responden (10,5%) tidak anemia. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P Value = 0,000 berarti P Value < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat kepatuhan dengan anemia pada Ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas. Nilai Odds Ratio = 0,006 (95% CI: 0,001-0,045) hal ini berarti bahwa responden dengan tingkat kepatuhan tidak patuh mempunyai peluang anemia 0,006 kali dibandingkan responden dengan tingkat kepatuhan patuh.

Anemia pada kehamilan umumnya terjadi akibat kekurangan zat besi di dalam tubuh. Selama kehamilan absorbsi zat besi berlangsung lebih efisien dan memberikan respon yang sangat baik terhadap pengobatan ferrosulfat secara oral. Dengan demikian anemia pada Ibu hamil dapat dicegah dan diobati dengan memberikan pil ferrosulfat setiap hari. Hasil dari penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Cisilia Sero (2008) dengan judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia Gizi Pada Ibu Hamil di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun 2008 dimana hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara keteraturan konsumsi tablet tambah darah dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil.

Anda mungkin juga menyukai