Anda di halaman 1dari 15

SEMARANG UTARA - Cikungunya (penyakit yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti dan aedes albopihtus) diduga telah

berjangkit di Kampung Kebonharjo, Kelurahan Tanjungmas, Semarang Utara. Puluhan orang mengaku telah mengidap penyakit itu sejak November 2003. Mereka yang terserang berdomisili di wilayah RW 7, RW 3 dan RW 2. Warga meyakini penyakit yang berjangkit tersebut adalah cikungunya setelah melihat gejalanya. Penderita merasakan gejala demam terus menerus, diselingi kepala pusing, mual dan muntah. Setelah bangun tidur, badan terasa lemas, tulang-tulang kaki dan tangan terasa nyeri dan tidak bisa digerakkan seperti semula. Para penderita berobat ke klinik terdekat. Setelah minum obat, sekitar 2 sampai 10 hari, penderita baru sembuh. Salah seorang penderita, Supangat (52), warga Jl Kebonharjo RT 3 RW 2 Tanjungmas, mengeluh badannya hingga kemarin masih lemas. Hampir seluruh persendian dan kakinya tersasa nyeri dan sakit. "Tangan dan kaki saya masih sakit, kepala pusing sekali," katanya. Dia mengaku menderita penyakit itu sejak tiga hari lalu. Awalnya, deman pada tubuhnya sangat tinggi, tangan dan kakinya tidak bisa digerakkan saat bangun tidur. Istri Supangat, Saminah (45), menambahkan, tidak hanya suaminya yang terkena penyakit tersebut. Beberapa hari sebelumnya, hampir seluruh anggota keluarganya mengalami hal yang sama. Setelah mendapat obat dari sebuah klinik, dua sampai lima hari kemudian mereka sembuh. "Sekarang sudah banyak yang sembuh, kecuali suami saya," tuturnya. Warga lainnya, Supoyo (28), mengaku mengalami nasib yang sama. Beberapa hari sebelumnya lima anggota keluarganya terserang cikungunya. Gejala yang dirasakan sama dengan warga lainnya, yakni demam tinggi, tulang nyeri dan sakit, sehingga tidak bisa digerakkan. Bahkan muncul juga rasa pegal-pegal pada kaki dan kepala pusing. Menurutnya, warga menduga penyakit itu menyebar dari tempat sampah di RT 8 RW 2. Kasus cikungunya itu berawal dari kampung tersebut sejak menjelang Ramadan lalu (November 2003). Ngatini (30), warga lainnya meminta Pemkot segera melakukan tindakan sebelum wabah penyakit tersebut makin meluas. "Bila berobat ke klinik terus -menerus, biayanya cukup mahal. Kalau ke puskesmas harus pergi ke kelurahan lain yang lokasinya cukup jauh," katanya. Laporan PKK Sekretaris Kelurahan Tanjungmas Sri Sumaryanti didampingi Ketua Penggerak PKK Ny Eko Suhardi juga meyakini penyakit yang diderita sejumlah warga Kebonharjo adalah cikungunya. Sebab, gejala yang ditumbulkan sama seperti gejala yang menimpa warga di salah satu kabupaten di Jabar, April 2003. Laporan awal menganai penyakit itu datang dari PKK RW 7. "Mereka melaporkan banyak warga yang terserang cikungunya, November lalu dan

mencapai puncaknya Desember 2003. Puluhan orang terkena penyakit itu," jelasnya. Namun hingga kemarin dia mengaku belum mengetahui secara pasti jumlah warga yang terserang cikungunya. Pada umumnya warga yang terserang berobat ke klinik 24 jam di lingkungan mereka. Tidak adanya puskesmas di Kebonharjo, kata dia, menjadi masalah tersendiri. Untuk berobat, warga harus memilih klinik swasta yang biayanya lebih mahal. Bila hendak ke puskesmas, warga harus ke Kelurahan Bandarharjo atau ke Tambaklorok.(G5-63k) inas Kesehatan Ambil Sample Darah Korban Cikungunya CARINGIN Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor melakukan tes darah, Kamis pagi (23/11) terhadap 49 warga Kampung Balandongan RT 2/3 Desa Citapen, Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor, yang terjangkit penyakit Cikungunya yang ditularkan oleh nyamuk akibat kurangnya kesadaran dari para warga untuk selalu menjaga kebersihan lingkungannya. Terkait masalah tersebut, Kepala Bidang pencegahan, pemberantasan penyakit dan kesehatan lingkungan (P2PKL) Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Dr. Eulis Wulantari mengatakan, sampai saat ini kami belum bisa memperkirakan bahwa ke-49 warga Kampung Balandongan ini telah positif terjangkit penyakit Cikungunya. Untuk mengetahuinya harus melalui tes darah, karena dengan tes darah inilah kami bisa mengetahui bahwa ke-49 warga tersebut memang telah terjangkit penyakit Cikungunya, ungkapnya kepada bogorOnline. Menurutnya, warga Balandongan tersebut tidak terjangkit penyakit Cikungnya, karena berdasarkan diagnosa kami dilapangan, ada beberapa warga yang terserang penyakit panas, nyeri sendi kemudian timbul bercak merah pada kulit, hal itu bisa dianulir dari penyakit Cikungunya, karena hal itu bisa saja mengarah kepada infeksi penyakit virus yang lain. Seperti kita ketahui penyakit Cikungunya ini disebabkan oleh virus Cikungunya yang ditularkan oleh nyamuk, dan kalau dilihat dari diagnosa tadi dilapangan, kemungkinan dari gejala klinis penyakit Cikungunya itu tidak ada, ujar Eulis. Lebih lanjut Eulis menjelaskan, positif atau tidaknya penyakit Cikungnya tersebut perlu kita buktikan melalui pengambilan beberapa sample darah dari para warga tersebut, untuk dibawa ke badan penelitian lab kesehatan (Balitlabkes) Jakarta. Maka dari itu, sampai sekarang ini kami belum bisa memastikan bahwa ke-49 warga Balandongan tersebut terjangkit penyakit Cikungunya, karena ini harus dibuktikan berdasarkan hasil laboratorium, paparnya. Dirinya juga mengungkapkan, berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor melalui Dinas Kesehatannya, untuk mengantisipasi merebaknya penyakit Cikungunya ini dengan melakukan berbagai hal seperti, memberikan pengobatan terhadap korban, pencegahan dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat guna lebih meningkatkan kesadarannya terhadap kebersihan lingkungan serta selalu hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang bersih dan sehat. (Apeng),DEMAM CHIKUNGUNYA Meski belum dipastikan lewat pemeriksaan serologi contoh darah, dari gejala klinis yang dialami penderita, hampir dipastikan penyakit ? Misterius ? yang melanda Penduduk Bolaang Mangondow (

Sulawesi Utara ), Jember ( Jawa Timur ) dan Kabupaten Bandung ( Jawa Barat ) adalah ? Demam Chikungunya ?. Hal itu dikemukakan Direktur Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang ( P2B2 ) Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan ( P2M & PL ) Departemen Kesehatan, Dr Thomas Suroso, MPH ( Selasa 2 Februari 2003 ). Saat ini tim dari P2M&PL, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan ( Litbangkes ) serta unit penelitian Angkatan Laut AS ( NAMRU ) sedang ke Bolaang Mangondow, Sedangkan contoh darah dari penderita dari Kabupaten Bandung ( Cikalongwetan ) dan Jember akan diperiksa di laboratorium Litbangkes. Sejauh ini di Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung ( Desa Mandalamukti ) tercatat ada 218 penderita, di Jember , demikian Kepala Sub-Direktorat Arbovirosis Dr. Rita Kusriastuti,Msc, ada 149 penderita ( Desa BalungLor ) dan kabupaten Bolaang Mangondow, 608 penderita. Chikungunya berasal dari bahasa Shawill yang berarti ? Yang Berubah Bentuk atau Bungkuk ? mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat ( Arthralgia ), Nyeri sendi ini menurut lembar data keselamatan ( MSDS ) Kantor Keamanan Laboratorium Kanada, terutama terjadi pada ? Lutut Pergelangan Kaki Serta Persendian Tangan Dan Kaki ?. Gejala Demam Chikungunya mirip dengan Demam Berdarah Dengue yaitu Demam yang tinggi, menggigil, sakit kepala, mual, muntah, sakit perut, nyeri sendi dan otot serta bintik-bintik merah pada kulit terutama badan dan lengan. Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan ( Schok ) maupun kematian. Masa inkubasi dari demam Chikungunya dua sampai empat hari. Manifestasi penyakit berlangsung tiga sampai 10 hari . Virus ini termasuk ? Self Limiting Disease ? alias hilang dengan sendirinya. Namun rasa nyeri masih tertinggal dalam hitungan minggu sampai bulan. Tak ada vaksin maupun obat khusus untuk Chikungunya. ?Cukup minum obat penurun panas dan penghilang rasa sakit yang bisa dibeli di warung, yang penting cukup istirahat, minum dan makanan bergizi ?, saran Thomas. Menurut situs Universitas Standford, virus Chikungunya masuk keluarga Togaviridae, genus alphavirus, dan ditularkan Nyamuk Aedes Aegypti. Virus ini terus menimbulkan epidemi di wilayah tropis Asia dan Afrika sejak diidentifikasi tahun 1952 di Afrika Timur. Di Indonesia Demam Chikungunya dilaporkan pertama kali di Samarinda tahun 1973. Kemudian berjangkit di Kuala Tunkal, Jambi, tahun 1980. Tahun 1983 merebak di martapura, ternate dan Yogyakarta. Setelah vakum hampir 20 tahun, awal tahun 2001 kejadian luar biasa ( KLB ) demam Chikungunya terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh. Disusul Bogor bulan Oktober. Demam Chikungunya berjangkit lagi di Bekasi ( Jawa Barat ), Purworejo dan Klaten ( Jawa Tengah ) tahun 2002. Dari literatur yang saya baca, memang ada gelombang epidemi 20 tahunan. Mungkin terkait perubahan iklim dan cuaca, ujar Thomas. Penjelasan lain, menurut situs Keamanan Laboratorium Kanada, antibodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus selanjutnya. Oleh karena itu, perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali. Menurut Thomas dan Rita, tak ada cara lain untuk mencegah Demam Chikungunya kecuali mencegah gigitan nyamuk serta memberantas tempat perindukan nyamuk dengan tiga M ( Menutup, Menguras dan Mengubur barang bekas yang bisa menampung air ) atau menaburkan bubuk abate pada penampungan air sebagaimana mencegah Demam Berdarah. DEMAM CHIKUNGUNYA Virus Chikungunya pertama kali diidentifikasi di Afrika Timur tahun 1952. Tidak heran bila namanya pun berasal dari bahasa Swahlii, Artinya adalah yang berubah bentuk atau bungkuk, Postur penderitanya memang kebanyakan membungkuk akibat nyeri hebat di persendian tangan dan kaki. Virus ini termasuk keluarga Togaviridae, Genus alphavirus, dan ditularkan oleh Nyamuk Aedes Aegypti. Gejalanya adalah demam tinggi, sakit perut, mual, muntah, sakit kepala, nyeri sendi dan otot, serta bintik-bintik merah terutama di badan dan tangan, meski gejalanya mirip dengan Demam Berdarah Dengue, pada Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan ( Schok ) maupun kematian. Masa inkubasi : dua sampai empat hari, sementara Manifestasinya tiga sampai sepuluh hari. Virus ini tidak ada vaksin maupun obat khususnya, dan bisa hilang sendiri, namun, rasa nyeri masih tertinggal selama berhari-hari sampai berbulan-bulan.

Chikungunya, SARS, Lalu Apa Lagi..? BELAKANGAN ini makin sering berbagai penyakit hewan dari tengah hutan yang merebak (istilah yang dipakai spill over) ke permukiman penduduk. Sebutlah di antaranya St Louis Encephalitis dan Sungai Nil Barat (West Nile), yang telah menimbulkan banyak korban. Peredaran virus memang tak bisa lagi dibatasi oleh posisi geografi. Hutan yang tadinya tertutup menjadi terbuka, daerah yang dulu terisolir kini bisa dengan mudah berhubungan ke mana saja. Moda perpindahan virus bisa berupa apa saja. Virus Sungai Nil Barat misalnya, berhasil menyeberang dari Afrika ke Amerika bersama migrasi burung. Atau virus Marburg yang sempat masuk ke Eropa lewat monyet-monyet percobaan asal Afrika Tengah. Makin mudahnya transportasi adalah faktor lain yang mempercepat pola penyebaran mikro-organisme patogen. Manusia yang sudah terkena spill over, penyakit hewan yang pindah ke manusia, membawa virus ini ke berbagai kawasan yang dikunjunginya. Terakhir yang dengan cepat merebak adalah sindrom pernapasan akut parah (SARS). Setelah diidentifikasi, diketahui penyebabnya adalah coronavirus. Meski di Indonesia belum ditemukan kasusnya, kepanikan sudah melanda sebagian masyarakat. Padahal, penyakit hewan yang disebabkan oleh virus jenis corona, juga ada di Indonesia. Chikungunya Beberapa minggu sebelum kasus SARS merebak, masyarakat Indonesia direpotkan dengan kasus chikungunya. Virus penyebabnya tergolong dalam Famili Togaviridae, yang belum diketahui pola masuknya ke Indonesia. Sekitar 200-300 tahun lalu virus chikungunya (CHIK) merupakan virus pada hewan primata di tengah hutan atau savana di Afrika. Satwa primata yang dinilai sebagai pelestari virus adalah bangsa baboon (Papio sp), Cercopithecus sp. Siklus di hutan (sylvatic cycle) di antara satwa primata dilakukan oleh nyamuk Aedes sp (Ae africanus, Aeluteocephalus, Ae opok, Ae. furciper, Ae taylori, Ae cordelierri). Pembuktian ilmiah yang meliputi isolasi dan identifikasi virus baru berhasil dilakukan ketika terjadi wabah di Tanzania 1952-1953. Baik virus maupun penyakitnya kemudian diberi nama sesuai bahasa setempat (Swahili), berdasarkan gejala pada penderita. Maka hadirlah chikungunya yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung (that which contorts or bends up). Setelah beberapa lama, perangai virus chikungunya yang semula bersiklus dari satwa primatanyamuk-satwa primata, dapat pula bersiklus manusia-nyamuk-manusia. Tidak semua virus asal hewan dapat berubah siklusnya seperti itu. Di daerah permukiman (urban cycle), siklus virus chikungunya dibantu oleh nyamuk Ae aegypti. Beberapa negara di Afrika yang dilaporkan telah terserang virus chikungunya adalah Zimbabwe, Kongo, Burundi, Angola, Gabon, Guinea Bissau, Kenya, Uganda, Nigeria, Senegal, Central Afrika, dan Bostwana. Sesudah Afrika, virus chikungunya dilaporkan di Bangkok (1958), Kamboja, Vietnam, India dan Sri Lanka (1964), Filipina dan Indonesia (1973). Chikungunya pernah dilaporkan menyerang tiga korp sukarelawan perdamaian Amerika (US Peace Corp Volunteers) yang bertugas di Filipina, 1968. Tidak diketahui pasti bagaimana virus tersebut menyebar antarnegara. Mengingat penyebaran virus antarnegara relatif pelan, kemungkinan penyebaran ini terjadi seiring dengan perpindahan nyamuk. Hasil penelitian terhadap epidemiologi penyakit chikungunya di Bangkok (Thailand) dan Vellore, Madras (India) menunjukkan bahwa terjadi gelombang epidemi dalam interval 30 tahun. Satu gelombang epidemi umumnya berlangsung beberapa bulan, kemudian menurun dan bersifat ringan sehingga sering tidak termonitor. Gelombang epidemi berkaitan dengan populasi vektor (nyamuk penular) dan status kekebalan penduduk. Pengujian darah (serologik) penyakit chikungunya sering tidak mudah karena serum chikungunya mempunyai reaksi silang dengan virus lain dalam satu famili. Untuk memperoleh diagnosis akurat perlu beberapa uji serologik antara lain uji hambatan aglutinasi (HI), serum netralisasi, dan IgM capture ELISA. Virus lain Virus yang termasuk Famili Togaviridae tidak hanya terdapat di Afrika, tetapi juga di Australia dan

Amerika. Salah satu virus dari Australia yang mempunyai kemiripan gejala klinik dengan chikungunya adalah virus Ross River, menimbulkan penyakit epidemic polyarthritis (EP). Tahun 1943, EP mewabah di Australia Bagian Utara (Northern Territory). Dari Australia penyakit ini menyebar ke pulau-pulau di Lautan Pasifik, termasuk Kepulauan Bismark, New Guinea, Solomon, Pulau Rossel, Fiji, Samoa, Wallis, Futuna, Kaledonia Baru , dan Kepulauan Cook. Pada wabah di Fiji jumlah orang terserang mencapai 50.000. Meskipun tidak bersifat fatal, penyakit ini sangat mengganggu karena penderitaan pasien dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan. EP perlu diwaspadai, terutama untuk daerah Indonesia bagian timur yang berdekatan dengan Australia. Di Afrika masih ada lagi penyakit virus dengan gejala mirip chikungunya, yakni virus O? nyong nyong (ONN). Istilah "o? nyong-nyong" diambil dari bahasa daerah di Acholi, Uganda, berarti kelemahan sendi. Penyakit ini ditemukan pertama kali di Uganda tahun 1954, kemudian menyebar ke Kenya, Tanzania, Malawi, dan Mozambik. Pada wabah tahun 1954 diperkirakan jumlah penderita dua juta orang. Meskipun demikian, penyakit ini dinilai lebih ringan dibandingkan dengan chikungunya. Dari Amerika ada 3 penyakit virus dalam Famili Togaviridae yang perlu dicatat, yaitu Eastern Equine Encephalitis (EEE), Western Equine Encephalitis (WEE), dan Venezuelan Equine Encephalitis (VEE). Penyakit ini lebih menonjol pada kuda dibandingkan pada manusia, sehingga dipergunakan istilah "equine" yang berarti kuda. Apabila pada chikungunya dan ONN gejala menonjol adalah radang sendi, ketiga penyakit menimbulkan radang otak (encephalitis). Virus-virus ini juga menimbulkan penyakit parah, bahkan bisa fatal pada kuda dan manusia. EEE tersebar di Pantai Timur Amerika, mulai dari bagian selatan Kanada sampai utara Amerika Selatan. WEE terdapat di Pantai Barat Amerika, sedangkan VEE di Venezuela, Kolombia, Ekuador, Peru, ke Utara sampai Meksiko dan Texas. Sebagai gambaran keganasan wabah EEE tahun 1938 menyebabkan 184.000 ekor kuda terserang dengan angka kematian 90 persen, WEE menyerang 6.000 ekor kuda di California tahun 1930 dan 50 persennya mati. Pada orang, EEE dapat menimbulkan kematian antara 50-75 persen dari jumlah yang terserang. Mereka yang sembuh banyak yang mengalami kelumpuhan. Dari ketiga virus, VEE telah ada vaksinnya. Namanya TC-83 dan sudah digunakan pada kuda maupun manusia dengan hasil baik. Di Amerika Selatan VEE punya gelombang epidemi sekitar 10 tahun. Di alam bebas, virus WEE dan EEE dilestarikan dalam siklus burung-nyamuk-burung. Pada VEE siklus rodensia-nyamukrodensia. Penularan ke manusia dilakukan oleh nyamuk antara lain Aedes sp. Selama musim dingin ketika nyamuk tidak ada, ketiga virus "bersembunyi" pada rodensia, reptilia dan amphibia. YANG terakhir tentu saja adalah coronavirus yang menghebohkan itu. Sebenarnya ada dua virus corona yang menimbulkan penyakit serius (parah) pada hewan dan menimbulkan kerugian ekonomi cukup besar. Yang pertama adalah penyakit infectious bronchitis (IB) pada ayam. Kematian pada anak ayam umur 2 hari-4 minggu dapat mencapai 90 persen. Penyakit ini ditandai oleh depresi atau lesu, mulut selalu membuka dan menutup karena ada kesulitan bernapas. Penyakit ini tersebar luas di dunia, termasuk Indonesia, namun dapat dikendalikan lewat vaksinasi teratur. Yang kedua, penyakit transmissible gastro-enteritis (TGE) pada babi. Penyakit ini ditemukan di Eropa, Asia, Afrika, Amerika Utara, dan Australia. Gejala yang menyolok pada anak babi adalah diare akut, muntah, dan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Anak babi yang diserang umumnya mati dalam tempo 5-7 hari. Vaksin TGE juga telah ditemukan. Di Indonesia TGE belum dilaporkan secara resmi, namun ancaman penyakit yang mematikan ini selalu ada. Globalisasi Pada zaman yang serba cepat seperti sekarang-seseorang hari ini dapat berada di Amerika atau Afrika, dan esok harinya sudah tiba di Bali atau Jakarta-penyebaran virus amat dimungkinkan. Orangyang tertular penyakit di suatu negara bisa saja membawanya ke Indonesia. Penyakit yang dibawa ada yang dapat hilang dengan sendirinya, namun dapat pula berlanjut siklusnya bila faktor pendukungnya ada. Perdagangan satwa langka yang cukup mendapat sorotan beberapa waktu lalu, bukan tidak mungkin membawa serta virus dari hutan ke tempat yang jauh di negeri orang. Belum

lagi nyamuk yang menyelundup ke dalam kabin pesawat terbang. Dengan kata lain, sangat banyak jalur yang dapat dilalui oleh penyakit untuk mencapai daerah baru. Diperlukan kesiapan sumber daya manusia dan kelengkapan laboratorium, dana, serta kemauan agar dapat menjawab penyakit yang sering disebut misterius. (Soeharsono, Dokter hewan di Denpasar) Chikungunya, Tidak Menyebabkan Kematian atau Kelumpuhan ! Media Oleh Kompas Cyber

Awal tahun ini, selain kasus demam berdarah yang merebak di sejumlah wilayah Indonesia, masyarakat direpotkan pula dengan kasus Chikungunya. Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus, yaitu Alphavirus dan ditularkan lewat nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang sama juga menularkan penyakit demam berdarah dengue. Meski masih "bersaudara" dengan demam berdarah, penyakit ini tidak mematikan. Penyakit yang berasal dari daratan Afrika ini mulai ditemukan di Indonesia tahun 1973. Demam Chikungunya dilaporkan pertama kali di Samarinda, kemudian berjangkit di Kuala Tungkal, Martapura, Ternate, Yogyakarta selanjutnya berkembang ke wilayah-wilayah lain. Awal 2001, kejadian luar biasa (KLB) demam Chikungunya terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh. Disusul Bogor bulan Oktober. Setahun kemudian, demam Chikungunya berjangkit lagi di Bekasi (Jawa Barat), Purworejo dan Klaten (Jawa Tengah). Jumlah kasus chikungunya yang terjadi sepanjang tahun 2001-2003 mencapai 3.918 kasus tanpa kematian. Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti dengan linu di persendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas adalah timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang, ada yang menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang. Berikut tanya jawab seputar penyakit yang gejalanya mirip dengan penyakit demam berdarah ini. Penyakit Chikungunya disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Apakah penyakit ini juga disebabkan virus dengue? Lalu, apa bedanya dengan DBD dan bagaimana membedakannya? Penyakit chikungunya disebabkan oleh sejenis virus yang disebut virus chikungunya. Virus Chikungunya ini masuk keluarga Togaviridae, genus alphavirus. Gejala-gejalanya memang mirip dengan infeksi virus dengue dengan sedikit perbedaan pada hal-hal tertentu. Virus ini dipindahkan dari satu penderita ke penderita lain melalui nyamuk, antara lain Aedes aegypti. Virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini akan berkembang biak di dalam tubuh manusia. Virus menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis. Secara mendadak penderita akan mengalami demam tinggi selama lima hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima hari. Pada anak kecil dimulai dengan demam mendadak, kulit kemerahan. Ruam-ruam merah itu muncul setelah 3-5 hari. Mata biasanya merah disertai tanda-tanda seperti flu. Sering dijumpai anak kejang demam. Pada anak yang lebih besar, demam biasanya diikuti rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi pembesaran kelenjar getah bening. Pada orang dewasa, gejala nyeri sendi dan otot sangat dominan dan sampai menimbulkan kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila berjalan. Kadang-kadang timbul rasa mual sampai muntah.

Pada umumnya demam pada anak hanya berlangsung selama tiga hari dengan tanpa atau sedikit sekali dijumpai perdarahan maupun syok. Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun kematian. Dengan istirahat cukup, obat demam, kompres, serta antisipasi terhadap kejang demam, penyakit ini biasanya sembuh sendiri dalam tujuh hari. Apa arti "Chikungunya"? Chikungunya berasal dari bahasa Swahili berdasarkan gejala pada penderita, yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung (that which contorts or bends up), mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia). Nyeri sendi ini menurut lembar data keselamatan (MSDS) Kantor Keamanan Laboratorium Kanada, terutama terjadi pada lutut, pergelangan kaki serta persendian tangan dan kaki. Benarkan penyakit ini berbahaya dan mematikan? Masih banyak anggapan di kalangan masyarakat, bahwa demam Chikungunya atau flu tulang atau demam tulang sebagai penyakit yang berbahaya, sehingga membuat panik. Tidak jarang pula orang meyakini bahwa penyakit ini dapat mengakibatkan kelumpuhan. Memang, sewaktu virus berkembang biak di dalam darah, penderita merasa nyeri pada tulangtulangnya terutama di seputar persendian sehingga tidak berani menggerakkan anggota tubuh. Namun, bukan berarti terjadi kelumpuhan. Masa inkubasi dari demam Chikungunya dua sampai empat hari. Manifestasi penyakit berlangsung tiga sampai 10 hari. Virus ini termasuk self limiting disease alias hilang dengan sendirinya. Namun, rasa nyeri masih tertinggal dalam hitungan minggu sampai bulan. Tak ada vaksin maupun obat khusus untuk Chikungunya. Cukup minum obat penurun panas dan penghilang rasa sakit yang bisa dibeli di warung. Yang penting cukup istirahat, minum dan makanan bergizi. Virus ini termasuk self limiting disease alias hilang dengan sendirinya. Namun, rasa nyeri masih tertinggal dalam hitungan minggu sampai bulan. Jadi, jangan panik apabila terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit ini, sebab tidak sampai menyebabkan kematian. Ngilu pada persendian itu tidak menyebabkan kelumpuhan. Penderita bisa menggerakkan tubuhnya seperti sedia kala. Dokter biasanya hanya memberikan obat penghilang rasa sakit dan demam atau golongan obat yang dikenal dengan obat-obat flu serta vitamin untuk penguat daya tahan tubuh. Sebagian orang mengatakan penyakit ini bisa diatasi dengan mengonsumsi jus buah segar, benarkah? Bagi penderita sangat dianjurkan makan makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak mungkin. Perbanyak mengkonsumsi buah-buahan segar. Sebaiknya minum jus buah segar. Setelah lewat lima hari, demam akan berangsur-angsur reda, rasa ngilu maupun nyeri pada persendian dan otot berkurang, dan penderitanya akan sembuh seperti semula. Vitamin peningkat daya tahan tubuh juga bermanfaat untuk menghadapi penyakit ini. Selain vitamin, makanan yang mengandung cukup banyak protein dan karbohidrat juga meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang bagus dan istirahat cukup bisa membuat rasa ngilu pada persendian cepat hilang. Minum banyak air putih juga disarankan untuk menghilangkan gejala demam Bagaimana cara menghindari penyakit ini? Satu-satunya cara menghindari penyakit ini adalah membasmi nyamuk pembawa virusnya. Nyamuk ini, senang hidup dan berkembang biak di genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga, dan juga kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih.

Serangga bercorak hitam putih ini juga senang hidup di benda-benda yang menggantung seperti baju-baju yang ada di belakang pintu kamar. Selain itu, nyamuk ini juga menyenangi tempat yang gelap dan pengap. Mengingat penyebar penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti maka cara terbaik untuk memutus rantai penularan adalah dengan memberantas nyamuk tersebut, sebagaimana sering disarankan dalam pemberantasan penyakit demam berdarah dengue. Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation, sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. Malation dipakai dengan cara pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini karena Aedes aegypti tidak suka hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung. Namun, pencegahan yang murah dan efektif untuk memberantas nyamuk ini adalah dengan cara menguras tempat penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya, paling tidak seminggu sekali, mengingat nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari. Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang memungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim hujan seperti sekarang. Pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat. Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut. Bisakah seseorang terserang penyakit ini berkali-kali? Kabar baiknya, penyakit ini sulit menyerang penderita yang sama. Tubuh penderita akan membentuk antibodi yang akan membuat mereka kebal terhadap wabah penyakit ini di kemudian hari. Dengan demikian, kecil kemungkinan bagi mereka untuk kena lagi. (ZRP/berbagai sumber)

Chikungunya
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Langsung ke: navigasi, cari Chikungunya adalah sejenis demam virus yang disebabkan alphavirus yang disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti. Namanya berasal dari sebuah kata dalam bahasa Makonde yang berarti "yang melengkung ke atas", merujuk kepada tubuh yang membungkuk akibat gejala-gejala arthritis penyakit ini. Penyakit ini pertama sekali dicatat di Tanzania, Afrika pada tahun 1952, kemudian di Uganda tahun 1963. Di Indonesia, kejadian luar biasa (KLB) Chikungunya dilaporkan pada tahun 1982 di beberapa provinsi: Yogyakarta (1983), Muara Enim (1999), Aceh dan Bogor (2001). Sebuah wabah Chikungunya ditemukan di Port Klang di Malaysia pada tahun 1999, menjangkiti 27 orang [1]. Gejala penyakit ini termasuk demam mendadak yang mencapai 39 derajat C, nyeri pada persendian terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit. Terdapat juga sakit kepala, conjunctival injection dan sedikit fotofobia. Ujian serologi untuk Chikungunya tersedia di Universitas Malaya di Kuala Lumpur, Malaysia. Tidak terdapat sebarang rawatan khusus bagai Chikungunya. Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri sendir dan akan sembuh sendiri. Perawatan berdasarkan gejala disarankan setelah mengetepikan penyakit-penyakit lain yang lebih berbahaya.

Chikungunya berasal dari bahasa Shawill berdasarkan gejala pada penderita, yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung (that which contorts or bends up), mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia). Nyeri sendi ini terjadi pada lutut pergelangan kaki serta persendian tangan dan kaki. Demam Chikungunya disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV). CHIKV termasuk keluarga Togaviridae, Genus alphavirus, dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti.

EPIDEMIOLOGI

Virus Chikungunya pertama kali diidentifikasi di Afrika Timur tahun 1952. Virus ini terus menimbulkan epidemi di wilayah tropis Asia dan Afrika. Di Indonesia Demam Chikungunya dilaporkan pertama kali di Samarinda tahun 1973. Kemudian berjangkit di Kuala Tunkal, Jambi, tahun 1980. Tahun 1983 merebak di Martapura, Ternate dan Yogyakarta. Setelah vakum hampir 20 tahun, awal tahun 2001 kejadian luar biasa (KLB) demam Chikungunya terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh. Disusul Bogor bulan Oktober. Demam Chikungunya berjangkit lagi di Bekasi Jawa Barat, Purworejo dan Klaten Jawa Tengah tahun 2002.

CHIKV sebagai penyebab demam Chikungunya masih belum diketahui pola masuknya ke Indonesia. Sekitar 200-300 tahun lalu CHIKV merupakan virus pada hewan primata di tengah hutan atau savana di Afrika. Satwa primata yang dinilai sebagai pelestari virus adalah bangsa baboon (Papio sp), Cercopithecus sp. Siklus di hutan (sylvatic cycle) di antara satwa primata dilakukan oleh nyamuk Aedes sp (Ae africanus, Aeluteocephalus, Ae opok, Ae. furciper, Ae taylori, Ae cordelierri). Pembuktian ilmiah yang meliputi isolasi dan identifikasi virus baru berhasil dilakukan ketika terjadi wabah di Tanzania 1952-1953.

Setelah beberapa lama, karakteristik CHIKV virus yang semula bersiklus dari satwa primata-nyamuk-satwa primata, dapat pula bersiklus manusia-nyamuk-manusia. Tidak semua virus asal hewan dapat berubah siklusnya seperti itu. Di daerah permukiman (urban cycle), siklus virus chikungunya dibantu oleh nyamuk Aedes aegypti.

Beberapa negara di Afrika yang dilaporkan telah terserang virus chikungunya adalah Zimbabwe, Kongo, Burundi, Angola, Gabon, Guinea Bissau, Kenya, Uganda, Nigeria, Senegal, Central Afrika, dan Bostwana. Sesudah Afrika, virus chikungunya dilaporkan di Bangkok (1958), Kamboja, Vietnam, India dan Sri Lanka (1964), Filipina dan Indonesia (1973). Chikungunya pernah dilaporkan menyerang tiga korp sukarelawan perdamaian Amerika (US Peace Corp Volunteers) yang bertugas di Filipina, 1968.

Hasil penelitian terhadap epidemiologi penyakit chikungunya di Bangkok Thailand dan Vellore Madras, India menunjukkan bahwa terjadi gelombang epidemi dalam interval 30 tahun. Satu gelombang epidemi umumnya berlangsung beberapa bulan, kemudian menurun dan bersifat ringan sehingga sering tidak termonitor. Gelombang epidemi berkaitan dengan populasi vektor (nyamuk penular) dan status kekebalan penduduk. Pengujian darah (serologik) penyakit chikungunya sering tidak mudah karena serum chikungunya mempunyai reaksi silang dengan virus lain dalam satu famili.

Dari beberapa literatur tampak ada kecenderungan gelombang epidemi 20 tahunan. Fenomena ini sering dikaitkan dengan perubahan iklim dan cuaca. Antibodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus selanjutnya. Perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali.

PENULARAN PENYAKIT DAN PENYEBARAN PENYAKIT

Penyebaran CHIKV dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk. Nyamuk dapat

menjadi berpotensi menularkan penyakit bila pernah menggigit penderita demam chikungunya. Kera dan beberapa binatang buas lainnya juga diduga dapat sebagai perantara (reservoir) penyakit ini. Nyamuk yang terinfeksi akan menularkan penyakit bila menggigit manusia yang sehat.

Aedes aegypti (the yellow fever mosquito) adalah vektor utama atau pembawa CHIKV. Aedes albopictus (the Asian tiger mosquito) mungkin juga berperanan dalam penyebaran penyakit ini di kawasan Asia. Dan beberapa jenis spesies nyamuk tertentu di daerah Afrika juga ternyata dapat menyebarkan penyakit Chikungunya.

Masih belum diketahui secara pasti bagaimana virus tersebut menyebar antar negara. Mengingat penyebaran CHIKV antar negara relatif pelan, kemungkinan penyebaran ini terjadi seiring dengan perpindahan nyamuk. Dewasa ini makin sering berbagai penyakit hewan dari tengah hutan yang merebak (spill over) ke permukiman penduduk. Sebutlah di antaranya St Louis Encephalitis dan Sungai Nil Barat (West Nile), yang telah menimbulkan banyak korban. Peredaran virus memang tak bisa lagi dibatasi oleh posisi geografi. Hutan yang tadinya tertutup menjadi terbuka, daerah yang dulu terisolir kini bisa dengan mudah berhubungan ke mana saja. Cara perpindahan virus bisa berupa apa saja.

Pada era globalisasi yang serba cepat seperti sekarang ini, seseorang hari ini dapat berada di Eropa atau Afrika, dan esok harinya sudah berada di benua lainnya seperti di Bali atau Jakarta. Dengan pola perpindahan penduduk yang sangat cepat ini, sangat potensial terjadi penyebaran berbagai macam penyakit termasuk virus. Orang yang tertular penyakit di suatu negara bisa saja membawanya ke Indonesia. Penyakit yang dibawa ada yang dapat hilang dengan sendirinya, namun dapat pula berlanjut siklusnya bila faktor pendukungnya ada. Perdagangan satwa langka yang cukup mendapat sorotan beberapa waktu lalu, bisa saja membawa serta virus dari hutan ke tempat yang jauh di negeri orang. Belum lagi nyamuk yang dapat menyelundup ke dalam

kabin pesawat terbang dan beterbangan di Indonesia.

DIAGNOSIS DAN MANIFESTASI KLINIS

Untuk memperoleh diagnosis akurat perlu beberapa uji serologik antara lain uji hambatan aglutinasi (HI), serum netralisasi, dan IgM capture ELISA. Tetapi pemeriksaan serologis ini hanya bermanfaant digunakan untuk kepentingan epidemiologis dan penelitian, tidak bermanfaat untuk kepentingan praktis klinis sehari-hari.

Masa inkubasi terjadinya penyakit sekitar dua sampai empat hari, sementara manifestasinya timbul antara tiga sampai sepuluh hari. Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti dengan linu di persendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas adalah timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang, ada yang menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang. Dalam beberapa kasus didapatkan juga penderita yang terinfeksi tanpa menimbulkan gejala sama sekali atau silent virus chikungunya.

Virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini akan berkembang biak di dalam tubuh manusia. Virus menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis. Secara mendadak penderita akan mengalami demam tinggi selama lima hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima hari.

Pada anak kecil dimulai dengan demam mendadak, kulit kemerahan. Ruam-ruam merah itu muncul setelah 3-5 hari. Mata biasanya merah disertai tanda-tanda seperti flu. Sering dijumpai anak kejang demam. Gejala lain yang ditimbulkan adalah mual, muntah kadang disertai diare.

Pada anak yang lebih besar, demam biasanya diikuti rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi pembesaran kelenjar getah bening. Pada orang dewasa,

gejala nyeri sendi dan otot sangat dominan dan sampai menimbulkan kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila berjalan. Kadang-kadang timbul rasa mual sampai muntah. Pada umumnya demam pada anak hanya berlangsung selama tiga hari dengan tanpa atau sedikit sekali dijumpai perdarahan maupun syok.

Penyakit ini tidak sampai menyebabkan kematian. Nyeri pada persendian tidak akan menyebabkan kelumpuhan. Setelah lewat lima hari, demam akan berangsur-angsur reda, rasa ngilu maupun nyeri pada persendian dan otot berkurang, dan penderitanya akan sembuh seperti semula. Penderita dalam beberapa waktu kemudian bisa menggerakkan tubuhnya seperti sedia kala. Meskipun dalam beberapa kasus kadang rasa nyeri masih tertinggal selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Biasanya kondisi demikian terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai riwayat sering nyeri tulang dan otot.

Pada pendertita demam Chikungunya akut tipikal mengalami gejala klinis dalam beberapa hari hingga 2 minggu. Tetapi seperti infeksi dengue, West Nile fever, o'nyong-nyong fever dan demam arbovirus lainnya, beberapa penderita mengalami kelelahan berkepanjangan "prolonged fatigue" dalam beberapa minggu. Dalam beberapa literatur tidak pernah dilaporkan kejadian kematian, kasus neuroinvasive, dan kasus perdarahan dalam penyakit ini.

Meskipun ditularkan oleh nyamuk yang sama dengan penyakit demam berdarah, tetapi karakteristik penyakit ini berbeda. Bedanya pada Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun kematian.

Setelah terjadi infeksi virus ini tubuh penderita akan membentuk antibodi yang akan membuat mereka kebal terhadap wabah penyakit ini di kemudian hari. Dengan demikian, dalam jangka panjang penderita relatif kebal terhadap penyakit virus ini.

PENANGANAN

Demam Chikungunya termasuk "Self Limiting Disease" atau penyakit yang sembuh dengan sendirinya. Tak ada vaksin maupun obat khusus untuk penyakit ini. Pengobatan yang diberikan hanyalah terapi simtomatis atau menghilangkan gejala penyakitnya. Seperti, obat penghilang rasa sakit atau demam seperti golongan paracetamol, sebaiknya dihindarkan penggunaan obat sejenis asetosal. Antibiotika tidak diperlukan pada kasus ini. Penggunaan antibiotika dengan pertimbangan mencegah infeksi sekunder tidak bermanfaat.

Untuk memperbaiki keadaan umum penderita dianjurkan makan makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak mungkin. Perbanyak mengkonsumsi buah-buahan segar atau minum jus buah segar.

Pemberian vitamin peningkat daya tahan tubuh mungkin bermanfaat untuk penanganan penyakit. Selain vitamin, makanan yang mengandung cukup banyak protein dan karbohidrat juga meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang bagus dan istirahat cukup bisa mempercepat penyembuhan penyakit. Minum banyak juga disarankan untuk mengatasi kebutuhan cairan yang meningkat saat terjadi demam.

PENCEGAHAN

Satu-satunya cara menghindari penyakit ini adalah membasmi nyamuk pembawa virusnya. Nyamuk ini, senang hidup dan berkembang biak di genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga, dan juga kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih.

Nyamuk bercorak hitam putih ini juga senang hidup di benda-benda yang menggantung seperti baju-baju yang ada di belakang pintu kamar. Selain itu, nyamuk ini juga menyenangi tempat yang gelap dan pengap.

Mengingat penyebar penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti maka cara terbaik untuk memutus rantai penularan adalah dengan memberantas nyamuk

tersebut, sebagaimana sering disarankan dalam pemberantasan penyakit demam berdarah dengue.

Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation, sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya.

Malation dipakai dengan cara pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini karena Aedes aegypti tidak suka hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung. Namun, pencegahan yang murah dan efektif untuk memberantas nyamuk ini adalah dengan cara menguras tempat penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya, paling tidak seminggu sekali, mengingat nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari.

Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang memungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim hujan seperti sekarang. Pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat. Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut.

Pencegahan individu dapat dilakukan dengan cara khusus seperti penggunaan obat oles kulit (insect repellent) yang mengandung DEET atau zat aktif EPA lainnya. Penggunaan baju lengan panjang dan celana panjang juga dianjurkan untuk dalam keadaan daerah tertentu yang sedang terjadi peningkatan kasus.

Anda mungkin juga menyukai