Anda di halaman 1dari 44

BAB I LAPORAN KASUS I.

IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Status Pernikahan Agama Suku/bangsa Alamat Tgl. Masuk RS No. RM Ruang : Tn. K : Pria : 35 tahun : SMA : Penjaga warnet : Menikah : Islam : Jawa : Jl. Anggrek III/29 RT/RW 016/02, Karet, Kuningan, Jak-Sel : 18 Juli 2012 pk. 23.18 WIB : 074797 : 7 Pulau Sangeang

II. ANAMNESIS ( autoanamnesis tanggal 20 Juli 2012 pukul 18.15 WIB) Keluhan Utama Demam sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit Keluhan Tambahan 1. Mual dan muntah 1 hari sebelum masuk rumah sakit 2. Batuk sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit 3. Nafsu makan berkurang 2 minggu sebelum masuk rumah sakit Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSAL Mintohardjo dengan keluhan demam sejak 2 minggu smrs. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi dan bersifat hilang timbul, terutama pada malam hari. Pasien juga mengaku sejak 2 minggu yang lalu menderita batuk. Batuk diakui bersifat kering tidak berdahak dan jarang. Nafsu makan juga menurun namun tidak 1

dirasakan adanya penurunan berat badan. Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami mual dan muntah, berisi makanan dan tidak berdarah atau tidak bewarna kehitaman. Pasien mengaku selama sakit mengeluarkan keringat pada malam hari yang sebelumnya tidak pernah dirasakan. Diare, batuk darah, sakit dada, dan sesak napas disangkal oleh pasien. Riwayat menderita TBC dan pengobatan paru selama 6 bulan juga disangkal. Pasien sudah berobat ke dokter 3 hari sebelum masuk rumah sakit, namun belum ada perubahan.

Riwayat Penyakit Dahulu 1. Riwayat hipertensi (-) 2. Diabetes mellitus (-) 3. Asma (-) 4. Alergi obat dan makanan (-) 5. Riwayat Transfusi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga 1. Riwayat penyakit serupa (-) 2. Riwayat hipertensi (+) 3. Diabetes mellitus (-) 4. Asma (-) 5. Alergi obat dan makanan (-) 2

6. Riwayat keganasan (-). Riwayat Kebiasaan 1. Merokok (+), 1-2 bungkus per hari sejak 17 tahun yang lalu 2. Minum alkohol (+) hampir setiap minggu sejak 4 tahun yang lalu 3. Narkoba (-) 4. Seks Bebas (-) 5. Riwayat Tatto (-) Riwayat Pengobatan Pasien mengaku lupa dan tidak membawa obat-obatan yang diberikan oleh dokter sebelumnya. III. PEMERIKSAAN JASMANI Pemeriksaan Umum Tinggi Badan Berat Badan Tekanan Darah Nadi Suhu Pernafasaan Keadaan gizi IMT Kesadaran Sianosis Udema umum Habitus Cara berjalan Mobilitas ( aktif / pasif ) Umur menurut taksiran pemeriksa : 165 cm : 57 kg : 90/60 mmHg : 80 x/menit : 38,2 C : 18 x/menit : Baik : 20.9 kg/m2 : Compos mentis : tidak ditemukan : tidak ditemukan : atletikus : tidak dinilai : aktif : Sesuai

Aspek Kejiwaan Tingkah Laku Alam Perasaan Proses Pikir Kulit Warna Efloresensi Jaringan Parut Suhu Raba Keringat Lapisan Lemak Pigmentasi Lembab/Kering Pembuluh darah Turgor Oedem Ikterus Lain-lain Submandibula Supraklavikula Lipat paha Leher Ketiak Kepala Ekspresi wajah Simetri muka Rambut : baik : simetris : hitam, tidak mudah dicabut : sawo matang : tidak ada : tidak ada : hangat : umum : distribusi merata : Tidak ada : lembab : tidak ada varises : baik : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : wajar : wajar : wajar

Pertumbuhan rambut : merata

Kelenjar Getah Bening

Mata Exophthalmus Kelopak Konjungtiva anemis Sklera Lapangan penglihatan Nistagmus Telinga Tuli Serumen Hidung Dorsum nasi Kavum nasi : Perubahan bentuk (-), perubahan warna (-), udema (-), krepitasi (-) : Lapang, polip (-) Vestibulum nasi : Sekret (-), furunkel (-), krusta (-) Konkha inferior : Eutrophi, udema (-) Mulut Bibir : tidak kering Tonsil Bau pernapasan Trismus Selaput lendir : T1 T1 hiperemis : tidak ada : tidak ada : normal Langit-langit : normal Gigi geligi : lengkap Faring Lidah Leher Tekanan Vena Jugularis (JVP) Kelenjar Tiroid Kelenjar Limfe : 5 - 2 cm H2O. : tidak teraba membesar. : tidak teraba membesar. : hiperemis : tidak kotor : tidak ada Lubang : +/+ : Tidak lapang Selaput pendengaran : Sulit dinilai Penyumbatan cairan/perdarahan : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak oedem : -/: tidak ikterik : normal : tidak ada Enopthalmus Lensa Visus Gerakan Mata Tekanan bola mata : tidak ada : jernih/jernih : baik : tidak ada hambatan : tidak meningkat

Dada Bentuk Buah dada Paru paru Inspeksi Palpasi Kiri Kanan Kiri Kanan Perkusi Auskultasi Kiri Kanan Kiri Kanan Depan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis - Tidak ada benjolan - Fremitus taktil lebih keras - Tidak ada benjolan - Fremitus taktil lebih lemah Sonor di seluruh lapang paru redup di seluruh lapang paru - Suara vesikuler - Wheezing (-), Ronki (+) - Suara vesikuler melemah - Wheezing (-), Ronki (+) Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Tampak pulsasi iktus cordis 1 jari lateral midklavikula kiri. : Teraba pulsasi iktus cordis 1 jari lateral midklavikula kiri. : Batas kanan Batas kiri Batas atas Auskultasi Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi Dinding perut : Supel, datar, nyeri tekan epigastrium +. 6 : Tidak ada lesi, datar, simetris, smiling umbilicus tidak ada, dilatasi vena tidak ada : Bising usus 3x/menit : sela iga III-V linea parasternalis kanan. : sela iga VI, 1cm sebelah lateral linea midklavikula kiri. : sela iga III linea parasternal kiri. Belakang Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis - Tidak ada benjolan - Fremitus taktil lebih keras - Tidak ada benjolan - Fremitus taktil lebih lemah Sonor di seluruh lapang paru redup di seluruh lapang paru - Suara vesikuler - Wheezing (-), Ronki (+) - Suara vesikuler melemah - Wheezing (-),Ronki ( + ) : datar, tidak cekung. : simetris, tidak ada retraksi puting susu.

: Bunyi jantung I - II murni reguler, Gallop tidak ada, Murmur tidak ada.

Hati Limpa Ginjal Perkusi Ginjal Ekstremitas LENGAN Otot

: Tidak teraba : Tidak teraba : Balotement -/: Timpani, Shifting dullness negatif : Nyeri ketuk CVA -/Kanan Normotonus Normal Normal Aktif +5 Tidak ada Tidak ada Kanan Tidak ada Tidak ada Normotonus Normal Normal Aktif +5 Tidak ada Tidak ada Kiri Normotonus Normal Normal Aktif +5 Tidak ada Tidak ada Kiri Tidak ada Tidak ada Normotonus Normal Normal Aktif +5 Tidak ada Tidak ada

Tonus Massa Sendi Gerakan Kekuatan

Oedem Petechie Tungkai dan Kaki TUNGKAI dan KAKI Luka Varises Otot Tonus Massa Sendi Gerakan Kekuatan Oedem Petechie

Refleks Refleks Tendon Bisep Trisep Patela Achiles Refleks Patologis Refleks meningeal Kanan Positif Positif Positif Positif Positif Negatif Negative Kiri Positif Positif Positif Positif Positif Negatif Negative 7

IV. PEMERIKSAAN LAB 18 Juli 2012 PEMERIKSAAN Leukosit Eritrosit HB Ht Trombosit LED HASIL 11.800 5,05 13,6 41 192.000 26 /ul Juta/uL g/dL % /uL mg/L Hitung Jenis Leukosit Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit 2 2 80 13 3 % % % % % % Widal Typhus H Paratyphus AH Typhus O Paratyphus AO V. VI. 0-1 2-4 2-6 50-70 20-40 2-8 SATUAN NILAI RUJUKAN 5000-10000 4 -5,5 12 15,5 35-47 150000-440000 <10

Paket Darah Rutin

Diagnosis Kerja : Suspek TB paru dengan efusi pleura Diagnosis Banding : Suspek TB paru dengan atelektasis suspek ISPA

VII.

Penatalaksanaan : 1. IVFD Ringer Laktat 20 tetes/menit 2. Drip Novalgin 2x1 amp 8

3. Injeksi Ceftriaxon 2x1 gr 4. Injeksi Ranitidine 2x1 amp 5. Sukralfat 3xCI 6. OB syrup 3xCI 7. Periksa BTA sputum 8. Foto Thorax PA FOLLOW UP SOAP Tanggal 19/7/2012, pukul 05.45 S: O: Demam dirasakan (+) menurun, mual muntah (-), batuk kering (+), sakit dada sebelah kanan (+), sesak (-), nyeri menelan (-) keadaan umum : Tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis. TD : 120/80, N: 80x/mnt, S: 36 C, RR: 20x/mnt Mata: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/Leher: JVP = 5 - 2cmH2O, KGB tidak teraba membesar Jantung Paru: : bunyi jantung I dan II reguler, gallop tidak ada, murmur tidak ada fremitus +melemah / + suara nafas versikuler + melemah/+, ronchi +/+, wheezing -/-. Abdomen: supel, datar , nyeri tekan (-), bising usus + normal, perkusi timpani, hepar-lien tidak teraba. Extermitas: akral hangat (+) di ke-4 ekstremitas, oedem (-) di ke-4 ekstremitas Rontgen Thorax PA

Cor

: Kesan tidak membesar - Bercak di lapangan atas paru kiri

Pulmo : - Perselubungan meniscus sign di hemithoraks kanan ICS II anterior kanan Kedua sinus dan diafragma baik Tulang dan soft tissue baik Kesan : Efusi pleura dextra KP aktif sinistra KP aktif dextra belum dapat disingkirkan 10

USG Abdomen Hati : Besar dan bentuk normal, permukaan rata, tepi tajam, echoparenchim homogen, pembuluh darah/saluran empedu intrahepatal tidak melebar, tak tampak masa K. Empedu Pancreas Limpa Ginjal V. urinaria Prostat Lain-lain Kesan : Besar normal, dinding tidak menebal, tak tampak batu : Besar normal, echoparenchym homogeny, tak tampak lesi focal : Besar normal, echoparenchynm homogeny, tak tampak lesi focal : Besar kedua ginjal normal, korteks dan medulla baik, tak tampak : Besar normal, dinding tidak menebal, tak tampak batu : Tak tampak kelainan :Tampak efusi pleura kanan : Efusi pleura kanan Tak tampak kelainan organ-organ abdomen

batu/pelebaran kedua kalises

A: DD P:

Efusi pleura dextra et causa suspek TB paru : Atelektasis paru dextra et causa TB paru 1. Pungsi Cairan Pleura 2. Rencana OAT 3. Periksa SGPT/SGOT, ureum-kreatinin 4. Sputum BTA 3x 5. Terapi lain, lanjutkan

Tanggal 20/7/2012, pukul 05.45 S: Demam (-), mual muntah (-), batuk kering (+) berkurang, sakit dada sebelah kanan (+), sesak (+), nyeri menelan (-). Pada pungsi pleura tidak didapatkan cairan. 11

O:

keadaan umum : Tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis. TD : 120/70, N: 100x/mnt, S: 37.8 C, RR: 24x/mnt Mata: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/Leher: JVP = 5 - 2cmH2O, KGB tidak teraba membesar Jantung Paru: : bunyi jantung I dan II reguler, gallop tidak ada, murmur tidak ada fremitus +melemah / + suara nafas versikuler + melemah/+, ronchi +/+, wheezing -/-. Abdomen: supel, datar , nyeri tekan (-), bising usus + normal, perkusi timpani, hepar-lien tidak teraba. Extermitas: akral hangat (+) di ke-4 ekstremitas, oedem (-) di ke-4 ekstremitas

Pemeriksaan Laboratorium PEMERIKSAAN SGOT SGPT Ureum Creatinine Glukosa sewaktu 22 12 38 1.9 88 HASIL u/L u/L mg/dL mg/dL mg% SATUAN NILAI RUJUKAN 3-45 0-35 13-43 0,5-1,5 <200

A : Efusi pleura dextra et causa suspek TB paru DD/ Atelektasis paru dextra et causa suspek TB paru P: 1. USG thorax pro marker 2. Infus RL 20 tetes per menit 3. inj. Terfacef 2x1 gr 4. inj. Acran 2x 1 ampul 5. Sanmol 3x1 6. Ulsicral 3xC1 7. OB syrup 3xC1 8. Imboost F. 2x1 Tanggal 21/7/2012, pukul 05.45 S: Demam (-), mual muntah (-), batuk kering (+) berkurang, sakit dada sebelah kanan (+), sesak (+), nyeri menelan (-). Pada pungsi pleura tidak didapatkan cairan. 12

O:

keadaan umum : Tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis. TD : 120/80, N: 120x/mnt, S: 37.4 C, RR: 20x/mnt Mata: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/Leher: JVP = 5 2cmH2O, KGB tidak teraba membesar Jantung Paru: : bunyi jantung I dan II reguler, gallop tidak ada, murmur tidak ada fremitus +melemah / + suara nafas versikuler + melemah/+, ronchi +/+, wheezing -/-. Abdomen: supel, datar , nyeri tekan (-), bising usus + normal, perkusi timpani, hepar-lien tidak teraba. Extermitas: akral hangat (+) di ke-4 ekstremitas, oedem (-) di ke-4 ekstremitas

A : Efusi pleura dextra et causa suspek TB paru DD/ Atelektasis paru dextra et causa suspek TB paru P: 1. USG thorax pro marker 2. Infus RL 20 tetes per menit 3. inj. Acran 2x 1 ampul 4. Ulsicral 3xC1 5. OB syrup 3xC1 6. Imboost F. 2x1 Tanggal 22/7/2012, pukul 06.00 S: O: Batuk kering (+) berkurang, sakit dada sebelah kanan (+), sesak (+) menurun keadaan umum : Tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis. TD : 120/80, N: 80x/mnt, S: 36.4 C, RR: 20x/mnt Mata: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/Leher: JVP = 5 2cmH2O, KGB tidak teraba membesar Jantung Paru: : bunyi jantung I dan II reguler, gallop tidak ada, murmur tidak ada fremitus +melemah / + suara nafas versikuler + melemah/+, ronchi +/+, wheezing -/-. Abdomen: supel, datar , nyeri tekan (-), bising usus + normal, perkusi timpani, hepar-lien tidak teraba. Extermitas: akral hangat (+) di ke-4 ekstremitas, oedem (-) di ke-4 ekstremitas

13

A : Efusi pleura dextra et causa suspek TB paru DD/ Atelektasis paru dextra et causa suspek TB paru P: 1. USG thorax pro marker 2. OB syrup 3xC1 3. Imboost F. 2x1 Tanggal 23/7/2012, pukul 06.00 S: O: Sesak (-), keluhan lain (-) keadaan umum : Tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis. TD : 110/80, N: 92x/mnt, S: 36.6 C, RR: 16x/mnt Mata: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/Leher: JVP = 5 2cmH2O, KGB tidak teraba membesar Jantung Paru: : bunyi jantung I dan II reguler, gallop tidak ada, murmur tidak ada fremitus +melemah / + suara nafas versikuler + melemah/+, ronchi +/+, wheezing -/-. Abdomen: supel, datar , nyeri tekan (-), bising usus + normal, perkusi timpani, hepar-lien tidak teraba. Extermitas: akral hangat (+) di ke-4 ekstremitas, oedem (-) di ke-4 ekstremitas Hasil USG Thorax Pro Marker : Tidak terdapat gambaran efusi pleura dextra Tampak hepar terdorong ke atas Kesan : Suspek Atelektasis Paru Dextra Saran : CT scan Thorax

A : Suspek Atelektasis Paru Dextra et causa TB paru P: 1. OB syrup 3xC1 2. Imboost F. 2x1 Tanggal 24/7/2012, pukul 06.30 S: Keluhan (-) Pasien menolak untuk dilakukan prosedur CT scan thorax 14

O:

keadaan umum : Tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis. TD : 120/80, N: 92x/mnt, S: 36.6 C, RR: 16x/mnt Mata: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/Leher: JVP = 5 2cmH2O, KGB tidak teraba membesar Jantung Paru: : bunyi jantung I dan II reguler, gallop tidak ada, murmur tidak ada fremitus +melemah / + suara nafas versikuler + melemah/+, ronchi +/+, wheezing -/-. Abdomen: supel, datar , nyeri tekan (-), bising usus + normal, perkusi timpani, hepar-lien tidak teraba. Extermitas: akral hangat (+) di ke-4 ekstremitas, oedem (-) di ke-4 ekstremitas

A : Suspek Atelektasis Paru Dextra et causa TB paru P: Pasien boleh pulang dan dijadwalkan untuk rawat jalan

BAB II ANALISA KASUS TANGGA L 18/7/2012 DAFTAR MASALAH Prolonged fever HIPOTESIS Rangsangan sitokin sebagai salah satu hasil respon imun terhadap thermostat tubuh 15

Mual Muntah Batuk kronis Keringat malam Merokok Fremitus hemithoraks kanan melemah Perkusi lapang paru kanan redup

19/7/2012 20/7/2012

Ronkhi + /+ Leukositosis LED meningkat Perselubungan homogen di hemithorax dextra Bercak di lapang atas paru kiri Pungsi pleura tidak didapatkan cairan

Distensi otot-otot abdomen dan reflex vagal Rangsangan terhadap reseptor batuk Hiperhidrosis karena demam Faktor risiko terhadap berbagai penyakit paru termasuk TBC Terdapat cairan di pleura Volume udara yang berkurang dalam paru-paru Terdapat cairan di rongga pleura (efusi pleura) Volume udara intra pulmo yang menurun (atelektasis) Terdapat cairan di saluran pernapasan Proses infeksi bakteri Penyakit kronis (TBC, keganasan) Cairan di pleura (efusi pleura) atelektasis Infiltrate TBC paru Diperlukan USG thoraks pro marker untuk membantu proses tindakan pungsi pleura (mengetahui letak cairan) Mengarahkan ke atelektasis

23/7/2012

Tidak terdapat gambaran efusi pleura dextra (minimal) Hepar terdorong ke atas

Atelektasis Efek tarikan pada atelektasis

PATOFISIOLOGI M.Tuberkulosis

Inhalasi droplet 16 Menggeser pusat termostat Interleukin Zat Prostaglandin Demam Bakteriemia pirogen1 endogen Bakteri mencapai alveolus Rx. Antigen-antibodi Reaksi Produksi Akumulasi Peradangan mukus mukus

makrofag

Fokus primer

Penyebaran melalui saluran limfe Kompleks primer Kelenjar limfe membesar

Obstruksi parsial pada bronkus

Respon batuk

Atelektasis

Penggunaan otot2 abdomen

Reflex vagal

Mual muntah

DAFTAR MASALAH Prolonged fever ec infeksi Mual - muntah

PLANNING NONMEDIKAMENTOSA Tirah baring

MEDIKAMENTOSA Paracetamol 3x500 mg Ceftriaxon 2x1 Pasang infuse RL 20 tpm Ranitidine 2x1 amp 17

Batuk Atelektasis

Suspek TB Paru Paracetamol

Stop merokok!!! Pastikan dengan CT-scan thorax Bronkoskopi untuk menghilangkan sumbatan BTA Sputum

Sukralfat 3xCI OB syrup 3x CI Bronkodilator Mukolitik Pembedahan Persiapan OAT

Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan asetosal. Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot.menurunkan demam pada influenza dan setelah vaksinasi. Ceftriaxone Indikasi Ceftriaxone adalah infeksi-infeksi yang disebabkan oleh patogen yang sensitif terhadap Ceftriaxone, seperti: infeksi saluran nafas, infeksi THT, infeksi saluran kemih, sepsis, meningitis, infeksi tulang, sendi dan jaringan lunak, infeksi intra abdominal, infeksi genital (termasuk gonore), profilaksis perioperatif, dan infeksi pada pasien dengan gangguan pertahanan tubuh. Ranitidine Golongan AH2. Melindungi mukosa lambung dengan menghambat perangsangan sekresi asam lambung. Dosis: 2x1 /hari. Sukralfat Sukralfat adalah suatu kompleks yang dibentuk dari sukrosa oktasulfat dan polialuminium hidroksida. Aktivitas sukralfat sebagai anti ulkus merupakan hasil dari pembentukan kompleks sukralfat dengan protein yang membentuk lapisan pelindung menutupi ulkus serta melindungi dari serangan asam lambung, pepsin dan garam empedu. OB syrup Berfungsi sebagai sebagai ekspektoran dan antitusif, melegakan tenggorokan membersihkan sinus dan sebagai antimikroba. 18

BAB III TINJAUAN PUSTAKA I. TUBERKULOSIS PARU

I.A. Definisi Tuberkulosis adalah infeksi paru yang menyerang jaringan parenkim paru, disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis. (1) 19

I.B. Patogenesis (2) Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun 20

seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi

21

dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun- tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang. I.C. Gejala Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. (3) 22

Gejala sistemik/umum: Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul Penurunan nafsu makan dan berat badan Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gambar 1. Gejala Umum TBC Gejala khusus: Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak. 23

Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.

Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demamtinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Gambar 2. Target Organ Pada TBC

I.D. Diagnosis 24

Keluhan (tergantung derajat berat, organ terlibat, dan komplikasi ) TBC antara lain sebagai berikut. (1) 1. Batuk-batuk >= 3 minggu 2. Batuk berdarah 3. Sesak napas 4. Nyeri dada 5. Malaise 6. Lemah 7. Berat-badan turun 8. Nafsu makan turun 9. Keringat malam 10. Demam Gejala yang ditemukan (tergantung derajat berat, organ terlibat, dan komplikasi) : 1. Keadaan umum lemah 2. Kakeksia 3. Takipnea 4. Febris 5. Paru : tanda-tanda konsolidasi (redup, fremitus mengeras/melemah, suara napas bronchial atau melemah, ronkhi basah atau kering) Laboratorium : LED meningkat Mikrobiologis : 1. BTA sputum + minimal 2 dari 3 spesimen 2. Kultur mycobacterium tuberculosis + (diagnosis pasti) 25

Gambar 3. Bakteri Tahan Asam Pada Pewarnaan Ziehl-Neelsen Radiologis: Foto thoraks PA lateral (hasil bervariasi) : 1. Infiltrate 2. Pembesaran KGB hilus atau KGB paratrakeal 3. Milier 4. Atelektasis 5. Efusi Pleura 6. Kalsifikasi 7. Bronkiektasis 8. Kavitas 9. Destroyed lung

26

Gambar 4. Foto Thoraks PA TB Paru Imunoserologis : 1. Uji kulit dengan tuberculin (mantoux) + > 15 mm pada orang Indonesia yang imunokompeten 2. Tes PAP, ICT-TB + 3. PCR-TB dari sputum (hanya menunjang klinis)

27

Gambar 5. Indurasi pada Uji Tuberkulin I.E. Klasifikasi(3) Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatudefinisi kasus yang meliputi empat hal , yaitu: A. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru; B. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif; C. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat. D. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

Beberapa istilah dalam definisi kasus: 1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh dokter. 2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena: 1) Tuberkulosis paru Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. 2) Tuberkulosis ekstra paru Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu pada TB Paru: 1) Tuberkulosis paru BTA positif 28

a.

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 2) Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: a. Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan C. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit. 1) TB paru BTA negatif foto toraks positif Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advanced), dan atau keadaan umum pasien buruk. 2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu: a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal. b. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin. 29

D. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu: 1) Kasus Baru Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2) Kasus Kambuh (Relaps) Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). 3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO) Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. 4) Kasus Gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 5) Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. 6) Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. I.F. Terapi (1) Terapi umum : istirahat, stop merokok, hindari polusi, tata laksana komorbiditas, nutrisi, vitamin Medikamentosa obat anti TB (OAT) 30

Ketegori 1: untuk 1. 2. Penderita baru TB paru, sputum BTA + Penderita TB paru, sputum BTA -, rontgen + dengan kelainan paru luas

3. Penderita TB ekstra paru berat dengan terapi 2RHZE / 4RH-2RHZE / 4R3H3- 2RHZE / 6HE Ketegori 2 : untuk 1. 2. Penderita kambuh Penderita gagal

3.

Penderita after default diterapi dengan : a. 2RHZES / 1RHZE / 5RH b. 2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3

Kategori 3 : untuk 1. Penderita baru TB paru, sputum BTA -, rontgen + dengan kelainan paru tidak luas 2. Penderita TB ekstra paru ringan diterapi dengan : a. 2RHZ / 4RH b. 2RHZ / 4R3H3 c. 2RHZ / 6HE

Kategori 4 : untuk 1. Penderita TB kronik diterapi dengan a. H seumur hidup 31

b. Bila mampu: OAT lini kedua

I.G. Komplikasi (1) 1. Komplikasi paru : atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis, pneumotoraks, gagal napas. 2. TB ekstra paru : pleuritis, efusi pleura, perikarditis, peritonitis, TB kelenjar limfe, korpulmonal

32

33

34

35

II.

EFUSI PLEURA

II.A. Definisi (4) Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura, cairan tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi.

Gambar 6. Efusi Pleura Terdapat empat tipe cairan yang dapat ditemukan pada efusi pleura, antara lain sebagai berikut. 1. Cairan serus (hidrothorax) 2. Darah (hemothotaks) 3. Chyle (chylothoraks) 4. Nanah (pyothoraks atau empyema) II.B Diagnosis Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan 36

dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanya 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam. Apabila cairan yang terakumulasi lebih dari 500 ml, biasanya akan menunjukkan gejala klinis seperti penurunan pergerakan dada yang terkena efusi pada saat inspirasi, pada pemeriksaan perkusi didapatkan dullness/pekak, auskultasi didapatkan suara pernapasan menurun, dan vocal fremitus yang menurun. Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti: 1. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase, pH, dan glukosa 2. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan terjadi infeksi bakteri 3. Pemeriksaan hitung sel 4. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan apakan cairan tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor local yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri, infeksi virus, dan keganasan

37

Gambar 7. Foto Thoraks PA Efusi Pleura Dextra II.C. Etiologi Penyebab paling sering efusi pleura transudatif di USA adalah karena penyakit gagal jantung kiri, emboli paru, dan sirosis hepatis, sedangkan penyebab efusi pleura eksudatif disebabkan oleh pneumonia bakteri, keganasan (ca paru, ca mamma, dan lymphoma merupakan 75 % penyebab efusi pleura oleh karena kanker), infeksi virus. Tuberkulosis paru merupakan penyebab paling sering dari efusi pleura di Negara berkembang termasuk Indonesia. Selain TBC keadaan lain juga menyebabkan efusi pleura seperti pada penyakit autoimun systemic lupus erythematosus (SLE), perdarahan (sering akibat trauma). Efusi pleura jarang pada keadaan rupture esophagus, penyakit pancreas, anses intraabdomen, rheumatoid arthritis, sindroma Meig (asites, dan efusi pleura karena adanya tumor ovarium).

38

II.D. Penatalaksanaan Penatalaksasnan tergantung pada penyakit yang mendasari terjadinya efusi pleura. Aspirasi cairan menggunakan jarum dapat dilakukan untuk mengeluarkan cairan pleura, apabila jumlah cairan banyak dapat dilakukan pemasangan drainase interkostalis atau pemasangan WSD. Efusi pleura yang berulang mungkin memerlukan tambahan medikamentosan atau dapat dilakukan tidakan operatif yaitu pleurodesis, dimana kedua permukaan pleura ditempelkan sehingga tidak ada lagi ruangan yang akan terisi oleh cairan. III. ATELEKTASIS

III.A. Definisi Atelektasis adalah kolapsnya jaringan alveolus paru akibat obstruksi parsial atau total airway. Etiologi terbanyak obstruksi airway adalah terbagi dua yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Instrinsik berupa peradangan intra luminar airway. Peradangan intraluminar airway menyebabkan penumpukan sekret yang berupa mukus. Selain itu juga terjadi edema di lumen airway sehingga mengakibatkan obstruksi pada airway. Etiologi ekstrinsik atelektasis pada airway adalah pneumothoraks, tumor dan paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening. (5) Pada anak-anak, atelektasis bisa terjadi. Terutama pada anak dengan infeksi primer Tuberkulosis. Pada infeksi primer tuberkulosis terdapat pembesaran kelenjar getah bening. Pembesaran kelenjar getah bening yang semakin banyak akhirnya menekan airway sehingga dapat dengan cepat timbul atelektasis pada anak-anak maupun bayi. Tingkat keparahan atelektasis tergantung banyaknya airway yang terkena serta kualitas sumbatan pada airway yang mengalami obstruksi. Terapi atelektasis harus berdasarkan etiologi yang mendasari supaya mendapatkan hasil yang optimal untuk mengatasi atelektasis ini. III.B. Etiologi Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus. Bronkus adalah 2 cabang utama dari trakea yang langsung menuju ke paru-paru. Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil. 39

Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat oleh sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah bening. Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat. Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serum, lendir dan kemudian akan mengalami infeksi. Faktor resiko terjadinya atelektasis a. Pembiusan (anestesia)/pembedaha b. Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posis c. Pernafasan dangkal d. Penyakit paru-paru III.C. Pemeriksaan Penunjang Gambaran radiologis atelektasis berupa penarikan diafragma mendekati lobus yang kolaps, penarikan mediastinum mendekati lobus paru yang kolaps dan ICS (intercostal space yang mengecil) akibat tarikan kolaps paru. Paru menjadi kolaps akibat tekanan negatif yang seharusnya ada pada alveolus berkurang akibat sumbatan sehingga saat inspirasi udara susah masuk ke alveolus sehingga parunya menjadi kolaps dan sesuai dengan hukum keseimbangan maka semakin negatif tekanan di dalam suatu ruangan maka dengan kuat ruangan yang bertekanan sangat negatif itu akan berusaha menyeimbangkan tekanannya dengan menarik udara maupun zat lain di sekitar sehingga pada gambaran radiologis terdapat gambaran radioopak pada lobus kolaps dan ada tarikan organ menuju lobus paru yang kolaps tersebut.

40

Gambar 8. Foto Thoraks PA Atelektasis Paru Dextra III.D. Terapi Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali mengembangkan jaringan paru yang terkena. (5) Tindakan yang biasa dilakukan:

Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa mengembang Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya Latihan menarik nafas dalam (spirometri insentif) Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak Postural drainase Antibiotik diberikan untuk semua infeksi

41

Pengobatan tumor atau keadaan lainnya. Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu diangkat

Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut ataupun kerusakan lainnya.

42

BAB IV KESIMPULAN Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka dapat ditegakan diagnosis atas pasien dengan nama Tn. K adalah suspek atelektasis paru dextra disertai TB paru dextra. Dari hasil anamnesis didapatkan riwayat demam kronis dan batuk kronis dimana mengarahkan pemikiran ke diagnosa TB paru. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi pada kedua lapang paru di bagian apex, serta penurunan taktil fremitus dan suara nafas pada lapang paru kanan dibandingkan dengan paru kiri memperkuat dugaan diagnosis TB paru disertai kemungkinan atelektasis dan efusi pleura. Pada hasil pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan keadaan leukositosis dan peningkatan LED menunjang diagnosa TB paru ditambah dengan hasil rontgen thoraks PA menunjukan kearah TB paru dextra dengan gambaran efusi pleura paru kiri. Diagnosa efusi pleura juga diperkuat oleh hasil USG abdomen Namun saat dilakukan pungsi, tidak mampu didapatkan cairan sehingga kemudian dilakukan pemeriksaan USG thoraks pro marker dimana didapatkan hasil tidak didapatkan cairan di pleura (ada tapi minimal) dan mengarahkan diagnosis ke suspek TB paru dengan atelektasis paru dextra. Untuk memastikan diagnosis dan mengetahui penyebab atelektasis paru maka dibutuhkan pemeriksaan CT scan thoraks yang kemudian ditolak oleh pasien.

43

DAFTAR PUSTAKA 1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Panduan Pelayanan Medis : Tuberkulosis. Interna Publishing. Jakarta : November 2009 2. Amin, Zulkifli. Bahar, Asril. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Tuberkulosis Paru. Interna Publishing. Jakarta :November 2009. Hal 2230-2239 3. Panduan Tatalaksana Tuberkulosis. Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta 2010.
4. Rubins, Jeffrey. Pleural Effusion. Medscape Reference. Januari 2005. Diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article/299959-overview#aw2aab6b2b2 pada 29 Juli 2012 5. Maddapa, Tarun. Atelectasis. Medscape Reference. Juli 2005. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/296468-overview pada 29 Juli 2012

44

Anda mungkin juga menyukai