Anda di halaman 1dari 3

ASPEK KLINIS DAN PENDEKATAN DIAGNOSTIK KEDOKTERAN NUKLIR PADA KASUS PENYAKIT JANTUNG KORONER

A. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner Manifestasi klinis penyakit jantung koroner bervariasi tergantung pada derajat aliran dalam arteri koroner. Bila aliran koroner masih mencukupi kebutuhan jaringan tidak akan timbul keluhan atau manifestasi klinis. Penyakit jantung koroner, iskemia myocardium dan infark myokardoum merupakan suatu proses patologis yang saling berkaitan. Bentuk awal dari kondisi patologis ini adalah adanya penyakit jantung koroner yaitu suatu bentuk kelainan vascular yang menyebabkan penyempitan atau sumbatan dari arteria koroner (Brashers, 2006). Faktor risiko terjadinya Penyakti Jantung Koroner ini adalah antara lain: 1. Dislipidemia Peningkatan konsentrasi serum LDL merupakan indicator utama terjadinya risiko penyakit koroner. Selain itu, lipoprotein lain yaitu VLDL dan Lipoprotein (a) juga meningkatkan risiko penyakit jantung koroner. 2. Hipertensi Hipertensi meningkatkan 2 sampai 3 kali lipat risiko penyakit kardiovaskular atherosclerotic. Hal ini berhubungan dengan stress endothelial yang merupakan kunci terbentuknya atherogenesis. 3. Merokok Nikotin menstimulasi sekresi katekolamin yang akhirnya meningkatkan denyut jantung dan tahanan perifer, dimana kedua hal ini akan meningkatkan tekanan darah, selain itu nikotin juga menstimulasi peningkatan LDL, penurunan HDL. 4. Diabetes Mellitus Diabetes dan resistensi insulin mempunyai efek multiple terhadap perkembangan penyakit kerdiovaskular melalui produksi toxic reactive oxygen species (ROS) yang mengganggu fungsi sel-sel vascular yang mencakup kerusakan endothelial, penebalan dinding pembuluh darah, peningkatan reaksi inflamasi dan adhesi leukosit, peningkatan thrombosis dan lain-lain. Patofisiologi dasar terjadinya penyakti jantung koroner sebenarnya hanya dilandasi pada 2 aspek supply and demand, yaitu:

1. Pasok berkurang meskipun kebutuhan tak bertambah; 2. Kebutuhan meningkat sedangkan pasokan tetap. Bila arteri koroner mengalami stenosis atau spasme, pasok arteri koroner tidak mencukupi kebutuhan dimana akan terjadi gangguan, manifestasi gangguan tergantung kepada berat ringannya stenosis atau spasme, kebutuhan jaringan (istirahat atau aktif), dan luasnya daerah yang terkena. Dalam keadaan istirahat, meskipun arteri koroner mengalami stenosis lumen sampai 60% belum menimbulkan gejala karena aliran darah koroner masih bisa mencukupi kebutuhan jaringan antara lain dengan vasodilatasi pasca daerah stenosis. Stenosis pada kondisi tersebut tidak memberikan keluhan disebut penyakit jantung koroner laten atau silent ischemia. Bila terjadi peningkatan aktifitas (berolahraga,setelah makan, berpikir) maka aliran yang tadinya mencukupi menjadi berkurang sehingga timbul hipoksia jaringan yang mengarah ke metabolisme anaerob sehingga muncul asam laktat. Hal ini menimbulkan manifestasi klinis seperti nyeri dada, rasa tercekik dan sebagainya disebut angina on effort. Sebaliknya nyeri dada (angina) dapat timbul dalam keadaan istirahat yaitu bila proses stenosis melebihi 60% baik oleh karena penyempitan kritis (90%) maupun bertambah karena spasme arteri koroner sendiri di tempat yang tadinya tidak memberikan gejala. Hal ini disebut angina at rest. B. Pendekatan Diagnostik Kedokteran Nuklir Penggunaan radioisotope Thallium-201 merupakan alat diagnostic pertama dengan menggunakan pencitraan radionuklida. Mekanisme transport aktif menyebabkan thallium memasuki sel-sel myocardium. Daerah myocardium yang mengalami infark tampak sebagai daerah yang kehilangan aktifitasnya (cold spot). Defek yang tidak ada pada waktu istirahat dapat diinduksi dengan aktifitas menggambarkan adanya iskemia. SPECT (single-photon emission computed tomography) jauh lebih efisien untuk mengidentifikasi iskemia dan mengestimasi risiko penyakit jantung koroner. Pelaksanaan sidik perfusi myocardium dilakukan dengan menggunakan berbagai macam radiofarmaka yang telah ada pada saat ini antara lain: 1. Thallium-201 2. Tc-99m Teboroxim 3. Tc-99m MIBI 4. Tc-99m Tetrofosmin

Aplikasi klinis Kardiologi kedokteran nuklir mencakup diagnosis dan prognosis, stratifikasi risiko, penatalaksanaan medis dan surgical serta menilai efesiensi manajemen beberapa kondisi penyakit kardiovaskular, antara lain: 1. Stable & unstable CAD 2. Acute and post MI 3. Cardiomyopathy 4. Valvular disease and Shunts 5. Cardiotoxicity 6. Aneurysms 7. Transplants Perfusi myocardium tergantung pada keutuhan suplai darah melalui arteri koronaria. Bila diberikan beban fisik kebutuhan metabolic berikut perfusi miokardium akan meningkat dibandingkan dengan alam keadaan istirahat/tanpa beban. Bila beban fisik diberikan kepada pasien dengan penyempitan pembuluhn darah koroner, maka suplai ke miokardium regional tidak akan cukup untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolic. Prinsip sidik perfusi myocardium dengan menggunakan distribusi radiofarmaka bertanda
99m 99m

Tc yaitu penilaian
99m

Tc seperti

99m

Tc-sestamibi atau

Tc-tetrofosmin;

penangkapan kedua farmaka tersebut oleh miokardium akan dipengaruhi oleh aliran darah koroner yang mensuplainya. Sestamibi dan tetrofosmin merupakan dua senyawa kimia yang akan berikatan dengan protein intraselular miokardium, sehingga proses redistribusi dan washout di dalam miokardium tersebut sangat minim (berbeda dengan radioaktivitas oleh miokardium. Pada pasien yang tidak dapat melakukan latihan beban fisik misalnya karena kurang latihan atau proses degeneratif pada tungkai, maka sebagai penggantinya dapat diberikan beban farmakologik yaitu dengan menggunakan Dipyridamole, Dobutamine dan Adenosine. Penilaian sidik perfusi miokardium diarahkan untuk mencari daerah dengan penangkapan radioaktivitas yang kurang (defek perfusi) pada citra dengan beban dan istirahat. Defek perfusi yang menetap disebabkan adanya proses nekrosis atau jaringan parut pada miokardium. Sedangkan jika ditemukan mismatch defect yaitu defek perfusi pada pencitraan dengan beban dan normal atau menjadi lebih baik pada saat istirahat menunjukkan adanya iskemi miokardium yang reversible. Apabila ditemukan reverse redistribution yaitu penangkapan radioaktivitas dengan beban lebih baik dibandingkan dengan saat istirahat dapat disebabkan oleh penyakit jantung koroner yang berat dengan kolateralisasi yang baik.
201

TI). Mitokhondria

dan sarkolemma mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses penangkapan

Anda mungkin juga menyukai