Anda di halaman 1dari 2

LatarBelakang Saat ini kemajuan pembangunan secara nasional terus berlanjut menuju era industrialisasi.

Potensi kekayaan sumber daya alam menjadi tumpuan baru bagi modal utama pembangunan nasional selain penggunaan sumber daya alam tak terbarukan. Sementara itu pemantauan mutu lingkungan memerlukan perhatian khusus sebagai dampak dari sisi lain pembangunan walaupun telah menganut azas pemanfaatan secara lestari. Millennium Development Goals (MDGs) merupakan hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang dideklarasikan pada September 2000, berupa 8 target sasaran untuk mencapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat hingga tahun 2015. Indonesia merupakan salah satu Negara yang mengadopsi dan menandatangani deklarasi MDGs, sehingga pemerintah Indonesia mempunyai kewajiban untuk turut mensukseskan implementasi dari deklarasi millennium ini. Luas wilayah Provinsi Kepulauan Riau mencapai 425.214,6679 km2 yang terdiri dari perairan seluas 417.005,0594 km2 (98,05%). Sementara luas daratannya mencapai 8.209,605 km2 (1,95 %) yang terdiri dari gugusan pulau besar dan kecil, panjang garis pantai 2.367,6 km. Dari 7 kabupaten/kota yang berada dalam wilayah administrasi Provinsi Kepulauan Riau, seluruhnya merupakan wilayah yang memiliki daerah pesisir dan terdiri atas ribuan pulau besar dan kecil. Dari lebih kurang 2.408 pulau, hanya 366 buah (15%) yang berpenghuni, 2.042 buah (85%) belum berpenghuni. Beberapa pulau yang dapat dikategorikan sebagai pulau besar di provinsi ini adalah Pulau Bintan, Batam, Karimun, Singkep, Lingga, Senayang, Bunguran dan pulau-pulau Anambas. Sedangkan sisanya merupakan pulau dan gugusan pulau kecil. Kondisi geografi disini menempatkan sebagian besar wilayah Kepulauan Riau menjadi kawasan pembangunan khusus yang diatur oleh UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Hal ini penting untuk menjaga keberlanjutan pembangunan yang sesuai dengan daya dukung kawasan kepulauan, terutama bila diperhatikan posisi Kepulauan Riau yang saat ini tengah dipromosikan sebagai pilot project Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui kerjasama dengan Pemerintah Singapura. Pada kenyataannya laju pembangunan di Kepulauan Riau, terutama industrialisasi di P Batam telah memacu proses urbanisasi yang menyebabkan pertambahan penduduk yang pesat serta eksploitasi lahan yang berlebihan. Hal ini berdampak pada terjadinya kerusakan kawasan hutan serta kesetimbangan siklus hidrologi di dalamnya. Hal ini telah meningkatkan resiko terjadinya bencana terkait air, terutama peningkatan pencemaran air sungai/waduk serta kekuarangan air di musim kemarau. Resiko-resiko ini berkaitan dengan keberlanjutan proses produksi,

kesehatan masyarakat, serta ketahanan pangan, yang berarti terkait dengan hampir seluruh bidang pembangunan. Pengendalian kerusakan lingkungan diperlukan untuk menjaga keberlanjutan pembangunan di wilayah Kepulauan Riau. menjaga keberlanjutan pembangunan yang sesuai dengan daya dukung kawasan kepulauan, terutama bila diperhatikan posisi Kepulauan Riau yang saat ini tengah dipromosikan sebagai pilot project Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui kerjasama dengan Pemerintah Singapura. Pada kenyataannya laju pembangunan di Kepulauan Riau, terutama industrialisasi di P Batam telah memacu proses urbanisasi yang menyebabkan pertambahan penduduk yang pesat serta eksploitasi lahan yang berlebihan. Hal ini berdampak pada terjadinya kerusakan kawasan hutan serta kesetimbangan siklus hidrologi di dalamnya. Hal ini telah meningkatkan resiko terjadinya bencana terkait air, terutama peningkatan pencemaran air sungai/waduk serta kekuarangan air di musim kemarau. Resiko-resiko ini berkaitan dengan keberlanjutan proses produksi, kesehatan masyarakat, serta ketahanan pangan, yang berarti terkait dengan hampir seluruh bidang pembangunan. Pengendalian kerusakan lingkungan diperlukan untuk menjaga keberlanjutan pembangunan di wilayah Kepulauan Riau.

Anda mungkin juga menyukai