Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN

Saat ini angka kematian maternal dan neonatal di Indonesia masih tinggi yaitu sekitar 334/100.000 kelahiran hidup dan 21,8/1.000 kelahiran hidup. Salah faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut yaitu penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas.(1) Usaha-usaha untuk menurunkan angka kematian maternal dan angka kematian perinatal masih menjadi prioritas utama program Departemen Kesehatan RI. Penyebab utama kematian maternal disebabkan oleh tiga hal pokok, yaitu perdarahan, preeklampsia-eklampsia, dan infeksi. Walaupun angka kematian maternal telah menurun dengan meningkatnya pelayanan obstetri, namun kematian akibat perdarahan masih tetap merupakan faktor utama dalam kematian maternal.(1) Pada setiap perdarahan antepartum maka pertama-tama yang harus dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta, karena kelainan tersebut yang paling sering dan pada umumnya berbahaya. Sumber yang berasal bukan dari plasenta misalnya kelainan serviks dan vagina biasanya jarang dan tidak terlalu berbahaya.(2) Di negara berkembang, perdarahan hampir selalu merupakan malapetaka besar bagi penderita maupun penolongya. Keadaan yang serba kurang akan memaksa penolong menangani setiap kasus secara individual, tergantung pada keadaan ibu, keadaan janin, dan keadaan fasilitas pertolongan dan penolongnya pada waktu itu.(3) Berdasarkan hal tersebut di atas, maka makalah tinjauan pustaka mengenai diagnosis dan penatalaksanaan plasenta previa ini disusun. Mengingat pentingnya

penanggulangan perdarahan pada plasenta previa yang apabila tidak ditanggulangi dengan baik dapat mengancam jiwa baik ibu maupun janin yang dikandungnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Plasenta Previa Plasenta previa merupakan kondisi dimana plasenta menempel (implant) di atas osteum cervicis (osteum uteri internum). Implantasi tersebut dapat lengkap di atas osteum uteri internum (total placenta previa), plasenta menempel sebagian di pinggir osteium uteri internum (partial placenta previa), atau plasenta hanya berada di pinggir osteum uteri internum (marginal placenta previa).(3,4,5)

Gambar 1. Anatomi Plasenta Normal B. Klasifikasi Plasenta Previa Belum ada kata sepakat dari para ahli, terutama mengenai pembukaan jalan lahir. Klasifikasi akan berubah setiap waktu karena pembagian tidak didasarkan pada keadaan anatomi, melainkan pada keadaan fisiologis yang dapat berubah. Misalnya pada keadaan pembukaan yang masih kecil, seluruh pembukaan tertutupi oleh jaringan plasenta (total placenta previa) namun pada pembukaan yang lebih besar ini dapat pula menjadi plasenta previa lateralis.(2,3,6) 3

Gambar 2. Perbandingan plasenta normal dan plasenta previa Klasifikasi plasenta previa secara umum antara lain(3,5) : 1. Plasenta previa totalis, seluruh ostium uteri internum ditutupi oleh plasenta 2. Plasenta previa lateralis, sebagian ostium uteri internum ditutupi oleh plasenta 3. Plasenta previa marginalis, tepi plasenta berada tepat pada tepi ostium uteri internum 4. Plasenta letak rendah, plasenta berada 3-4 cm pada tepi ostium uteri internum

Gambar 3. Plasenta previa totalis dan plasenta previa parsial

Menurut Browne klasifikasi plasenta previa sebagai berikut : 1. Tingkat I (lateral placenta previa), pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan. 2. Tingkat II (marginal placenta previa), plasenta mencapai pinggir pembukaan. 3. Tingkat III (complete placenta previa), plasenta menutupi permukaan ostium uteri waktu tertutup dan plasenta tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap. 4. Tingkat IV (central placenta previa), plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap. C. Insidensi Plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara 200 persalinan. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, antara tahun 1971-1975, terjadi 37 kasus plasenta previa diantara 4781 persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1 diantara 125 persalinan terdaftar.
(3)

Di Amerika Serikat, plasenta previa terjadi 0,3-0,5% dari semua kehamilan; risiko

meningkat 1,5 sampai 5 kali lipat pada wanita dengan riwayat operasi sesar.Dengan adanya sejumlah besar persalinan dengan sesar, maka risiko akan meningkat sebesar 10%. Faktor lain yang berisiko terkait usia ibu yang tua, multipara (plasentanya lebih besar), eritroblastosis, riwayat kuretase dan dilatasi (induksi aborsi), merokok dan penggunaan kokain. Plasenta previa totalis terjadi kira-kira 20-45%, plasenta previa partial terjadi kira-kira 30%, dan plasenta previa marginalis berkisar 25-50%.(4) Umur berhubungan dengan tingkat prevalensi plasenta previa.. Risiko plasenta previa berhubungan dengan umur berikut(4) : - Umur 12-19 tahun : 1% - Umur 20-29 tahun : 0,33%

- Umur 30-39 tahun : 1% - Umur lebih dari 40 tahun : 2% Angka kematian perinatal pada plasenta previa berkisar antara 2-3%. D. Etiologi dan Patofisiologi Penyebab terjadinya plasenta previa tidak diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor predisposisi antara lain(7,8,9,10) : 1. Umur dan paritas. Kasus ini meningkat sesuai dengan paritas dan umur : - Pada multipara terutama bila jarak antara kehamilan pendek - Pada primigravida, umur di atas 35 tahun lebih sering daripada umur di bawah 25 tahun - Di Indonesia lebih sering ditemukan pada umur muda dan paritas kecil Beberapa hal di atas dapat disebabkan karena : - vaskularisasi desidua yang berkurang, mungkin karena infeksi - bekas-bekas luka endometrium bertambah dengan bertambahnya umur 2. Hipoplasia endometrium. Bila kawin dan hamil pada usia muda. 3. Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase yang berulang dan manual plasenta. 4. Korpus luteum bereaksi lambat dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi 5. Tumor-tumor seperti mioma uteri atau polip endometrium. 6. Plasenta yang besar sehingga implantasinya akan meluas sampai segmen bawah rahim, misalnya eritroblastosis atau hamil kembar. Plasenta tumbuh pada chorion leave, zigot mengadakan implantasi di bawah dekat ostium uteri internum. Patofisiologi

Plasenta previa didahului oleh adanya implantasi embrio di bagian bawah (caudal) uterus. Seiring dengan menempel dan tumbuhnya plasenta, pertumbuhan plasenta dapat menutupi ostium uteri internum. Kerusakan vaskularisasi decidua dapat terjadi, kemungkinan dapat menyebabkan infeksi sekunder atau perubahan atrofik.(4) Perdarahan anterpartum akibat plasenta previa disebabkan karena pergeseran antara lapisan plasenta dan segmen bawah rahim pada uterus yang mulai melebar dan menipis. Umumnya terjadi pada trimester ke-3 karena segmen bawah uterus mulai mengalami banyak perubahan. Secara normal setelah bulan ke-4 terjadi tegangan pada dinding uterus karena isi uterus lebih cepat tumbuh daripada uterusnya sendiri, sehingga ishtmus uteri tertarik menjadi dinding cavum uteri. Pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan seviks menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau robekan sinus marginalis dari plasenta.. Perdarahan tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal.(8,9,10) Perdarahan pada plasenta previa bersifat berulang, karena setelah terjadi peregangan antara plasenta dan uterus maka tarikan pada serviks berkurang tetapi majunya kehamilan menyebabkan regangan bertambah dan menimbulkan perdarahan baru lagi. Darah terutama berasal dari ibu yaitu dari ruang intervilosa, akan tetapi dapat juga berasal dari janin bila jonjot terputus atau pembuluh darah plasenta lebih besar terbuka.(3,6,10)

E. Gambaran Klinis

Gejala utama dari plasenta previa adalah terjadinya perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri dan biasanya berulang. Perdarahan pertama biasa tak banyak, sehingga tidak berakibat fatal akan tetapi perdarahan selanjutanya akan terjadi lebih banyak daripada sebelumnya apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam.(2,6) Walaupun perdarahan sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu. Hal tersebut karena sejak sat itu segmen bawah rahim mulai terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan segmen bawah rahim akan lebih melebar lagi dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah rahim pelebaran segmen bawah rahim dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itulah mulai terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah segar berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta yang berwarna kehitam-hitaman. Sumber perdarahannya adalah sinus uterus yang terobek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus-sinus marginalis dan plasenta. Perdarahan tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim untuk berkontraksi menghentikan perdarahan tersebut, tidak sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan kala III dengan plasenta yang letaknya normal. Makin rendah plasenta, makin dini terjadi perdarahan. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan dimulai.(2,3,6,8,10) Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul akan terhalang karena adanya plasenta di bagian bawah uterus. Apabila janin dalam presentasi kepala,

kepalanya akan didapatkan belum masuk ke dalam pintu atas panggul yang mungkin akan karena plasenta previa sentralis; mengolak ke samping karenaa plasenta previa parsialis; menonjol di atas simfisis karena plasenta previa posterior; atau bagian terbawah janin sukar ditentukan karena plasenta previa anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak, seperti letak lintang, atau sungsang.(3) Nasib janin tergantung dari banyaknya perdarahan, dan tuanya kehamilan pada waktu persalinan. Perdarahan mungkin masih dapat diatasi dengan transfusi darah, akan tetapi persalinan yang terpaksa diselesaikan dengan janin yang masih prematur tidak selalu dapat dihindarkan. Apabila janin telah lahir, plasenta tidak selalu mudah dilahirkan karena sering mengadakan perlekatan yang erat dibanding uterus. Apabila plasenta lahir, perdarahan postpartum seringkali terjadi karena kekurangmampuan serabut-serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan dari bekas insersio plasenta; atau karena perlukaan serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh dan mengandung banyak pembuluh darah besar, yang dapat terjadi bila persalinan berlangsung pervaginam.(3) F. Diagnosis 1. Anamnesis Keluhan utama adalah perdarahan 28 minggu atau pada kehamilan lanjut (trimester III).(6) Sifat perdarahan tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless), dan berulang (recurrent). Seringkali perdarahan terjadi pada waktu bangun tidur pagi hari tanpa disadari tempat tidurnya sudah penuh darah. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.(3,7,8,10,11)

2. Inspeksi(3,7) - Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam yang berwarna merah segar - Kalau perdarahan banyak terjadi, maka ibu dapat terlihat pucat (anemis) 3. Palpasi abdomen(3,7,8,10) - Janin sering belum cukup bulan sehingga fundus uteri masih rendah - Tidak jarang dijumpai kesalahan letak janin, seperti letak lintang atau letak sungsang - Bagian terbawah janin sering belum turun, apabila letak kepala maka masih goyang atau terapung (floating) di atas pintu atas panggul - Dapat pula teraba bantalan pada segmen bawah rahim terutama pada ibu yang kurus 4. Pemeriksaan inspekulo(3) Dengan memakai spekulum secara hati-hati maka akan ditentukan asal perdarahan, apakah berasal dari dalam uterus, serviks, vaginan, varises pecah atau yang lainnya. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum maka plasenta previa harus dicurigai 5. Pemeriksaan laboratorium penunjang(4) - Meskipun koagulopati jarang terjadi, tetapi hitung darah lengkap terutama hitung trombosit sangat membantu - Pada profil DIC (Disseminated Intravascular Coagulopathy), pemeriksaan prothrombin time, activated partial thromboplastin time, fibrinogen, dan fibrin dapat juga membantu. Hal ini dikarenakan pada perdarahan retroplacental berhubungan dengan koagulopati. - Bila skrining alpha-fetoprotein pada pasien meningkat, ia kemungkinan memiliki risiko tinggi perdarahan dan persalinan prematur. Penentuan letak plasenta secara tidak langsung

10

Ultrasonografi Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan melalui radiografi, radioisotop, dan ultrasonografi. Nilai diagnosisnya tinggi pada tangan yang ahli. Ultrasonografi merupakan cara penentuan letak plasentaa yang sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi seperti pada radiografi dan radioisotop baik pada ibu maupun janin dan tidak menimbulkan rasa nyeri.(3) Ultrasonografi transabdominal memiliki akurasi sebesar 95 %, sedangkan ultrasonografi transvaginal memiliki akurasi 100 % untuk menetapkan terjadinya plasenta previa. Ultrasonografi yang dilakukan pada awal trimester kedua kehamilan dapat mengidentifikasi plasenta previa pada 5-15 % pasien. Ultrasonografi juga dapat mengidentifikasi anomali kongenital, malpresentasi, dan intrauterine growth restriction.
(4)

Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI merupakan pemeriksaan yang ideal untuk merencanakan persalinan yang akan dilakukan. Hal ini karena pada pemeriksaan MRI dapat diketahui adanya plasenta accreta, plasenta increta, dan plasenta percreta dan adanya plasenta previa. Kelainan plasenta tersebut dapat memiliki risiko tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi, sehingga berdasarkan hasil pemeriksaan MRI dapat direncanakan sectio cessarea untuk dilakukannya histerektomi.(4)

Pemeriksaan Lain Tes Kleihaure-Betke dapat mendeteksi perdarahan fetomaternal berlebih (> 30 mL) yang perlu diterapi dengan Rh-immune globulin.(4)

11

Pemeriksaan letak plasenta secara langsung(3,10) Untuk menegakkan diagnosis yang tepat tentang adanya dan jenis plasenta previa ialah secara langsung meraba plasenta melalui kanalis servikalis. Akan tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan bahaya yang besar , antara lain(10) : - dapat menyebabkan perdarahan hebat - dapat menyebabkan infeksi - dapat menimbulkan his dan merangsang partus prematurus Oleh karena itu, pemeriksaan melalui kanalis servikalis hanya dilakukan apabila penanganan pasif ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif. Pemeriksaannya harus dilakukan dalam keadaan siap operasi. Pemeriksaan dalam di meja operasi dilakukan sebagai berikut(3) : a. Perabaan fornises. Pemeriksaan ini hanya bermakna apabila janin dalam presentasi kepala. Sambil mendorong sedikit kepala janin ke arah pintu atas panggul, perlahan-lahan seluruh fornises diraba dengan jari. Perabaannya terasa lunak apabila antara jari dan kepala janin terdapat plasenta; dan akan terasa pada (keras) apabila antara jari dan kepala janin tidak terdapat plasenta. Bekuan darah dapat dikelirukan dengan plasenta. Plasenta yang tipis mungkin tidak terasa lunak. Pemeriksaan ini harus selalu mendahului pemeriksaan melalui kanalis servikalis, untuk mendapat kesan pertama ada tidaknya plasenta previa. b. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis. Apabila kanalis servikalis telah terbuka, perlahan-lahan jari telunjuk dimasukkan ke dalam kanalis servikalis, dengan tujuan kalau teraba kotiledon plasenta. Apabila kotiledon plasenta teraba, segera

12

jari telunjuk dikeluarkan dari kanalis servikalis. Jangan sekali-kali berusaha menyelusuri pinggir plasenta seterusnya karena mungkin plasenta akan terlepas dari insersionya yang dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. G. Komplikasi Adapun komplikasi yang dapat terjadi antara lain(6,8,10,11) : a. Prolapsus tali pusat b. Prolaps plasenta c. Plasenta melekat d. Robekan jalan lahir e. Perdarahan postpartum f. Infeksi dan syok hemorragik H. Prognosis Lima puluh persen wanita dengan plasenta previa mengalami persalinan prematur, yang merupakan penyebab utama kematian perinatal.(4) I. Penatalaksanaan Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya perdarahan, umur kehamilan dan derajat plasenta previa. Setiap ibu yang dicurigai plasenta previa harus dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Sebelum penderita syok, pasang infus NaCl/RL sebanyak 2-3 kali jumlah darah yang hilang. Jangan melakukan pemeriksaan dalam atau tampon vagina, karena akan memperbanyak infeksi.(5) 1. Penatalaksanaan Pasif Plasenta Previa

13

Penatalaksanaan pasif ini bertujuan untuk mempertahankan janin agar dapat terhindar dari prematuritas. Kriteria penatalaksanaan pasif ini antara lain(3,7,11) : 1. Usia kehamilan < 37 minggu atau berat janin < 2500 gram 2. Belum in partu dan penilaian baik 3. Kondisi janin baik 4. Perdarahan sedikit, Hb > 8 gr% dan keadaan umum ibu baik Penatalaksanaan yang dilakukan antara lain(3,5,7,11) : 1. Tirah baring 2. Mengatasi anemia, pemberian antibiotika, dan spasmolitik atau progesteron 3. Bila 3 hari tidak ada perdarahan, penderita dimobilisasi ringan dan anjuran lebih sering kontrol kehamilan 4. Bila setelah pasien bisa berjalan dan perdarahan tidak terjadi maka pasien boleh pulang 5. Pasien dianjurkan agar tidak coitus, tidak bekerja keras, dan segera ke rumah sakit bila terjadi perdarahan 6. Pemeriksaan USG

2. Penatalaksanaan Aktif Plasenta Previa Penatalaksanaan secara aktif yaitu dengan sengaja mengakhiri kehamilan, baik secara pervaginam maupun perabdominal. Hal ini dilakukan atas indikasi(7) :

14

1. Perdarahan banyak, keadaan umum jelek, dan syok 2. Inpartu 3. Usia kehamilan > 37 minggu atau taksiran berat janin > 2500 gram 4. Janin mati/gawat janin Memilih Cara Persalinan Cara persalinan yang dipilih tergantung dari(3) : 1. Jenis plasenta previa 2. Perdarahan banyak atau sedikit tapi berulang-ulang 3. Keadaan umum ibu hamil 4. Keadaan janin, hidup, gawat atau meninggal 5. Pembukaan jalan lahir 6. Paritas atau jumlah anak hidup 7. Fasilitas penolong atau rumah sakit Persalinan Pervaginam Indikasi dilakukannya persalinan pervaginam antara lain(5,7) : 1. Presentasi kepala 2. Plasenta previa marginalis, atau letak rendah pada pembukaan 4-5 cm atau lebih Bila pada kasus ini tidak terdapat banyak perdarahan maka dapat dilakukan pemecahan kulit ketuban/amniotomi agar bagian bawah janin dapat masuk pintu atas panggul. Amniotomi adalah cara yang terpilih untuk melancarkan persalinan pervaginam pada plasenta previa. Hal ini dikarenakan pada amniotomi dapat menyebabkan bagian terbawah janin akan menekan plasenta yang berdarah; dan plasenta yang berdarah itu dapat bebas mengikuti regangan segmen bawah uterus, sehingga pelepasan plasenta dari

15

segmen bawah uterus lebih lanjut dapat dihindarkan. Indikasi amniotomi pada plasenta previa yaitu(6) : 1. Plasenta marginalis 2. Plasenta letak rendah 3. Plasenta previa lateralis, bila telah ada pembukaan 4 cm atau lebih 4. Plasenta previa lateralis atau marginal dimana janin mati, serviks matang, kepala sudah masuk panggul dan tidak ada perdarahan atau sedikit Setelah ketuban dipecahkan diberikan oksitosin drip 5 satuan dalam 500 cc dekstrosa 5%. Bila cara ini tidak berhasil maka ada 2 cara lagi yang dapat dilakukan di daerah perifer dimana tidak ada fasilitas operasinya(6,10,12) : 1. Pemasangan Cunam Willett 2. Versi Braxton-Hicks Persalinan Perabdominan (Seksio Sesar) Seksio sesar dimaksudkan untuk mempersingkat lamanya perdarahan, dengan demikian dapat menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya. Selain itu dapat mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Robekan mudah terjadi karena serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa banyak mengandung pembuluh darah.(10) Indikasi seksio sesar adalah(3,5,6,7,13) : 1. semua plasenta previa sentralis, janinnya hidup atau meninggal 2. semua plasenta previa lateralis dimana pembukaan < 4 cm atau serviks belum matang

16

3. semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak berhenti dengan tindakan yang ada 4. semua plasenta previa dengan gawat janin

BAB III KESIMPULAN

17

Perdarahan pada masa kehamilan hampir selalu merupakan masalah yang besar bagi penderita maupun penolongnya. Penanggulangan perdarahan pada plasenta previa yang apabila tidak ditanggulangi dengan baik dapat mengancam jiwa baik ibu maupun janin yang dikandungnya. Dengan demikian diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dan akurat pada plasenta previa ini sangat diharapkan untuk menyelamatkan jiwa ibu dan janin. Diagnosis meliputi anamnesis, inpeksi, palpasi, dan pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium dan radiologis. Penatalaksanan plasenta previa meliputi penatalaksanaan pasif dan penatalaksanaan aktif.

DAFTAR PUSTAKA

18

1. Bari A. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan dalam Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal . Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002 2. POGI. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Bagian I. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 1991 3. Sumapraja S. Perdarahan Antepartum dalam Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999 4. Joy S. Placenta Previa. http://www.emedicine.com. 2004 5. Yoseph. Perdarahan Selama Kehamilan. Cermin Dunia Kedokteran. 1996, No. 112:32-35 6. Mochtar R. Perdarahan antepartum dalam Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Obstetri Patologi. Jakarta: EGC, 1998 7. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Ulin-FK UNLAM. Kegawatdaruratan Obstetri dan Ginekologi. Banjarmasin, 2005 8. Arif M. Plasenta Previa dalam Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi III. Jakarta: Media Aeskulapis FKUI, 2001 9. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offset, 1982 10. Sugiarto K. Kedaruratan Obstetri. Jakarta: Widya Medika, 1997 11. Soedarto WW. Standar Pelayanan Profesi Obstetri dan Ginekologi. Banjarbaru, FK UNLAM, 2000 12. Angsar MD dan Setjalilakusuma L. Versi dalam Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwsono Prawirohardjo, 2000 13. Anonimous. Rekam Medik Kebidanan dan Kandungan periode Agustus-September 2003. RSU Ulin Banjarmasin 2003

19

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ DAFTAR ISI.................................................................................................... BAB I. PENDAHULUAN................................................................................ BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... A. Definisi Plasenta Previa.......................................................................... B. Klasifikasi Plasenta Previa...................................................................... C. Insidensi.................................................................................................. D.Etiologi dan Patofisiologi........................................................................ E. Gambaran Klinis..................................................................................... F. Diagnosis................................................................................................ G. Komplikasi.............................................................................................. H. Prognosis................................................................................................. I. Penatalaksanaan....................................................................................... BAB III. KESIMPULAN................................................................................. Daftar Pustaka

i ii 1 3 3 3 5 6 8 9 10 13 13 18

ii 20

Anda mungkin juga menyukai