Anda di halaman 1dari 19

Tutorial Klinik

ILMU KESEHATAN MATA

Oleh:

Candrika Izzatika P. Albertus Bayu K. Kristiana Margareta

(G99112033) (G99121003) (G99122064)

Pembimbing : dr. Rochasih Mudjajanti, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2013

STATUS PASIEN

1. Identitas Nama Umur Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Alamat Tanggal Pemeriksaan No. RM : Ny. S : 71 tahun : Perempuan : Islam : Ibu Rumah Tangga : Blimbing 5/15 Palur, Jaten : 10 Mei 2013 : 00924599

2. Anamnesis A. Keluhan Utama Mata kanan terasa mengganjal B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan mata kanan terasa seperti ada yang mengganjal sejak sebulan yang lalu dan kadang-kadang nrocos. Selain itu, pasien juga mengeluhkan kedua matanya gatal terutama mata kanan. Pasien tidak mengalami benturan maupun terkena zat kimia pada kedua matanya. Pusing (+), merah (+), mual-muntah (-), silau jika terkena sinar (-), mata merah (-), nyeri mata (-), nyeri tekan (-), demam (-), blobok (-). C. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Hipertensi Riwayat Diabetes Melitus Riwayat Alergi Riwayat Sakit Serupa Riwayat Pemakaian kacamata Riwayat Trauma Riwayat Operasi Mata : (+) sejak tahun 2003 : (+) sejak tahun 2003 : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Hipertensi Riwayat Diabetes Mellitus Riwayat Alergi E. Simpulan Anamnesis OD Proses Lokalisasi Sebab Perjalanan Komplikasi : : : : : Gangguan penglihatan Konjungtiva Degeneratif Kronis Belum ditemukan OS : disangkal : disangkal : disangkal

3. Pemeriksaan Fisik A. Kesan Umum Keadaan umum baik, composmentis, gizi kesan cukup B. Pemeriksaan Subyektif OD Visus sentralis jauh Pinhole Koreksi Visus sentralis dekat Koreksi Visus perifer Konfrontasi test Proyeksi sinar Persepsi warna C. Pemeriksaan Obyektif OD 1) Sekitar Mata Tanda Radang Luka tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada OS tidak dilakukan normal baik tidak dilakukan normal baik tidak dilakukan tidak dilakukan 6/30 tidak dilakukan tidak dilakukan OS 6/50 tidak dilakukan tidak dilakukan

Sikatrik Kelainan Warna Kelainan Bentuk

tidak ada tidak ada tidak ada

tidak ada tidak ada tidak ada

2) Pasangan Bola Mata dalam Orbita Heteroforia Strabismus Exoftalmus Enoftalmus 3) Ukuran Bola Mata Mikroftalmus Makroftalmus Ptosis Bulbi Atrofi Bulbi 4) Gerakan Bola Mata Temporal Superior Temporal Inferior Temporal Nasal Nasal Superior Nasal Inferior 5) Kelopak Mata Gerakan Oedem Hiperemis Lebar Rima 6) Tekanan Intra Oculer Palpasi Tonometer Schiotz tidak dilakukan tidak dilakukan tidak dilakukan tidak dilakukan dalam batas normal tidak ada tidak ada 10 mm dalam batas normal tidak ada tidak ada 10 mm normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal normal tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada

7) Konjungtiva Palpebra Superior Oedem Hiperemis tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada

Sekret 8) Konjungtiva Fornix Oedem Hiperemis Sekret

tidak ada

tidak ada

tidak ada tidak ada tidak ada

tidak ada tidak ada tidak ada

9) Konjungtiva Palpebra Inferior Oedem Hiperemis Sekret 10) Konjungtiva Bulbi Oedem Hiperemis Sekret Injeksi Konjungtiva Injeksi Siliar 11) Sklera Warna Penonjolan 12) Kornea Ukuran Limbus Permukaan Sensibilitas Keratoskop Flourescin Test Arcus Senilis 13) Camera Oculi Anterior Isi Kedalaman 14) Iris Warna coklat coklat jernih normal jernih normal 12 mm jernih pterygium normal tidak dilakukan tidak dilakukan ada 12 mm jernih rata normal tidak dilakukan tidak dilakukan ada putih tidak ada putih tidak ada tidak ada ada tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada

Sinekia Anterior Sinekia Posterior 15) Pupil Ukuran Letak Bentuk Reflek Direct Reflek Indirect 16) Lensa Ada/tidak Kejernihan Letak Shadow test 17) Corpus Vitreum Kejernihan D. Simpulan Pemeriksaan

tidak ada tidak ada

tidak ada tidak ada

3 mm sentral bulat (+) (+)

3 mm sentral bulat (+) (+)

ada jernih sentral (-)

ada jernih sentral (-)

tidak dilakukan

tidak dilakukan

OD Konjungtiva bulbi hiperemis, injeksi konjungtiva Kornea pterygium

OS tidak ada kelainan

tidak ada kelainan

4. Diagnosis Banding Pseudopterygium Pinguekula

5. Diagnosis OD Pterygium

6. Terapi Tetes mata steroid

7. Planning Edukasi pasien

8. Prognosis OD Ad vitam Ad sanam Ad fungsionam Ad cosmeticum Bonam Bonam Bonam Bonam OS -

9. Gambar

OD

OS

TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Konjungtiva dan Kornea 1. Anatomi Konjungtiva Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak mata bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet berfungsi membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu: a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus. b. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya. c. Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Pada konjungtiva bulbi terdapat dua lapisan epithelium dan menebal secara bertahap dari forniks ke limbus dengan membentuk epithelium berlapis tanpa keratinisasi pada daerah marginal kornea. Konjungtiva palpebralis terdiri dari epitel berlapis tanpa keratinisasi yang lebih tipis. Dibawah epitel tersebut terdapat lapisan adenoid yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdiri dari leukosit. Konjungtiva palpebralis melekat kuat pada tarsus, sedangkan bagian bulbar bergerak secara bebas pada sklera kecuali yang dekat pada daerah kornea.

Anatomi Konjungtiva

Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe palpebra hingga membentuk pleksus limfatikus. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama (oftalmik) nervus trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri. Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, aktivitas lakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa mekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA.

Pada

konjungtiva

terdapat

beberapa

jenis

kelenjar

yang

dikelompokkan menjadi dua yaitu: a. Penghasil musin 1) Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah inferonasal. 2) Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis superior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior. 3) Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus. b. Kelenjar asesoris lakrimalis Kelenjar Krause dan kelenjar Wolfring termasuk kelenjar aksesoris. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.

2. Anatomi Kornea Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, serta menutup bola mata sebelah depan. Kornea terdiri atas lapisan yaitu: a. Epitel Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden, ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

b. Membran Bowman Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi. c. Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas

terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. d. Membran Descemet Merupakan suatu lapisan tipis yang bersifat kenyal, kuat, tidak berstruktur dan bening, mempunyai tebal 40 m, terletak di bawah stroma, lapisan ini merupakan pelindung atau barrier infeksi dan masuknya pembuluh darah. e. Endotel Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 2040m. Endotel melekat pada membrane descemet melalui

hemidesmosom dan zonula okluden.

10

Gambar Anatomi Kornea

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.

B. Pterygium 1. Definisi

Gambar Mata dengan Pterygium

11

Pterygium adalah keadaan patologik konjungtiva bulbi menunjukkan penebalan yang merupakan pertumbuhan jaringan fibrovaskular yang bersifat degeneratif dan invasif, berupa lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva dan menjalar ke dalam kornea pada daerah interpalpebra, dengan puncak segitiganya di kornea, dan kaya akan pembuluh darah yang menuju ke arah puncak pterygium. Kebanyakan pterygium ditemukan di bagian nasal dan biasanya bilateral. Pada stadium dini, bagian puncak pterygium terlihat bercak-bercak kelabu yang dikenal dengan sebutan pulau-pulau Fuchs. Pterygium terdiri tiga bagian, yaitu: a. Bagian kepala atau cap, biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada kornea yang kebanyakan terdiri atas fibroblast. Area ini menginvasi dan menghancurkan lapisan Bowman pada kornea. Garis zat besi (iron line/Stockers line) dapat dilihat pada bagian anterior kepala. Area ini juga merupakan area kornea yang kering. b. Bagian whitish, langsung setelah cap, merupakan sebuah lapisan vesikuler tipis yang menginvasi kornea seperti halnya kepala. c. Bagian badan atau ekor, merupakan bagian yang dapat bergerak, lembut, merupakan area vesikuler pada konjungtiva bulbi dan merupakan area paling ujung. Badan ini menjadi tanda khas yang paling penting untuk dilakukannya koreksi pembedahan 2. Etiologi Pterygium dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti: a. Radiasi ultraviolet Radiasi UV adalah penyebab tersering timbulnya pterygium. b. Faktor genetik Penelitian case control yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan kemungkinan diturunkan autosom dominan pada riwayat keluarga dengan pterygium. c. Faktor lain Iritasi kronik atau inflamasi pada area limbus atau perifer kornea merupakan pendukung terjadinya keratitis kronik dan terjadinya limbal

12

defisiensi. Debu, kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu (pasir, debu, angin, asap rokok, bahan iritan), dry eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterygium. 3. Klasifikasi Pterygium a. Berdasarkan lokasi, yaitu: 1) Pterygium Simpleks, jika terjadi hanya di nasal atau temporal saja 2) Pterygium Dupleks, jika terjadi di nasal dan temporal b. Pembagian pterygium berdasarkan perjalanan penyakit, yaitu: 1) Progresif pterygium tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di depan kepala pterygium (disebut cap pterygium). 2) Regresif pterygium tipis, atrofi, sedikit vaskular. c. Klasifikasi yang lain, yaitu: 1) Vaskuler: pterygium tebal, merah, progresif, ditemukan pada anak muda (tumbuh cepat karena banyak pembuluh darah). 2) Membrannaceus: pterygium tipis seperti plastik, tidak terlalu merah terdapat pada orang tua 4. Derajat Pterygium Pterygium dapat dibagi ke dalam 4 derajat, yaitu: a. Derajat 1, jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea. b. Derajat 2, jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea. c. Derajat 3, jika sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3-4 mm) d. Derajat 4, jika pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan. 5. Predileksi Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pertumbuhan pterigium ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungitva yang meluas ke daerah kornea.

13

6. Gejala Klinis Gejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tidak ada keluhan sama sekali (asimptomatik). Pada fase awal pterygium tanpa gejala, hanya keluhan kosmetik. Gangguan terjadi ketika pterygium mencapai daerah pupil atau menyebabkan astigatisme karena pertumbuhan fibrosis pada tahap regresi. Kadang terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata. Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain: - Mata sering berair dan tampak merah (apabila terjadi iritasi) - Merasa seperti ada benda asing atau fotofobia - Timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterygium tersebut, biasanya astigmatisme with the rule ataupun astigmatisme irreguler sehingga mengganggu penglihatan - Pada pterygium yang lanjut (derajat 3 dan 4), bisa menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam penglihatan juga menurun. - Diplopia karena membesarnya ukuran lesi. Efek diplopia akan lebih sering pada lesi-lesi rekuren dengan pembentukan jaringan parut. 7. Diagnosis a. Anamnesis Gejala hingga keluhan seperti mata kemerahan, membengkak, gatal, iritasi, pandangan kabur yang berhubungan dengan lesi yang meninggi pada satu atau kedua mata. b. Pemeriksaan Fisik Pterigium muncul dengan perubahan fibrovaskular yang beragam pada permukaan konjungtiva dan kornea. Lebih sering muncul dari daerah konjungtiva nasal dan meluas hingga ke kornea nasal, walaupun bisa juga bisa dari lokasi lain misal temporal. Tampilan klinis bisa dibedakan menjadi dua kategori umum, yaitu:

14

- Pasien dengan proliferasi minimal dan tampilan atrofik. Pterigia pada grup ini tampak lebih datar dan tumbuh lambat dan memiliki insidensi kekambuhan yang lebih rendah setelah dieksisi. - Grup kedua datang dengan riwayat pertumbuhan cepat dan komponen fibrovaskular yang meninggi secara signifikan. Pterigium pada grup ini memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi setelah dieksisi. 8. Diagnosis Banding Diagnosis banding pterygium adalah pseudopterygium.

Pseudopterygium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering pseudopterygium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterygium juga sering dilaporkan sebagai dampak sekunder penyakit peradangan pada kornea. Pseudopterygium dapat ditemukan di bagian apapun pada kornea dan biasanya berbentuk obliq. Sedangkan pterygium ditemukan secara horizontal pada posisi jam 3 atau jam 9. Diagnosis banding lainnya adalah pinguekula dan pannus. 9. Penatalaksanaan a. Terapi Konservatif Terdapat beberapa terapi untuk pterygium. Secara umum pterygium primer diterapi secara konservatif dan hal ini merupakan rekomendasi pertama pada kebanyakan orang. Air mata buatan dapat membuat perasaan nyaman pada penderita dan menyingkirkan adanya sensasi adanya benda asing pada mata. Biasanya proses inflamasi pada lesi menjadi berkurang, pada kasus ini pemberian dekongestan optik ringan atau yang lebih jarang, obat anti inflamasi juga dapat diresepkan oleh dokter. Pterygium atrofik yang berukuran kecil dapat diobservasi secara teratur. Cairan pelumas dapat digunakan untuk mengatasi iritasi. Pterygium aktif dapat diterapi awal dengan vasokonstriktor, obat-obat anti inflamasi non steroid atau tetes mata steroid. Semua hal ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau sebelum dilakukan eksisi bedah.

15

b. Terapi Bedah Pembedahan pterygium merupakan tindakan terbaik untuk mengatasi seringkali

ataupun

pinguekula,

namun

hasilnya

mengecewakan. Bahkan dengan tehnik modern ini, angka kekambuhan cukup tinggi, yaitu antara 50-60 %. Pembedahan tidak direkomendasikan selama pterygium ataupun pinguekula tidak terlalu menimbulkan masalah berat bagi penderita. Tiga masalah yang merupakan indikasi dilakukannya pembedahan segera : 1) Tajam penglihatan terganggu. Hal ini dikarenakan pterygium berukuran cukup besar sehingga mengenai zona penglihatan di bagian tengah kornea. Pembedahan dapat digunakan untuk menjernihkan media penglihatan dan membatasi astigmatisma yang cepat dan irregular. 2) Pterygium (kadang pinguekula) sangat mengganggu secara kosmetik. Pembedahan biasanya dapat mengurangi ukuran pterygium, namun eliminasi secara menyeluruh kadang sulit dilakukan. 3) Baik pterygium maupun pinguekula menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman karena adanya kekeringan atau sensasi adanya benda asing yang kronik. Pembedahan biasanya dapat meningkatkan rasa nyaman, namun gejala iritasi juga dapat muncul. Cara operasi terbagi tiga, yaitu: 1) Bar sklera: sklera dibiarkan terbuka. 2) Eksterpasi pterigium: pterigium digunting, kemudian dijahit kebawah konjungtiva. 3) Operasi plastik: ditutup oleh mukosa mulut. Indikasi operasi Mc Reynold, yaitu: 1) Pterigium telah memasuki kornea lebih dari 4 mm. 2) Pertumbuhan yang progresif, terutama pterigium jenis vascular. 3) Mata terasa mengganjal. 4) Visus menurun, terus berair. 5) Mata merah sekali.

16

6) Telah masuk daerah pupil atau melewati limbus. 7) Alasan kosmetik. Tehnik pembedahan dengan menggunakan tandur atau graft sklera, yaitu: 1) Pembedahan ini dilakukan di bawah anastesi lokal sehingga pasien tidak akan merasakan sakit. 2) Dalam pembedahan, pterygium dipindahkan dan bagian kecil konjungtiva yang berupa kulit tipis transparan yang menutupi bagian putih pada mata diletakkan ke tempat tersebut dari kelopak mata bagian bawah. 3) Operasi hanya berlangsung selama setengah jam. Setelah pembedahan, seringkali pasien mengalami nyeri mata selama beberapa minggu sehingga diperlukan pemberian tetes mata topikal selama beberapa hari. Pada awal fase nyeri ini, biasanya mata juga mengalami sedikit pembengkakan dan memerah 10. Prognosis Eksisi pada pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Pada beberapa hari post operasi pasien akan merasa tidak nyaman, namun kebanyakan setelah 48 jam pasca operasi pasien bisa memulai aktivitasnya. Bagaimanapun juga, pada beberapa kasus terdapat rekurensi dan risiko ini biasanya karena pasien yang terus terpapar radiasi sinar matahari, juga beratnya atau derajat pterigium. Pasien dengan pterygia yang kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan grafting.

17

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta. 2008. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ilyas, S., Mailangkay, HHB., Taim, H., Saman, R., Simarwata, M., Widodo, PS. (eds). 2010. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Sagung Seto. Putra AK. Penatalaksanaan pterygium Atmajaya. 2003 : 2 : 137 147.

18

Anda mungkin juga menyukai