KEPANITERAAN ILMU BEDAH UNIVERSITAS YARSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR REBO JAKARTA 2013
BAB I PENDAHULUAN Fraktur adalah Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di
kota ini. Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya 2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat menjadi 3.977 orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah korban mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang. Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke samping, depan, atau belakang. Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Tulisan ini membahas mengenai fraktur dan dislokasi, meliputi definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, dan penatalaksaannya. Referat ini disusun berdasarkan hasil tinjauan pustaka dengan merujuk ke berbagai literatur sebagai sumber informasi.
1. Fraktur a. Definisi Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Brunner & Suddarth. 2001 : 2357). Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915) Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995 : 1183)
b. Klasifikasi Berdasarkan sifat fraktur. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
3
Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto. Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti: Hair Line Fraktur (patah retidak rambut) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya. Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
4
Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
Berdasarkan jumlah garis patah. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas: Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping). Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut). Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
c. Etiologi Penyebab fraktur diantaranya : Trauma o Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut. Contoh: tulang kaki terbentur bumper mobil o Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Contoh: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Fraktur Patologis Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker tulang dan lainlain. Degenerasi Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut Spontan Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
5
d. Penyembuhan fraktur Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri dari 5 fase, yaitu :
1. Fase hematoma Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan dalam daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Periosteum akan terdorong dan mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunannya yang terletak beberapa millimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskular tulang yang mati pada sisi sisi fraktur segera setelah trauma. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 3 minggu. 2. Fase inflamasi dan proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal Dalam waktu 8 jam akan terjadi reaksi inflamasi akut dan proliferasi sel di bawah periosteum dan didalam kanalis medularis. Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel sel osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel sel mesenkimal kedalam jaringan lunak.
Gumpalan hematom yang ada lambat laun akan diserap dan pembuluh darah yang baru akan terbentuk di daerah ini. Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke 4 8. 3. Fase pembentukan kalus (Fase union secara klinis) Sel-sel yang mengalami proliferasi merupakan sel yang bersifat kondrogenik dan osteogenik yang akan mulai membentuk kartilago dan tulang yang sebenarnya. Selain itu juga terdapat osteoklas, yang akan menghancurkan tulang mati pada sisi fraktur. Sel-sel ini akan membentuk suatu massa tebal yang terdiri dari pulau - pulau tulang yang immature dan kartilago yang akan membentuk kalus di permukaan periosteal dan endosteal. Dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna, dari daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel sel mesenkimal kedalam jaringan lunak. Tulang yang immature ini atau lebih dikenal dengan woven bone akan menjadi tulang yang padat dengan mineral. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologist kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radioluscen. Pada pemeriksaan radiologis kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur. 4. Fase konsolidasi (Fase union secara radiology) Dengan aktivitas yang berkesinambungan dari osteoblas dan osteoclas, Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang yang disebut dengan tulang lamellar dan kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap. Osteoclas akan menghancurkan garis fraktur dan diikuti oleh akivitas osteoblas yang akan mengisi celah antara tulang yang dihancurkan tadi dengan tulang yang baru. Tahap ini merupakan suatu proses yang lambat sehingga membutuhkan beberapa bulan untuk menjadikan tulang cukup kuat menahan beban normal.
5. Fase remodeling Fraktur sudah ditutupi oleh tulang yang kompak. Dalam beberapa bulan atau bahkan tahunan tulang yang masih kasar ini akan dibentuk atau diasah lagi dengan proses resorpsi dan formasi tulang yang bergantian. Lamella yang lebih tebal akan terbentuk di daerah yang mendapat tekanan lebih tinggi. Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk bagian yang meyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi system haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk susmsum. Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 12 dan berakhir sampai beberapa tahun dari terjadinya fraktur. e. Diagnosis Anamnesis Adanya trauma tertentu seperti jatuh, terputar, tertumbuk, dan berapa kuatnya trauma tersebut dan waktu kejadian. Keluhan nyeri, memar dan bengkak pada tempat trauma. tetapi tidak semua fraktur mengalami keluhan tersebut. Deformitas (kelainan bentuk) Status generalis menilai : Airway, Breathing, Circulation, and Cervical spine injury Status lokalis Look : memar, bengkak, deformitas dapat dinilai bila kulit masih intak. Feel : Nyeri objektif (didapat saat dipalpasi) dan tedapat krepitasi. Move : berupa nyeri sirkuler dan nyeri sumbu pada waktu menekan dan atau menarik dengan hati-hati anggota badan yang patah searah dengan sumbunya. Pemeriksaan penunjang : Rontgen : rule of two two views : anteroposterior dan lateral two joints two limbs
8
f. Penatalaksanaan
g. Komplikasi 1. Komplikasi dini Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggi pasca trauma, sedangkan apabila kejadian sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut. Pada tulang Infeksi osteomielitis Pada jaringan lunak : Lepuh, dekubitus. Pada otot : terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu. Pada pembuluh darah : robekan arteri inkomplit akan mengakibatkan perdaraha terus menerus. Pada saraf : berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis (kerusakan akson). 2. Komplikasi lanjut Delayed union Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Non union Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan. Mal union Osteomielitis Kekakuan sendi
2. Dislokasi a. Definisi Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi anatomis (tulang lepas dari sendi). Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu berhubungan secara
kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138). Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
b. Klasifikasi 1. Dislokasi congenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan. 2. Dislokasi patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang. 3. Dislokasi traumatic : Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
10
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain. 2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi. 3. Terjatuh Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin 4. Patologis : terjadinya tearligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital penghubung tulang
d. Diagnosa Anamnesa Nyeri terasa hebat . Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja. Pada anamnesa kita dapat menemukan ada/tidak riawayat trauma, mekanisme trauma yang sesuai, misal trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu, terasa sendi keluar, jika trauma minimal hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekuran atau habitual Status Generalis Keadaan umum seseorang tampak kesakitan dan nyeri jika terjadi dislokasi yang cukup hebat dan tidak dapat menggerakkan pada keadaan normalnya Status Orthopedi a. Look : Deformitas : hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya : deltoid yang rata pada dislokasi bahu Perpendekan
11
Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu, misalnya dislokasi sendi panggul kedudukan endorotasi, fleksi dan adduksi b. Feel Teraba sebuah penonjolan, dengan bagian sisi sakit yang terasa lebih hangat. Teraba nyeri pada saat dipalpasi c. Move Functio laesa gerak sendi terbata, misalnya : dislokasi anterior bahu, dimana bahu tidak dapat endo rotasi. e. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Radiologis . Sangat berguna untuk melihat arah dislokasi dan apakah disertai fraktur. Pada dislokasi yang lama, pemeriksaan radiologis lebih penting oleh karena nyeri dan spaseme otot telah menghilang.
f. Penatalaksanaan 1. Reposisi Segera 2. Dislokasi sendi kecil dapat direposisi ditempat kejadian tanpa anastesi, misalnya : dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari. 3. Dislokasi bahu, siku atau jari dapat direposisi dengan anastesi local dan obat-obatan penenang, misalnya valium. Jangan dipilih cara reposisi yang traumatis yang bila dilakukan tanpa relaksas maksimal dapat menimbulkan fraktur, misal : untuk dislokasi bahu yang baik adalah cara hipokrates dengan menarik lengan dengan posisi abduksi. Cara koucher harus hati-hati. 4. Dislokasi sendi besar, misalnya sendi panggu memerlukan anastesi umum, bila harus dilakukan tanpa nekrose, misalnya pada anak, carilah car ayang tidak traumatic. Cara Bigelow jika tidak benar dapat mengakibatkan fraktur intraartikular
12