Anda di halaman 1dari 9

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

LAPORAN KASUS JUNI 2013

FIXED DRUG ERUPTION

OLEH : PUSRIATI RUSTAN,S.Ked 10542 0143 09

PEMBIMBING : dr. WIWIEK DEWIYANTI HABAR , Sp.KK, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2013

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: Nama Stambuk Judul Kasus : PUSRIATI RUSTAN,S.Ked : 10542 0143 09 : FIXED DRUG ERUPTION

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu kesehatan kulit dan kelamin Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, 24 Juni 2013

PEMBIMBING

(dr. WIWIEK DEWIYANTI HABAR, Sp. KK, M. Kes)

FIXED DRUG ERUPTION PENDAHULUAN Obat adalah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup dan dapat digunakan untuk maksud pencegahan, diagnosis dan pengobatan penyakit. Obat masuk kedalam tubuh secara sistemik, yaitu melalui mulut, hidung, telinga, vagina, suntikan atau infus. Juga dapat sebagai obat kumur, tapal gigi, obat mata, dan obat topikal. Pemberian obat secara topikal dapat pula menyebabkan alergi sistemik, akibat penyerapan obat oleh kulit. Erupsi obat dapat terjadi akibat pemakaian obat, yaitu obat yang diberikan oleh dokter dalam resep, atau obat yang dijual bebas, termasuk campuran jamu-jamuan. 1,2 Erupsi obat adalah perubahan pada kulit dan membran mukosa yang terjadi sebagai efek samping yang tidak digunakan setelah pemberian obat dengan dosis yang normal. Ada beberapa macam erupsi obat salah satunya adalah Fixed drug eruption (FDE). FDE merupakan erupsi obat yang bila berulang akan timbul pada tempat yang sama. 1.2,3,4 Banyak obat yang dapat menyebabkan FDE, yang paling sering dilaporkan adalah NSAID, terutama derivatif pirazolon, parasetamol, naproxen, oxicams, dan asam mefenamat predileksinya disekitar mulut dan bibir. Sulfonamid, trimetoprim, atau kombinasi predileksinya disekitar alat genital. Barbiturat, tetrasiklin, fenolftalein

acetaminophen, setirizin, celecoxib,

dextmmetbophan, hydroxyzine, lamotrigin,

fenilpropanolamin, herbal eritromisin.2,3,4,5,7 FDE dapat timbul dalam waktu 30 menit sampai 8 hingga 16 jam setelah ingesti obat secara oral. Lesi berupa makula lonjong atau bulat, berwarna merah atau keunguan, berbatas tegas, dalam waktu singkat dapat menjadi bula, mengalami deskuamasi. Ukuran lesi bervariasi mulai dari lentikuler sampai plakat. Lesi awal biasanya soliter, tapi jika penderita meminum obat yang sama maka lesi lama akan timbul kembali disertai dengan lesi yang baru. Namun jumlah lesi biasanya sedikit. Timbulnya kembali lesi ditempat yang sama menjelaskan arti kata fixed pada nama penyakit tersebut.2,3,5 Lesi dapat dijumpai di kulit dan mukosa yaitu bibir, badan, tungkai, tangan dan genital. Tempat paling sering adalah bibir dan genital. Gejala lokal meliputi gatal dan rasa terbakar, jarang dijumpai gejala sistemik. Tidak dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lesi pada FDE jika menyembuh akan meninggalkan bercak hiperpigmentasi post inflamasi yang menetap dalam jangka waktu lama.2,6 Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai kasus FDE yang merupakan erupsi obat.

Laporan Kasus Seorang laki-laki berumur 30 tahun, dirujuk dari interna dengan keluhan gatal yang sangat hebat pada kedua telapak tangan dan kaki. Keadaan ini di alami sejak 2 hari yang lalu. Hal ini dirasakan setelah pemberian obat-obatan. 3 hari yang lalu pasien mendapatkan terapi ranitidin dan antrain. Hari berikutnya pasien diberikan obat cefadroxyl, sotatic, Parasetamol, asam mefenamat, omeprasol, ponflu, dexanta, sucralfat, setirizin 3 kali sehari. Riwayat terdahulu, pasien perna mengalami hal yang sama 1 tahun yang lalu. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga keluarga tidak ada. Pada pemeriksaan fisis ditemukan makula eritem hiperpigmentosa berukuran nummular. Pasien didiagnosa dengan Fixed drug eruption. Fixed drug eruption didiagnosa banding dengan urtikaria pigmentosa. Pasien diterapi prednison 10 mg 3 kali sehari, setirizin 3 kali sehari, dan krim hidrokortison 2,5% dioleskan 2 kali sehari.

Gambar 1. Tampak makula eritem hiperpigmentosa berukuran numular pada kedua telapak tangan.

Gambar

2.

Tampak

makula

hiperpigmentasi berukuran lentikular pada telapak kaki kiri.

Diskusi Diagnosa FDE pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisis, dimana pada anamnesa dijumpai keluhan utama yaitu sangat gatal pada tangan dan kaki setelah pemeberian ranitidin, antrain, cefadroxyl, sotatic, Parasetamol, asam mefenamat, omeprasol, ponflu, dexanta, sucralfat, setirizin . Pada pemeriksaan fisik didapatkan effloresensi makula eritem hiperpigmentasi berukuran numuler. Hal ini sesuai dengan kepustakaan, dimana gambaran klinis dari FDE adalah umumnya berupa eritema dan vesikel berbentuk bulat atau lonjong dan biasanya numular. Kemudian meninggalkan bercak hiperpigmentasi yang lama, kemudian hilang bahkan sering menetap. Obat yang sering menyebabkan FDE ialah sulfonamid, barbiturat, trimetoprim dan analgerik.2,6

Pasien didiagnosa banding dengan urtikaria pigmentosa, dimana urtikaria pigmentosa muncul erupsi kulit berupa hiperpigmentasi yang berlangsung sementara kadang disertai pembengkakan dan rasa gatal sedangkan pada FDE erupsi kulit berupa hiperpigmentasi yang berlangsung lama. 8 Pemeriksaan histopatologi dapat membantu menegakkan diagnosa pada FDE. Pada tahap awal pemeriksaan histopatologi menggambarkan adanya bula

subepidermal dengan degerasi hidropik sel basal epidermis. Dapat juga dijumpai keratinosit dengan sitoplasma eosinofilik dan inti yang piknotik di epidermis. Pada tahap lanjut dapat dilihat melanin dan makrofag pada dermis bagian atas dan terdapat peningkatan jumlah melanin pada lapisan basal epidermis.4 Uji provokasi oral merupakan pemeriksaan baku emas untuk memastikan penyebab. Uji ini dikatakan aman dan dapat dipercaya untuk pasien anak. Uji ini bertujuan untuk mencetuskan tanda dan gejala klinis yang lebih ringan dengan pemberian obat dosis kecil biasanya dosis 1/10 dari obat penyebab sudah cukup untuk memprovokasi reaksi dan provokasi biasanya sudah muncul dalam beberapa jam. Tetapi pada kasus ini tidak dilakukan uji provokasi oral.6,9 Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu pemberian prednison 10 mg 3 kali sehari, setirizin 3 kali sehari, dan krim hidrokortison 2,5% dioleskan 2 kali sehari. Hal ini sesusai dengan kepustakaan mengenai penatalaksanaan dari FDE meliputi kortikosteroid sitemik, kortikosteroid topikal, dan antihistamin. Pada kortikosteroid

sistemik yang paling sering digunakan adalah prednison 10 mg 3 kali sehari, kortikosteroit topikal juga dapat diberikan misalnya hidrokortison 1% atau 2%. Jika terdapat rasa gatal, dapat diberikan antihistamin yang bersifat sedatif. 2 Pasien diberikan edukasi dengan cara tidak mengkonsumsi obat yang sama dan mengingat obat-obatan yang dapat menyebabkan erupsi pada kulit pasien. Prognosis pada pasien ini baik jika penyebab erupsinya dapat diketehui dan segera dihentikan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Amiruddin Dali. Muh. Erupsi Obat, Alergi Dan Penatalaksaannya. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar. 2007. P.313-22. 2. Djuanda Adhi. Dr, Hamzah Mochtar. Dr, Aisah Siti. Dr. Erupsi Obat Alergik. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi Kelima. Penerbit : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007. P.154-8. 3. Willacy Hayley. Dr. Drug Eruption. Avilable from :

http://www.patient.co.uk/doctor/Drug-Eruptions.htm. Tanggal Akses : 19 Juni

2013. 4. James D. William, Berger G. Timothy, Elston M. Dirk. Drug Eruption. Dalam : Andrews Disease of The Skin Clinical Dermatology Tenth Edition. Penerbit : Saunders Elsevier. Canada. 2006. P.115-37. 5. Kooken The R. Ann, Tomecki Clinic J. Kenneth. Drug Eruption. From :

Cleveland

Foundation.

Available

http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/dermatolog y/drug-eruptions/#top. Tanggal Akses : 19 Juni 2013.

6. Wolff Klaus, Goldsmith A. Lowell, Katz E. Stephen, Barbara A. Gilchrest, Paller S. Ammy, Leffell J. David. Cutaneous Adverse Drug Eruptions. Dalam : Fitzpatricks Dermatology In General Medicine Seventh Edition Volumes 1 And 2. Penerbit : McGraw Hill. United State of America. 2008. P.394-400.
7. Board Editorial DermNet. Drug Eruption. Available from : http://www.fixed.drug.eruption.DermNet NZ.htm. Tanggal Akses : 19 Juni 2013.

8. Siregar. R. S. Dr. Urtikaria Pigmentosa. Dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Penerbit : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2007. P.124-6. 9. Ay Lee. Fixed Drug Eruption, Insidence, Recognition And Avoidance. Departement Of Dermatology, Euji Hospital College Of Medicine. Seoul, South Korea. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11702319. Tanggal Akses : 19 Juni 2013.

Anda mungkin juga menyukai