Anda di halaman 1dari 34

REFRAT

TUBERKULOSIS PARU

Disusun Oleh : CHINTIA R. ENDISMOYO 1102008309

Pembimbing :

dr. Widiatmoko Sp.P

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD CIBITUNG


1

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun tugas presentasi kasus yang berjudul Tuberkulosis Paru. Penyusunan tugas ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun penyajiaannya sehingga diharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak agar dikesempatan yang akan datang penulis dapat membuat yang lebih baik lagi. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Widiatmoko, Sp.P sebagai pembimbing yang telah membantu menyempurnakan presentasi kasus ini. Semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Cibitung, 20-05-2013

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................... i Daftar Isi................................................................................................................... ii BAB I Pendahuluan I. 1 Definisi................................................................................................................1 I. 2 Epidemiologi.......................................................................................................1 I. 3 Faktor Resiko.....................................................................................................2 I. 4 Biomolekuler......................................................................................................3 I. 5 Cara Penularan..................................................................................................3 BAB II Pembahasan II. 1 Patogenesis........................................................................................................5 II. 1. 1. Tuberkulosis Primer...................................................................................5 II. 1. 2. Tuberkulosis Postprimer............................................................................5 II. 2. Klasifikasi........................................................................................................7 II. 2. 1. Tuberkulosis Paru.......................................................................................8 II. 2. 2. Tuberkulosis Ekstraparu...........................................................................9 II. 3. Manifestasi Klinis............................................................................................9 II. 4. Diagnosis..........................................................................................................9 II. 4. 1. Kriteria Diagnosis TB.................................................................................16 II. 5. Terapi...............................................................................................................16 II. 5. 1. Obat Anti Tuberkulosis..............................................................................17 II. 5. 2. Paduan OAT................................................................................................19 II. 5. 3. Efek Samping OAT.....................................................................................21 II. 5. 4. Terapi Pembedahan....................................................................................22 II. 5. 5. Evaluasi Pengobatan...................................................................................22 II. 6. Kriteria Sembuh..............................................................................................23 ii

II. 7. Multi Drug Resistance....................................................................................23 II. 8. Pengobatan TB Pada Keadaan Khusus........................................................25 II. 9. Preventif TB.....................................................................................................27 II. 10. Komplikasi.....................................................................................................28 Daftar Pustaka..........................................................................................................30

iii

BAB I PENDAHULUAN I. 1. DEFINISI Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex.7 I. 2. EPIDEMIOLOGI Tuberkulosis (TB) merupakan masalah utama kesehatan global. Setiap tahun, ada sekitar 9 juta kasus baru tuberkulosis, dan 2 juta orang meninggal karena penyakit tersebut. Kasus terbanyak terjadi di Afrika (30%) dan Asia (55%), dengan India dan Cina sendiri 35% dari semua kasus (Gambar 1). Ada 22 yang disebut negara beban tinggi (HBCs) yang mencapai sekitar 80% kasus TB di dunia, dan yang telah diberikan perhatian khusus dalam penanggulangan TB sejak sekitar tahun 2000.8

Gambar 1. Insiden Tuberkulosis di Dunia tahun 2009.8

Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.7 I.3. FAKTOR RESIKO

Umumnya, orang yang beresiko tinggi untuk mengembangkan penyakit TB terbagi dalam dua kategori:3 I. 3. 1. Orang yang baru terinfeksi bakteri TB Orang yang baru terinfeksi Bakteri TB Ini termasuk: Kontak dekat seseorang dengan penyakit TB menular, orang yang telah berimigrasi dari wilayah di dunia dengan tingkat insiden TB yang tinggi, anak-anak kurang dari 5 tahun yang memiliki tes TB positif, kelompok dengan tingginya tingkat penularan TB, seperti orang tunawisma, pengguna narkoba suntikan, dan orang dengan infeksi HIV, orang yang bekerja atau tinggal dengan orang-orang yang berisiko tinggi TB dalam sarana atau lembaga seperti rumah sakit, tempat penampungan tunawisma, lembaga pemasyarakatan, panti jompo, dan rumah tinggal dengan mereka yang terkena HIV. I. 3. 2. Orang dengan kondisi medis yang sistem kekebalan tubuhnya lemah. Orang dengan kondisi tubuh yang sistem sekebalan tubuh nya melemah seperti bayi dan anak-anak seringkali memiliki sistem kekebalan tubuh lemah. Orang lain dapat memiliki sistem kekebalan tubuh yang melemah juga, terutama orang-orang dengan kondisi seperti berikut ini: Infeksi HIV (virus yang menyebabkan AIDS), penyalahgunaan zat silikosis, diabetes mellitus, Penyakit ginjal berat, Berat badan rendah, transplantasi organ, pengobatan medis seperti kortikosteroid atau transplantasi organ, perawatan khusus untuk rheumatoid arthritis atau Crohn disease.

I. 4. BIOMOLEKULER Mycobacterium tuberculosis berbentuk panjang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 m dan panjang 1 4 m. Dinding Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding Mycobacterium tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks, trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Unsur lain yang ada pada 3

dinging sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam alkohol.7 Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen Mycobacterium tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal.7 Genom M. tuberculosis mengandung guanin dan sitosin. Terdapat 3 penanda genetik. Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu ada sebagai DNA target, kelompok 2 merupakan sikuen DNA yang menyandi antigen protein, sedangkan kelompok 3 adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan.7 Termasuk dalam kuman Mycobacterium tuberculosae complex adalah 1) Mycobacterium tuberculosae 2) Varian Asian 3) Varian African I 4) Varian African II 5) Mycobacterium bovis.3 I. 5. CARA PENULARAN Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis biasanya terjadi secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya.3

TB menular melalui udara dari satu orang ke orang lain. Bakteri TB dimasukkan ke udara ketika seseorang dengan penyakit TB paru-paru batuk, bersin, berbicara, atau bernyanyi. Orang terdekat dapat menghirup bakteri ini dan menjadi terinfeksi 5. Penularan ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang di dapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam.3

Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui inokulasi langsung. Infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium bovis dapat disebabkan oleh susu yang kurang disterilkan dengan baik atau terkontaminasi.3 TB tidak tersebar melalui menjabat tangan, berbagi makanan atau minuman, menyentuh seprai atau kursi toilet, berbagi sikat gigi dan berciuman.5

Gambar 2. Cara penularan TB.5

BAB II PEMBAHASAN II. 1. PATOGENESIS II. 1. 1. Tuberkulosis Primer Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau 5

afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sraang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu hal sebagai berikut;7 1) Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum) 2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus) 3) Menyebar dengan cara; a. Perkontinuitatum b. Bronkogen c. Hematogen dan limfogen II. 1. 2. Tuberkulosis Postprimer Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15 40 tahun. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil, sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan berikut ini;7 1) Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat 2) Sarang tersebut akan meluas san segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk pengapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukan keluar. 3) Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan kaseosa. Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju yang keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti itu akan menjadi; a) Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru b) Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi) dan disebut tuberkuloma. c) Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity.

Gambar 3. Patogenesis tuberkulosis primer Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap itu disebut masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbuk gejala klinis. Masa inkubasi TB berlangsung selama 2 12 minggu, biasanya berlangsung 4 8 minggu seperti terlihat pada gambar berikut.

Gambar 4. Waktu perjalanan penyakit tuberkulosis primer II. 2. KLASIFIKASI II. 2. 1. Tuberkulosis Paru7 1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak ( BTA ) A. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah Sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukan hasil BTA positif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukan gambaran tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukan BTA positif dan biakan positif. B. Tuberkulosis paru BTA (-) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukan tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis positif. 8

2. Berdasarkan tipe pasien7 A. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. B. Kasus kambuh Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. C. Kasus drop out Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan 1 bulan dan tidak mengambil obat 2bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. D. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan. E. Kasus kronik Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan katagori 2 dengan pengawasan yang baik. F. Kasus bekas TB Hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran radiologi paru menunjukan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukan gambaran yang menetap. Pada kasus gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.

II. 2. 2. Tuberkulosis Ekstraparu Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi.7 II. 3. MANIFESTASI KLINIS Keluhan pasien tuberkulosis dapat bermacam macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan terbanyak adalah;3 Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang kadang panas badan dapat mencapai 40 41 C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk radang keluar. Sifat batuk ini dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (mengasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Sesak napas. Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas. Sesaknapas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru - paru. Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah mencapai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya. Malaise. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur. II. 4. DIAGNOSIS Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakan berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti yang terihat pada Gambar 5.1 10

Gambar 5. Guidelines evaluasi Tuberkulosis paru1 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum paseien mungkin ditemukan konjungitva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun.3 Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan perkembangan penyakit umunya tidak menemukan kelainan. Kelainan paru pada umunya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. 7 Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas maka akan didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan di dapatkan juga suara napas tambahan berupa rhonki basah, kasar dan nyaring.tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terjado kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.3 Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot otot interkostal. Bagian paru yang sakit akan menjadi sedikit menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru paru akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya akan 11

meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Disini akan didapatkan tanda gagal jantung kanan dan kor pulmonal seperti; takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur graham-steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites dan edema.3 Pada pleuritits tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.7 Pada limfadenitis tuberkulosis terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher, terkadang di daerah ketiak.7 Pemeriksaan Bakteriologi A. Bahan pemeriksaan Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronko-alveolar, urin, faeces dan jaringan biposi.7 B. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS) 1. Sewaktu / spot (dahak sewaktu kunjungan) 2. Pagi (keesokan harinya) 3. Sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi) Atau setiap pagi 3 hari berturut-turut. Bahan pemeriksaan dikumpulkan / ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor.7 C. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain dapat dilakukan dengan cara; Mikroskopis dan biakan.7 Pemeriksaan mikroskopis Mikroskopis biasa Mikroskopis flouresens : pewarnaan Ziehl-Nielsen : pewarnaan auramin-rhodamin 12

Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila; 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif 1 kali positif, 2 kali negatif ulangi BTA 3 kali, kemudian Bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif Bila 3 kali negatif BTA negatif

Gambar 6. Alur penegakan diagnostik sistematik pada pasien BTA 3 negatif.9 13

Pemeriksaan biakan kuman Pemeriksaan biakan M. tuberculosis dengan metode konvensional dengan cara;7 Egg base media Agar base media Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan standar adalah foto thoraks PA. Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif: Bayangan berawan/ nodular di segmen apikal dan psoterior lobus atas paru dan segmen posterior lobus bawah, Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular, bayangan bercak milier, efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).7 Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif; Fibrotik, kalsifikasi, Schwarte atau penebalan pleura. Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut; 1) lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan, serta tidak dijumpai kaviti. 2) lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.7 Pemeriksaan khusus Salah stau masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembanga kini ada beberapa tekhnik yang lebih baru yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara cepat.7 1. Pemeriksaan BACTEC 2. Polymerase chain reaction ( PCR ) 3. Pemeriksaan serologi : Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh : Middle brook

14

Pemeriksaan penunjang lain 1. Analisis cairan pleura Interpretasi hasil analisis yang mendukung tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat limfosit dominan dan glukosa rendah.7 2. Pemeriksaan histopatologi jaringan7 3. Pemeriksaan darah Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien.7 4. Uji tuberkulin Tes tuberkulin: Tes kulit TB (juga disebut tes kulit tuberkulin Mantoux) dilakukan dengan menyuntikkan sejumlah kecil cairan ( 0,1 cc tuberkulin P.P.D (purifed protein derivative) berkekuatan 5 T.U ( intermediate strength ) ) ke dalam kulit di bagian lengan bawah.5 Setelah 48 sampai 72 jam tuberkulin disuntikan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.3 Berdasarkan hal tersebut, hasil tes Mantoux dibagi dalam: 1) Indurasi 0 5 mm (diameternya) : Mantoux negatif 2) Indurasi 6 9 mm : hasil meragukan 3) Indurasi 10 15 mm : Mantoux positif 4) Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positif kuat Untuk pasien dengan HIV positif, test Mantoux 5 mm, dinilai positif.3 Tes kulit positif: Ini berarti tubuh seseorang terinfeksi dengan bakteri TB. Tes tambahan diperlukan untuk menentukan apakah seseorang memiliki infeksi TB laten atau aktif TB.5 Tes kulit negatif: Ini berarti tubuh seseorang tidak bereaksi terhadap tes, dan bahwa infeksi TB laten atau penyakit TB tidak mungkin.5

15

Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan tes tuberkulin negatif palsu seperti yang tertera pada (Gambar 6)

Gambar 7. Faktor yang menyebabkan tes tuberkulin negatif palsu.2

16

II. 4. 1. Kriteria Diagnosis Tuberkulosis Menurut American thoracic Society dan WHO diagnosis pasti tuberkulosis paru adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium tuberculosis dalam sputum atau jaringan paru secara biakan. WHO sendiri memberikan kriteria pasien tuberkulosis paru;3 1. Pasien dengan sputum BTA positif : 1. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang kurangnya pada 2 kali pemeriksaan, atau 2. Satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif, atau 3. Satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif. 2. Pasien dengan sputum BTA negatif : 1. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2 kali pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif atau 2. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali pada biakannya positif. II. 5. TERAPI Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif ( 2 - 3 bulan ) dan fase lanjutan ( 4 atau 7 bulan ) seperti yang bisa dilihat pada ( gambar 8. Paduan obat fase intensif dan fase lanjutan ).7

Gambar 8. Panduan pemberian regimen pengobatan TB kasus baru.10

17

II. 5. 1 Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ) 1. Jenis obat utama ( lini 1 ) yang digunakan adalah: Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Streptomisin Etambutol

2. Jenis obat tambahan lainnya ( lini 2 ) Kanamisin Amikasin Kuinolon Makrolid dan amoksilin + asam klavunat Beberapa obat berikut ini yang belum tersedia di Indonesia antara lain : Kapreomisin, sikloserin, Thioamides. Kemasan Obat tunggal. Obat disajikan secara terpisah, masing masing INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol. Obat kombinasi dosis tetap ( fixed dose combination ).

Dosis Obat Anti Tuberkulosis Tabel di bawah ini ( Gambar 9 ) memperlihatkan rekomendasi dosis obat yang dipakai secara harian maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien menurut World Health Organization.

18

Gambar 9. Rekomendasi dosis lini 1 obat anti tuberkulosis menurut WHO.10

Gambar 10. Frekuensi pemberian dosis pada fase intensif dan fase lanjutan.10

19

II. 5. 2. Paduan Obat Anti Tuberkulosis Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi;7 TB paru ( kasus baru ), BTA positif atau pada foto torak; lesi luas Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH Atau 2 RHZE / 6 HE Atau 2 RHZE / 4 R3H3 Paduan ini dianjurkan untuk a. TB paru BTA (+), Kasus baru. b. TB paru BTA (-) dengan gambaran radiologi lesi luas. TB Paru ( kasus baru ), BTA negatif, pada foto torak; lesi minimal Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH Atau 6 RHE Atau 2 RHZE / 4 RH3H3 TB paru kasus kambuh Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan. TB paru kasus gagal pengobatan Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 ( contoh panduan; 3 6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15 18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin ). Dalam keadaan yang tidak memungkinkan dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak ada hasil uji resistensi dabat diberikan RHE selama 5 bulan.

20

TB paru kasus putus obat Pasien TB paru kasus lalai obat akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria; a) Berobat 4 bulan BTA saat ini negatif Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikandiagnosis TB. bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu yang lebih lama. BTA saat ini positif Pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu yang lebih lama. b) Berobat < 4 bulan Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Bila BTA negatif gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan.

TB paru kasus kronik Pengobatan TB paru kasus kronik jika belum ada hasil uji resistensi berikan RHZES. Jika telah ada uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi ( minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif ) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid. Pengobatan minimal 18 bulan. Jika tidak mampu maka berikan INH seumur hidup.7

21

II. 5. 3. Efek samping obat Tabel berikut menunjukan efek samping obat dan tatalaksananya ( Gambar 11 )

Gambar 11. Efek samping obat dan tatalaksananya.10

22

*streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.7 II. 5. 4. Terapi Pembedahan Indikasi Operasi7 1. Indikasi mutlak A. semua pasien yang telah mendapat oat adekuat tetapi dahak tetap positif. B. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konserfatif. C. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif. 2. Indikasi relatif A. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang. B. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan C. Sisa kaviti yang menetap. II. 5. 5. Evaluasi pengobatan Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, efek samping obat serta evaluasi keteraturan obat. Evaluasi klinis; pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan ( evaluasi ada atau tidaknya efek samping obat, ada atau tidaknya komplikasi ) Evaluasi bakteriologis ( 0 2 6/9 bulan pengobatan ) pemeriksaan mikroskopis sebelum pengobatan dimulai, setelah 2 bulan pengobatan ( setelah fase intensif ), pada akhir pengobatan. Evaluasi radiologi ( 0 2 6/9 bulan pengobatan ) sebelum pengobatan dimulai, setelah 2 bulan pengobatan ( setelah fase intensif ), pada akhir pengobatan. Evaluasi efek samping secara klinis. Melihat fungsi hati; SGOT, SGPT, bilirubin. Fungsi ginjal; ureum, kreatinin. Gula darah. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol. Pasien yang menggunakan strepromisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri.7

23

II. 6. KRITERIA SEMBUH BTA mikroskopis negatif dua kali ( pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan ) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat. Pada foto torak, gambaran radiologi serial tetap sama/perbaikan. Bila ada fasilitas biakan, maka ditambah biakan negatif.7

Evaluasi pasien yang telah sembuh Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap di evaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang di evaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto rontgen torak. Mikroskopis BTA dahak 3, 6, 12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto torak 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh.7 II. 7. Multi Drug Resistance / MDR II. 7. 1. Definisi Resistensi ganda menunjukan Mycobacterium tuberculosis resiten terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya.7 Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi menjadi: Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumya tidak pernah mendapat pengobatan TB. Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiennya sudah pernah ada riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak. Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah punya riwayat pengobatan sebelumnya.

24

WHO memperkirakan pada tahun 2008 terdapat 440.000 kasus MDR TB dan terdapat 150.000 kematian. Angka kejadian terbtinggi berada di Eropa dan Asia tengah seperi yang dapat di lihat pada gambar di bawah ini ( Gambar 12 ).8

Gambar 12. Perkiraan terjadinya kasus MDR TB di seluruh dunia.8 II. 7. 2. Klasifikasi OAT untuk MDR Kriteria utama dibagi menjadi 3 kelompok OAT;7 1. Obat dengan aktiviti bakterisid : aminoglikosid, tionamid dan pirazinamid. 2. Obat dengan aktiviti bakterisid rendah : florokuinolon. 3. Obat dengan aktiviti bakteriostatik : etambutol, cycloserin, PAS.

25

Gambar 12. Obat MDR 10 II. 8. PENGOBATAN TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS II. 8. 1. TB Milier Rawat Inap, Paduan obat 2 RHZE/ 4 RH, Pemberian kortikosteroid tidak rutin hanya di berikan pada keadaan 1) tanda dan gejala meningitis, 2) sesak napas, 3) tanda/ gejala toksik, demam tinggi. II. 8. 2. Pleuritis eksudativa TB Paduan obat : 2 RHZE/ 4 RH, evakuasi cairan dapat diberikan kortikosteroid

26

II. 8. 3. TB paru dengan Diabetes Melitus ( DM ) Paduan OAT prinsipnya sama dengan TB tanpa DM dengan syarat kadar gula darah terkontrol, apabila kadar gula darah tidak terkontrol maka lama pengoatan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan, hati hati dengan penggunaan rifampisin karena akan mengurangi efektifitas obat oral antidiabetes ( sulfonilurea ), diperhatikan penggunaan etambutol karena efek sampingnya pada mata.7 II. 8. 4. TB paru dengan HIV/ AIDS

Gambar 13. Manifestasi TB + HIV.10 II. 8. 5. TB paru pada kehamilan dan menyusui Obat antituberkulosis harus tetap diberikan kecuali streptomisin, karena efek samping streptomisin pada gangguan pendengaran janin.pada pasien TB yang menyusui, OAT dan ASI tetap dapat diberikan. Pada perempuan usia produktif pengobatan TB dengan rifampisin, dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi humoral karena 27

dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan efektifitas obat kontrasepsi hormonal berkurang.7 II. 8. 6. TB paru pada gagal ginjal Jangan menggunakan streptomisin, kanamisin dan kapreomisin. Sebaiknya hindari penggunaan etambutol.7 II. 8. 7. TB paru dengan kelainan hati Pada kelainan hati pirazinamid tidak boleh diberikan. Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 SHRE/ 6 RH atau 2 SHE/ 10 HE. Pada pasien hepatitis akut atau klinis ikterik lebih baik OAT ditunda.7 II. 8. 8. Hepatitis imbas obat Bila klinis ikterik (+), gejala mual, muntah OAT STOP. Bila gejala klinis (+) dan SGOT SGPT 3 kali OAT STOP. Bila gejala klinis (-), laboratorium terdapat kelainan; Bilirubun > 2 OAT STOP, SGOT SGOT 5 kali OAT STOP, SGOT SGPT 3 kali teruskan pengobatan dengan pengawasan. Stop OAT yang bersifat hepatotoksik ( RHZ ) setelah itu monitor klinis laboratorium. Bila klinis dan laboratorium kembali normal ( bilirubin, SGOT, SGPT ) maka tambahkan INH sampai dengan dosis penuh 300 mg. Bila klinis dan laboratorium kembali normal tambahkan rifampisin dosis penuh. Sehingga paduan obat menjadi RHES. Pirazinamid tidak boleh diberikan.7 II. 8. 9. Tuberkulosis pada organ lain Pengobatan untuk TB tulang, TB sendi, TB kelenjar lama pengobatan diberikan 9 12 bulan. Paduan OAT yang dianjurkan adalah 2 RHZE/ 7 10 RH. Pemberian kortikosteroid pada perikarditis TB dosis yang dianjurkan ialah 0,5 mg/kgBB/hari selama 3 6 minggu.7 II. 9. PREVENTIF TB PARU Vaksinasi BCG Kemoprofilaksis Dengan menggunakan isoniazid atau rifampisin. Beberapa peneliti pada International Union Againts Tuberculosis menyatakan bahwa profilaksis dengan INH diberikan selama 1 tahun.4 28

II. 10. KOMPLIKASI Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi lanjut; komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas ( SOFT Sindrome Obstruksi Pasca Tuberculosis ), fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa.3

KESIMPULAN Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex. Cara penularan dengan terhirupnya droplet nuclei dari orang yang aktif tuberkulosis. Gejala klinis yang timbul berupa gejala lokal ( batuk 2 minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri dada ) dan gejala sistemik ( malaise, anoreksia, BB turun, keringat malam ). Penegakan diagnosis TB berdasarkan temuan bakteri M. tuberculosis di dahak atau jaringan paru. Diagnosis juga dapat ditunjang dengan foto thoraks. Pengobatan TB dilakukan minimal dalam 6 bulan. Terdapat beberapa paduan tatalaksana disesuaikan dengan kondisi khusus dan umum pasien. Untuk paduan obat yang digunakan pada kasus TB baru yang aktif adalah 2 RHZE/ 4 RH. Diperlukan pemantauan evaluasi medis untuk menilai efek samping obat, kegagalan terapi dan tingkat kesembuhan.

29

REFERENSI
1. American Thoracic Society, Centers for Disease Control and Prevention, Infectious Diseases Society of America: Controlling Tuberculosis in the United States. Am J Respir Crit Care Med 2005;172:11701226. 2. American Thoracic Society, Centers for Disease Control and Prevention, Infectious Diseases Society of America. Diagnostic standards and classification of tuberculosis in adults and children. Am J Respir Crit Care Med 2000;161:1376 1395. 3. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Penyakit Dalam. EGC. Jakarta:Jilid II;988-994. 4. Amin Z, Bahar A. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Buku Ajar Penyakit Dalam. EGC. Jakarta:Jilid II;995-1000. 5. Center for Desease Control and Prevention. http://www.cdc.gov/tb/topic/basics/default.htm#activetb 6. National Institute for Health and Clinical Excellence. Clinical diagnosis and management of tuberculosis, and measures for its prevention and control. Menchester 2011;17:1-67. 7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. PDPI. Jakarta, 2006. 8. Stop TB Partnerships New Diagnostics Working Group and World Health Organization.The Global Plan to Stop TB. Geneva, World Health Organization, 2011-2015. 9. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance. International Standards for Tuberculosis Care (ISTC). The Hague: Tuberculosis Coalition for Technical Assistance, 2006. 10. World Health Organization. Treatment of Tuberculosis Guidelines WHO Guidelines. Geneva: World Health Organization, 2010;fourth edition: 1-160.

30

Anda mungkin juga menyukai