Anda di halaman 1dari 23

DISKUSI KASUS

DIARE AKUT DEHIDRASI BERAT et causa SHIGELLA SHIGAE

OLEH: ASIH NOVEA KREDIASTUTI G9911112024

KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2013

BAB I STATUS PENDERITA I. IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis Kelamin Agama Alamat Nama ayah Pekerjaan ayah Nama Ibu Pekerjaan Ibu : An. G : 5 tahun : laki-laki : Islam : Jl. Arif Rahman 112, Surakarta : Tn. S : Swasta : Ny. Y : IRT

II. ANAMNESIS Anamnesis diperoleh dari ibu penderita. Penderita adalah anak kedua dari 2 bersaudara. Anak meninggal (-), keguguran (-), anak lahir meninggal (-), Ibu menikah 1 kali, ayah menikah 1 kali.

A. Pohon Keluarga

An G, 5 th

B. Riwayat Keluarga Penderita 1. Anak I, laki-laki, 7 tahun, lahir spontan, bidan, 3300 gram. 2. Anak II, laki-laki, 5 tahun, lahir spontan, dokter, 3500 gram.

C. Keluhan Utama : mencret D. Riwayat Penyakit Sekarang 5 jam SMRS penderita mencret, kurang lebih 10 kali, setiap mencret volume sedikit-sedikit, warna merah hijau, lendir (+), darah (+). 1 hari SMRS, jam 23.00 penderita panas tinggi, tidak turun sampai sekarang. Diberi obat penurun panas, panas tidak turun. BAK terakhir jam 17.00, warna kuning, hanya sedikit. Nafsu makan menurun, minum sedikit. Sebelum mencret penderita makan seperti biasa, tidak makan jajanan dari luar.

E. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit serupa Riwayat mondok : (-) : (-)

Riwayat alergi obat dan makanan : (-) Riwayat ganti-ganti susu Riwayat pharingitis/tonsilis : (-) : (+)

F. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan Riwayat sakit serupa Riwayat lingkungan penyakit serupa Riwayat alergi makanan dan obat : (-) : (-) : (-)

G. Status imunisasi Jenis BCG DPT Polio Campak Hepatitis B I 2 bulan 2 bulan 2 bulan 9 bulan 3 bulan II 3 bulan 3 bulan 4 bulan III 4 bulan 4 bulan 9 bulan IV 7 bulan -

H. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan : Mulai Senyum Mulai Miring Mulai Tengkurap Mulai Duduk Gigi keluar Berdiri Berjalan : 3 bulan : 4 bulan : 5 bulan : 6 bulan : 8 bulan : 9 bulan : 12 bulan

I. Makan Minum Anak ASI diberikan sejak lahir sampai usia 2 tahun. Diberhentikan karena disapih. Frekuensi tiap kali menangis, lama menyusui + 5 menit, bergantian kanan kiri. Susu buatan merek Bebelac & Lactogen I & II diberikan sejak umur 3 bulan, sampai 2 bulan yang lalu, 2 bulan yang lalu ganti susu bendera. Frekuensi 6 kali perhari, takaran 1 gelas. Buah diberi pisang, jeruk, pepaya sejak usia 6 bulan, frekuensi 3-4 x tiap minggu. Bubur sumsum tidak pernah diberikan. Bubur susu yang diberikan merk SUN, sejak umur 4 bulan, frekuensi 3x/hari. Nasi tim sejak usia 8 bulan frekuensi 3 kali sehari. Nasi sejak usia 1 tahun. Lauk + pauk jenis tahu, tempe, telur, daging sejak umur 8 bulan.

J. Pemeliharaan kehamilan Periksa di : Bidan Penyakit kehamilan : flu Obat yang diminum : multivitamin, tablet besi, obat flu yang dijual bebas.

K. Riwayat kelahiran Lahir di RS ditolong dokter umur kehamilan 9 bulan, partus spontan, menangis kuat segera sesudah lahir, BBL 3500 gram, PB saat lahir 45 cm. L. Riwayat post natal Periksa di bidan sejak lahir, frekuensi tiap bulan. III. PEMERIKSAAN A. Keadaan Umum Derajat kesadaran Status gizi B. Vital sign Tekanan darah Nadi Respirasi Suhu BB TB C. Kulit Sawo matang, kelembaban baik D. Kepala Bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut, sembab muka (-) E. Mata CA (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cowong (+/+), air mata (-/-) F. Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-) G. Mulut Bibir sianosis (-), mukosa basah (-), lidah kotor (-), tremor (-), tepi hiperemis (-) H. Telinga Daun telinga dalam batas normal, kanalis auricularis lapang, tragus pain (-), dischange (-) : 150/85 mmHg : 128 x/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan lemah : 28 x/menit. : 39,9 C : 19 kg : 114 cm : lemah : somnolen : gizi baik

I. Tenggorok Tonsil = T1-T1, Faring hiperemis (-) J. Leher Bentuk normocolli, limfonodi cervicalis tidak membesar, trakea di tengah K. Thorax Pulmo L. Abdomen Inspeksi Perkusi Palpasi M. Genital Phymosis (-), Hidrocelle (-) Anus : tenesmus (+) N. Extremitas Akral dingin
-

: dalam batas normal : dalam batas normal : dinding perut sejajar dinding dada : timpani (+) : otot dinding perut supel, nyeri tekan s.d.e, hepar dan lien tidak teraba, turgor jelek

Auskultasi : peristaltik (+) meningkat

edema

O. Pemeriksaan neurologi Kordinasi Sensorium : baik : sensorium


+ + + +

Reflek fisiologis : dbn Reflek patologis : dbn IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Darah Hb Hct AT AL : 13,6 g/dl : 44,0 % : 529.103 UL : 16,3.103 UL

Gol darah : O GDS Ur Cr : 132 : 42 : 1,3

Feces rutin : darah (+), leukosit (+), epithel (+) Kultur feces standard : tumbuh Shigella shigae V. RESUME Datang seorang pasien laki-laki berusia 5 tahun dengan keluhan utama mencret. 5 jam SMRS penderita mencret, kurang lebih 10 kali, volume sedikit. warna merah hijau, berbau, lendir (-), darah (+). 1 hari SMRS, jam 23.00 penderita panas tinggi, tidak turun sampai sekarang. Diberi obat penurun panas, panas tidak turun. BAK terakhir jam 17.00, warna kuning, hanya sedikit. Nafsu makan menurun, minum sedikit. Dari pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum : lemah, somnolen, gizi baik Tanda vital :T N Mata Mulut Abdomen Lab feces Kultur : 150/85 : 128 x/menit, reguler, simetris, isi dan tegang cukup RR : 28 x/menit Suhu : 39.9 C : cowong +/+, air mata -/: mukosa basah (-) : tugor jelek : ditemukan leukosit (+), darah (+) : tumbuh Shigella shigae

VI. DIAGNOSA KERJA Diare akut dengan dehidrasi berat e/c Shigella shigae

VII. PENATALAKSANAAN 1. Mondok Bangsal 2. Periksa urin dan feces rutin 3. Monitoring : - Keadaan Umum & Vital Sign - Balance Cairan / 8 jam 4. Terapi Rehidrasi parenteral dengan RL 30 cc/kgBB 1 jam pertama, dilanjutkan 70 cc/kgBB 5 jam berikutnya Paracetamol syrup 1-3 x 1 cth k/p Oralit 200 cc tiap diare Zink syrup 1 x 1 cth Cotrimoxazole syrup 2 x 1 cth 5. Edukasi Banyak minum dan jaga kebersihan VIII. PROGNOSIS Baik

Resep R/ Inf. RL cc 500 flab No. III Cum Infus set No. I

Cum Abbocath no.22 No. I Simm_ R/ Paracetamol syr S prn (1-3) dd cth I___ R/ Oralit sach cc 200 S ad libitum _______ R/ Zink mg 20/ 5cc Fla syr ad cc 60 S 1 dd cth I_____ R/ Cotrimoxazole suspensi No.I S 2 dd cth I_agitatio ante sumendum Pro : An.G (5th) __ No. I __ No. X ___ __ ___

Keterangan: 1. Infus Ringer Laktat merupakan cairan kristalloid. Pada kasus diare dipakai untuk mengganti cairan yang hilang karena adanya dehidrasi. Untuk kasus dehidrasi berat resusitasi dilakukan dengan kecepatan 30 cc/kgBB 1 jam pertama, dilanjutkan 70 cc/kgBB 5 jam berikutnya 2. Paracetamol syrup indikasi untuk menghilangkan demam. Dosis yang digunakan untuk anak-anak usia 2-6 tahun yaitu 5-10 ml. Satu botol volume 60 cc, tiap 5 ml mengandung 120 mg paracetamol. 3. Oralit sachet komposisi terdiri dari glukosa anhidrous 4g, NaCl 0,7 g, Na bikarbonat 0,5 g, Dekstrosa 25 g. Dipakai untuk mengatasi diare dengan dehidrasi dan muntah pada bayi, anak dan dewasa. Pemakaian dengan melarutkan 1 bungkus oralit ke dalam 200 cc air. 4. Zink dipakai untuk mempercepat regenerasi epitel usus pada kasus diare, dosis untuk anak < 6 bulan yaitu 10 mg; untuk anak usia > 6 bulan yaitu 20 mg. 5. Cotrimoxazole suspensi digunakan sebagai antimikroba terutama pada kasus diare yang disebabkan bakteri invasif seperti Shigella shigae. Satu botol volume 60 cc, tiap 5 ml suspensi mengandung sulfamethoxazole 200 mg dan trimethoprim 40 mg. Dosis untuk anak usia usia 2-5 tahun yaitu 2,5-5 cc.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENDAHULUAN Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. 1,2 . Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit.3 Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.4,5 Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC). Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap

tahunnya di banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun.6 Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi A.7 B. PATOFISIOLOGI1,3,9,10 Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear. Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.

10

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik. Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus. Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Organisme Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon melalui enterotoksin dan invasi bakteri. Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam, BAB berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3 5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah menetap selama 3 4 minggu. Shigellosis kronis dapat menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi.

11

Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk gejala pernapasan, gejala neurologis seperti meningismus, dan Hemolytic Uremic Syndrome. Artritis oligoartikular asimetris dapat terjadi hingga 3 minggu sejak terjadinya disentri. Pulasan cairan feses menunjukkan polimorfonuklear dan sel darah merah. Kultur feses dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi dan sensitivitas antibiotik. Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau intravena, tergantung dari keparahan penyakit. Derivat opiat harus dihindari. Terapi antimikroba diberikan untuk mempersingkat berlangsungnya penyakit dan penyebaran bakteri. Trimetoprim-sulfametoksazole atau fluoroquinolon dua kali sehari selama 3 hari merupakan antibiotik yang dianjurkan. Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus. 1. INVASI Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella.

12

2. SITOTOKSIN Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus. 3. ADHESI Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC) Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin. Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC. 4. ENTEROTOKSIN Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus. ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida.

13

C. DIAGNOSIS 1. Pendekatan Umum Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan pemeriksaan yang sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik, riwayat perjalanan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1,3,13 Pendekatan umum Diare akut infeksi bakteri baik diagnosis dan terapeutik terlihat pada gambar 1.

14

2. Manifestasi Klinis8,14,15 Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif. Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali. 3. Pemeriksaan Laboratorium Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya.3 Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil,

15

keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia secara komersial, sensitifitas 83 93 % dan spesifisitas 61 100 % terhadap pasien dengan Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan kotoran. Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin positip, atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan kultur feses untuk EHEC O157 : H7.1 Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah dan pemeriksaan darah lengkap5,8,10,14 Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.6 D. PENATALAKSANAAN 1. Penggantian Cairan dan Elektrolit Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa.17 Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air.2,4 Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan sendok teh garam, sendok teh baking soda, dan 2 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium.. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya.3 Jika terapi intra vena diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin. Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara : dikutip dari 8 .

16

Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor (tabel 1)

dikutip dari 8

Tabel 1. Skor Daldiyono - rasa haus/muntah


- Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg - Tekanan darah sistolik < 60 mmHg - Frekwensi Nadi> 120 x/menit - kesadaran apatis - Kesadaran somnolen, sopor atau koma - Frekwensi nafas > 30 x/menit - Facies cholerica -Voxcholerica - Turgor kulit menurun - Washers womans hand - Ekstremitas dingin -Sianosis - Umur 50-60 tahun - Umur> 60 tahun

1 1 2 1 1 2 1 2 2 1 1 1 2 -1 -2

Kebutuhan cairan = Skor X 10% X KgBB X 1 liter 15

2. Pemberian Antibiotik Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan (tabel 2), tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.1,5,9,16

17

Tabel 2. Antibiotik Empiris untuk Diare Infeksi Bakteri (Dosis Dewasa)

3. Obat Anti Diare 1) Kelompok antisekresi aktif Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak.14 2) Kelompok opiat Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein 18

adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 4 mg/ 3 4x sehari dan lomotil 5mg 3 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.10 3) Kelompok absorbent Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit. 4) Zat hidrofilik Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.9 5) Probiotik Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.3,7,19

E. KOMPLIKASI Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.1,8 Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.9,12,14

19

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain Barre tetap belum diketahui. Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.1 F. PROGNOSIS Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.1 G. PENCEGAHAN1,3,13,16 Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia. Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68. 2. Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the Management of Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2001;32:331-51. 3. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell
nd

JH, editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2 edition. New York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50. 4. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/SK121601.pdf 5. Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the Management of acute diarrhea in adults. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2002;17: S54-S71. 6. Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004; 53:296-305. 7. Tjaniadi P, Lesmana M, Subekti D, et al. Antimicrobial Resistance of Bacterial Pathogens Associated with Diarrheal Patiens in Indonesia. Am J Trop Med Hyg 2003; 68(6): 666-10. 8. Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. FKUI ;1996. 451-57. 9. Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea). Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi. Surabaya : Airlangga University Press, 2002. 34 40. 10. Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa. Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2002. 49-56. 11. Tatalaksana Penderita Diare. Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/diare.pdf. 12. Thielman NM, Guerrant RL. Acute Infectious Diarrhea. N Engl J Med 2004;350:1: 38-47. 13. Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I, Bawazier LA, Kolopaking MS, Syam AF, Gustaviani, editor. Prosiding Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu penyakit Dalam II. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2002. 52-70. 14. Nelwan RHH. Penatalaksanaan Diare Dewasa di Milenium Baru. Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and 21

Treatment in Internal Medicine 2001. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2001. 49-56. 15. Procop GW, Cockerill F. Vibrio & Campylobacter. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange Medical Books, 2003. 603 - 13. 16. Procop GW, Cockerill F. Enteritis Caused by Escherichia coli & Shigella & Salmonella Species. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange Medical Books, 2003. 584 - 66. 17. Wells BG, DiPiro JT, Schwinghammer TL, Hamilton CW. Pharmacotherapy Handbook. 5th ed. New York: McGraw-Hill, 2003. 37179. 18. Zein,U. Gastroenteritis Akut pada Dewasa. Dalam : Tarigan P, Sihombing M, Marpaung B, Dairy LB, Siregar GA, Editor. Buku Naskah Lengkap Gastroenterologi-Hepatologi Update 2003. Medan: Divisi Gastroenterohepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU, 2003. 67-79. 19. Isaulauri E. Probiotics for Infectious Diarrhoea. Gut 2003; 52: 436-7.

22

Anda mungkin juga menyukai